Anda di halaman 1dari 6

Pembuatan nata de coco

Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat membentuk
serat nata jika ditempatkan atau dikembangkan dalam air kelapa yang sudah
diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol.
Dalam kondisi ini, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat
menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik
yang tumbuh pada air kelapa tersebut, dapat menghasilkan jutaan lembar benang-
benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih maupun transparan
dan sudah bisa disebut dengan ‘nata’.
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–7,5, namun akan tumbuh
optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri
Acetobacter Xylinum pada suhu 28°– 31 °C. Bakteri ini sangat memerlukan
oksigen.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau
meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat
glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun
untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5–5,5 dibutuhkan
dalam jumlah banyak.

Alat
a. Panci/Langseng dari stenless
b. Pengaduk/sinduk stenless
c. Kompor
d. Timbangan duduk
e. Gelas ukur
f. Baki plastik
g. Koran penutup
h. Karet pengikat
i. Rak untuk Baki Plastik
j. Muk Ukur
k. Kain Kassa/Saringan Halus

Bahan
a. Air Kelapa murni
b. Gula Pasir/putih
c. Za/Urea
d. Cuka Biang
e. Bibit Nata De Coco/Sari Kelapa

Cara Membuat
1. Air kelapa mentah di saring, dan dimasukkan ke dalam dandang/panci
ukuran 5 liter/20 liter di masak sampai mendidih 100 derajat celcius,
setelah mendidih masukkan gula pasir, untuk dandang/panci 5 liter gula
250 gr, za 0,5 gr, cuka biang 50 cc dan untuk dandang 20 liter x 4 dari
dandang/panci 5 liter.
2. Air kelapa yang sudah mendidih yang dicampur dengan gula, za, cuka
biang masukan ke dalam baki plastik kira 1,2 liter dan harus dipastikan
bahwa baki plastik dalam kondisi bersih dan steril dari bakteri.
3. Baki plastik ditutup dengan menggunakan koran dan pastikan koran pun
dalam kondisi steril dari bakteri yang akan mengganggu pertumbuhan nata
de coco/sari kelapa, koran harus dijemur dipanas matahari.
4. Baki-baki ditutup rapat dan disusun di atas rak baki secara rapi dan
ditiriskan sampai dingin untuk diberi bibit nata de coco
5. Pembibitan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 5.30–6.30, hasil
pembibitan ditutup kembali
6. Baki hasil pembibitan tidak boleh terganggu apapun, tidak digoyang-
goyang, bila ingin melihat hasil nata de coco bisa dilihat pada hari ke 3.
7. Baki hasil pembibitan di biarkan selama satu minggu
8. Pada hari ke 7 silakan dibuka.
Contoh produk bioteknologi yang akan dibahas pada kesempatan kali ini
adalah nata de coco. Nata de coco merupakan salah satu produk pangan yang
cukup digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan aman untuk
dikonsumsi. Namun sebagian dari kita kurang paham tentang pegertian nata de
coco, manfaatnya, kandungan gizinya dan cara pembuatannya.
Nata de coco merupakan salah satu produk hasil proses fermentasi air kelapa
dengan bantuan  Acetobacter xylinum. Istilah nata berasal dari bahasa spanyol
yang artinya terapung. Hal ini sesuai dengan sifat nata yang awalnya berasal dari
suatu lapisan tipis yang terapung pada permukaan hingga akhirnya menjadi tebal.
Nata de coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri dari senyawa
selulosa (dietry fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi,
yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit
nata.
Industri nata de coco pada awalnya hanyalah sebuah industri rumah tangga
yang memanfaatkan sari buah nanas sebagai bahan baku yang digunakan dan
produk ini dikenal sebagai nata de pina. Namun, karena buah nanas tergolong
buah yang musiman dan susah didapatkan maka bahan baku pembuatan nata
diganti dengan air kelapa atau produknya sekarang ini sering di sebut nata de
coco. Di Indonesia, nata de coco sudah mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai
diperkenalkan pada 1975. Produk ini mulai dikenal luas di pasaran sejak tahun
1981. Dengan semakin digemarinya nata de coco di Indonesia, mulailah
bermunculan beberapa industri pengolah nata de coco di Tanah Air. Selanjutnya
nata de coco dapat dikembangkan sebagai salah satu komoditas ekspor ke
berbagai negara nontropis, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara di
Eropa. Permintaan nata de coco akan meningkat tajam pada saat menjelang hari
raya Natal, Lebaran, Tahun baru, dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Namun,
industri nata de coco ini masih tergolong sedikit. Padahal, industri nata de coco
yang memiliki prospek yang bagus dan menghasilkan profit yang cukup
menguntungkan. Akhir-akhir ini banyak negara berkembang yang muali melirik
usaha ini.
