Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH GRANULOMA

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

SATRIO UTOMO
20170720146

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2020
Definisi
Periapikal granuloma merupakan rongga patologis yang berisi jaringan granulasi. Lesi ini berbentuk
bulat dengan perkembangan yang lambat yang berada di apikal, biasanya merupakan komplikasi dari
pulpitis. Terdiri dari massa jaringan inflamasi kronik yang berprolifersi diantara kapsul fibrous yang
merupakan ekstensi dari ligamen periodontal (Yuwono, 2010).
Dental granuloma merupakan bentuk keradangan kronis akibat infeksi periapikal yang ditandai
terbentuknya jaringan granulasi pada tulang alveolar di daerah apical gigi. Jaringan granulasi
merupakan respon fibroblastic dan proliferasi kapiler muda secara bersama-sama. Jaringan ini
bersama dengan sel makrositik dan limfositik juga proliferasi sel untuk membentuk jaringan pengganti
merupakan tanda khas dari radang kronis. Apabila faktor jejas tetap ada, maka respon radang kronis
akan tetap bertahan dalam waktu yang lama tanpa ada proses resolusi jaringan, inilah yang
menyebabkan terjadinya granuloma pada apical gigi yang non vital (Soemartono,2000)

Etiologi
Granuloma periapikal dapat disebabkan oleh nekrosis pulpa dan difusi bakteri serta toksin bakteri pada
saluran akar yang berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun yang mengenai jaringan
periapical melalui foramen apical dan lateral (Grossman dkk, 1998). Penelitian yang dilakukan terhadap
spesimen periapikal granuloma, sebagian besar merupakan bakteri anaerob fakultatif dan organisme
yang tersering adalah Veillonella species, Streptococcus milleri, Streptococcus sanguis,
Actinomyces naeslundii, Propionibacterium acnes , dan Bacteroides species (Garcia dkk, 2007).

Patogenesis

Gigi karies yang tidak dilakukan perawatan lambat laun akan berlanjut mencapai bagian pulpa dan
mengakibatkan keradangan pada pulpa. Bakteri penyebab peradangan akan menyebar melalui foramen
apikal menuju jaringan periapikal Pada saat bersamaan akan terjadi kerusakan jaringan periapikal dan
resorpsi tulang (Radics, 2004). Granuloma periapikal terdiri dari jaringan granulasi yang dikelilingi oleh dinding
sel berupa jaringan ikat fibrous. Pada keadaan yang kronis, cenderung memberikan gambaran keberadaan
limfosit, sel plasma, neutrofil, histiosit dan eusinofil serta sel epithelial rests of Mallessez (Garcia et al., 2007).
Limfosit merupakan tipe sel yang predominan (50%), jumlahnya berkaitan erat dengan jumlah keseluruhan (sel T
CD4 dan sel T CD8).
Sehingga patogenesis yang mendasari terjadinya granuloma periapikal adalah respon system imun
untuk mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul melalui pulpa, yang
telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai macam iritan yang dapat menyebabkan

2
peradangan pada pulpa, yang tersering adalah karena bakteri, proses karies yang berlanjut akan
membuat jalan masuk bagi bakteri pada pulpa, pulpa mengadakan pertahanan dengan respon
inflamasi. Terdapat tiga karakteristik utama pulpa yang mempengaruhi proses inflamasi.
1. Pulpa tidak dapat mengkompensasi reaksi inflamasi secara adekuat karena dibatasi oleh
dinding pulpa yang keras. Inflamasi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
meningkatnya volume jaringan karena transudasi cairan.

