Anda di halaman 1dari 16

AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

Di Susun Oleh :

Alfira Nurshifa 041702503125084


Annisa Rizky Amalia 041702503125086

Fakultas Ekonomi
Universitas Satya Negara Indonesia
Jakarta
2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemerintahan Daerah


Pemerintah Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah
yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pemda dan
DPRD).
Perangkat Daerah sendiri terdiri dari unsur staf yang membantu
penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat;
unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis
daerah; serta unsur pelaksana unsur daerah yang diwadahi dalam lembaga
dinas daerah.
Akuntansi Keuangan daerah adalah akuntansi yang dipakai oleh
Pemerintah Daerah, untuk melakukan manajemen dan pengelolaan
keuangan daerah. Manajemen Keuangan daerah merupakan alat untuk
mengurus dan mengatur rumah tangga pemerintah daerah. Akuntansi
keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor
publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak
reformasi.
Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas pembantuan.
Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua
urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang
ditetapkan dalam UU ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan
daerah untuk memberi pelayanan dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani
urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup,
dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Isi dan jenis
otonomi setiap daerah tidak selalu sama. Otonomi yang bertanggungjawab
dimaksudkan dengan otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-
benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memperdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Penyelenggara otonomi daerah juga harus menjamin keserasian
hubungan antara daerag dengan daerah lainnya, dengan kerja sama antar
daerah untuk meningkatkan kesejahteraannya, dan mencegah ketimpangan
antar daerah.

2.2 Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus


Pembentukan daerah pada dasarnya untuk meningkatkan pelayanan
publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonom
untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat
khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional. Misalnya dalam
bentuk cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis,
pengembangan teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir,
pengembangan prasarana komunikasi, pertambangan, telekomunikasi,
transportasi.

2.3 Pembagian Urusan Pemerintahan


Menurut UU No 32 Tahun 2004 Pasal 20 Ayat (3), Pemerintah
menggunakan azas desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi, dan
penyelenggaraan pemerintah daerah menggunakan azas otonomi dan tugas
pembantuan.
1. Hak dan Kewajiban Daerah
Hak dalam menyelenggarakan otonomi :
a Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
b Memilih pimpinan daerah
c Mengelola aparatur Negara
d Mengelolal kekayaan daerah
e Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
f Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan SDA dan sumber daya
lainnya yang berada di daerah
g Mendapatkan sumber pendapatan lain yang sah, dan
h Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Kewajiban dalam menyelenggarakan otonomi :
a Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan
kerukunan nasional serta keutuhan NKRI
b Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
c Mewujudkan keadilan dan pemerataan
d Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
e Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
f Mengembangkan sistem jainan sosial
g Melestarikan lingkungan hidup
h Melestarikan nilai sosial budaya
i dll.
2. Penyelenggaraan Desentralisasi
Desentralisasi adalah mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan
antara Pemerintah dengan daerah otonom.
Urusan pemerintah tersebut meliputi :
 Politik luar negeri
 Pertahanan
 Keamanan
 Yustitusi
 Agama
Urusan yang menjadi kewenangan daerah meliputi :
 Urusan wajib, berkaitan dengan pelayanan dasar.
 Urusan pilihan, terkait erat dengan potensi unggulan dan
kekhasan daerah.