Setelah diberi sedikit penjelasan tentang pengertian nata de coco dan sejarah
perkembangan nata de coco di Indonesia, selanjutnya kita akan membahas proses
pembuatan nata de coco, materi pembuatan nata de coco ini penulis dapatkan dari
blog salah satu industri makanan terbesar di Indonesia yang memiliki salah satu
produk pangan berupa nata de coco yang bermerk INACO.
Berdasarkan artikel yang penulis kutip dari http://inacofood.wordpress.com,
proses terbentuknya nata berawal dari sel-sel Acetobacter xylinum yang
mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak
membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim
yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Prekursor dari
polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa.  Pembentukan prekursor ini distimulir
oleh adanya katalisator seperti Ca2+, Mg2+. Prekursor ini kemudian mengalami
polimerisasi dan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa.
Bibit nata sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan nama Acetobacter
xylinum dan  merupakan salah satu contoh bakteri yang menguntungkan bagi
manusia dan dapat dimanfaatkan untuk membuat produk pangan seperti halnya
bakteri asam laktat pembentuk yoghurt, asinan dan lainnya.
Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan
dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N),
melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan
menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan
rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut,
akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak
padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Nata yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang berbeda. Perbedaan kualitas
tersebut ditentukan dari dua hal yaitu kualitas air kelapa yang digunakan, sudah
memenuhi standar kualitas bahan nata atau belum, dan berdasarkan proses
pembuatan nata harus dilakukan dengan benar didasarkan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Apabila
rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal, dan prosesnya terkontrol
dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata tanpa meninggalkan
residu sedikitpun. Oleh sebab itu, definisi nata sebagai yang terapung di atas
cairan setelah proses fermentasi selesai, tidak berlaku lagi.
Air kelapa yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata harus berasal
dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan
tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber
nitrogen, dan asam asetat. Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat
digunakan sebagai suplemen pembuatan nata de coco, diantaranya adalah
senyawa-senyawa maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa
senyawa karbohidrat sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling
ekonomis digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit
nata. Adapun dari segi warna yang paling baik digunakan adalah sukrosa putih
(gula rafinasi). Sukrosa coklat akan mempengaruhi kenampakan nata sehingga
kurang menarik.
Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan
aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen organik, seperti misalnya protein
dan ekstrak yeast, maupun Nitrogen anorganik seperti misalnya ammonium fosfat,
urea, dan ammonium slfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah
seperti ammonium sulfat & urea. Namun tentunya bukan merupakan bahan
makanan alami.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau
meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat
glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun
untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan
dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organic dan anorganik lain
bias digunakan.
Seperti halnya pembuatan beberapa makanan atau minuman hasil fermentasi,
pembuatan nata juga memerlukan bibit. Bibit tape biasa disebut ragi, bibit tempe
disebut usar, dan bibit nata de coco disebut starter nata. Bibit nata de coco
merupakan suspensi sel A. xylinum. Untuk dapat membuat bibit nata de coco
seseorang perlu mengetahui sifat-sifat dari bakteri ini.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang
mempunyai panjang 2 mikron dan lebar, micron, dengan permukaan dinding yang
berlendir. Bakteri ini bias membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel.
Bersifat ninmotil dan dengan pewarnaan Gram menunjukkan Gram negative.
Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang
masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang
sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel
koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan
membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel
alcohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam
asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah
memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa.
Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata.
Faktor lain yang dominan mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata
adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan
oksigen.
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel
didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel
hidup. Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel
yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase
pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase
kematian.
Apabila bakteri dipindah ke dalam media baru maka bakteri tidak langsung
tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase terjadi aktivitas
metabolismedan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase
pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan
awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini
berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada
fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya
untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat
menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat
metabolik yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur
sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang
tumbuh masih lebih banyak dibanding jumlah sel mati.
Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang
mati. Matriks nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian
terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hampir habis. Setelah nutrisi habis, maka
bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat
mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami
pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat
keasaman media temperatur yang digunakan, dan udara (oksigen). Senyawa
karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan
disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula.
Sumber nitrogen bisa berasal dari bahan anorganik seperti ZA, urea, dsb.  Tetapi
bahan yang terbaik tentunya adalah bahan alami dari medium yang disarankan
adalah santan kelapa. Meskipun bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada
pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. Sedangkan suhu ideal
bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28 – 310C. Bakteri ini
sangat memerlukan oksigen, sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat
namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat
mengakibatkan kontaminasi.
Setelah mengetahui proses pembuatan nata de coco, kita menjadi tau
bagaimana cara pembuatannya. Selanjutnya, kita akan membahas kandungan gizi
yang ada dalam nata de coco. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang
Biologi LIPI, kandungan gizi nata de coco per 100 gram nata mengandung 80%
air, 20 gram karbohidrat, 146 kal kalori, 20 gram lemak, 12 mg Kalsium, 2 mg
Fosfor dan 0,5 mg Ferrum (besi). Sedangkan kandungan gizi 100 gram nata de
coco yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67,7% air, 12 mg Kalsium, 0,2%
lemak, 2 mg Fosfor (jumlah yang sama untuk vitamin B1 dan Protein), 5 mg zat
besi dan 0,01 ng (mikrogram) Riboflavin.
Kandungan nutrisi dalam nata de coco memang tidak terlalu tinggi, terutama
kalori. Maka dari itu, nata de coco baik untuk dikonsumsi oleh orang yang
menjalani diet rendah kalori. Apalagi, nata de coco kaya akan serat yang
bermanfaat untuk melancarkan pencernaan. Serat nata de coco terdiri dari dua
macam yaitu serat larut air yang berfungsi untuk mengikat kadar air, menyerap
karbohidrat dan melambatkan proses penyerapan glukosa. Serat yang lain
bernama serat tidal larut air fungsinya untuk melancarkan saluran cerna.
Karena produk nata de coco terbilang rendah nutrisi, banyak produsen nata de
coco melakukan fortifikasi pangan. Fortifikasi pangan adalah proses penampahan
satu atau lebih nutrisi (zat gizi) ke dalam suatu makanan. Misalnya penambahan
zat besi pada produk mie instan, permen dan tepung. Gunanya untuk mencegah
defisiensi (kekurangan) nutrisi pada masyarakat akibat kecenderungan masyarakat
untuk mengkonsumsi makanan kemasan yang rendah nutrisi.
Nata de coco pun mengalami fortifikasi beberapa vitamin dan mineral,
gunanya untuk meningkatkan nilai gizi dan mampu bersaing dengan produk
bernutrisi lainnya. Beberapa vitamin dan mineral ditambahkan dalam kandungan
gizi nata de coco seperti vitamin C, vitamin B1, riboflavin, kalsium, fosfor dan
lainnya. Zat-zat vitamin dan mineral ini bersifat stabil dalam suhu kamar yaitu 20
sampai 25 derajat Celcius selama 11 bulan atau lebih. Selain itu agar konsumen
dapat menerima produk nata de coco ini, produsen menambahkan ekstrak perisa
atau essens seperti jeruk, vanilla, stroberi, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai