Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DASAR HUKUM PELAKSANAAN IBADAH

Disusun Oleh :

MIA TRI UTAMI


(176310356)
WESI NOVIA LASISMI
(176310362)
NORSOPHIA
(176310078)

PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur

kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga

kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah fiqh ibadah dengan judul "Dasar Hukum

Pelaksanaan Ibadah" tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan

berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam

menyelesaikan makalah ini. 

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat

kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, kami harapkan

bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini. 

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat

diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk

mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya. 

Pekanbaru, 13 Februari 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… 2

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang …………………………………………………….. 4

2. Tujuan ……………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

1. Al-Qur’an sebagai Dasar Hukum Utama……………………………… 5

2. As-Sunnah sebagai Dasar Hukum Kedua …………………………... 9

BAB III PENUTUP …………………………………………………………. 13

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 14

3
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Allah telah menetapkan hukum untuk setiap kejadian. Yang dengan tegas telah dinashkan,

sedang sebagiannya belum dinashkan. Oleh karena itu Allah memberikan hak bagi Nabi

Muhhammad SAW, Sahabat serta para Mujtahid untuk memperjelas hukum yang masih perlu

diperjelas dalam ketetapan Allah SWT.

Hukum-hukum fiqih ada yang diambil dari sumber-sumber yang asasi baik dari Al-Qur’an

ataupun As-Sunnah, termasuk hukum fiqih tentang pelaksanaan ibadah. Hukum-hukum ini telah

ditetapkan dalam nash, dan tidak akan berubah didalam penetapannya serta wajib dijalankan oleh

seluruh kaum muslim, tidak seorang pun berhak membantahnya.

2. Tujuan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Al Islam 1 (Fiqh Ibadah), tujuan dibuatnya

makalah ini adalah demi menambah wawasan mengenai dasar hukum dari pelaksanaan ibadah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1.    Al Qur’an sebagai Dasar Hukum Utama


A. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut bahasa artinya “bacaan”, sedangkan menurut istilah ialah “Firman

Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW. Dalam bahasa Arab, diriwayatkan secara mutawatir, yang dimulai

dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Nas dan yang membacanya

termasuk ibadah.”

B.  Pokok-Pokok Isi Al-Quran


Al Qur’an yang termasuk mukjizat paling besar dan terjaga keaslianya mempunyai

beberapa pokok-pokok ajaran didalamnya diantaranya sebagai berikut :

 Tauhid yaitu kepercayaan terhadap ke-esaan Allah SWT dengan meyakini bahwa

tiada tuhan selain Allah.

 Ibadah yaitu semua bentuk amaliyah dalam kehidupan sehari-hari yang menuju

ketaqwaan terhadap Allah SWT.

 Janji dan ancaman yaitu janji pahala untuk yang mengamalkan isi kandungan Al

Qur’an dan ancaman siksa bagi yang keluar dari ajaran Al Qur’an.

 Kisah umat terdahulu, di dalam Al Qur’an banyak berisi cerita atau kisah-kisah para

Nabi dan Rasul dalam menyiarkan agama Allah dan kisah orang-orang shaleh agar di

jadikan suri tauladan bagi kita.

5
C. Dasar Kehujjahan Al-Qur’an dan Kedudukan sebagai Sumber Hukum
Al-Qur’an berkedudukan yang pertama sebagai sumber hukum dari sumber hukum-

hukum yang lain. Oleh karena itu, sumber hukum selain al-Qur’an tidak boleh bertentangan

dengan al-Qur’an.

  Q.S. Al-Hud : 17

‫ موسى‬,‫افمن كان على بينة من ربه ويتلوه شا هد منه ومن قبلهركتب‬


‫واما م ورحمة او لئك يؤ منون به ومن يكفربه من األحزاب فالنار موعده‬
‫ الناس ال مؤمنون‬,‫فالةك فى مرية منه انه الحق من ربك ولكن اكثر‬
Artinya :

“Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang

nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah

dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat? Mereka itu

beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan

sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan

baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al

Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (Q.S. Al-

Hud : 17)

  Q.S. Ali Imron : 138

‫هذا بيا ن للناس وهدى ومو عظة للمتقين‬


Artinya :

6
“(Al-Quran) ini adalah penerang bagi seluruh manusia, dan petunjuk dan pelajaran bagi

orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. Ali Imron : 138)

  Q.S. An-Nisa : 105

‫انا انزلنا اليك الكتا ب با لحق لتحكم بين النا س بما ار ىك الله وال تكن‬
‫للخا ئنين خصيما‬
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran , supaya

kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan

janganlah kamu menjadi penentang karena membela orang-oarng yang berkhianat.” (Q.S. An-

Nisa : 105)

Ayat-ayat tersebut merupakan dasar kehujjahan Al-Qur’an, agar manusia tidak ragu

dalam mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an supaya mendapatkan kebahagiaan di Dunia dan di

Akhirat.

D.  Al-Qur’an sebagai Pedoman dalam Menetapkan Hukum


Al-Qur’an diturunkan oleh Allah sebagai pedoman hidup manusia dalam rangka

peningkatan iman dan memperbanyak amal shaleh.

Pedoman Al-Quran dalam menetapkan hukum sesuai dengan kemampuan jasmani dan

rohani manusia, karena manusia berawal dari kelemahan dan ketidakmampuan. Oleh karena itu

Al-Qur’an berpedoman kepada tiga hal, yaitu :

1)      Tidak memberatkan atau menyulitkan

‫ اليكلف الله نفسا اال وسعها لها ما كسبت و عليها ما اكتست‬...

7
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...”(Q.S. Al-

Baqarah : 286)

Allah juga berfirman :

‫ يريد الله بكم اليسر وال يريد بكم العسر‬...


“...Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.S. Al-

Baqrah : 185)

2)        Menyedikitkan beban


Al-Qur’an memberikan keringanan kepada umat manusia dalam menjalankan ibadah atau

disebut dengan Rukhshoh.

3)        Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum


  Q.S. Al-Isra’ :106

‫ لتقرأه على الناس على مكثونزلنا ه تنزيال‬,‫وقرأنا فرقنه‬


Artinya :

“Dan al-Quran itu telah Kami turunkan dengan beransur-ansur agar kamu membacakannya

perlahan-lahan kepada manusiadan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Q.S. Al-Isra’)

  Q.S. Al-Furqon : 32

‫وقال الذين كفرولوال نزل عليه القرأن جملة واحدة كذا لك لنثبت به‬
‫فؤدك ورتلنه ترتيال‬

Artinya :

“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali

turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya

secara tartil (teratur dan benar).” (Q.S. Al-Furqon : 32)

8
Turunya Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Demikian pula Al-Qur’an dalam menetapkan

hukum secara berangsur-angsur.

4)        Sifat hukum yang ditunjukan Al-Qur’an


Penetapan hukum dalam Al-Qur’an masih bersifat kulli (umum) yaitu ayat-ayat yang masih

perlu penjelasan dan juz’i (terperinci).

2. As-Sunah sebagai Dasar Hukum Kedua


A. Pengertian As-Sunnah
Menurut bahasa kata As-Sunnah berarti “jalan”, sedangkan menurut istilah syari’, Sunah

adalah sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW., baik berupa perkataan, perbuatan maupun

penetapan pengakuan.

Dasar kehujjahan as-Sunnah sebagai sumber hukum adalah Al-Qur’an, ijma’ dan dalil ‘aqli.

Firman Allah SWT :

‫وما ءاتكم الرسول فخذوه وما نهكم عنه فا نتهوا‬


“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya maka

tinggalkanlah.” (Q.S. al-Hasyr : 7)

‫من يتع الرسول فقد اطا ع الله‬


“Barang siapa yang menaati Rasul itu, maka sesungguhnya ia telah menaati Allah.”(Q.S. an-

Nisa : 80)

Dasar hukum kedua dalam melaksanakan ibadah kepada Allah adalah As Sunnah atau

Al Hadist. Hadist-hadist yang memperintahkan manusia beribadah kepada Allah adalah sebagai

berikut :

9
         Dari Mu’adz bin Jabal telah berkata:

‫ أتدرى‬،‫ يا معا ذ‬: ‫كنت رديف النبي صلى الله عليه وسلم على حمار فقال‬
‫ الله ورسوله‬:‫ما حق الله على العبا د وما حق العبا د على الله؟ قلت‬
،‫ حق الله على العبا د ان يعبدوه وحده وال يشركوا به شيئا‬:‫ قال‬.‫اعلم‬
‫وحق العباد على الله ان ال يعذب من ال يشرك به شيئا‬
Artinya :

“Saya pernah mengikuti Nabi SAW naik keledai bersam beliau. Beliau Bersabda kepada saya,

Wahai muadz ! Taukah kamu apa yang menjadi tugas dan kewajiban hamba terhadap Allah

SWT. Dan apa janji Allah terhadap hamba ? Saya menjawab, Allah dan RasulNya yang lebih

mengetahui. Beliau menjawab, Tugas dan kewajiban hamba terhadap Allah adalah agar

beribadah kepadaNya Dan tidak menyekutukaNya dengan sesuatu apapun. Dan janji Allah

kepada hamba ialah bahwasanya Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-

nya dengan sesuatu apa pun.Saya bertanya,”ya rasulullah ! bolehkah saya menyampaikan

kabar gmbira ini kepada orang-orang”rasullah SAW.menjawab,janganlah kamu menyampaikan

kabar gembira ini kepada mereka,agar mereka tidak bersifat apatis.” (H.R. Imam bukhori dan

Imam Muslim)

         Hadist dari Ibnu Mas’ud sebagai berikut :


“Barang siapa mati dalam keadaan menyeru (berdo’a atau beribadah) kepada selain Allah

maka ia akan masuk neraka.” (H.R. Imam Bukhari)

         Dalam kitab Shahih Muslim Rasulullah SAW Bersabda :


Artinya :

10
“ Barang siapa mengucapkan ‘la ilaha illallah’ dan ia mengingkari semua penyembahan

kepada selain Allah maka haramlah harta dan darahnya serta perhitungannya nati ada pada

Allah ‘Azza wajalla semata’’

B. Kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur’an

         Al-Qur’an adalah sumber hukum utama bagi syariat islam, sedang As-Sunnah sumber

hukum kedua. Ayat-ayat Al-Qur’an adalah Qiath’i dari Allah baik secara mujmal maupun tafsili,

seseoarang harus kembali pada As-Sunnah dalam mencari ketetapan hukum jika tidak

mendapatkan hukum yang dimaksud di dalam Al-Qur’an.

‫يأيهاالذين ءامنوا أطيعوا الله واطيعوا الرسول واولى األمر منكم فان‬
‫ فى شىئ فردوه الى الله والرسول إن كنتم تؤمنون باالله واليوم‬,‫تنازعتم‬
‫اآلخرذلك خير و احسن تأويال‬

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rosul (Nya), dan ulil amri diantara kam.

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Al-

Quran) dan Rosul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudia. Yang

demikian lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’ :59)

         Maksud As-Sunnah pada hakikatnya sudah terkandung dalam Al-Qur’an. As-Sunnah

adakalanya menjelaskan apa-apa yang belum jelas dalam Al-Qur’an, membatasi hukum yang

datang secara mutlak, serta memberikan ketentuan khusus terhadap hukum yang datang secara

umum. Demikian pula As-Sunnah menetapkan danmenguatkan hukum yang telah ada dalam Al-

11
Qur’an. Oleh karena itu kedudukan yang dijelaskan lebih tinggi dan harus didahulukan dari pada

yang menjelaskan.

         Hadist Muadz bin Jabal yang menerangkan urutan dalam menetapkan hukum, menunjukan

kedudukan antara sunah Rasul terhadap Al-Qur’an.

Dasar hukum semua bentuk ibadah kepada Allah adalah Al-Qur’an dan As-

Sunnah karena semua sahabat dan para pengikutnya, para ulama dan semua umat Islam bahwa

ibadah yang berhubungan secara langsung dengan Allah harus didasarkan pada nash Al-Qur’an

dan As-Sunnah. Tidak ada bentuk ibadah yang didasarkan pada dalil akal, karena akal cenderung

subjektif dan dipengaruhi hawa nafsu, kecuali ibadah yang bersifat substantif yang berkaitan

dengan hubungan manusia dengan sesama manusia.

Secara Aqliyah, beribadah merupakan kebutuhan spiritual umat manusia yang

beriman kepada Allah karena ibadah merupakan bagian dari tata cara kepada Rahman dan

Rahimnya Allah. Akan tetapi, disisi lain, Allah dan Rasul-Nya mewajibkan kepada seluruh

hamba-Nya untuk beribadah dengan tujuan agar semua hamba Alah merdekadan tidak

terbelenggu oleh sikap-sikap yang menghambakan diri kepada sesama hamba Allah. Semua

mahluk Allah diciptakan dalam keadaan lemah. Oleh karena itu tidak rasional jika harus

menghambakan diri kepada manusia yang sama-sama sebagai mahluk yang tidak berdaya dan

lemah di mata Allah.

Dengan pandangan tersebut, makna ibadah bukan semata-mata menggugurkan

kewajiban, melainkan suatu sistem ber-taqarub kepada Allah karena Allah yang menciptakan

semua mahluk, bumi, langi serta segala isinya.

12
Taqarub merupakan upaya mendekatkan diri secara intensif kepada Allah agar

semua do’a orang yang beriman di dengar dan dikabulkan. Taqarub yang paling ideal adalah

dengan cara melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari makalah yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dalam kita

melakukan ibadah harus didasarkan pada ketauhidan atau keyakinan, keikhlasan dan sesuai

dengan syariat Islam. Dan sumber atau dasar dari syariat Islam adalah Al-Qur’an sebagai sumber

utama dalam penetapan hukum. Dan As-Sunnah atau Al-Hadist sebagai sumber sumber yang

kedua atau penjelas yang belum ada dalam Al-Qur’an.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Abdul. 2009. “Fiqih Ibadah”. Bandung : Pustaka Setia.

Rochim, Abdul dkk. 2004. Fiqih”. Semarang : Gani dan Son.

Nasrudin, Razak. 1971. “Dienul Islam”. Bandung : Al-Ma’arif.

Hamka. 1987. “Filsafat Ketuhanan”. Surabaya : Karunia.

Rasjid H, Sulaiman. 1993. “Fiqih Islam”. Bandung : Trigenda Karya.

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Tengku. 2010. “Kuliah Ibadah”. Semarang : Pustaka

Rizki Putra.

14
15

Anda mungkin juga menyukai