Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MIKROBIOLOGI

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN VIRUS

BLOK 4

DISUSUN OLEH :

ARVIN HARDIAN TAMBUNAN


(1961050103)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

virus adalah organisme parasit, yang mana ia membutuhkan inang untuk bertahan hidup. Virus
harus menemukan inang untuk bereproduksi, termasuk melalui sel tubuh manusia. Tanpa
menumpang ke tubuh inangnya, ia tidak bisa mereplikasi diri. Beberapa virus malahan dapat
membunuh sel inangnya untuk berkembang biak. Jika ia tidak menemukan inangnya, ia tidak
bisa hidup dalam waktu lama. Jika seseorang terinfeksi virus, dokter biasanya memberikan obat
antivirus untuk melawannya. Selain itu, yang menjadi kunci utama untuk bertahan melawan
paparan virus adalah dengan memperkuat ketahanan dan imun tubuh.Virus merupakan suatu
partikel yang masih diperdebatkan statusnya apakah ia termasuk makhluk hidup atau benda
mati. Virus dianggap benda mati karena ia dapat dikristalkan, sedangkan virus dikatakan benda
hidup, karena virus dapat memperbanyak diri (replikasi) dalam tubuh inang. Para ahli biologi
terus mengungkap hakikat virus ini sehingga akhirnya partikel tersebut dikelompokkan sebagai
makhluk hidup dalam dunia tersendiri yaitu virus.Virus merupakan organisme non-seluler,
karena ia tidak memilki kelengkapan seperti sitoplasma, organel sel, dan tidak bisa membelah
diri sendiri. Penyelidikan tentang objek-objek berukuran sangat kecil di mulai sejak
ditemukannya mikroskop oleh Antony Van Leeuwenhoek (1632-1723) perkembangan
mikroskop ini mendorong berbagai penemuan dibidang biologi salah satunya partikel
mikroskopik yaitu virus.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip Pencegahan Infeksi Virus Lengkap Dengan Contohnya dan Aplikasi


Klinik
Pengertian prinsip pencegahan infeksi adalah Suatu usaha yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikro organisme dari lingkungan klien dan
tenaga kesehatan.
Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan
memerlukan penerapan prosedur dan protocol yang disebut dengan “pengendalian”.
Secara hierarki hal ini telah ditata sesui dengan efektifitas pencegahan dan
pengendalian infeksi (Infection Prevntion and Contol- IPC), yang meliputi:
pengendalian bersifat adminitistrasi, pengendalian dan rekayasa lingkungan, dan alat
pelindung diri (ADP).Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi IPC,
meliputi penyediaan kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah,
mendeteksi, dan mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan
efektif bila dilakukan mulai dari antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang
sampai keluar dari sarana pelayanan. Pengendalian administratif dan kebijakan –
kebijakan yang diterapkan pada ISPA meliputi pembentukan infrastruktur dan
kegiatan IPC yang berkesinambungan, membangun pengetahuan petugas kesehatan,
mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu, menyediakan ruang tunggu khusus
untuk orang sakit dan penempatan pasien rawat inap, mengorganisir pelayanan
kesehatan agar persedian perbekalan digunakan dengan benar. Aspek klinis dan
epidemiologi kasus harus segera dievaluasi dan penyelidikan harus dilengkapi dengan
evaluasi laboratorium.
Pencegahan infeksi sering diartikan dalam pengertian sempit sebagai: tindakan suci
hama/pemutusan rantai transmisi penyakit.
Tujuan pencegahan infeksi pada pelayanan kesehatan:
1. Mencegah terjadinya komplikasi infeksi pasca tindakan (terutama untuk tindakan atau
prosedur klinik menggunakan instrumen)
2. Menghindari terjadinya penularan penyakit infeksi berbahaya (HIV,Hepatitis B), bukan hanya
pasien ke pasien, tetapi juga dari pasien ke petugaskesehatan atau sebaliknya.Dalam
menjalankan upaya kewaspadaan standar, dianjurkan memperhatikan prinsip-prinsip :
1. Setiap individu (pasien dan petugas kesehatan) dianggap berpotensi menularkanpenyakit
2. Cuci tangan adalah prosedur praktis dlam menghindari kontaminasi silang. Cuci tangan
dilakukan: sebelum dan sesudah memeriksa pasien; sebelum dan setelah
memakai sarung tangan; setelah terpapar darah atau cairan tubuh lainnya; cuci tangan
selama 10-15 detik dengan sabun dan air mengalir; sebagai pengganti cuci tangandengan air,
gunakan larutan alcohol (100ml alcohol 60-90% + 2ml gliserin)
3. Gunakan sarung tangan setiap akan terjadi kontak dengan bagian atau bahanberpotensi
menularkan penyakit (laserasi kulit, membrane mukosa, darah, secret,cairan tubuh lain). Sarung
tangan digunakan: saat melakukan tindakan; saatmenangani alat/bahan terkontaminasi; saat
membuang bahan-bahan/limbahterkontaminasi. Ganti sarung tangan setiap kali memeriksa
pasien yang berbeda.Sarung tangan dapat digunakan kembali apabila telah didekontaminasi
dalam larutanklorin 0,5%, kemudian dicuci dan dibilas, selanjutnya disterilisasi atau di-DTT.
4. Gunakan pelindung fisik (kaca mata pelindung, masker, apron atau pelepas plastic)untuk
menghindari percikan secret atau cairan tubuh
5. Gunakan bahan antiseptic untuk membersihkan kulit atau membrane mukosasebelum
melakukan operasi, membersihkan luka, atau menggosok tangan sebelum operasi dengan bahan
antiseptic berbahan dasar alcohol

a. Pengendalian dan rekayasa lingkungan


Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan
kesehatan dasar dan di rumah tangga yang merawat kasus dengan gejala ringan dan tidak
membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa
ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan kesehatan serta di
rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang memadai. Harus dijaga pemisahan jarak minmal
1 m antara setiap pasien ISPA dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak
menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu mengurangi penyebaran
beberapa patogen selama pemberian pelayanan kesehatan.

b. Alat perlindungan diri (APD)


Penggunaan secara rasional dan konsisten APD yang tersedia serta higiene
sanitasi tangan yang memadai juga akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Meskipun
memakai APD adalah langkah yang paling kelihatan dalam upaya pengendalian dan penularan
infeksi, namun upaya ini adalah yang terakhir dan paling lemah dalam hirarki kegiatan IPC. Oleh
karena itu jangan mengandalkannya sebagai strategi utama pencegahan. Bila tidak ada langkah
pengendalian administratif dan rekayasa teknis yang efektif, maka APD hanya memiliki manfaat
yang terbatas.

c. Sterilisasi
Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteri, jamur, parasit dan virus) termasuk endospora bakteri pada benda mati atau
instrumen dengan cara uap air panas tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven),
sterilan kimia atau radiasi

d. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)


Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme
kecuali endospora bakteri pada benda mati dengan cara merebus, mengukus atau penggunaan
desinfektan kimiawi
e. Desinfektan
Bahan kimia yang membunuh atau menginaktivasi mikroorganisme,
Contoh larutan desinfektan : Klorin pemutih 0,5% untuk dekontaminasi permukaan yang lebar
Klorin 0,1% Untuk DTT kimia Glutaraldehida 2% mahal harganya biasa digunakan untuk DTT
kimia atau sterilisasi kimia Fenol, klorin tidak digunakan untuk peralatan/bahan yang akan
dipakaikan pada bayi baru lahir
f. Dekontaminasi
Proses yang membuat objek mati lebih aman ditangani staf sebelum
dibersihkan (menginaktifasi serta menurunkan HBV, HIV tetapi tidak membasmi) Peralatan
medis dan permukaan harus di dekontaminasi segera setelah terpapar darah atau cairan tubuh.
g. Pembersihan (Mencuci dan membilas)

h. Penanganan Limbah medis


 Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan
 Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
 Mencegah penularan infeksi terhadap para petugas kesehatan
 Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
 Membuang bahanbahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif) dengan aman
Sampah medis terbagi 2 yaitu :
1. Tidak terkontaminasi
 Tidak memberikan resiko infeksi, Contoh : kertas, kardus, botol, wadah plastik yang
digunakan didalam klinik
 Dapat dibuang ditempat sampah umum
2. Terkontaminasi
 Membawa mikroorganisme yang mempunyai potensi menularkan infeksi kepada
orang yang kontak baik nakes maupun masyarakat, Contoh : bekas pembalut luka,
sampah dari kamar operasi (jaringan, darah, nanah,kasa, kapas,dll), dari laboratorium
(darah, tinja, nanah, dahak, dll), alat-alat yang dapat melukai (jarum suntik, pisau)
3. Sampah lain yang tidak mengandung bahan infeksius tetapi digolongkan berbahaya
karena mempunyai potensi berbahaya pada lingkungan
 Bahan kimia atau farmasi (misal kaleng atau botol yang mengandung obat
kadaluwarsa, vaksin, reagen desinfektan)
 Sampah sitotoksik (misal obat- obat untuk kemoterapi)
 Sampah yang mengandung logam berat (misal air raksa dari termometer yang
pecah, bahan bekas gigi,dll)
 Wadah bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang (misal kaleng penyembur)
yang dapat meledak bila dibakar.

B. Prinsip Pengobatan Infeksi Virus Lengkap Dengan Contohnya dan Aplikasi Klinik
Penanganan infeksi virus sangat bergantung dengan kondisi imunitas penderita.15
Sampai saat ini belum tersedia antivirus yang spesifik untuk semua jenis infeksi virus.15
Mekanisme kerja antivirus sangat bervariasi namun terutama adalah dengan menghambat
replikasi virus tanpa menyebabkan efek samping pada sel host. National Symposium
Tropical Skin Infection | 14 Obat antivirus bekerja dengan menargetkan protein virus,
protein host atau menguatkan respon imun terhadap virus. Salah satu antivirus yang
banyak digunakan adalah dari golongan analog nukleosida seperti asiklovir, valasiklovir,
gansiklovir, dan pensiklovir. Golongan analog nukleosida ini poten sebagai antivirus
pada herpes simplek, varisela-zoster, Epstein-Barr serta memiliki aktivitas sedang
melawan CMV. Asiklovir merupakan analog nukleosida pertama dan memiliki
efektivitas yang sama dengan valasiklovir yang merupakan prodrug dari asiklovir,
sedangkan gansiklovir dan pensiklovir merupakan turunan yang lebih baru. Antivirus lain
yang lebih jarang digunakan antara lain ribavirin yang poten pada infeksi morbili,
foskarnet yang dapat digunakan pada infeksi CMV yang resisten gansiklovir, serta
penggunaan sidofovir pada infeksi oleh Human Herpes Virus (HHV) 6.16 Selain
penggunaan antivirus, saat ini dikembangkan berbagai jenis imunomodulator untuk
membantu meningkatkan daya tahan penderita. Pada tahun 1980an, imunomodulator
pertama dengan nama kimia imidazokuinolon ditemukan dan dikatakan dapat
menginduksi produksi sitokin endogen dari monosit atau makrofag seperti interferon alfa,
interleukin-12, dan tumor nekrosis faktor alfa. Senyawa kimia ini juga dikatakan secara
tidak langsung menginduksi interferon gama yang merupakan sitokin limfosit T helper-1
yang berperan dalam imunitas seluler dan presentasi antigen.15,16 Selain penggunaan
imunomodulator, pengembangan vaksinansi untuk beberapa infeksi virus diharapkan
dapat mencegah dan menurunkan morbiditas dari infeksi yang bersangkutan. Beberapa
vaksin yang telah tersedia untuk penanganan infeksi kulit akibat virus antara lain vaksin
untuk variola, rubela, rubeola, infeksi HPV yang berhubungan dengan kejadian kanker
serviks dan kondiloma akuminata, vaksin varisela serta herpes zoster. Vaksin – vaksin
ini telah terbukti menurunkan angka kejadian serta morbiditas yang disebabkan oleh
infeksi virus baik pada kulit maupun secara sistemik. Oleh karena virus adalah parasit
intraseluler obligat, maka agen antivirus harus mampusecara selektif menghambat fungsi
virus tanpa merusak pejamu, mengembangkan obatyang seperti itu sangat sulit.
Keterbatasan lainnya adalah banyak siklus replikasi virusterjadi selama masa inkubasi
dan virus tersebut telah menyebar sebelum munculnyagejala, membuat sebuah obat
relatif tidak efektif. Terdapat kebutuhan akan adanya obatantiviral aktif terhadap virus
yang vaksinnya tidak tersedia atau tidak cukup efektif yangterakhir mungkin karena
keragaman serotipe (mis, rhinovirus) atau karena perubahan virus yang konstan (mis,
influenza, HIV). Antivirus dapat digunakan untuk mengobatiinfeksi yang terjadi ketika
vaksin diprediksi tidak akan efektif. Antivirus diperlukanuntuk mengurangi morbiditas
dan kerugian ekonomik sehubungan dengan infeksi virusdan untuk menangani
peningkatan jumlah pasien imunosupresif yang mempunyai risiko tinggi mengalami
infeksi.
BAB III

PENUTUP
Virus merupakan suatu partikel yang masih diperdebatkan statusnya apakah ia termasuk
makhluk hidup atau benda mati. Virus dianggap benda mati karena ia dapat dikristalkan,
sedangkan virus dikatakan benda hidup, karena virus dapat memperbanyak diri (replikasi) dalam
tubuh inang. Para ahli biologi terus mengungkap hakikat virus ini sehingga akhirnya partikel
tersebut dikelompokkan sebagai makhluk hidup dalam dunia tersendiri yaitu virus. Virus
merupakan organisme non-seluler, karena ia tidak memilki kelengkapan seperti sitoplasma,
organel sel, dan tidak bisa membelah diri sendiri. informasi tentang apa yang harus dilakukan oleh
fasilitas kesehatan agar siap merespon kasus virus pernapasan baru seperti novel coronavirus,
bagaimana mengidentifikasi kasus ketika terjadi, dan bagaimana menerapkan langkah PPI dengan
benar untuk memastikan tidak ada penularan ke petugas kesehatan atau pasien lain dan orang-
orang lain di fasilitas kesehatan.

Daftar Pustaka :
Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A, 2006, Mikologi Dasar dan Terapan, 1st edition, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman PPI .Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Anda mungkin juga menyukai