Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

“MASALAH GENDER”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5

1. NUR INDAH DYAH KARTIKA 1902015003


2. ANNISA NUR UTAMI 1902015055
3. UMMI LATHIFATUNNISA 1902015067
4. ZIKRY SULTHON R 1902015141

Dosen Pembimbing :
Masud HMN. H

AKUNTANSI 1C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan tepat
waktu
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah
dengan judul “Masalah Gender”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar
bagi kita guna memahami lebih dalam lagi mengenai masalah gender.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 23 Oktober 2019

Penyusun

i |Masalah Gender
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii

Bab I : Pendahuluan
Latar Belakang...................................................................................................................1
Rumusan Masalah..............................................................................................................1
Tujuan................................................................................................................................2

Bab II : Pembahasan
Pengertian Gender.............................................................................................................3
Pengertian Seks .................................................................................................................3
Pengertian Diskriminasi Gender .......................................................................................4
Bentuk-bentuk Diskriminasi Gender.................................................................................4
Dampak-dampak Diskriminasi Gender ...........................................................................6
Kesetaraan Gender………………………………………….............................................6
Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan di
Indonesia............................................................................................................................8
Pandangan Agama terhadap Kesetaraan Gender................................................................9

Bab III : Penutup


Kesimpulan......................................................................................................................15
Saran................................................................................................................................15
Indeks..............................................................................................................................16
Daftar Pustaka..................................................................................................................17

ii |Masalah Gender
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu-isu tentang perempuan, sekarang ini, banyak mengisi wacana di tengah-tengah


masyarakat kita, di samping wacana-wacana politik dan ekonomi. Isu perempuan ini menjadi
semakin menarik ketika kesadaran akan ketidakadilan di antara kedua jenis kelamin (laki-laki
dan perempuan) – yang sering disebut ketidakadilan gender - ini semakin tinggi di kalangan
masyarakat kita. Perempuan yang sekarang ini jumlahnya lebih besar dibanding laki-laki
belum banyak mengisi dan menempati sektor-sektor publik yang ikut berpengaruh di dalam
menentukan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan penting. Kalaupun perempuan
memasuki sektor publik, posisinya selalu berada di bawah laki-laki, terutama dalam bidang
politik.

Kenyataan seperti ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang seperti


Indonesia, tetapi juga terjadi di negara-negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Berbagai upaya ditempuh untuk mengangkat derajat dan posisi perempuan agar setara dengan
laki-laki melalui berbagai institusi, baik yang formal maupun yang nonformal.

Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah terwujudnya keadilan gender (keadilan sosial)
di tengah-tengah masyarakat. Di antara strategi yang ditempuh untuk mewujudkan keadilan
tersebut adalah melibatkan perempuan dalam pembangunan. Strategi ini menjadi dominan di
tahun 70-an. Setelah PBB menetapkan decade pertama pembangunan kaum perempuan, sejak
saat itulah hampir semua pemerintahan dunia ketiga mulai mengembangkan kementrian
peranan wanita (urusan perempuan) dengan tujuan utamanya adalah peningkatan peran
wanita dalam pembangunan. Pemberian kesempatan yang sama terhadap perempuan untuk
melakukan aktivitas di berbagai bidang sebagaimana laki-laki ternyata tidak menjamin untuk
terealisasikannya keadilan gender. Penyebab utamanya adalah rendahnya kualitas

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan gender ?
2. Apa yang dimaksud dengan seks ?
3. Apa yang dimaksud dengan diskriminasi gender ?
4. Bentuk-bentuk diskriminasi gender ?
5. Apa dampak diskriminasi terhadap gender ?
6. Apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender ?
7. Bagaimana wujud kesetaraan gender di dunia pendidikan ?
8. Bagaimana pandangan etis agama terhadap kesetaraan gender ?

1 |Masalah Gender
1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan yang diberikan oleh Dosen pengajar sebagai tugas
perkuliahan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiya Prof. Dr. Hamka.
Selain itu untuk lebih menambah wawasan tentang Masalah Gender.

2 |Masalah Gender
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gender

Pengertian Gender Istilah ‘gender’ sudah tidak asing lagi di telinga kita, tetapi masih
banyak di antara kita yang belum memahami dengan benar istilah tersebut. Gender sering
diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal gender berbeda dengan jenis kelamin.
Gender sering juga dipahami sebagai pemberian dari Tuhan atau kodrat Ilahi, padahal gender
tidak semata-mata demikian. Secara etimologis kata ‘gender’ berasal dari bahasa Inggris yang
berarti ‘jenis kelamin’ (Echols dan Shadily, 1983: 265). Dalam Webster’s New World
Dictionary, Edisi 1984 ‘gender’ diartikan sebagai ‘perbedaan yang tampak antara laki-laki
dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku’. Sementara itu dalam Concise Oxford
Dictionary of Current English Edisi 1990, kata ‘gender’ diartikan sebagai ‘penggolongan
gramatikal terhadap kata-kata benda dan kata-kata lain yang berkaitan 3 dengannya, yang
secara garis besar berhubungan dengan jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin (atau
kenetralan)’.

Secara terminologis, ‘gender’ oleh Hilary M. Lips didefinisikan sebagai harapanharapan


budaya terhadap laki-laki dan perempuan. H.T. Wilson mengartikan ‘gender’ sebagai suatu
dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan
dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi lakilaki dan perempuan.
Sementara itu, Elaine Showalter mengartikan ‘gender’ lebih dari sekedar pembedaan laki-laki
dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya. Ia lebih menekankan gender sebagai
konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu (Nasaruddin Umar, 1999:
33-34). Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa gender adalah suatu sifat yang
dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari
segi kondisi sosial dan budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa
masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.

2.2 Pengertian Seks (Jenis Kelamin)

Seks merupakan pembagian jenis kelamin berdasarkan dimensi biologis dan tidak dapat
diubah-ubah, sedangkan gender merupakan hasil konstruksi manusia berdasarkan dimensi
sosial-kultural tentang laki-laki atau perempuan.

Pengertian jenis kelamin atau dalam bahasa inggrisnya adalah seks, adalah merupakan
suatu akibat dari dimorfisme seksual (perbedaan sistematik tampakan luar antar individu
yang mempunyai perbedaan jenis kelamin dalam spesies sama).

Pengertian jenis kelamin (seks) menurut Hungu (2007) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan
tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksi sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil, dan menyusui.

3 |Masalah Gender
Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan
diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang
ada dimuka bumi.

2.3 Pengertian Diskriminasi Gender

Hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara. Laki-laki maupun perempuan.


Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat dan martabat yang sama. Kalaupun memiliki
bentuk dan fungsi yang berbeda itu semua agar keduanya saling melengkapi. Namun dalam
perjalanan kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran dan status atas keduanya,
terutama dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan dan
membudaya. Dan berdampak pada terciptanya perlakuan diskriminatif terhadap salah satu
jenis kelamin. Selanjutnya muncul istilah gender yang mengacu pada perbedaan peran antara
laki-laki dan perempuan yang terbentuk dari proses perubahan peran dan status tadi baik
secara sosial maupun budaya.

Diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara


berbeda dengan didasarkan pada gender, ras, agama , umur atau karakteristik yang lain.
Diskriminasi juga terjadi dalam peran gender. Sebenarnya inti dari diskriminasi adalah
perlakuan berbeda. Akibat pelekatan sifat-sifat gender tersebut, timbul masalah ketidakadilan
(diskriminasi) gender

2.4 Bentuk Bentuk Diskriminasi Gender

a. Marginalisasi

Proses peminggiran atau penyisihan yang mengakibatkan dalam keterpurukan. Hal ini
banyak terjadi dalam masyarakat di Negara berkembang seperti penggusuran dari kamoung
halaman, eksploitasi. Namun, pemiskinan atas prempuan maupun laki-laki yang disebabkan
jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidak adilan yang disebabkan gender. Sebagai
contoh, banyak pekerja prempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari progam
permbangunan seperti intersifikasi pertanian yang hanya menfokuskan petani laki-laki.
Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industry yang lebih
memerlukan ketrampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu
perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh
perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Contoh lain marginalisasi:
 Mesin mesin digerakkan  membutuhkan tenaga laki laki
 Baby siter adalah perempuan
 Perusahaan garmen banyak membutuhkan perempuan
 Direktur banyak oleh laki laki.

4 |Masalah Gender
b. Sub ordinasi (Penomorduaan)

Sub ordinasi pada dasaranya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu
ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran prempuan lebih rendah dari laki-
laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama mupun dalam aturan birokrasi yang
meletakkan kaum prempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan
memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masayarkat yang membatasi ruang gerak
terutama prempuan dalam kehidupan.

Contoh sub ordinasi :


 Persyaratan melanjutkan studi untuk istri hatus ada izin suami
 Dalam kepanitiaan perempuan paling tinggi pada jabatan sekretaris.

c. Pandangan stereotip

Adalah penandaan atau cap yang sering bermakna negative. Pelabelan negative secara
umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotype yang berkembang berdasarkan
pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin prempuan, misalnya:

 Pekerjaan dirumah seperti mencucui, memasak, membersihkan rumah diidentikkan


dengan pekerjaan perempuan atau ibu rumah tangga
 Laki laki sebagai pencari nafkah yang utama, harus diperlakukan dengan istimewa di
dalam rumah tangga, misalnya yang berkaitan dengan makan.

Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat
kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan Negara. Apabila seorang laki-laki
marah, ia dianggap tegas, tetapi bila prempuan marah atau tersinggng dianggap emosional
dan tidak dfapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku prempuan dan laki-laki
berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan prempuan. Label
kaum prempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugilkan, jika hendak aktif dalam “kegiatan
laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementra label laki-laki sebagai pencari
nafkah utama, (breadwinner), mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan
dianggap sebagai Sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.

d. Kekerasan

Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap prempuan sebagai akibat perbedaan


muncul dalam berbagai bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahan dari violence artinya
suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu
kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaa, pemukulan dan
penyiksaan tetapi bersifat non fisik seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional
terusik.

5 |Masalah Gender
Adapun contoh-contoh tindak kekerasan yaitu :
 Suami memperketat istri dalam urusan ekonomi keluarga
 Suami melarang istri bersosialisasi di masyarakat
 Istri mencela pendapat suami di depan umum
 Istri merendahkan martabat suami di hadapan masyarakat
 Suami membakat/ memukul istri.

e. Beban kerja
Beban kerja yang dilakukan oleh jenis kelamin terlalu lebih banyak. Bagi perempuan
di rumah mempunyai beban kerja lebih besar dari pada laki laki, 90% pekerjaan
domestic/rumah tangga dilakukan oleh perempuan belum lagi jika dijumlahkan dengan
bekerja di luar rumah.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insane
masih mendapat pembedaan perlakuan terutama bila bergerak dalam bidang public.
Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki
di satu sisi.

2.5 Dampak - Dampak Diskriminasi Terhadap Gender

Akibat diskriminasi terhadap laki-laki dan perempuan, seringkali akan membawa dampak
antara lain:
a. Traumatik dan Phobia (ketakutan) yang berlebihan terhadap hal-hal buruk yang
pernah menimpanya.
b. Rasa dendam dan amarah yang tidak dapat dikendalikan baik itu atas dirinya
sendiri ataupun terhadap orang lain karena perlakuan diskriminasi yang
diterimanya.
c. Rasa rendah diri atau kurang percaya diri, misalnya karena akibat dipinggirkan.
d. Cacat fisik ataupun bekas kekerasan lainnya yang diterima perempuan atau laki-
laki, misalnya dalam kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).
e. Berperilaku menyimpang, misalnya seseorang merasa dikucilkan dikeluarga,
maka ia akan mencari pelarian lain seperti masuk geng-geng ataupun terjerat
dalam narkoba.

2.6 Kesetaraan Gender (Gender Equality)

Dalam memahami kajian kesetaraan gender, seseorang harus mengetahui terlebih


dahulu perbedaan antara gender dengan seks (jenis kelamin). Kurangnya pemahaman tentang
pengertian gender menjadi salah satu penyebab dala pertentangan menerima suatu analisi
gender disuatu persoalan ketidakadilan sosial.

Hungu (2007) mengatakan “seks (jenis kelamin) merupakan perbedaan antara


perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir, seks (jenis kelamin)

6 |Masalah Gender
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma,
sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi,
hamil, dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak
dapat dipertukarkan diantar keduanya.”

Sedangkan secara etimologis, gender memiliki arti sebagai perbedaan jenis kelamin
yang diciptakan oleh seseorang itu sendiri melalui proses sosial budaya yang panjang.
Perbedaan perilaku antara laki-laki dengan perempuan selain disebabkan oleh faktor biologis
juga faktor proses sosial dan cultular. Oleh sebab itu gender dapat berubah-ubah dari tempat
ke tempat, waktu kewaktu, bahkan antar kelas sosial ekonomi masyarakat.

Dari uraian diatas dapat disampulkan perbedaan antara jenis kelamin dengan gender
yaitu, jenis kelamin lebih condong terhadap fisik seseorang sedangkan gender lebih condong
terhadap tingkah lakunya, selain itu jenis kelamin merupakan status yang melekat / bawaan
sedangkan gender merupakan status yang diperoleh/ diperoleh. Gender tidak bersifat biologis,
melainkan diskontruksi secara sosial. Karena gender tidak dibawa sejak lahir, malinkan
dipelajari melalui sosialisasi, oleh sebab itu gender dapat berubah.

Setelah mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan gender, maka langkah


selanjutnya yaitu kita dapat memahami pengertian “Kesetaraan Gender”. Kesetaraan gender
merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan
serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dalam berpartisipasi dalam kegiatan
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya , pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional
(hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan
gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap
laki-laki maupun perempuan.

Kesetaraan gender memiliki kaitan dengan keadilan gender. Keadilan gender


merupakan suatu proses dan perlakuan adil terhadap laki-laki dan perempuan. Terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi baik terhadap laki-
laki maupun perempuan. Sehingga dengan hal ini, setiap orang memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil
dari pembangunan tersebut.

Memiliki akses di atas mempunyai tafsiran yaitu setiap orang mempunyai peluang
atau kesempatan dalam memperoleh akses yang adil dan setara terhadap sumber daya dan
memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber
daya tersebut. Memiliki partisipasi berarti mempunyai kesempatan untuk bereaksi atau ikut
andil dalam pembangunan nasional. Sedangkan memiliki kontrol berarti memiliki
kewenangan untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga
memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.

7 |Masalah Gender
2.7 Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan di Indonesia

Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan Selanjutnya kita akan mengkaji secara
singkat kesetaraan gender dalam bidang pendidikan. Keseteraan gender dalam bidang
pendidikan menjadi sangat penting mengingat sektor pendidikan merupakan sektor yang
sangat strategis untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Di Indonesia kita bisa mengetahui
sekarang bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan memberi arah
pada terciptanya kesetaraan gender. Tidak ada bias gender dalam kebijakan-kebijakan
tersebut. Kesempatan untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia
baik laki-laki maupun perempuan tidak dibedakan. Upaya pemerintah dalam
mengembangkan SDM melalui pendidikan di Indonesia terus dilakukan, tetapi mengalami
hambatan pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Dampak krisis ekonomi ini tidak saja
kepada daya beli masyarakat tetapi juga berdampak kepada kemampuan orang tua untuk
membiayai sekolah anak-anaknya. Dan sekarang ini pemerintah lebih giat lagi untuk
memajukan pendidikan di Indonesia, terutama dengan dipenuhinya anggara pendidikan 20 %
dari APBN. Dengan kebijakan sekolah gratisnya, pemerintah cukup mendapatkan apresiasi
positif dari masyarakat. Peraturan perundang-undangan di negara kita tentang pendidikan
tidak ada yang mengarah kepada ketimpangan gender. Tidak ada kebijakan yang bias gender
terkait dengan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan di Indonesia mulai dari jenjang
Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Kalaupun terjadi perbedaan jumlah laki-
laki dan perempuan pada jurusan-juruan tertentu baik di SMA, SMK, maupun di PT, bukan
karena kebijakan yang dibuat menuntut demikian, tetapi hal ini 11 semata-mata adalah karena
pilihan para peserta didik yang dipengaruhi oleh asumsi perbedaan kemampuan mereka.
Seperti yang dikemukakan oleh Ace Suryadi, bahwa terjadinya ketimpangan menurut gender
yang tercermin dalam proporsi jumlah peserta didik yang tidak seimbang menurut jurusan-
jurusan atau program-program studi yang ada pada pendidikan menengah dan tinggi
disebabkan adanya asumsi perbedaan kemampuan intelektual dan ketrampilan antara laki-laki
dan perempuan (Ace Suryadi, 2004: 114). Kita pun juga sering menemukan adanya gejala
kesenjangan gender dalam sistem pendidikan, khususnya dalam pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi, dalam hal proporsi laki-laki dan perempuan dalam jurusan-jurusan yang
dibuka. Penyebabnya, selain mungkin peserta didik itu sendiri kekurangan informasi untuk
menentukan pilihan jurusan atau program studi, juga adanya faktor keluarga dengan berbagai
persepsinya yang sudah bias gender. Sering kali dalam memilih jurusan, mereka mendapat
intervensi dari orang tua mereka, padahal jurusan yang dipilih di sekolah akan berakibat
lanjutan kepada kesempatan meneruskan pendidikan atau memilih pekerjaan. Bisa ditegaskan
di sini, bahwa di SMU sudah terjadi kesetaraan gender dalam program penjurusan. Namun,
yang terjadi di SMK masih terjadi kesenjangan gender berdasarkan kepantasan untuk
memilih jurusan yang pantas diikuti laki-laki atau perempuan. Siswa perempuan masih
mendominasi program studi Bisnis dan Manajemen, Seni, dan Kerajinan. Sebaliknya, laki-
laki lebih mendominasi program studi Teknik. Hal ini juga terjadi di jurusan-jurusan atau
program-program studi di perguruan tinggi (PT).

8 |Masalah Gender
2.8 Pandangan Agama terhadap Kesetaraan Gender

a. Kesetaraan Gender Menurut Agama Islam

Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis
kelamin. Islam memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan
keadilan gender dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci Al Qur’an. Dalam ajaran Islam tidak
mengenal adanya isu gender yang berdampak merugikan perempuan. Islam bahkan
menetapkan perempuan pada posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan martabat
yang sama dan setara dengan laki-laki.

Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat-ayat Al


Qur’an. Suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama
yang belum memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan,
dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu akibat dari
salah memahami alasan untuk mempertahankan subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi
terhadap perempuan.

Al Qur’an sebagai “Hudan Linnasi”, petunjuk bagi umat manusia, dan kehadiran Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan sunnahnya, sebagai “Rahmatan Lil
‘Alamin”, tentu saja menolak anggapan diatas. Islam datang untuk membebaskan manusia
dari berbagai bentuk ketidak-adilan. Sejak pertama kali dipromosikan, Islam adalah agama
pembebasan.

Islam adalah agama Ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan.


Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan
sebagai representasi Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna
kulit. Islam mengamanatkan manusi untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian,
keselarasan, dan keutuhan, baik secara manusia maupun sesama manusia dengan lingkungan
alamnya.

b. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Katolik

Permasalahan gender dalam Katolik tidak terlepas dari konteks tradisi dan budaya,
khususnya budaya agama Yahudi. Dalam agama Yahudi, laki-laki mempunyai posisi yang
lebih dominan dibandingkan dengan perempuan. Dominasi ini menciptakan ketidak-adilan
gender. Ketika suatu perbuatan itu dilakukan oleh laki-laki, maka dianggap sebagai suatu
kebenaran. Begitu juga di Indonesia, ajaran Kristen tidak dapat terlepas dari budaya warga
Indonesia. Dalam Kejadian 2 (kejadian 2 (disingkat kej. 2) adalah bagian dari Kitab
Kejadian dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen). Disebutkan bahwa
Allah menciptakan manusia dari bumi. Manusia yang pertama kali diciptakan adalah Adam.
Kemudian dari tulang rusuk Adam diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa Adam
jatuh kedalam dosa karena Hawa. Teks ini memnuculkan pandangan bahwa perempuan
adalah manusia kedua. Perempuan juga dipandang sebagai sumber dosa. Gereja mengambil

9 |Masalah Gender
teks ini sebagai dasar pandangan hubungan (relasi) antara laki-laki dengan perempuan.
Hubungan ini dipandang hanya berdasarkan jenis kelamin saja. Posisi subordinat (posisi yang
rendah) perempuan seperti inilah yang menjadi dasar pandangan awal gereja mengenai
perempuan.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan zaman, Gereja


menolak ketidakadilan gender, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Gereja
memperhatikan dengan serius dasar-dasar ajaran agama, yaitu : tradisi, teologi dan filsafat,
kitab suci serta ajaran Gereja dengan pastoral lainnya.

 Aspek Tradisi

Salah satu sumber ajaran iman dan moral Katolik adalah tradisi. Tradisi gereja masih
dipengaruhi oleh budaya yang bersifat patriarkhis (Budaya yang menomor satukan laki-laki).
Suami merupakan penguasa dalam keluarga. Wanita diletakkan dalam posisi subordinat. Hal
ini merupakan suatu bentuk ketidakadilan gender yang mendasar. Namun Perjanjian Baru
memandang bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama, sehingga dengan jelas Perjanjian
Baru menolak segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut maka
perlu diadakan perubahan penafsiran kitab suci, terutama Kitab Perjanjian Lama.

 Aspek Teologi (Ilmu tentang Ketuhanan) dan Filsafat

Dalam Kristen, baik itu Katolik maupun Protestan, pencitraan Allah adalah sebagai
Bapak, sehingga muncul pandangan bahwa Allah adalah laki-laki. Hal ini mengontruksikan
suatu pemikiran bahwa laki-laki adalah penguasa dalam keluarga sehingga sangat berpotensi
menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Sesungguhnya hubungan manusia dengan
Allah adalah bersifat personal sehingga Allah dapat mempersonifikasikan diri sebagai Bapak
maupun sebagai Ibu.

 Aspek Kitab Suci

Untuk memahami Kitab Suci perlu dipahami latar belakang penulis. Dalam Kejadian 2
pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa perempuan merupakan manusia kedua, perempuan sebagai
penggoda. Teks normatif ini sangat berpotensi memunculkan kekerasan dalam rumah tangga
jika ditafsirkan secara salah. Padahal dalam Kejadian 1 ayat (26) disebutkan bahwa Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan sama secitra dengan Allah, keduanya adalah baik.

Dalam Kitab Perjanjian Lama, banyak ketentuan-ketentuan yang menempatkan


perempuan sebagai makhluk kedua, dan diposisikan pada posisi yang sub ordinat. Hal ini
sangat berpotensi memunculkan kekerasan psikologis dalam keluarga. Pencitraan perempuan
yang cenderung terasa tidak adil gender ini diperbaharui dan diformulasikan kembali dalam
Kitab Perjanjian Baru. Dalam Kitab Perjanjian Baru, perempuan mendapat posisi yang sejajar
dengan laki-laki. Yesus menempatkan perempuan pada posisi yang harus dihormati. Bahkan
karena dianggap terlalu memuliakan perempuan dan terlalu memperjuangkan perempuan
inilah kemudia Yesus ditangkap dan kemudian dihukum salib oleh penguasa pada waktu itu
yang memeganng faham patriarkal.

10 |Masalah Gender
 Aspek Ajaran Gereja

Dalam pandangan Gereja Katolik, perempuan dianggap punya martabat yang sama
dengan laki-laki. Mereka mempunyai hak untuk berperan dalam masyarakat. Pengakuan
kesejajaran antara laki-laki dan perempuan haruslah dihormati. Gereja mengemukakan sikap
keterbukaan dalam keluarga, sehingga interaksi dalam keluarga muncul kesejajaran. Gereja
Katolik dengan jelas bersikap tidak toleran terhadap ketidakadilan, termasuk ketidakadilan
gender yang berpotensi memicu kekerasan dalam keluarga.