2.4 Manajemen Keuangan Daerah di Era Pra Reformasi dan Pasca


Reformasi
I. Manajemen Keuangan Daerah di Era Prareformasi
Manajemen atau pengelolaan keuangan daerah di era prareformasi
dilaksanakan terutama berdasarkan UU Nomor 25 Thaun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Derah. Pengertian Daerah adalah
daerah tingkat I yaitu profinsi dan daerah tingkat II yaitu kabupaten
atau kotamadya. Di samping itu, terdapat beberapa peraturan lain yang
menjadi dasar pelaksanaan manajemen keuangan daerah pada era
prareformasi, antara lain:
1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 1975 tentang
Pengurusan, Pertanggung Jawaban dan Pengawasan Keuangan
Daerah.
2) PP Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusnan APBD, Pelaksanaan
Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan APBD.
3) Keputusan Mentri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 900-099
Tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah.
4) Peraturan Mentri Dalam Negri (Permendagri) Nomor 2 Tahun
1994 tentang pelaksanaan APBD.
5) UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
6) Kepmendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan usunan
Perhitungan APBD.
Berdasarkan peraturan diatas, dapat disilmpulakn beberapa ciri
pengelolaan keuangan daerah di era prareformasi, antara lain:
1) Pengertian pemda adalah kepala daerah dan DPRD (pasal 13 ayat
(1) UU Nomor 5 Tahun 1975). Artinya tidak terdapat pemisahan
secara kongkret antara lembaga eksekutif dan legistatif.
2) Perhitungan APBD berdiri sendiri, terpisah dari
pertanggungjawaban mkepala daerah (pasal 33 PP Nomor 6
Tahun 1975).
3) Bentuk laporan perhitungan APBD terdiri atas :
 Perhitungan APBD
 Nota Perhitungan
 Perhitungan kas dalam pencocokan antara sisa perhitungan.
Dilengkapi dilengkapi dnegan lampiran Ringkasan Perhitungan
Pendapatab dan Belanja (PP Nomor 6 Tahun 1975 dan
Kepmendagri Nomor 3 Tahun 1999)
4) Pinjaman, baik pinjaman pemda maupun pinjaman BUMD,
diperhitungkan sebagai pendapatan pemda, yang dalam struktur
APBD, menurut Kepmendagri Nomor 903-057 Thaun 1988
tentang Penyempurnaan Bentuk dan Susunan Anggaran
Pendapatan Daerah, masuk dalam pos Penerimaan Pembangunan.
5) Unsur-unsur yang terlibat dalam penyusunan APBD adalah
pemda yang terdiri atas kepala daerah dan DPRD, belum
melibatkan masyarakat.
6) Indikator kinerja pemda mencakup:
 Perbandingan antara anggaran dan realisasinya
 Perbandinagn antara standar biaya dengan realisasinya
 Target dan persentase fisik proyek
Hal ini tercantum dalam penjabaran perhitungan APBD (PP
Nomor 6 Tahun 1975 tentang Cara Penyususnan Perhitungan
APBD).
7) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan
Laporan Perhitungan APBD, baik yang dibahas DPRD  maupun
yang tidak dibahas DPRD, tidak mengandung konsekwensi
terhadap masa jabatan kepala daerah.

II. Manajemen Keuangan Daerah di Era Pasca Reformasi


Era reformasi ditandai dengan pergantian dari Orde Baru kepada
Orde Reformai pada tahun 1998. Dalam manajemen keuangan daerah,
reformasi ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Untuk
merealisasikannyam pemerintah pusat mengeluarkan dua peraturan
yaitu UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Puat dan Daerah.
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, maanajemen keuangan
daerah di era reformasi memiliki karakteristik yang berbeda dari
pengelolaaan keuangan daerah di era prareformasi, seperti:

1. Pengertian daerah adalah profinsi dan kota atau kabupaten. Istilah


pemda tingkat I dan II sera kotamadya tidk lagi digunakan.
2. Pengertian pemda adalah kepala daerah beserta perangkat lainnya.
Pemda yang dimaksut disini adalah bada eksekutif, sedang badan
legislatifnya adalah DPRD (Pasal 14 UU Nomor 22 Tahun 1999).
Jadi, terdapat pemisahan yang nyata antara lembaga legislatif dan
eksekutif.
3. Perhitungan APBD menjadi satu dnegan pertanggungjawaban
kepala daerah (Pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000).
4. Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri
atas:
 Laporan Perhitungan APBD
 Nota Perhitungan APBD
 Laporan Aliran Kas
 Neraca Daerah
Dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur
rencana strategi-renstra (Pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000)
5. Pinjaman APBD tidal lagi masuk dalam pos Pendapatan (yang
menunjukkan hak pemda), tetapi masuk dalam pos Peneriman
(yang belum tentu menjadi hak pemda).
6. Masyarakat termasuk dalam unsur-unsur penyusun APBD, selain
pemda yang terdiri atas kepala daerah dan DPRD.
7. Indikator kinerja pemda tidak hanya mencakup:
 Perbandingan antara anggaran dan realisasinya
 Perbandingan antara standar biaya dan realisasinya
 Target dan persentase fisik proyek
Tetapi juga meliput standar pelayanan yang diharapkan.
8.  Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun
anggaran yang bentuknya adalah Laporan Perhitungan
APBD  diabahas oleh DPRD dan mengandung konsekwensi
terhadap masa jabatan kepala daerah apabila mengalami
penolakan dari DPRD.
9. Digunakannya akuntansi dalam pengelolaan daerah.
Diantara peraturan-peraturan tersebut diatas, peraturan yang
mengakibatkan adanya perubahan mendasar dalam pengelolaan
anggaran daerah (APBD) adalah PP Nomor 105/2000 dan
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Perubahan mendasar
tersebut adalah adanya tuntutan akan akuntabilitas dan
transparansi yang lebih besar dalam pengelolaan anggaran. Secara
umum, terdapat enam pergeseran dalam pengelolaan anggaran
daerah, yaitu:
a.       Dari vertical accountability menjadi harizontal
accountability
b.      Dari traditional budget menjadi performance budget.
c.       Dari pengendalian dan audit keuangan, ke pengendalian dan
audit keuangan serta kinerja.
d.      Lebih menerapkan konsep value for money.
e.       Penerapan konsep pusat pertanggungjawaban.
f.      Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintah.
Sistem administrasi keuangan daerah dikatakan belum akuntable
karena penerimaan dan pengeluaran dilakuakan oleh bendaharawan,
sehingga kegiatan yang dilakuakannya merupakan kegaiatan
Perbendeharaan.
Sedangkan bagian keuangan (pembukuan) menangani masalah
pembukuan. Pembukuan yang dilakuakn disini belum dapat dikatakan
akuntansi karena:
1. Sistem pencatatan yang dilakukan masih sangat sederhana, yaitu
sistem tata buku tunggal
2. Menggunakan dasar pencatatan kas (cash basis) yang memiliki
kelemahan
Di samping itu, selama ini kegiatan perbendaharaan jauh lebih
dipentingkan dibandingkan pembukuan. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya kursus yang diadakan untuk para bendaharawan daripada
yang diadakan untuk tenaga pembukuan. Padahal, pembukuan yang
dilakukan dibagian inilah yang menangani proses “akuntansi” unruk
menghasilja output yang dikehendaki oleh reformasi keunagan daerah,
terutama PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri Nomor 29
Tahun 2002. Selanjutnya, reformasi terus berlangsung dan perubahan
kembali terjadi.

2.5 Akuntansi Keuangan Daerah Sebagai Bagian Dari Akuntansi


Akuntansi menurut Accounting Principles Board mendefinisikan,
bahwa akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya menyediakan
informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan tentang entitas
ekonomi agar berguna dalam pengambilan keputusan dalam membuat
pilihan-pilihan yang masuk akal/realistis di antara berbagai alternative arah
tindakan.
Organisasi yang berkaitan dengan organisasi perusahaan (bisnis)
dikenal dengan Akuntansi Sektor Privat, sedangkan organisasi yang
berkaitan dengan organisasi pemerintahan atau lembaga nonprofit dikenal
dengan Akuntansi Pemerintah atau Akuntansi Sektro Publik.
Oleh karena itu pemerintah daerah merupakan satuan organisasi
nonprofit, maka akuntansi keuangan daerah termasuk Akuntansi Sektor
Publik.
Akuntansi keuangan adalah akuntansi yang ditujukan untuk
menyediakan informasi keuangan bagi pihak entitas luar (external),
sedangkan Akuntansi Manajemen adalah akuntansi yang ditujukan untuk
menyediakan informasi keuangan bagi pihak internal (manajemen, maka :
Akuntasi Keuangan Daerah merupakan bagian dari manajemen keuangan
daerah, sehingga termasuk Akuntansi Manajemen. Secara terminology
Akuntasi Keuangan Daerah termasuk Akuntansi Keuangan.

2.6 BUMD dan APBD


I. BUMD
Barang milik daerah yang dipergunakan untuk melayani
kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak
lain, dijadikan tanggungan, atau digadaikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Barang milik daerah dapat dihapuskan dari daftar inventaris barang
daerah untuk dijual, dihibahkan, dan atau dimusnahkan, yang
pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan daerah, mutu barang, usia
pakai, dan nilai ekonomis yang dilakukan transparan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan pengadaan barang dilakukan sesuai dengan
kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip
efisiensi, efektivitas dan transparansi dengan mengutamakan produk
dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
II. APBD
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa
1 tahun anggaran.
Dalam penyusunan rancangan APBD, kepala daerah menetapkan
prioritas anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan
anggaran satuan kerja perangkat daerah, kemudian kepala satuan kerja
perangkat daerah menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja
perangkat daerah dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang
akan dicapai, lalu disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan
daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD
tahun berikutnya.
Tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) serta tata cara penyusunan dokumen
pelaksanaan anggaran SKPD diatur dalam Perda yang berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.

Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi :


a Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan
umum APBD
b Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis
belanja
c Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran
tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam
tahun anggaran berjalan.
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD :
Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa
Laporan Keuangan yang sudah diperiksa BPK paling lambat 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir, yang meliputi Laporan Realisasi
APBD (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas laporan
keuangan, dialmpiri dengan Laporan Keuangan BUMD, dimana
laporan keuangan dimaksud disusun dan disajikan dengan standar
Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

http://ziajaljayo.blogspot.com/2011/10/manjemen-keuangan-daerah-pra-dan-
pasca.html?m=1
Muindro, Renyowijoyo. 2013. Akuntansi Sektor Publik : Organisasi Non Laba
Edisi 3. Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai