Anda di halaman 1dari 7

Resume

A. Luka Dehisensi Dan Eviserasi


Dehisensi adalah keadaan dimana terbukanya kembali sebagian atau seluruhnya
luka operasi yang sering pada organ kulit3. Dehisensi luka post laparotomy merupakan
komplikasi utama yang serius. kejadiannya berkisar antara 0,25% sampai 3% dari
seluruh operasi laparotomi yang dilakukan, dengan angka kematian berkisar antara 10-
20%. Terjadinya dehisensi luka berkaitan dengan berbagai kondisi seperti anemia,
hipoalbumin, malnutrisi, keganasan, obesitas dan diabetes, usia lanjut, prosedur
pembedahan spesifik seperti pembedahan pada kolon atau laparotomi emergency.
Dehisensi luka juga dapat terjadi karena perawatan luka yang tidak adekuat serta faktor
mekanik seperti batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik
operasi yang kurang baik.
Eviserasi adalah salah satu prosedur bedah dalam rekonstruksi orbita di mana
rekonstruksi ini dilakukan untuk tujuan terapeutik dan kosmetik. Eviserasi melibatkan
pengeluaran isi bola mata (lensa, uvea, retina, vitreus, dan kadang kornea) dengan
meninggalkan sklera, otot luar mata, dan saraf optik yang utuh, biasanya diikuti dengan
penempatan implan orbital untuk menggantikan volume okulus yang hilang.

B. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ tipis yang luas, tebal kulit bervariasi antara 0,5 – 1,5 mm
tergantung pada letak, umur, gizi, jenis kelamin, dan suku. Luas permukaan kulit pada
orang dewasa sekitar 1,5 – 2 m². Fungsi kulit antralain; pengontrol suhu tubuh, pelindung
atau proteksi, penerima rangsang, untuk ekskresi, untuk penyimpanan, dan penunjang
penampilan. Kulit dibagi menjadi lapisan epidermis, dermis, dan hipodermis atau
subkutis.

a) Lapisan Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan
kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Pada
epidermis terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi Epidermis antara lain proteksi
barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel,
pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri
atas lima lapisan : Stratum Korneum, Stratum Lusidum, Stratum Granulosum,
Stratum Spinosum, dan Stratum Basale (Stratum Germinativum).

b) Dermis

Dermis terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya
dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal terdapat pada telapak
kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : Lapisan papiler, dan Lapisan
retikuler. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat. Fungsi Dermis antara lain sebagai struktur penunjang, mechanical
strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

c) Hipodermis atau Subkutis

Hipodermis terdiri dari lapisan lemak. Fungsi Subkutis / hipodermis antara lain untuk
melekatkan kulit ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk
tubuh dan mechanical shock absorber.

C. Fase penyembuhan luka


1. Fase inflamasi
Fase ini dimulai setelah 5 – 10 menit dan berlangsung selama 3 hari setelah
cedera. Proses yang terjadi yaitu, haemostatis; vasokontriksi sementara dari pembuluh
darah yang rusak terjadi pada saat sumbatan trombosit dibentuk dan diperkuat juga
oleh serabut fibrin untuk membentuk bekuan.

Gambar 1. Fase Imflamasi


2. Fase Proliferatif
Pembentukan jaringan granulasi adalah pusat dari peristiwa selama fase
proliferatif. Jaringan granulasi terdiri dari sel-sel inflamasi, fibroblas, kolagen,
neovascular, glikosaminoglycans dan proteoglycans. Pembentukan jaringan granulasi
terjadi 3 – 5 hari setelah cedera.

Gambar 2. Fase Proliteratif

3. Fase Maturasi
Pada fase ini terjadi proses pematangan luka. Yang terdiri atas penyerapan
kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan yang sesuai dengan gaya gravitasi dan
akhirnya perupaan ulang jaringan yang baru.1,2

Gambar 3. Fase Maturasi

D. Dehisensi luka

Dehisensi luka adalah keadaan dimana terbukanya kembali sebagian atau seluruhnya
luka operasi. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi.

1. Klasifikasi

a) Dehisensi luka operasi dini; terjadi kurang dari 3 hari paska operasi yang biasanya
disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang tidak baik.

b) Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai 12 hari
paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya
infeksi, status gizi dan faktor lainnya.
2. Manifestasi Klinik
Dehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita sering
merasa ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak keluar disertai
keluarnya cairan serous berwarna merah muda dari luka operasi (85% kasus). Pada
pemeriksaan didapatkan luka operasi yang terbuka. Terdapat pula tanda-tanda infeksi
umum seperti adanya rasa nyeri, edema dan hiperemis pada daerah sekitar luka operasi,
dapat pula terjadi pus atau nanah yang keluar dari luka operasi.
3. Etiologi
a) Faktor mekanik : Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin
meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut
antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik
operasi yang kurang.

b) Faktor metabolik : Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan


keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka.

c) Faktor infeksi : Secara klinis biasanya terjadi pada hari ke 6 - 9 paska operasi
dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka.

4. Faktor Resiko
Faktor resiko dapat terbagi menjadi, preoperasi, operasi, dan post operasi.
Faktor risiko preoperasi meliputi jenis kelamin (laki-laki lebih rentan dibandingkan
wanita), usia lanjut (>50 tahun), operasi emergensi, obesitas, diabetes mellitus, gagal
ginjal, anemia, malnutrisi, terapi radiasi dan kemoterapi, keganasan, sepsis, penyakit
paru obstruktif serta pemakaian preparat kortikosteroid jangka panjang (Afzal, 2008;
Spiloitis et al, 2009; Makela, 2005; Singh, 2009).
Faktor risiko operasi antara lain; jenis insisi , cara penjahitan, tehnik
penjahitan, dan jenis benang. Sedangkan faktor pascaoperasi antara lain; peningkatan
tekanan intra abdomen, perawatan pascaoperasi yang tidak optimal, nutrisi
pascaoperasi yang tidak adekuat, terapi radiasi dan penggunaan obat antikanker.
5. Penatalaksanaan
a) Penanganan Nonoperatif/ Konservatif
Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat tidak stabil dan
tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di tempat
tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus steril.
Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi
perburukan luka operasi terbuka. Selain perawatan luka yang baik, diberikan
nutrisi yang adekuat untuk mempercepat penutupan kembali luka operasi.
Diberikan pula antibiotik yang memadai untuk mencegah perburukan dehisensi
luka.
b) Penanganan Operatif
Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita dehisensi. Ada
beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan antara
lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair,
vacuum pack, abdominal packing, dan Bogota bag repair.

E. Luka eviserasi

1. Definisi Eviserasi/Eksenterasi Adalah suatu tindakan merusak dinding abdomen /


toraks untuk mengeluarkan organ-organ visera.
2. Indikasi
a. Janin mati, ibu dalam keadaan bahaya ( maternal distress)
b. Janin mati yang tak mungkin lahir spontan pervaginam
c. Janin dengan perut yang besar hingga menyukarkan persalinan (misalnya karena
asites atau tumor perut) dan Janin letak lintang dan leher tidak dapat dipegang dari
bawah
3. Kontraindikasi Janin yang masih hidup
a. Syarat
1) Janin mati, kecuali hidrocefalus, hidrops fetalis
2) Konjugata vera lebih besar dari 6 cm
3) Pembukaan serviks lebih besar dari 7 cm
4) Selaput ketuban sudah pecah atau dipecahkan
5) Tidak ada tumor jalan lahir, yang mengganggu persalinan pervaginam
4.Teknik Eviserasi/Eksenterasi
Eksenterasi dilakukan dengan perforatorium dan cunam abortus
a. Satu tangan penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir, kemudian mengambil
tangan janin dan dibawa keluar vagina. Lengan janin ditarik kebawah
menjauhi perut janin.
b. Dipasang spekulum pada dinding vagina bawah, kemudian secara Aveu
dinding toraks atau dinding abdomen digunting, sehingga menembus rongga
thoraks atau abdomen
c. Dengan suatu cunam, misalnya cunam abortus, melalui lubang tembus
dikeluarkan organ-organ viscera.
d. Setelah dikeluarkan organ-organ viscera, rongga toraks atau rongga abdomen
akan mengecil. Pada letak lintang setelah eviserasi, turunkan lengan dan tarik
leher ke bawah untuk didekapitasi. Bila leher tidak dapat diturunkan, potong
tulang belakang punggung janin dengan gunting Siebold lalu lahirkan janin
dengan alat Muzeaux secara konduplikasio korpore.
5. Komplikasi
a. Perlukaan jalan lahir
b. Ruptur uteri
DAFTAR PUSTAKA

Lisa Y. Hasibuan, Hardisiswo Soedjana, Bisono, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarata, 2010; Luka, hal 95-98.
Daniel Sampepajung, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarata, 2010; Masa Pulih, hal 358-363.
Warko Karnadihardja, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarata, 2010; Penyulit Pascabedah, hal 364-373.
Bisono, David S., Perdanakusuma, E. Mujianto Halimun (alm), Theddeus O>H>
PrasetonoBuku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarata,
2010; Kulit, hal 395-396.
Syarif M. Wasitaatmadja, Anatomi & Faal Kulit. Dalam : Adhi Juanda, Mochtar Hamzah,
Siti Aisah, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FK-UI; 2007, hal 3-8.
Brannon, Heather. 2007. Skin Anatomy. Diakses Desember 2011 dari: http://dermatoloy.
about.com/cs/skinanatomy/a/anatomy.html
Sintia Dewi. 2011. Dehisensi Luka Pasca Operasi Laparotomi dan Penanganannya di
RSUD Margono Soekarjo PurwokertoPeriode Januari 2008 -November 2011. Diakses
Januari 2014 dari: http://www.scribd.com/doc/136456518/84467857-Referat-Dehisensi-
Sintia-Dewi

Makela J, Kiviniemi H, Juvonen T, et al. 2005. Factors influencing wound dehiscence after
midline laparotomy. American journal of surgery. 170 (4): 387-390
Anonim. 2009. Laparotomi. Diakses Desember 2011 dari:
http://www.scribd.com/doc/74673683/LP-Laparatomi

Spiloitis J, Tsiveriotis K, Datsis A, et al. 2009. Wound dehiscence: is still a problem in the
21th century: a retrospective study. World Journal of Emergency Surgery 4:12
Phan LT, Hwang TN, McCulley TJ. Evisceration in the modern age. Middle East African
Journal of Ophthalmology.2012;19(1):24-33
Migliori ME. Enucleation, evisceration, and exenteration. In: Albert DM, Miller JW (eds.)
Albert & Jakobiec's Principles and Practice of Ophthalmology Volume 1. 3 rd ed. North
America: W.B Saunders Company ; 2008. p225645

Mules PH. Evisceration of the globe, with artificial vitreous. Trans ophthalmol Soc U K.
1885;5:200-206

Georgescu D, Vagefi MR, Yang CC, McCann J, Anderson RL. Evisceration with equatorial
sclerotomy for phthisis bulbi and microphthalmos. Ophthal Plast Reconstr
Surg.2010;26(3):165-7

Anda mungkin juga menyukai