Anda di halaman 1dari 10

KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA ANAK USIA TOODLER

Di susun oleh :

1.Yulian retno Palupi

2. Asditya Dharma

3. Nanang surya

4. Deri Handy Arvian

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES AL-IRSYAD AL ISLAMIYAH

2020
A.      Konsep spiritual

1.  Pengertian spiritual
Spiritual secara epistimologi berasal dari bahasa latin yaitu “spiritus” yang berarti
nafas atau udara, spirit memberikan hidup, menjiwai seseorang. Spirit memberikan arti
penting ke hal apa saja yang sekiranya menjadi pusat dari seluruh aspek kehidupan seseorang.
Spiritual adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup
kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu menghadirkan cinta, kepercayaan, dan
harapan, melihat arti dari kehidupan dan memelihara hubungan dengan sesama.
Spiritual adalah konsep yang unik pada masing-masing individu. Masing-masing
individu memiliki definisi yang berbeda mengenai spiritual, hal ini dipengaruhi oleh budaya,
perkembangan, pengalaman hidup dan ide-ide mereka sendiri tentang hidup. Menurut
Emblen, 1992 spiritual sangat sulit untuk didefinisikan. Kata-kata yang digunakan untuk
menjabarkan spiritual termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan dan
eksistensi. Spiritual menghubungkan antara intrapersonal (hubungan dengan diri sendiri),
interpersonal (hubungan antara diri sendiri dan orang lain), dan transpersonal (hubungan
antara diri sendiri dengan tuhan/kekuatan gaib). Spiritual adalah suatu kepercayaan dalam
hubungan antar manusia dengan beberapa kekuatan diatasnya, kreatif, kemuliaan atau sumber
energi serta spiritual juga merupakan pencarian arti dalam kehidupan dan pengembangan dari
nilai-nilai dan sistem kepercayaan seseorang yang mana akan terjadi konflik bila
pemahamannya dibatasi.
2.  Karakteristik spiritual
Karakteristik spiritual yang utama meliputi perasaan dari keseluruhan dan
keselarasan dalam diri seorang, dengan orang lain, dan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi
sebagai satu penetapan. Orang-orang, menurut tingkat perkembangan mereka, pengalaman,
memperhitungkan keamanan individu, tanda-tanda kekuatan, dan perasaan dari harapan. Hal
itu tidak berarti bahwa individu adalah puas secara total dengan hidup atau jawaban yang
mereka miliki. Seperti setiap hidup individu berkembang secara normal, timbul situasi yang
menyebabkan kecemasan, tidak berdaya, atau kepusingan.
Karakteristik kebutuhan spiritual meliputi:
a)      Kepercayaan
b)      Pemaafan
c)       Cinta dan hubungan
d)      Keyakinan, kreativitas dan harapan
e)      Maksud dan tujuan serta anugrah dan harapan
Karakteristik dari kebutuhan spiritual ini menjadi dasar dalam menentukan karakteristik
dari perubahan fungsi spiritual yang akan mengrahkan individu dalam berperilaku, baik itu
kearah perilaku yang adaptif maupun perilaku yang maladaptif.
B.      Perkembangan Aspek Spiritual
Pemenuhan aspek spiritual pada klien tidak terlepas dari pandangan terhadap lima
dimensi manusia yang harus dintegrasikan dalam kehidupan. Lima dimensi tersebut yaitu
dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Dimensi-dimensi tersebut berada
dalam suatu sistem yang saling berinteraksi, interrelasi, dan interdepensi, sehingga adanya
gangguan pada suatu dimensi dapat mengganggu dimensi lainnya. Tahap perkembangan
manusia dimulai dari lahir sampai manusia itu meninggal dunia. Perkembangan spiritual
manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, pra sekolah, usia
sekolah, remaja, desawa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara
umum tanpa memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek
spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan, internalisasi, peniruan,
aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi.
Namun, berikut akan dibahas pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan
tumbuh-kembang manusia. Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting untuk
diperhatikan.

1.       Usia antara 0-18 bulan,


Bayi yang sedang dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang
spesifik (fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak
adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya
membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
dan untuk belajar mandiri. Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa
perkembangan bayi. Haber (1987) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi
merupakan dasar untuk perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki
moral untuk mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari
terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi.
2.       Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal (18
bulan-3 tahun).
Anak sudah mengalami peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat belajar
membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih
besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk
berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan
aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana
seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam
dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang jika menerima pengalaman-
pengalaman baru, termasuk pengalaman spiritual.
3.       Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan
kondisi psikologis dominannya yaitu super ego.
Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta
berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu
benar atau salah, tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma
keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang
mendasar tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak
sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan
yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya.
4.       Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan kualitas kognitif
pada anak (6-12 tahun).
Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat
menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama
mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak
berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang
anak terhadap dimensi spiritual mereka.
C.      Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Spiritual
Spiritual adalah komponen penting dari seorang individu yang dimiliki dan sebuah
aspek integral dari filosofi holistik. Perkambangan spiritual pasti mengalami keadaan yang
tidak selalu baik seperti halnya fisik. Secara langsung maupun tidak langsung ada beberapa
hal yang mempengaruhi perkembangan spiritual. Spiritualitas tidak selalu berkaitan dengan
agama, tetapi spiritualitas adalah bagaimana seseorang memahami keberadaannya dan
hubungannya dengan alam semesta. Orang-orang mengartikan spiritualitas dengan berbagai
cara dan tujuan tersendiri. Setiap agama menyatakan bahwa manusia ada dibawah kuasa
Tuhan. Namun, dari semua itu setiap manusia berusaha untuk mengkontrol spiritualitasnya.
Inilah yang disebut dengan menjaga kesehatan spiritual. 
Hal terpenting yang mempengaruhi perkembangan spiritual dan sebaiknya kita
jaga adalah nutrisi spiritual. Hal ini termasuk mendengarkan hal-hal positif dan pesan-pesan
penuh kasih serta memenuhi kewajiban keagaman yang dianut. Selain itu juga dengan
mengamati keindahan dan keajaiban dunia ini dapat memberikan nutrisi spiritual. Menilai
keindahan alam dapat menjadi makanan bagi jiwa kita. Bahkan serangga yang terlihat buruk
pun adalah sebuah keajaiban untuk diamati dan dinilai.
Kedamaian dengan meditasi adalah bentuk lain untuk mendapatkan nutrisi
spiritual. Hal itu bukanlah meminta Tuhan kita apa yang kita inginkan tetapi mencari
keheningan untuk merekleksikan dan berterima kasih atas apa pun yang telah kita terima. Hal
lain yang mempengaruhi perkembangan spiritual kita adalah latihan. Tidak hanya latihan
dasar untuk kesehatan tubuh, tetapi juga latihan spiritual untuk menjaga spiritual. Latihan ini
terdiri dari penggunaan jiwa kita. Sehingga latihan tersebut memberi sentuhan pada jiwa kita
dan digunakan untuk menuntun kita untuk bertingkah-laku dengan baik, untuk menunjukan
cinta kasih dan perasaan pada oring lain untuk memahami dan untuk mencari kedamaian.
Faktor lain yang mempengaruhi kesehatan spiritual adalah lingkungan. Hal ini dikarenakan
lingkungan dimana kita hidup adalah sumber utama kejahatan ynag dapat mempengaruhi
jiwa kita. Kita harus waspada untuk menghindari keburukan yang berasal dari lingkungan
kita dan mencari hal positif yang dapat diambil.
Tantangan yang dapat mengancam perkembangan spiritual kita dapat berasal dari
luar maupun dari dalam dari kita. Ancaman dari luar dikarenakan setiap orang memiliki
bentuk penularan spiritual yang menyebarkan penyakit spiritual kepada orang lain disekitar
mereka. Beberapa orang merusak moral dan mencoba untuk menarik orang lain untuk
mengikuti kepercayaannya. Beberapa agama memberikan bekal keimanan yang cukup untuk
menolak kepercayaan lain. Banyak orang-orang yang melakukan hal-hal yang buruk dan
jahat. Kemudian mempengaruhi orang lain untuk mengikuti hal-hal buruk yang dilakukan.
Keinginan untuk melakukan hal-hal buruk tersebut timbul dari keinginan diri sendiri. Jadi,
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan spiritual adalah nutrisi, latihan dan lingkungan
tempat tinggal. Selain itu, terdapat ancaman dari luar maupun dari dalam diri kita. Sehingga
kita harus pandai-pandai untuk menjaga kesehatan spiritual kita.
D.      Perubahan Fungsi Spiritual
Perilaku individu sangat dipengaruhi oleh spiritualisme dalam kehidupaannya.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia.
Spiritual adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup
kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu menghadirkan cinta, kepercayaan,
harapan, dan melihat arti dari kehidupan dan memelihara hubungan dengan sesama.
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan, memenuhi kewajiban agama, dan kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan. Masalah spiritual ketika penyakit, kehilangan, dan nyeri menyerang
seseorang. 
Kekuatan spiritual dapat membantu seseorang ke arah perkembangan kebutuhan
dan perhatian spiritual. Individu mungkin mempertanyakan nilai spiritual mereka,
mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan hidup, dan sumber dari makna
hidup. Perubahan perilaku mungkin menjadi perwujudan dari disfungsi spiritual. Manusia
yang gelisah tentang hasil tes diagnosa atau yang menunjukan kemarahan setelah mendengar
hasil mungkin menjadi menderita distresss spiritual. Orang menjadi lebih merenung,
berupaya untuk memperhitungkan situasi dan mencari fakta bacaan yang berlaku. Beberapa
reaksi emosional, mencari informasi, dan dukungan dari teman dan keluarga. Pengenalan dari
masalah, kemungkinan yang timbul tidak bisa tidur atau kekurangan konsentrasi. Kesalahan,
ketakutan, keputusasaan, kekhawatiran, dan kecemasan juga mungkin menjadi indikasi
perubahan fungsi spiritual.
Pembahasan diatas menggambarkan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan
dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Individu selama sakit sering menjadi kurang
mampu untuk merawat diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan
dan dukungan. Perubahan fungsi spiritualitas sering terjadi dalam kehidupan. Oleh karena itu,
perubahan fungsi spiritualitas manusia perlu dipahami secara benar. 
E.  Perkembangan Spiritual Anak
Perkembangan keagamaan anak dapat dipupuk oleh pendidikan anak dirumah.
Penekanan yang diberikan pada kepatuhan terhadap peraturan agama dalam kehidupan
sehari-hari. Anak yang dibesarkan dengan kebiasaan berdoa sebelum makan, sebelum tidur,
dan orang tua menceritakan cerita-cerita tentang keagamaan, cenderung perkembangan
keagamaannya lebih baik dibandingkan anak yang tidak dibesarkan dengan kebiasaan
beragama.
Pada masa ini ‘iman’ anak banyak diperoleh dari apa yang diceritakan orang dewasa.
Dari cerita-cerita itu mereka membentuk gambaran Tuhan yang perkasa, surga yang
imajinatif, dan neraka yang mengerikan. Gambaran ini umumnya bersifat irasional, karena
pada masa ini anak belum memahami sebab-akibat dan belum dapat memisahkan kenyataan
dan fantasi. Mereka juga masih kesulitan membedakan sudut pandang Tuhan dengan sudut
pandang mereka atau orangtuanya.
Anak mulai menaruh perhatian pada kegiatan keagaamaan yang dilakukan orang
tuanya. Dalam hal ini perhatian yang anak tunjukan ialah untuk menirukan kegiatan
keagamaan yang dilakukan orang tuanya (observational learning), tetapi belum mampu
mengartikan apa yang ia lakukan. Misalnya, anak akan menggoyangkan badan seperti orang
yang berdzikir, apabila dilantunkan bacaan dzikir. Menirukan orang yang berdoa,
mengangkat kedua tangannya seraya berdoa tetapi belum mengartikannya. Pada masa ini pula
rasa ingin tahu seorang anak berada pada posisi yang teratas . Rasa ingin tahu tentang
keagamaanpun mulai muncul. Pada anak yang diberikan pembelajaran keagamaan
dikeluarganya, seorang anak akan menanyakan hal-hal yang menyangkut keagamaan seperti :
”Siapakah Tuhan?”, “Di mana Surga itu?”, “Apakah Malaikat itu?” Belajar memahami
proses keagamaan. Apabila suara adzan telah berkumandang, anak yang dibimbing
keagamaannya akan mengambil posisi seperti orang yang melakukan Sholat dan menirukan
gerakan shalat. Bagi anak yang sudah diajarkan berdoa, anak akan belajar menerapkan
kegiatan berdoa  dengan bimbingan orang tuanya tetapi tidak memahami untuk apa ia berdoa.
F.       Perkembangan Spiritual pada Anak Masa Sekolah
Sejak masa kanak-kanak, anak telah dibiasakan hidup dalam suasana ketuhanan,
tetapi mereka sendiri belum mampu menentukan sikapnya terhadap nilai-nilai keagamaan.
Dalam masa sekolah, perasaan keagamaan masih dalam perkembangan yang agak lamban
karena anak cenderung focus pada realitas sosialnya. Misalnya, anak yang mengikuti sekolah
minggu anak tidak memperhatikan kegiatan keagamaannya melainkan lebih memperhatikan
kesenangan bernyanyi bersama, berkumpul dengan teman, serta permainan-permainan yang
diberikan.
Dalam sisi lain, peningkatan minat pada keagamaan sudah terjadi, tetapi masih belum
bisa menentukan sikapnya terhadap nilai keagamaan. Contohnya, anak mulai melakukan
kegiatan keagamaan seperti  Sholat  dan berdoa. Tetapi dalam hal ini tidak terlalu memahami
makna sholat dan berdoa. Anak mengartikan berdoa itu seperti “ritual meminta-minta”.
Sebagai contoh, anak meminta berbagai barang dan mohon bantuan Tuhan dalam melakukan
sesuatu yang menurut perasaan mereka tidak dapat mereka lakukan sendiri. Di sisi lain,
mereka sudah dapat memahami bahwa Tuhan mempunyai sudut pandang lain dengan turut
mempertimbangkan usaha dan niat seseorang sebelum ‘menghakiminya’. Mereka percaya
bahwa Tuhan itu adil dalam memberi ganjaran yang sepantasnya bagi manusia.
Pada masa ini anak belum mampu menentukan jalan ketuhanan yang harus ia jalani,
cenderung hanya meniru dan meyesuaikan diri dengan pandangan orang tuanya. Maksudnya,
anak belum mengetahui kewajiban-kewajibannya sebagai pemeluk agama karena pada masa
ini anak belum mampu berfikir abstrak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spiritual berkaitan erat dengan dimensi lain dan dapat dicapai jika terjadi
keseimbangan dengan dimensi lain ( fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural). Spiritual
sangat berpengaruh terhadap koping yang dimiliki individu. Semakin tinggi tingkat spiritual
individu, maka koping yang dimiliki oleh individu tersebut juga akan semakin meningkat.
Sehingga mampu meningkatkan respon adaptif terhadap berbagai perubahan yang terjadi
pada diri individu tersebut. Peran pendidik adalah bagaimana mampu mendorong manusia
untuk meningkatkan spiritualitasnya dalam berbagai kondisi, Sehingga manusia mampu
menghadapi, menerima dan mempersiapkan diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi
pada diri individu tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosda
Sarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Sinar Grafika Offset
Susi Purwati, dalam http://susipurwati.blogspot.com/2010/01/konsep-kesehatan-spiritual.html
Uno, Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai