Anda di halaman 1dari 11

Abstrak

Classical hodgkin lymphoma (cHL) dikarakteristik sebagai sel-sel tumor yang berasal dari sel
B germinal center dan mayoritas sel-sel reaktif non malignansi. Sel-sel tumor menunjukkan
kehilangan fenotip sel B termasuk kurangnya reseptor sel B, dimana membuat sel tumor
rentan terjadi apoptosis. Untuk mengatasi ancaman ini, sel-sel tumor dan prekursornya
bergantung pada faktor stimulasi pertumbuhan dan anti apoptosis yang didapat melalui
rangsangan berbagai reseptor membran. Sebagai tambahan, sel-sel tumor beradaptasi dengan
memproduksi sejumlah kemokin dan sitokin. Faktor-faktor ini menghambat pengaruh
lingkungan mikro dan meningkatkan efektifitas infiltrasi sel. Sel yang ditarik meningkatkan
sinyal pertumbuhan dan survival sel-sel tumor. Untuk menghindari respon anti tumor, sel-sel
tumor menghambat pengenalan sel Nk dan sel T dengan menurunkan molekul HLA dan
meningkatkan reseptor sel T dan NK. Sebagai tambahan sel-sel tumor memproduksi sitokin
yang menghambat respon sitotoksik. Pada jurnal ini relevansi dari lingkungan mikro cHL
akan didiskusikan.

Latar belakang cHL


Hodgkin lymphoma (HL) merupakan suatu penyakit khusus dengan karakteristik
gambaran klinis dan merupakan keganasan limfosit pertama yang dikenali. HL mempunyai
angka insidensi 3 dari 100.000 orang dan merupakan kanker tersering pada remaja dan
dewasa muda. Sekitar 50% pasien HL didiagnosis antara usia 15 dan 35 tahun dan insidensi
kedua tertinggi yang dapat dijumpai pada orang tua. HL secara primer melibatkan KGB dan
mempunyai gambaran histomorfologi unik dengan sel-sel neoplastik yang minoritas, dimana
secara umum terdiri kurang dari 1% dari total populasi sel dan mayoritas besar sel-sel imun
reaktif. HL dibagi menjadi cHL dimana terjadi sebanyak 95% dari semua kasus dan yang
lebih jarang yaitu nodular lymphocyte predominant HL yang dianggap sebagai penyakit
dengan kesatuan yang berbeda.
Sel-sel tumor pada cHL dinamakan hodgkin dan reed-stenberg (HRS) cell dan mereka
mengekspresi marker diagnostik CD30 dan biasanya CD 15. Sel HRS dikarakteristik dengan
inti yang sangat besar (biasanya lobulated) dengan sedikit kondensasi DNA, satu atau lebih
anak inti, aparatus golgi yang besar dan sitoplasma yang luas. Morfologi khas ini
mengindikasikan sel-sel HRS teraktifasi sangat kuat dan memproduksi protein dalam jumlah
yang besar.
Asal dari sel HRS masih kontroversial untuk waktu yang lama karena imunofenotip
dari sel-sel ini sangat berbeda dari sel-sel hematopoetik lainnya. Deteksi pada mutasi
imunoglobulin monoklonal gen rearrangement mengindikasikan suatu origin sel B germinal
center pada mayoritas kasus. Akan tetapi, saat diagnosis, sel HRS kehilangan identitas sel B
nya karena mereka tidak mengekspresi reseptor sel B dan tidak mengekspresi kebanyakan
marker sel B dan faktor transkripsi sel B.
Pada 20-40% kasus cHL pada negara barat, infeksi monoklonal dengan EBV dijumpai
pada sel-sel HRS dan dianggap sebagai faktor pencetus tumor. Pasien-pasien cHL dengan
EBV (+) menunjukkan pola infeksi laten tipe II yang terbatas terhadap ekspresi latent
membrane protein 1 (LMP1), LMP2 dan EBV-related nuclear antigen 1 (EBNA1). LMP1 dan
LMP2 merupakan onkogen yang menyerupai aktifasi CD40 dan sinyal BcR.
Berdasarkan pola pertumbuhan, morfologi sel HRS dan komposisi latar belakang
infiltrasi, cHL dibedakan menjadi empat subtipe, yaitu nodular sclerosis (sekitar 80%) dan
mixed cellularity (sekitar 15) merupakan dua subtipe tersering. Subtipe lymphocyte depleted
dan lymphocyte rich biasanya jarang. Pola pertumbuhan nodular, pita-pita sklerotik dan sel-
sel HRS besar menandai suatu subtipe nodular sclerosis. Pada mixed cellularity HL, pola
pertumbuhannya difus, tanpa sklerosis dan terkadang sel-sel HRS nya lebih kecil dan sering
binucleated. Pada semua latar belakang kasus ini biasanya dijumpai sel-sel T kecil dengan
berbagai variasi jumlah eosinofil, histiosit/makrofag, sel-sel B, sel plasma dan terkadang
neutrofil. Pada mixed cellularity, latar belakang ini biasanya lebih mixed, biasanya dengan
granuloma atau kumpulan-kumpulan longgar sel-sel histiosit. Tergantung subtipenya, sel-sel
tumor biasanya sangat berkontak erat dengan sel-sel T CD4 yang kecil. Ini dapat dilihat pada
potongan jaringan sebagai lapisan sel-sel limfosit yang secara langsung mengelilingi sel-sel
tumor tunggal (yang dinamakan sebagai rosette)
cHL dapat dianggap sebagai model ekstrim bagaimana lingkungan tumor
mempengaruhi patogenesis kanker. Berbagai penelitian telah berfokus terhadap hubungan
sel-sel HRS dan lingkungan mikronya dan relevansi fungsionalnya (potensial). Akan tetapi,
tidak dijumpai model penelitian hewan antara sel-sel HrS dan lingkungan mikronya yang
dapat diteliti. Studi fungsional biasanya dilakukan pada garis sel cHL dan/atau subset spesifik
infiltrat reaktif. Kewaspadaan harus dilakukan dalam menginterpretasi efek autokrin putatif
terutama terhadap faktor pengikat membran, juga kontak sel tumor dan sel tumor yang sangat
jarang pada jaringan cHL. Marker relevan telah di tes untuk mengekspresi sampel jaringan
cHL untuk mendukung penemuan eksperimental ini. Secara umum ini merupakan
kemungkinan terdekat.
Jurnal ini memfokus pada lingkungan mikro cHL untuk menunjukkan sel-sel infiltrasi
reaktif bukan merupakan sel-sel yang innocent tetapi merupakan komponen penting dari
tumor. Mekanisme yang sering diterima dengan mekanisme yang mendorong sel, membentuk
lingkungan mikro dan menghmbat respon anti tumor akan didiskusikan.

2. Mekanis yang mendorong sel tumor


Akibat kurangnya fungsional Bcr, sel-sel HRS dan prekurosorna bergantung pada anti
apotprosis dan sinyal pro survival dari lingkungan mikro. Ketergantungan ini sangat mungkin
telah dijumpai pada sat inisiasi transformasi malingan. Aktifasi konstitutif dari jalur NK-kB
merupakan suatu tanda sel-sel HrS dan memberikan sel-sel tumor dengan sinyal pro survival
yang kuat. Aktifasi NF-kB didapat melalui berbagai mekanisme, contohnya mutasi jalur NF-
kB dan JAK/STAT dan snyal melalui tumor necrosis factor receptro superfamily (TNFRSF),
tirosin kinase (TK) dan reseptor sitokin.

2.1. tumor necrosis factor receptor superfamily


CD30, suatu anggota TNFRSF, sangat terekspresi pada HRS pada semua pasien cHL
dan garis sel cHL. CD30L diekspresi pada sel mast dan eosinofil dan sel ini dapat
meningkatkan proliferasi garis sel cHL. CD 30 diekspresi berlebih sebagaimana diobservasi
pada sel-sel HrS dapat mendorong aktifasi NF-kB, yang independen dari CD30L. CD40,
anggota lain dari TNFRSF (TNFRSF8) sangat terekspresi pada sel-sel HRS dan garis sel
cHL. Pengaktifkan CD40 menyebabkan aktifasi jalur NF-kB pada HL melalui proteolisis
TRAF3. Ligand CD40 (CD40L) sangat terekspresi pada sel-sel T CD4 yang dijumpai dekat
dengan sel-sel HRS. Stimulasi CD 40 meningkatkan formasi koloni garis sel cHL dan efek
ini ditingkatkan oleh Il-9 pada beberapa garis sel cHL. Pada kasus cHL dengan EBV+, EBV
ini berasal dari LMP1 yang berperan sebagai reseptor CD40 yang teraktifasi secara
konstitutif.
Efek sel yang meningkatkan tumor biasanya dijumpai pada infiltrat reaktif yang dapat
ditingkatkan oleh berbagai sitokin. Ekspresi CD30L oleh eosinofil meningkatkan respon Il-5
dan produksi GM-CSF oleh sel HRS. Stimulasi dengan CD30L dan CD40L meningkatkan
sekresi dari beberapa sitokin, termasuk IL-6, IL-8 (hanya dengan CD40L), TNF dan LT-alfa
dan juga meningkatkan ekspresi ICAM-1 (CD54). IL-10 yang berasal dari sel-sel tumor dan
sel-sel T meningkatkan ekspresi membran CD40L pada sel T. Oleh karena itu, Il-10
meningkatkan jalur sinyal pro survival CD40-CD40L pada HL. Sebagai tambahan terhadap
CD30 dan CD40, sel HrS jua mengekspresi beberapa anggota famili TNFRSF, sebagai
contohnya adalah aktifator reseptor NF-kB (rANK, TNFrSF11A), CD27 (TNRSF7), FAS
(CD95, TNFRSF6), CD120a dan CD120b (TNFR tipe I dan II, TNFRSF1A dan 1B), CD137
(401BB, TNFRSF9). Akan tetapi, relevansi fungsional reseptor ini untuk survival dari sel
HrS belum diteliti secara detail.

2.2. Anggota famili tirosin kinase


Tirosin kinase dan reseptor tirosin kinase (RTKs) merupakan regulator penting
terhadap signaling inter dan intraselular dan mendorong proses selular seperti proliferasi,
diferensiasi dan survival. Garis sel CHL mengekspresi berbagai RTKs dibanding sel B
normal dan limfoma non hodgkin sel B. sel-sel HRS mengekspresi PDGFRA pada sel-sel
HRS pada 75% dari pasien, dimana DDR2, EPHB1, RON, TRKB dan TRKA diekspresi pada
sel-sel HRS pada sekitar 30% pasien. RTKs ini diaktifasi pada sel-sel HRS dan dapat
dideteksi sebagai bentuk fosforilasi pada jaringan cHL. Aktifasi RTK mungkin dirangsang
dengan berikatan terhadap ligand, dimana tidak dijumpai mutasi pada RTK pada garis sel
cHL. Kolagen tipe 1 (ligand dari DDR2) dan nerve growth factor (NGF, ligand dari TRKA)
diekspresi oleh sel-sel reaktif infiltratif mengindikasikan kemungkinan suatu aktifasi
parakrin, dimana PDGFA (ligand dari PDGFRA) diekspresi oleh sel-sel tmor
mengindikasikan kemungkinan suatu aktifasi autokrin. EphrinB1 (ligand dari EPHB) juga
diekspresi oleh sel-sel HRS, tetapi sinyal autokrin kemungkinan bukan, karena reseptor dan
ligandnya merupakan suatu pengikat membran. Reseptor dari hepatocyte growth factor
(HGF), c-Met, suatu RTK yang diekspresi oleh sel-sel HRS pada mayoritas pasien-pasien
cHL. Ekspresi HGF oleh sel-sel retikulum dendritik CD21+ dan pada 20% pasien juga oleh
sel-sel HRS mengindikasikan aktifasi parakrin dan autokrin oleh sel-sel HRS c-Met+.
Inhibisi dari c-Met menghambat pertumbuhan sel dengan memblokir sel-sel pada fase G2/M.
Oleh karena itu, c-Met berperan sebagai onkogen, memberikan keuntungan pertumbuhan
untuk sel-sel HRS. Aktifasi RTKs menyebabkan aktifasi jalur transduksi sinyal, seperti jalur
MAPK, menyebabkan sinyal pro-survival untuk sel-sel HRS.

2.3. Notch1
Sebagai kebalikan dari beberapa sel B limfoma non hogkin, sel-sel HRS menunjukkan
ekspresi yang kuat pada Notch1. Inhibisi aktifitas Notch1 mengurangi viabilitas sel dan
meningkatkan apoptosis pada sel cHL melalui downregulasi dari aktifitas transkripsi NF-kB.
Stimulasi Notch1 melalui Jagged1, mempunyai efek proferatif kuat pada sel-sel cHL dan
mengurangi jumlah sel apoptotik. Ekspresi Jagged 1 dijumpai pada sel-sel HRS dan sel-sel
otot polos dan sel-sel epitelial, dua tipe sel yang jarang pada lingkungan mikro cHL.

2.4. Reseptor sitokin


Jalur sinyal lainnya sering diaktifasi pada cHL yaitu jalur JAK/STAT. Jalur ini dapat
diaktifasi melalui mutasi soamtik SOCS1 dan melalui stimulasi reseptor sitokin yang
diekspresi pada sel-sel HRS. IL-3R sangat terekspresi pada sel-sel HRS pada mayoritas
pasien cHL. IL-3 eksogenus mendorong pertumbuhan sel-sel cHL dan menyelamatkan sel
dari apoptosis. Co-stimulasi dengan IL-9 dapat secara jauh meningkatkan efek proliferatif IL-
3. Sel-sel multipel yang dijumpai pada lingkungan mikro cHL memproduksi IL-13 dan juga
faktor pertumbuhan parakrin untuk sel HRS. IL-9 diproduksi oleh sel HRS, dimana juga
mengekspresi reseptor IL-9R. Tambahan IL-9 meningkatkan pertumbuhan sel pada sel KM-
H2 yang memproduksi IL-9 endogenus dalam jumlah sedikit. Inhibisi fungsi Il-9 atau
produksinya mengurangi pertumbuhan pada sel-sel HDLM-2 yang memproduksi IL-9
endogenus dalam jumlah besar. Jadi Il-9 dapat berperan sebagai faktor pertumbuhan autokrin
pada HL. Il-13 dan IL-13R dapat diekspresi pada sel HRS dan garis sel cHL. Pengobatab se-
sel cHL dengan antibodi netralisir terhadap Il-13 menyebabkan inhibisi proliferasi,
mengindikasikan IL-13 berperan sebagai faktor pertumbuhan autokrin pad cHL. Co ekspresi
Il-7 dan reseptornya IL-7R dijumpai pada sel HRS dalam proporsi tinggi pada kasus cHL.
Inhibisi Il-7 menghambat faktor klonogenik dimana tambahan IL-7 meningkatkan
pertumbuhan klonogenik pada garis sel HL. Oleh karena itu Il-7 merupakan faktor
eprtumbuhan potensial lain pada HL. Sel-sel HRS juga mengekspresi CC-chemokine receptor
5 (CCR5), diamana merupakan suatu reseptor dari CC-chemokine ligand 5 (CCL5, rantes).
Pengobatan sel-sel cHL dengan antibodi anti-CCL5 netralisis menghambat proliferasi,
dimana pengobatan dengan rekombinan CCL5 meningkatkan pertumbuhan klonogenik. Sel T
yang dijumpai pada lingkungan mikro sel HRS memproduksul CCL5, mengindikasikan
mekanisme aktifasi parakrin.
Sebagai kesimpulan, kedua sunyal autokrin dan parakrin berperan dalam aktifasi sel
HRS, survival dan proliferas. Akan tetapi harus diingat bahwa kebanyakan pendorong
mekanisme sel tumor ini bergantung pada penggunaan garis sel cHL, dimana dapat
menyebabkan bias melalui mekanisme stimulasi autokrin dan parakrin dan menyebabkan
mekanisme dependen lingkungan mikro.