Dalam Katolik ada satu komisi yang melayani urusan keluarga yaitu pastoral keluarga
yang bertugas melakukan pendampingan keluarga. Untuk menanggulangi munculnya
kekerasan dalam rumah tangga, termasuk peceraian. Dari hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa Geraja Katolik menolak ketidakadilan gender. Tetapi untuk mewujudkan keadilan
gender dalam masyarakat masih terdapat hambatan yaitu faktor tradisi patriarkhis.

c. Kesetaraan Gender dari Sudut Pandang Agama Kristen

Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan laki-laki menurut gambar
dan rupa Allah: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej.
1:27). Maksud dari ungkapan ‘menurut gambar Allah’ dalam ayat ini tidak dalam arti bahwa
manusia itu sama hakekat dengan Sang Pencipta. Ungkapan itu lebih berarti bahwa Allah
menciptakan manusia sebagai makhluk mulia, kudus, dan berakal budi, sehingga manusia
bisa berkomunikasi dengan Allah, serta layak menerima mandat dari Allah untuk menjadi
pemimpin bagi segala makhluk (Kej.1:28-30). Status se-“gambar” dengan Allah dimiliki
tidak hanya oleh laki-laki, tetapi juga oleh perempuan. Kedua pihak punya status yang sama.
Sebab itu tidak dibenarkan adanya diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya
karena perbedaan jenis kelamin.

Alkitab mencatat bahwa hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempuan itu
terjadi setelah manusia memakan buah yang dilarang oleh Allah (Kej.3:12 dst). Adam
mempersalahkan Hawa sebagai pembawa dosa, sedangkan Hawa mempersalahkan ular
sebagai penggoda. Tetapi akhirnya Allah menghukum Adam. Adam dihukum bukan hanya
karena Adam ikut-ikutan makan buah yang Allah larang, tetapi juga karena ketika Hawa
berdialog dengan ular sampai memetik buah, Adam ada bersama Hawa. Adam hadir disana
tetapi ia bungkam. Dengan kata lain, perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari Adam,
Karena itu kesalahan ada pada dua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan kaum laki-laki tidak
bisa menghakimi Hawa dan kaumnya sebagai pembawa dosa.

Dalam perkembangan selanjutnya peranan perempuan mulai dibatasi. Budaya Yahudi


tidak banyak memberikan peluang kepada perempuan untuk berkiprah. Ada sejumlah tokoh
perempuan yang muncul dalam sejarah Israel, tetapi peran mereka sangat terbatas. Di antara
mereka ada Miryam, saudara perempuan Nabi Musa, Miryam juga dipakai Allah sebagai

11 |Masalah Gender
Nabiah. Ia dan Harus menegur Musa saat Musa menikah lagi dengan perempuan Kush.
Meskipun Miryam dan Harun bersama-sama mengajukan protes namun Miryamlah yang
mendapat hukuman. Terjadi semacam diskriminasi hukum antara laki-laki dan perempuan
(Bil. 12). Diskriminasi itu juga terjadi ketika orang kawin. Dalam budaya Israel seorang
suami bisa mengambil istri lebih dari satu orang (polygamy). Tetapi seorang istri tidak
diperkenankan untuk mengambil suami lebih dari satu orang (polyandry). Pada saat seorang
perempuan melahirkan anak juga terjadi diskriminasi. Jika perempuan melahirkan anak laki-
laki ia dianggap najis selama empat puluh hari. Sedangkan jika yang lahir adalah anak
perempuan, maka ibu anak itu dianggap najis selama depan puluh hari (Imamat 12). Dua
perempuan Israel yang dianggap mujur yakni Deborah menjadi Nabiah dan hakim di Israel
dan Ester sebagai permaisuri Raja Ahazweros (Hak. 4:4 dst; Est 8).

Pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas perempuan masih tetap
berlangsung. Ketika Yesus mulia mengangkat tugas-Nya, Ia bersikp menentang diskriminasi
dan dominasi itu. Suatu ketika pemimpin-pemimpin agama Yahudi menangkap seorang
perempuan yang berkedapatan berzinah lalu dibawa kepada Yesus. Mereka minta agar
perempuan ini dihukum rajam sesuai aturan Yahudi. Tetapi Yesus tidak peduli terhadap
permintaan mereka. Pasalnya, mereka menangkap perempuan itu tapi tidak menangkap laki-
laki yang tidur dengan dia. Yesus berkata kepada mereka: “Barangsiapa yang tidak berdosa
hendaknya ia yang pertama kali merajam perempuan ini”. Tidak ada yang berani
melakukannya. Akhirnya Yesus perempuan itu pulang dengan nasihat supaya tidak berbuat
dosa lagi (Yoh 8: 2-11).

Dalam pelayanan-Nya, Yesus banyak menaruh perhatian kepada orang-orang yang


dianggap sebagai ‘sampah’ masyarakat, termasuk di dalamnya beberapa perempuan. Salah
satu di antaranya adalah Maria dari Magdala. Yesus menyembuhkan Maria dari ikatan roh
jahat. Kemudia Maria dan beberapa perempuan lain mengiring Yesus dalam pelayanan-Nya
(Luk 24: 10). Lagi-lagi Yesus membela posisi perempuan ketika sejumlah orang Farisi
datang kepada-Nya dan bertanya: “Apakah seorang suami bisa menceraikan istrinya dengan
alas an apa saja?” Yesus menjawab mereka kata-Nya : Sejak semula perkawinan hanya
terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (Adam-Hawa). Perceraian hanya bisa
terjadi jika salah satu diantaranya berbuat zinah. Lalu orang-orang itu bertanya lagi: “Kalau
begitu mengapa Musa mengizinkan seorang suami membuat surat cerai (talak)?” Lalu Yesus
menjawab: Karena ketegaran hatimulah Musa melakukan hal itu. Tapi seharusnya tidak
demikian (Mat 19: 1-12). Karena komitmen-Nya terhadap kesetaraan perempuan dan laki-
laki, maka pada saat Yesus mati di salib, banyak perempuan ada bersama-sama dengan Dia
serta mengunjungi kubur-Nya.

Pejuangan menentang diskriminasi dan menegakkan hak-hak perempuan tidak berakhir


pada saat Yesus terangkat ke langit. Perjuangan itu terus berlangsung dari abad kea bad.
Umumnya orang mengakui bahwa perjuangan yang cukup sengit di mulai pada abad ke-18,
terutama sesudah berakhirnya Revolusi Amerika (1775-1783) dan Revolusi Perancis (1789-
1799). Kedua Revolusi itu berhasil menanamkan nilai-nilai: kemerdekaan, kesetaraan, dan
peraudaraan antara semua penduduk. Momentum ini dipakai oleh kaum perempuan untuk
menuntut kesamaan hak dengan kaum lelaki. Selanjutnya pada tahun 1960-an terjadi

12 |Masalah Gender
gelombang protes anti perang dan perjuangan hak-hak sipil yang terjadi di Amerika Utara,
berikut di Australia, dan di seluruh Eropa. Kesempatan itu dianggap tepat untuk
memperjuangkan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang menarik perhatian kita
sekarang, bahwa gerakan memperjuangkan kesetaraan gender sudah menjadi gerakan yang
mendunia. Ia bukan hanya merupakan usaha dari kelompok agama tertentu, tetapi sudah
menjadi gerakan bangsa-bangsa atas alasan kemanusiaan dan keadilan gender. Tentu kita
mendukung semua perjuangan semacam itu.

d. Kesetaraan Gender dari Sudut Pandang Agama Budha

Dalam kehidupan bermasyarakat, Sang Budha tidak membedakan peran laki-laki maupun
perempuan. Mereka memiliki peran yang setara dan adil. Seperti laki-laki, perempuan juga
bisa menjadi majikan, atasan, guru (brahmana) sesuai khotbah Sang Budha.

Mengacu pada perkembangan Budha Dharma bahwa pemberdayaan dan kemitrasejajaran


perempuan telah diperjuangkan dan ditumbuhkembangkan oleh Sang Budha. Hal ini dapat
dikaji dari kisah-kisah siswa Budha yang sebagian adalah perempuan dan diterangkan pula
bahwa perempuan membawa peran penting dalam perkembangan agama Budha.

Kesetaraan Gender dalam agama Budha didasari kewajiban dan tanggung jawab bersama
dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan kehidupan berumah
tangga. Menurut agama Budha, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang muncul
bersama di muka bumi ini. Dan dia dapat terlahir sesuai dengan karmanya masing-masing,
sehingga kedudukan antara laki-laki maupun perempuan dalam agama Budha tidak
dipermasalahkan. Agama Budha membimbing umatnya untuk menghargai gender.

Dalam Paninivana Sutta, Sang Budha mengatakan seluruh umat manusia tanpa tertinggal
memiliki jiwa Budha. Laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang agung, karenanya agar
terjadi keseimbangan dalam menjalankan fungsi kehidupannya, maka keduanya memiliki
karakter yang berlawanan, padahal justru dari sinilah muncul keseimbangan.

e. Kesetaraan Gender dari Sudut Pandang Agama Hindu

Pengertian gender dalam agama Hindu merupakan hubungan sosial yang membedakan
perilaku antara perempuan secara proposional menyangkut moral, etika, dan budaya,
bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan bertindak
sesuai ketentuan sosial, moral, etika, dan budaya dimana mereka berada. Ada yang pantas
dikerjakan oleh laki-laki ditinjau dari sudut sosial, moral, dan budaya, tetapi tidak pantas
dikerjakan oleh perempuan, demikian pula sebaliknya. Sesuai ajaran agama Hindu, gender
bukan merupakan perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan. Agama Hindu
mengajarkan bahwa seluruh umat manusia di perlakukan sama di hadapan Tuhan sesuai
dengan Dharma baktinya.

Manusia yang dilahirkan ke dunia merdeka dan mempunya martabat serta hak yang sama
di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, baik laki-laki maupun perempuan.

13 |Masalah Gender
Istilah dewa-dewi lingga yoni dalam ajarang Hindu menggambarkan bahwa dualism ini
sesungguhnya ada dan saling membutuhkan karena Tuhan Yang Maha Esa menciptakan
semua makhluk hidup selalu berpasangan. Di dalam Kitab Suci hubungan suami dna istri
dalam ikatan perkawinan disebut sebagai satu jiwa dari dua badan yang berbeda.

Lebih jauh di dalam manapadharmasastra di uraikan bahwa Tuhan Yang Maha Esa
menciptakan alam semesta beserta segala isinya dalam wujud “ardha-nari-isvari” , sebagai
sebagian laki-laki dan sebagian lagi sebagai perempuan.

14 |Masalah Gender
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Untuk mewujudkan cita – cita demokrasi, suatu Negara harus mampu untuk
menegakkan kesetaraan gender. Gender sering disamakan pengertiannya dengan jenis
kelamin. Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis antara fisik laki – laki dengan fisik
perempuan yang dibawa sejak ia dilahirkan. Sedangkan gender merupakan perbedaan jenis
kelamin yang diciptakan oleh social budaya yang panjang.

Kesetaraan gender berguna untuk memberikan kesempatan setiap orang untuk


berapresiasi terhadap hal – hal yang terjadi disekitarnya. Kesetaraan gender berkaitan dengan
keadilan gender. Keadilan gender merupakan perlakuan adil terhadap laki – laki dan
perempuan. perbedaan antara kesetaraan dan keadilan gender yaitu kesetaraan lebih condong
terhadap peluang sedangkan keadilan gender lebih condong terhadap tingkah laku laki – laki
dan perempuan.

Kesetaraan gender dan keadilan gender harusnya dapat ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Selain bermasyarakat kesetaraan gender dan keadilan gender haruslah di
tegakkan juga di dunia pendidikan. Bukan hanya kaum laki - laki saja yang harus sekolah
tinggi namun perempuan juga punya hak untuk dapat bersekolah setinggi – tingginya.

Pada dasarnya semua agama di Indonesia memaparkan bagaimana Tuhan


mewujudkan kasihnya terhadap manusia tanpa memandang jenis kelamin, dari golongan
mana, berapa usianya, terang kasih Tuhan tidak ada yang mendominasi. Tuhan menciptakan
laki-laki dan perempuan dibentuk sedemikian rupa menurut rupa dan gambarnya dan Tuhan
melihat bahwa ciptaannya itu sungguh amat baik. Pada dasarnya perbedaan kodrat laki-laki
dan perempuan berkaitan dengan fungsi biologis dan perbedaan itu adalah untuk saling
melengkapi agar menjadi utuh. Dalam agama mengajarkan bahwa laki-laki maupun
perempuan memiliki kesamaan kondisi untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya
sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum,
ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas),
serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

3.2 Saran

Manusia ada untuk berpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan adanya
makalah ini penulis mempunyai saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling menegakkan
kesetaraan gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi permasalahan dalam kehidupan
bersosial.

15 |Masalah Gender
DAFTAR INDEKS

Social constructions (3)


Diskriminasi (4)
Eksploitasi (4)
Intersifikasi (4)
Integritas (5)
Stereotype (5)
Stereotip (5)
Breadwinner (5)
Phobia (6)
Cultular (7)
Marginalisasi (7)
Intervensi (8)
Intelektual (8)
Sub Ordinasi (8)
Khalifah (9)
Hudan Linnasi (9)
Rahmatan Lil ‘alamin (9)
Insane (9)
Patriarkal (10)
Teologi (10)
Patriarkis (10)
Relasi (10)
Penafsiran (10)
Personal (10)
Personifikasi (10)
Poligami (12)
Polyandry (12)
Talak (12)
Revolusi (12)
Proposional (13)
Ardha-nari-isvari (14)

16 |Masalah Gender
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/23943834/Pengertian_Diskriminasi_Gender?auto=download

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-studi-
tentang-kesetaraan-gender-dalam-berbagai-aspek.pdf

https://www.slideshare.net/anasengga5/makalah-gender

https://www.slideshare.net/nciezkdpurplelover/bab-i-iii

https://www.academia.edu/37689178/TUGAS_MAKALAH_Ilmu_Sosial_Budaya_Dasar_Ke
setaraan_Gender_

17 |Masalah Gender

Anda mungkin juga menyukai