Anda di halaman 1dari 4

Islam dan Seksualitas

Seksualitas adalah sebuah kata menarik yang sering diperbincangkan secara


tertutup maupun terbuka. Seksualitas sering diidentikan dengan seks. Hal ini
tidaklah keliru. Namun seksualitas bukan hanya tentang seks. Seks dan seksualitas
merupakan dua hal yang berbeda. Seks berhubungan dengan masalah biologis
pada perempuan dan lelaki, sementara seksualitas sangat luas cakupannya tidak
hanya pada aspek biologis semata.
Ada tiga hal dasar yang perlu difahami sebelum masuk dalam pembahasan
menganai seksualitas, yaitu seks, seksual, dan seksualitas. Kata seks dapat berarti
perbedaan karakter jenis kelamin (jenis kelamin biologis) dan bisa juga mengenai
segala hal yang berkenaan dengan organ-organ kemaluan serta terkait dengan
percumbuan serta hubungan badan (coitus). Kata seksual adalah berkenaan
dengan tingkah laku, persamaan atau emosi yang digabungkan dengan rangsangan
organorgan kemaluan daerah erogenous, atau disebut proeses reproduksi.
Sedangkan seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang mengalami,
menghayati dan mengekspresikan diri sebagai makhluk seksual, dengan kata lain
tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bertindak berdasarkan
posisinya sebagai makhluk seksual.
Pembahasan tentang seksualitas membahas tiga dimensi dalam kehidupan;
pertama, dimensi biologis yaitu yang menyangkut kegiatan seks sebagai
kenikmatan biologis atau untuk mendapatkan keturunan. Kedua, dimensi sosial
yang meliputi hubungan-hubungan antara individu yang melakukan hubungan
seks secara sah atau tidak sah (menurut ukuran masyarkat yang bersangkutan).
Ketiga, dimensi subjektif yang berhubungan dengan kesadaran individu terhadap
seksual diri sendiri atau kelompok.
Dalam dimensi ketiga, yaitu pembahasan seksualitas menurut kesadaran atas
peran diri dan jenis kelamin, Allah telah menjelaskan di dalam Qur’an Surah Al-
Hujurat : 13 sebagai berikut,
Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa
diantara kamu.”
Allah menciptakan manusia dalam dua bentuk, yaitu laki-laki dan
perempuan. Selain menciptakan dua bentuk tersebut, Allah juga menjamin
kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana tertulis dalam surah
Ali-Imram ayat 195, sebagai berikut:

Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan


berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang
diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang
dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahankesalahan mereka dan
pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang
baik."
Ayat tersebut memberikan gambaran kepada kita tentang persamaan antara
laki-laki dan perempuan baik dalam hal ibadah (dimensi spiritual) maupun dalam
aktivitas sosial (urusan karier profesional). Ayat tersebut juga sekaligus mengikis
tuntas pandangan yang menyatakan bahwa antara keduanya terdapat perbedaan
yang memarginalkan salah satu diantara keduanya. persamaan tersebut meliputi
berbagai hal misalnya dalam bidang ibadah. Siapa yang rajin ibadah, maka akan
mendapat pahala lebih banyak tanpa melihat jenis kelaminnya. Perbedaan
kemudian ada disebabkan kualitas nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada
Allah swt., Ayat ini juga mempertegas misi pokok al-Qur’an diturunkan adalah
untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan,
termasuk diskriminasi seksual, warna kulit, etnis dan ikatan-ikatan primordial
lainnya. Namun demikian sekalipun secara teoritis al-qur’an mengandung prinsip
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, namun ternyata dalam tatanan
implementasi seringkali prinsip-prinsip tersebut terabaikan.
Dalam hal seksualitas Al-Quran juga menilai aspek-aspek lain, seperti
perkawinan, perceraian, perlakuan suami istri di dalam kehidupan rumah tangga
(muasyarah bil ma’ruf), iddah dan persoalan yang berkaitan dengan
penyimpangan seksual seperti kisah kaum Luth yang mempraktikkan
homoseksualitas. Hal ini menunjukan bahwa sebagai kitab suci, Alquran
merupakan kitab yang merespon persoalan-persoalan kemanusiaan.
Ada dua hal penting yang harus difahami tentang peran AlQuran dalam
pembahasan perihal seksualitas. Pertama, pembicaraan ini dimaksudkan untuk
melakukan counter terhadap sejarah seksualitas masa lalu. Masa lalu yang
dimaksud adalah masa-masa sebelum kedatangan Islam atau yang sering kita
sebut masa jahiliah. Kedua, pembahasan tentang seksualitas ditujukan untuk
memberikan batasan hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang semula
hubungan seksual dibangun berdasarkan ketidak beragamaan menjadi berdasar
pada agama (syar’i).

Artinya: Di antara tanda tanda kekuasaan Tuhan adalah bahwa Dia


menciptakan pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya (Sukun), dan dijadikanNya di antara kamu kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir (QS Ar-Ruum: 21).
Ayat ini sering dikemukakan untuk menjawab bagaimana Islam
memberikan apresiasinya terhadap seksualitas yaitu dengan ikatan pernikahan.
Ada sejumlah tujuan yang hendak dicapai dari pernikahan ini. Pertama, sebagai
cara manusia menyalurkan hasrat libidonya untuk memperoleh
kenikmatan/kepuasan seksual. Kedua, merupakan ikhtiar manusia untuk
melestarikan kehidupan manusia di bumi. Pernikahan dalam arti ini mengandung
fungsi prokreasi sekaligus reproduksi. Ketiga, menjadi wahana manusia
menemukan tempat ketenangan dan keindahannya. Melalui perkawinan,
kegelisahan dan kesusahan hati manusia mendapatkan salurannya.

Anda mungkin juga menyukai