2. Pulpa memiliki banyak vaskularisasi, namun hanya disuplai oleh satu pembuluh darah yang
masuk melalui saluran sempit yang disebut foramen apikal, dan tidak ada suplai cadangan
lain. Edema dari jaringan pulpa akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang
melalui foramen apikal, sehingga jaringan pulpa tidak adekuat dalam mekanisme pertahanan,
terlebih lagi edema jaringan pulpa akan menyebabkan aliran darah terputus, menyebabkan
pulpa menjadi nekrosis. Ruangan pulpa dan jaringan pulpa yang nekrotik akan memudahkan
kolonisasi bakteri.
3. Bakteri akan menyebar melalui foramen apikal menuju jaringan periapikal. Bakteri yang berada
di jaringan periapical akan ditangkap dan dihancurkan oleh histiosit. Keberadaan bakteri yang
merupakan pathogen akan memicu perkembangan histiosit menjadi makrofag ( angry
macrophage) dan APC (Anthigen precenting cell) yang mendorong terjadinya granuloma.
Pada sisi lain, histiosit akan berkembang menjadi fagosit sehingga tidak terjadi granuloma.

Pada Angry macrophage, LPS dari bakteri menginduksi reaksi inflamasi melalui TLR-4 di
permukaan makrofag, dengan perantaraan CD-14 akan memicu sinyal transduksi
intraseluler sehingga terjadi aktivasi IRAK (Interleukin-1 ReceptorAssociated Kinase). Interleukin-1
receptor associated kinase akan mengaktifkanTRAF-6 (TNF-α Receptor Associated Factor-6), dan
TRAF6 ini akan mengaktivasi TAK (TGF-β Activated Kinase). Kemudian TAK akan mengativasi Iκ-
β kinase,selanjutnya Iκ-β kinase (IKK) menghambat Iκ-β. Molekul Hsp60 diproduksi melaluijalur
non klasik yang diperlukan sebagai chaperone untuk memicu sitokin danmemfungsionalkan
protein (IFN-γ dan nuclear factor kappa beta/NFκ-β). Hsp60 ini akan menghambat Iκ-β, selanjutnya
Hsp60 dan Iκ-β akan mengaktivasi NFκ-β, sehingga akan mengalami translokasi ke inti dan
memicu faktor transkripsi pada inti untuk menghasilkan IL-12. Selain menghambat Iκ-β, Hsp60
akan mengapoptosis sel Thelper2 (Th2) sehingga mengakibatkan peningkatan sel Th1.
Peningkatan sel Th1 juga diinduksi oleh IL-12, yang mengakibatkan produksi sel penghasil IFN-γ
meningkat. Molekul IFN-γ yang meningkat akan memicu limfosit CD-8 untuk proliferasi, sehingga
terjadi peningkatan limfosit CD-8 dan limfosit CD-8 yang aktif akan mensekresi IFN-γ, sehingga
terjadi peningkatan IFN-γ. Molekul IFN-γ (dari angry macrophage & limfosit CD-8) akan memicu
3
pembentukan granuloma (Doyle and O’neill, 2006).
Di dalam proses APC, Hsp60 sebagai chaperone berperan dalam alur fraksiprotein yang
terlibat dalam APC. Sel host yang mengalami distress akibat paparanimunogen yang terus
menerus, akan menghasilkan Hsp60. Hsp60 yang disintesis dalamexosome dan
digunakan untuk membantu sintesis dan maturasi sehingga menjadiprotein yang fungsional.
Dengan demikian pemrosesan epitop berjalan sehingga akanditampilkan ke permukaan sel
dan dikenal oleh CTL/limfosit CD-8 yang selanjutnyaakan mensekresikan IFN-γ (Abbas et
al.,2009).Berdasarkan dua jalur ini, maka IFN-γ yang dilepas oleh Th-1 maupun olehCTL/ CD-8
akan menginduksi aktivitas makrofag (IFN-γ bersifat MCF/Macrophagechemotactic factor).
Makrofag tersebut akan migrasi mengelilingi sel histiosit yangmengandung bakteri intraseluler,
sehingga terbentuk granuloma. Apabila bakteri yangdifagositosis oleh makrofag dan memicu
reaksi inflamasi akan menghasilkan IL-12.Sitokin ini akan merangsang Th-1 untuk mensekresi
IFN-γ, namun IFN-γ yangdihasilkan oleh Th-1 dan limfosit CD-8 tidak terlalu tinggi, sehingga
kemampuan untukmengaktivasi makrofag berkurang, maka tidak terjadi pembentukan
granuloma (Goldsby et al., 2000).