3. Pembentukan lingkungan mikro


cHL berasal dari KGB, tetapi pada saat terdiagnosis, arsitektur KGB dan lingkungan
mikro sel HRS telah berubah secara total. Mayoritas sel-sel reaktif adalah sel T memori CD4.
Sel-sel ini mengekspresi sejumlah marker aktifasi, mempunyai profil faktor transkripsi yang
cocok dengan sel Th2 dan treg dan mengekspresi sitokin yang mirip dengan sel anergik Th2
dan Treg. Untuk menciptakan lingkungan spesifik sel HRS ini, dibuat beberapa mekanisme
yang dapat dibagi menjadi komposisi pengubah dari infiltrat reaktif dan mereka yang
memodulasi efektifitas sel-sel yang dijumpai.

3.1. Kemokin yang diproduksi oleh sel HRS


Sel HRS mengekspresi beberapa kemokin dan kemokin ini mewakili mekanisme yang
membentuk lingkungan. CCL17 (TARC) diekspresi pada tingkat yang sangat tinggi oleh sel
HRS pada sebagian besar pasien (85-91%). CCL17 menarik sel-sel Th2 dan Treg dengan
berikatan terhadap reseptor CCR4 mereka dan merupakan suatu pendorong utama
pembentukan infiltrat reaktif. CCL22 (MDC), merupakan kemokin lain yang menarik sel-sel
positif CCR4, juga diekspresi oleh sel HRS, tetapi pada kadar yang rendah dan dengan
spesifisitas yang kurang juga dapat dijumpai pada NLPHL dan sel B lain pada non hodgkin
lymphoma. Konsisten denagn fungsi yang diketahui pada CCL17 dan CCL22, dapat menarik
sel-sel T positif CCR4 termasuk CD25+/FoxP3+ sel treg. Sel-sel ini mempunyai potensi
imunosupresif dimana mereka menekan akifasi efektor sel T CD4. CCL20 (MIP-3alfa)
diekspresi oleh sel HRS juga dapat merekrut Treg dan ekspresinya dapat didorong oleh
EBNA-1 dan IL-21. Profil ekspresi gene menunjukkan mRNA CCL20 yang lebih tinggi pada
EBV+ dibanding dengan kasus EBV- sel HRS. Namun, tidak dijumpai perbedaan pada
jumlah sel Treg pada EBV+ dibandingkan dengan kasus EBV- cHL, diakibatkan tingkat
CCL17 dan CCL22 yang tinggi pada semua kasus cHL terlepas dari status EBV nya. Garis
sel CHL dan sel HRS juga memproduksi kemokin, seperti CXC chemokine ligand 9
(CXCL9, MIG) dan CXCL10 (IP10), yang dapat menarik CXCR3+ activated sel T dan sel
NK. CXCL9 dan CXCL10 merupakan suatu kemokin IFN-gamma dan produksi IFN-gamma
oleh sel T yang dijumpai pada lingkungan mikro cHL dapat berpotensi meningkatkan
produksinya. Ekspresi CXCL9 dan CXCL 10 berhubungan dengan cHL EBV+ dan sel-sel T
CD+ dan sel NK dideteksi pada cHL EBV+. Walaupun CXCL9 dan CXCL10 seharusnya
dapat mendukung respon imun anti-tumor, ini dapat dihambat oleh ekspresi kemokin-
kemokin multipel yang menarik sel Th2 dan Treg dalam jumlah besar. CCL28 (MEC)
diekspresi lemah oleh sel HRS dan menyebabkan rekrutmen eosinofil, sel T dan sel plasma
ke KGB yang dipengaruhi cHL.
3.2. Kemokin-kemokin yang diproduksi oleh lingkungan mikro
Sebagai tambahan terhadap kemokin yang diproduksi oleh sel HRS, kemokin yang
diproduksi oleh lingkungan mikro juga dapat berkontribusi terhadap komposisi infiltrat.
CCL5 yang diekspresi pada sel T pada sekelilingi sel tumor merupakan suatu kemoatraktan
untuk monosit, limfosit T, eosinofil, basofil dan sel mast. CCL5 memproduksi semual garis
sel cHL dapat menarik sel mast, sel T CD4 dan eosinofil. Fibroblas dengan garis sel cHL
distimulasi oleh TNFalfa sel tumor untuk memproduksi CCL11 (eotaxin), dimana
menyebabkan atraksi sel-sel Th2 CCR3+ dan eosinofil. CXCL8 (IL-8) diproduksi oleh
makrofag, neutrofil dan sel-sel mesenkimal pada lingkungan mikro cHL, terutama pada
subtipe nodular sklerosis dan menarik neutrofil. Gambaran penting dari sel-sel Th2 infiltratif
yang secara langsung mengelilingi sel HRS adalah yang kurang ekspresi CD26, suatu enzim
yang secara proteolitik meproses dan menginaktifasi beberapa kemokin seperti CCL5,
CCL11 dan CCL22.

3.3. Sitokin-sitokin
Kelompok kedua molekul yang berkontribusi dalam membentuk lingkungan adalah
famili sitokin. Makrofag M2 mendominasi populasi makrofag pada lingkungan mikro cHL
dan sel-sel ini didorong oleh macrophage migration inhibitory factor (MIF) yang diproduksi
oleh sel-sel HRS. Pada MIF tikus dapat meningkatkan produksi sel Treg dari sel T yang tidak
terstimulus dengan men down-modulasi produksi IL-2. Sel-sel treg yang mensekresi IL-10
(sel Tr-1) dapat diinduksi oleh kedua LMP1 dan galectin-1 yang diproduksi oleh sel HRS.
Konsisten dengan penemuan ini, sifat garis sel cHL yang iradiasi dengan sel T CD4 naïve
menyebabkan diferensiasi ke arah sel Treg CD25+FoxP3+ yang diproduksi IL-10 dan ke arah
sel T sitotoksik CD4. Sebagai tambahan, produksi IL-7 oleh sel HRS mendorong proliferasi
sel Treg. Oleh karena itu, sel HRS menerapkan berbagai mekanisme untuk mendorong dan
meningkatkan jumlah sel Tr-1 dan Treg pada lingkungan mikro. Suatu diferensiasi sel Th2
dapat diinduksi melalui IL-13, dimana disekresi oleh sel HRS dan sel T. Eosinofil ditarik ke
lingkungan mikro HL oleh IL-5 dan IL-9 yang diproduksi oleh sel HRS. IL-9 juga
berkontribusi terhadap proliferasi dan survival eosinofil dan terlibat dalam diferensiasi sel
mast. Sel mast mendoront pertumbuhan sel HRS dengan memproduksi faktor pro angiogenik
dan mereka juga dapat menyebabkan fibrosis.
Sebagai kesimpulan, sel HRS memodulasi lingkungan mikro mereka dengan secara
aktif menarik berbagai tipe sel dan menyebabkan diferensiasi sel lain yang berperan terhadap
survival sel HRS.

4. Mekanisme Immune escape


Selain secara aktif membentuk lingkungan, sel-sel HRS juga diperlukan untuk
mengatur mekanisme untuk menghindari respon imun bawaan. Penghindaran dari respon
anti-tumor sangatlah penting terutama pada kasus cHL dengan EBV+. Pola infeksi laten tipe
II diobservasi pada kasus-kasus dengan EBV+, termasuk ekspresi LMP1, LMP2 dan EBNA-
1. LMP1 dan LMP2 yang berasal dari peptida antigen juga dapat mengaktifkan respon CTL
pada individu sehat. Pada cHL, CTL spesifik EBV dapat dideteksi pada darah dan sampel
biopsi dari pasien cHL dengan EBV- dan EBV+. Pada cHL EBV-, ekspresi protein spesifik
tumor MAGE-A4 diekspresi pada beberapa proporsi kasus. Terlebih lagi, respon sel T
sitotoksik mengenali MAGE-A4 yang diekspresi oleh sel HRS dapat diinduksi.

4.1. Molekul-molekul HLA


Kehilangan ekpsresi HLA kelas I dan II yang diobservasi pada cHL dan menunjukkan
suatu cara dalam menghindari pengenalan oleh sistem imun. Kehilangan HLA biasanya
prominent pada pasien cHL dengan EBV-. Sel-sel tumor pada cHL EBV+ secara umum
mempunyai tingkat ekspresi HLA kelas I normal atau bahkan meningkat. Disamping menjadi
positif untuk HLA, kass EBV+ juga dapat meningkatkan jumlah sitotoksik CD*+ dan sel T
positif Granzyme B. Sel-sel ini biasanya tidak diobervasi pada sel HRS, membatasi efektifitas
potensialnya. Sekitar 15% dari pasien cHL mempunyai translokasi yang melobatkan
transaktifasi gene MHC kelas II (CIITA) dan sebagai konsekuensi dari translokasi ekspresi
HLA kelas II ini di downregulasi. Mekanisme dari kehilangan HLA secara total belum diteliti
pada cHL, tetap biasanya terlibat dalam kedua mekanisme genetik dan epigenetik.
Risiko terjadinya cHL EBV+ berhubungan dengan varian genetik pada regio HLA
kelas I. Lebih spesifik HLA-A01 merupakan suatu risiko dan HLA-A02 merupakan tipe
HLA-A protektif untuk pembentukan cHL EBV+. Telah ditunjukkan bahwa HLA-A01
mempunyai afinitas yang rendah dan HLA-A02 mempunyai afinitas yang tinggi untuk LMP1
dan LMP2. Bersamaan, data ini mengindikasikan bahwa kurang HLA-A02 berkontribusi
terhadap immune escape dari sel HRS EBV+.

4.2. Ligan NKG2D


Kadar yang rendah dari ligand NKG2D, sebagai contoh MIC-A dan UL16 binding
protein 3 (ULBP3) pada sel HRS menunjukkan bahwa ada jalan lain untuk menghindari
respon sel T sitotoksik. Kadar yang rendah ini merupakan hasil dari cleavage proteolitik dari
ligan NKG2D oleh ERp5 dan ADAM10 yang diproduksi oleh sel-sel HRS dan sel stroma
mesenkimal. Sebagai tambahan, sel T pada jaringan cHL mempunyai tingkat ekspresi
reseptor NKG2D yang rendah dibandingkan dengan sel T pada KGB normal. Ini disebabkan
oleh TGF-beta yang diproduksi oleh sel-sel HRS dan sel mesenkimal stroma, dimana
memblok IL-15 pada sel T sitotoksik. Oleh karena itu, aktifitas anti tumor sel T CD8 di block
oleh membran ligan NKG2D, melepaskan larutan ligan NKG2D dan mengurangi jumlah
reseptor NKG2D pada efektor sel T.

4.3. Tumor necrosis factor receptor superfamily


Dua dari anggota TNFRSF yang diekspresi oleh sel HRS juga mempunyai fungsi
potensial dalam supresi imun dengan menarget sel T. FAS dan ligannya FASL diekspresi
dalam jumlah besar pada kasus cHL. Ekspresi FAS dapat membuat sel HRS sensitif terhadap
apoptosis, tetap sel HRS melarikan dari jalur apoptosis ini melalui ekspresi protein inhibitor
FLICE (cFLIP). FASL diekspresi pada sel HRS dapat mendorong apoptosis sel T CD8 dan
Th1. Ekspresi CD137 dan CD137L dijumpai pada sel tumor pada mayoritas kasus cHL.
Inhibisi CD137 menyebabkan upregulasi signifikan dari CD137L mengindikasikan suatu
efek regulator dari CD137. Sebagai tambahan, sel HRS tupe ganas diterapi dengan antibodi
anti-CD137 meningkatkan kadar CD137L pada sel HRS dan menginduksi produksi IFN-
gamma oleh sel T.

4.4. PD-1 dan ligan PD-1


Mekanisme lain yang dapat menghindari respon anti tumor adalah dengan stimulasi
reseptor PD-1 yang diekspresi pada sel T oleh PD-1 ligand (PD-1L) yang diekspresi pada sel
HRS. Secara fungsional jalur ini telah ditunjukkan dengan peningkatkan produksi IFN-
gamma melalui inhibisi jalur sinyal PD-1L. Amplifikasi lokus pp24, yang mengandung PD-
1L, sering terjadi pada cHL nodular sclerosis dan sel HRS pada subtupe cHL ini
menunjukkan tingkat ekspresi PD-1L yang lebih tinggi. Pasangan translokasi dari CIITA
translokasi kromosomal adalah gen PD-1L dan translokasi ini dapat menyebabkan
peningkatan ekspresi PD-L1 dan PD-L2. Jumlah sel T PD-1 positif pada jaringan cHL sangat
rendah pada subtipe nodular sclerosis dan kasus amplifikasi 9p24 positif. Bersamaan studi ini
mengindikasikan ekspresi PD-1L yang meningkat merupakan suatu mekanisme immune
escape pada cHL. Jumlah sel positif PD-1 yang rendah diobserasi pada nodular sclerosis cHL
dikarakteristik dengan kadar PD-1L yang tinggi, dapat mengindikasikan suatu induksi
apoptosis yang efektif.

4.5. Galectin-1
Galectin-1 terekspresi sangat tinggi pada sel HRS pada lebih dari 50% pasien cHL
dan juga pada garis sel cHL. Ekspresi tinggi Galectin-1 pada sel HRS berkorelasi terhadap
jumlah sel T CD8 yang rendah pada jaringan cHL.

4.6. Sitokin-sitokin
Sitokin IL-12 diproduksi oleh sel T disekitar sel-sel neoplastik pada cHL EBV+.
Akan tetapi fungsinya dihambat akibat ekspresi sitokin yang dikenali sebagai EBI3 oleh sel
HRS yang dapat mengantagonis efek IL-12 dan karena itu memblok pembentukan respon
imun Th1 yang efektif.
Dengan memproduksi sejumlah besar sitokin seperti IL-10 dan TGF-beta, sel HRS
melindungi diri mereka dari serangan sel T sitotoksik. TGF-B1 mRNA dapat ditemukan
secara predominan pada sel HRS dari subtipe nodular sclerosis cHL. Sel L428 memproduksis
bentuk aktif dari TGF-beta dan bentuk aktif ini juga dapat ditemukan pada urin pasien dengan
cHL tipe nodular sclerosis. Sel T CD4 pada cHL menunjukkan fingerprint genomik TGF-
beta, dibandingkan dengan fingerprint yang terbentuk in vitro dimana sel T yang diterapi
dengan TGF-beta menunjukkan inhibisi proliferasi and produksi IFN-gamma. Persentasi
kasus dengan positif IL-10 dan persentasi sel HRS positif IL-10 lebih tinggi pada pasien cHL
dengan EBV+ dibanding dengan EBV-. Sebagai tambahan, persentase limfosit yang
memproduksi IL-10 lebih tinggi pada kasus EBV+. Imunosupresor sel Treg dan IL-10
memproduksi sel Tr-1 yang abundan pada infiltrat reaktid dan berkontribusi terhadap
lingkungan supresi imun. Bersamaan studi ini mendukung peran IL-10 dan TGF-beta dalam
menghmbat respon sel sitotoksik anti-tumor. Sel HRS juga secara aktif menarik Th2 dan
Treg. Sel-sel ini membentuk lapisan fisik antara sel HRS dan sel sitotoksik pada lingkungan
mikro dan mencegah penargetan terhadap sel HRS.

5. Kesimpulan
cHL merupakan suatu malignansi yang menghubungkan onkologi dan imunologi,
Karena HL berasal dari KGB, sel tumor dan prekursornya harus mengatur efektifitas sel imun
secara konstan. Ini tidak hanya dengan menhindari respon imun anti tumor, tetapi melalui
lingkungan mikro mereka untuk survival. Pada pembentukan sel tumor cHL dan lingkungan
harus terbentuk secara simultan dan sel tumor memerlukan mekanisme pendorong tumor.
Oleh karena itu tidak mengejutkan bahwa hubungan antara sel tumor dan infiltrat reaktifnya
sangat kompleks dan beberapa mekanisme dijumpai. Beberapa mekanisme spesifik ini
biasanya hanya dijumpai pada beberapa kasus, nmenjadikan cHL suatu penyakit yan sangat
heterogen.
Berdasarkan pengetahuan sekarang, terbukti bahwa lingkungan mikro cHL secara
aktif terbentuk dan suatu komponen penting dari tumor. Masih banyak yang harus dipelajari
tentang pentingya lingkungan mikro pada malignansi secara umum dan cHL menekan
kemungkinan perluasan ini dengan karakteristik fenotip yang kurang dari 1% sel tumor.

Anda mungkin juga menyukai