Bagan 1. Patogenesis granuloma periapikal

Meskipun respon imun dapat mengeliminasi bakteri yang menyerang jaringan periapikal,
pemusnahan bakteri pada saluran akar tidak dapat dilakukan, sehingga saluran akar akan menjadi
sumber infeksi bakteri. Infeksi yang persisten dan reaksi imun yang terus menerus pada jaringan
periapikal akan menyebabkan perubahan secara histologis. Perubahan ini akan dikarakteristikkan
dengan adanya jaringan sel yang kaya granulasi, terinfiltrasi dengan makrofag, neutrofil, plasma
sel dan elemen fibrovaskular pada jumlah yang bervariasi. Kerusakan jaringan periapikal akan
tejadi bersamaan dengan resorbsi dari tulang alveolar (Radics, 2004).

4
Gambaran Klinis

Pasien dengan granuloma periapikal umumnya tidak bergejala atau asimtomatis, namun jika terdapat
eksaserbasi akut maka akan menunjukkan gejala seperti abses periapikal. Pada anamnesis biasanya
tidak terdapat rasa sakit, dan kemungkinan beberapa waktu sebelumnya gigi tersebut pernah
mengalami sakit dan sembuh sendiri. Gambaran lain yang dapat dijumpai adalah tampak gigi sudah
non vital (gangrene pulpa atau radiks)dan biasanya ada rasa sakit ringan saat pemeriksaan
perkusi atau mungkin tidak ada periodontal (Yuwono, 2010).

Gambaran Radiografi

Pada pemeriksaan roentgenografik ukurannya bervariasi mulai dari diameter kecil yang hanya beberapa
milimeter hingga 2 centimeter. Pada gambaran radiografik tampak area radiolusen dengan batas yang jelas atau
difus menempel pada apeks akar gigi dan terlihat hilangnya lamina dura dengan atau tanpa keterlibatan
kondensasi tulang ( Lia et al., 2004).

Gambaran histopatologis

Secara histologi, granuloma periapikal didominasi oleh jaringan granulasi inflamasi dengan banyak
kapiler, fibroblast, jaringan serat penunjang, infiltrat inflamasi, dan biasanya dengan sebuah kapsul.
Jaringan ini menggantikan kedudukan dari ligamen periodontal, tulang apikal dan kadangkala dentin
dan sementum akar gigi, yang diinfiltrasi oleh sel plasma, limfosit, mononuklear fagosit, dan neutrophil
(Yuwono, 2010).

Diagnosis

Kebanyakan dari periapikal granuloma ditemukan secara tidak sengaja selama pemeriksaan rutin.
Karena granuloma periapikal merupakan kelanjutan dari nekrosis pulpa maka pada pemeriksaan fisik
akan didapatkan tes thermal yang negatif dan tes EPT yang negatif. Pada gambaran radiografi lesi
yang berukuran kecil tidak dapat dipisahkan secara klinis dan radiografi. Periapikal granuloma terlihat
sebagai gambaran radiolusen yang menempel pada apex dari akar gigi. Sebuah gambaran

5
radiolusensi berbatas jelas atau difus dengan berbagai ukuran yang dapat diamati dengan
hilangnya lamina dura, dengan atau tanpa keterlibatan kondensasi tulang (Lia dkk, 2004).

Diferensial Diagnosis

Diferensial diagnosis termasuk kista periapikal. Gejala klinis dari granuloma periapikal dan kista
periapikal sangat sulit dibedakan, biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi
negatif. Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan
menunjukkan nilai yang negatif. Gambaran radiografi akan menunjukkan adanya radiolusen dengan
batas yang jelas. Meskipun pemeriksaan dengan radiografi merupakan kunci diagnostik, satu
satunya cara untuk dapat membedakan keduanya secara akurat adalah dengan menggunakan
pemeriksaan mikroskopik; gambaran histopatologis granuloma periapikal telah dijelaskan
sebelumnya, sedangkan gambaran histopatologis kista periapikal ditandai dengan adanya
suatu rongga yang berlapiskan epitel jenis non-keratinizing stratified squamous dengan ketebalan
yang bervariasi, dinding epitelium tersebut dapat sangat proliferatif dan memperlihatkan susunan
plexiform. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya banyak sel radang,
yaitu sel plasma dan sel limfosit pada dinding kista tersebut. Rousel body atau round eusinophilic
globule banyak ditemukan didalam atau diluar sel plasma sehingga terjadi peningkatan sintesis
immunoglobulin (Danudiningrat, 2006).

Table 1. diferensial diagnosa


Pemeriksaan Granuloma Periapikal Kista Periapikal

Nyeri spontan - -

Tes perkusi - -

Tes palpasi - -

Tes vitalitas - -

radiologis Radiolusensi batas defuse Radiolusensi batas jelas

Penatalaksanaan

Karena sulitnya diagnosis secara radiografi dan granuloma periapikal mempunyai respon yang baik
terhadap penanganan endodontik non pembedahan, maka pilihan pertama terapi adalah
6
penanganan endodontik konvensional, namun juga dapat diikuti dengan tindakan apicoectomy.
Apabila lesi menetap setelah beberapa periode lebih dari dua tahun, direkomendasikan penanganan
secara pembedahan. 9

The American Association of Endodontists mendefinisikan bahwa apicoectomy merupakan eksisi


bagian apikal dari akar gigi dan melekatkan jaringan lunak selama pembedahan periradikular. Indikasi
untuk apicectomy adalah (Chandler dan Koshy, 2002):

1. Ketidakmampuan untuk melakukan penanganan endodontik konvensional karena defek


anatomis, patologis dan iatrogenik dari saluran akar.
2. Hambatan saluran akar karena metamorfosis kalsifikasi atau restorasi radikular.
3. Alasan medis dan waktu.
4. Infeksi persisten setelah penanganan endodontik konvensional.
5. Memerlukan biopsi.
6. Memerlukan evaluasi dari reseksi saluran akar untuk saluran tambahan atau fraktur.

7
DAFTAR ISI

Abbas AK; Lichtman AH; Pillai S, 2007. Cellular and Molecular Immunology. 6 th ed.W.B. Saunders
Company. USA.

Chandler NP, Koshy S. 2002. clinical review : The changing role of the apicectomy operation in
dentistry. Department of Oral Rehabilitation, School of Dentistry, University of Otago, New
Zealand.

Danudiningrat CP. 2006. kista odontogen dan nonodontogen. Airlangga University Press. Surabaya

Doyle SL and O’Neill LA, 2006. Toll-like Receptors From The Discovery of NFκβ to New Insight Into
Transcriptional Regulations in Innate Immunity. Biochem Pharmacol. 72(9). H. 1102 – 1113

Garcia CC; Sempere, FV; Diago MP; Bowen EM., 2007. The Post-endodonticPeriapical Lesion: Histologic and
Etiopathogenic Aspects. Med Oral Patol OralCir Bucal. Dec 1;12 (8): 585 - 590.

Goldsby RA; Kindt TJ; Osborne BA, 2000. Immunology, 4 th ed. W.H. Freeman and Company. New
York. H. 432 – 434

Lia RCC, Garcia JMQ, Sousa-Neto MD. 2004. Clinical, radiographic and histological evaluation of chronic
periapical inflammatory lesions. J Appl Oral Sci12(2). H.117-20

Radics, T. 2004. the role of inflammatory and immunological processes in development of chronic apical
periodontitis. University of debrecen, medical and health science center, faculty of dentistry.

Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. Endodontic Practice. 11 th ed. 1998. Philadelphia: Lea & Febiger. H. 82-97.

Soemartono. Infeksi Odontogenik dan Penyebarannya. Untuk pelatihan spesialis kedokteran gigi bidang bedah
mulut 6 juni 2000 s/d 30 juni. 2000.

Yuwono,B. 2010. Pentalaksanaan Pencabutan Gigi dengan Kondisi Sisa Akar (Gangren Radik). Junal
Kedokteran Gigi(7):2 h. 89-95

Anda mungkin juga menyukai