Anda di halaman 1dari 19

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Curah Hujan


Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi,
terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data
debit aliran untuk selang waktu pengamatan yang cukup panjang belum dapat
diperoleh atau tidak ada. Curah hujan rata-rata tahunan pada DAS Ciliwung Hulu
berkisar dari 3500 mm/tahun sampai 5000 mm/tahun (Gambar 3). Curah hujan
tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

106°50'00" 106°52'30" 106°55'00" 106°57'30" 107°00'00"


6°35'00"

6°35'00"
PETA CURAH HUJAN RATAAN TAHUNAN
WILAYAHDAS CILIWUNG HULU

W E
6°37'30"

6°37'30"
S

2 0 2 4 Kilometers
6°40'00"

1:150000
6°40'00"

Keterangan :
3500-4000 mm/tahun
6°42'30"

6°42'30"

4000-4500 mm/tahun

4500-5000 mm/tahun
6°45'00"

6°45'00"

105°2'00" 106°4'00" 107°6'00" 108°8'00"


7°39'20" 6°58'00" 6°16'40" 5°35'20"

Lok asi DA Ciliwung Hulu 5°35'20" 6°16'40" 6°58'00" 7°39'20"


6°47'30"

6°47'30"

106°50'00" 106°52'30" 106°55'00" 106°57'30" 107°00'00" 105°22'40" 106°24'40" 107°26'40" 108°28'40"

Gambar 3. Curah Hujan Rataan Tahunan DAS Ciliwung Hulu

Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian adalah data bulan
Januari hingga Maret tahun 2010, karena curah hujan tersebut menghasilkan data
tinggi muka air tertinggi. Ketinggian muka air mulai bulan Januari hingga Maret
tahun 2010 mencapai 171 cm. Ketinggian tersebut meningkatkan nilai debit aliran
pada outlet DAS Ciliwung Hulu.
Kejadian hujan yang digunakan terdiri dari 11 kejadian hujan. Pada bulan
Januari digunakan lima kejadian hujan, sedangkan untuk bulan Februari dan
Maret masing-masing digunakan tiga kejadian hujan. Data hujan yang digunakan
diperoleh dari Stasiun Pos Polusi Udara Cibeureum (Citeko), berupa data pias

19
curah hujan harian. Data Curah hujan tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Tabel
2.

Tabel 2. Data Curah Hujan Pos Polusi Udara Cibeureum (Citeko)


Tanggal Curah Hujan (mm) Tanggal Curah Hujan (mm)
9/10-01-10 62.00 9/10-02-10 51.00
13/14-01-10 39.00 16/17-02-10 39.30
19/20-01-10 53.60 18/19-02-10 50.00
22/23-01-10 36.00 2/3-03-10 44.30
28/29-01-10 35.00 10/11-03-10 41.50
11/12-03-10 66.40
Data curah hujan yang digunakan berdasarkan nilai tinggi muka air
tertinggi. Sedangkan, banyaknya kejadian hujan yang digunakan bertujuan agar
data diperoleh lebih akurat. Grafik pias curah hujan tiap kejadian hujan disajikan
pada Gambar 4, sedangkan data curah hujan disajikan pada Lampiran 6.
Penentuan distribusi hujan pada penelitian ini menggunakan data pengamatan
hujan 10 menitan, dengan pertimbangan bahwa hujan turun relatif merata dalam
jangka waktu 24 jam. Distribusi hujan 24 jam menunjukkan sebaran hujan dalam
satuan waktu.
Gambar 4 menunjukkan penggunaan tipe Horner dan Lloyd lebih banyak
dibandingkan dengan tipe Horton. Grafik curah hujan tipe Horner dan Lloyd
menunjukkan grafik yang responsif terhadap curah hujan, sehingga tiap-tiap
periode hujan lebat menghasilkan satu puncak yang terpisah. Hal tersebut
ditunjukkan oleh kejadian hujan 13/14-01-2010, 28/29-01-2010, 9/10-02-2010,
16/17-02-2010, 18/19-02-2010, dan 10/11-03-2010. Sedangkan, grafik curah
hujan tipe Horton pada kejadian hujan 22/23-01-2010 dan 2/3-03-2010,
menunjukkan hasil pengamatan curah hujan yang relatif besar dan konstan.

20
Gambar 4. Grafik Curah Hujan Pos Polusi Udara Cibeureum (Citeko)

21
4.2. Penggunaan Lahan
Berdasarkan peta penggunaan lahan tahun 2009 (Gambar 5), di daerah
aliran sungai (DAS) Ciliwung Hulu terdapat 9 jenis penggunaan lahan, dengan
dominasi penggunaan lahan pertanian lahan kering (Tabel 3).

Tabel 3. Luasan Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu


No. Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1 Hutan Lahan Kering Primer 432.51
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 1052.69
3 Hutan Tanaman Industri (HTI) 1698.34
4 Perkebunan 563.34
5 Permukiman 3580.25
6 Pertanian Lahan Kering 7045.05
7 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak 549.44
8 Semak / Belukar 67.39
9 Tanah Terbuka 4.58
Total 14996.55

106°49'30" 106°51'00" 106°52'30" 106°54'00" 106°55'30" 106°57'00" 106°58'30" 107°00'00" PETA PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 2009
6°36'00"

6°36'00"

WILAYAH DAS CILIWUNG HULU


N

W E
6°37'30"

6°37'30"

2 0 2 4 Km
6°39'00"

6°39'00"

1:125000
Keterangan :
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
6°40'30"

6°40'30"

Hutan Tanaman Industri (HTI)


Perkebunan
Permukiman
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
6°42'00"

6°42'00"

Semak / Belukar
Tanah Terbuka

105°1'00" 106°2'00" 107°3'00" 108°4'00"


6°43'30"

6°43'30"

4°55'00"

4°55'00"
5°56'00"

5°56'00"
6°45'00"

6°45'00"

Lok asi DAS Ciliwu ng Hu lu


6°57'00"

6°57'00"
6°46'30"

6°46'30"

7°58'00"

7°58'00"
8°59'00"

8°59'00"

106°49'30" 106°51'00" 106°52'30" 106°54'00" 106°55'30" 106°57'00" 106°58'30" 107°00'00" 105°31'30" 106°32'30" 107°33'30" 108°34'30"

Gambar 5. Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2009

Berdasarkan hasil data lapang diketahui adanya penggunaan lahan sawah


di DAS Ciliwung Hulu. Luas penggunaan lahan sawah relatif rendah, sehingga
tidak terpetakan pada penggunaan lahan tahun 2009. Hal tersebut disebabkan
karena topografi yang datar digunakan untuk penggunaan lahan non pertanian

22
terutama sawah, sehingga penggunaan lahan sawah berada pada topografi yang
curam dan luasan yang relatif rendah. Gambar 6 menunjukkan penggunaan lahan
DAS Ciliwung Hulu berdasarkan hasil data lapang.

a) Hutan b) Perkebunan Teh

c) Permukiman d) Pertanian Lahan Kering

e) Pertanian Lahan Kering f) Semak/Belukar


Bercampur dengan Semak

g) Tanah Terbuka h) Sawah


Gambar 6. Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu di Lapangan

23
4.3. Kelompok Hidrologi Tanah (KHT)
Jenis tanah DAS Ciliwung Hulu merupakan hasil perombakan bahan
batuan induk tuf vulkanik. Jenis tanah DAS Ciliwung Hulu terdiri dari : assosiasi
aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan, assosiasi andosol coklat dan regosol
coklat, assosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat, kompleks regosol
kelabu dan litosol, latosol coklat, dan latosol coklat tua kemerahan (Gambar 7).
Jenis tanah assosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan merupakan jenis
tanah yang digunakan untuk penggunaan lahan sawah. Tanah sawah kelabu
memiliki permeabilitas rendah, sehingga lapisan tanah di bawah lapisan olah
memiliki kandungan air yang tinggi. Tanah aluvial di DAS Ciliwung Hulu berada
pada kondisi topografi yang tidak memungkinkan gerakan air ke bawah solum
tanah, sehingga lapisan tapak bajak sulit terbentuk. Jenis tanah andosol pada
umumnya kaya unsur hara dengan bahan organik yang cukup tinggi, banyak
mengandung bahan amorf, dan permeabilitas baik. Tanah regosol merupakan
tanah berpasir, dan permeabilitas baik. Sedangkan, tanah litosol merupakan tanah
yang baru mengalami pelapukan dan belum mengalami perkembangan tanah serta
kesuburan cukup baik. Tanah latosol pada umumnya berbahan induk batuan
vulkanik yang bersifat intermedier, bersolum dalam, dan permeabilitas baik.

700000 705000 710000 715000 720000


PETA JENIS TANAH
-730000
-730000

DAS CILIWUNG HULU


N
-735000
-735000

4
K
m
1
:
1
2
5
0
0
0

Keterangan :
Assosiasi Aluvial Kelabu
-740000
-740000

dan Aluvial Coklat Kekelabuan


Assosiasi Andosol C oklat
dan Regosol Coklat
Assosiasi Latosol Coklat Kemerahan
dan Latosol Coklat
Kompleks R egosol Kelabu & Litosol
-745000
-745000

Latosol Coklat
Latosol Coklat Tua Kemerahan

360000 450000 540000 630000 720000 810000 900000 990000


936000092700009180000
918000092700009360000
-750000
-750000

360000 450000 540000 630000 720000 810000 900000 990000

700000 705000 710000 715000 720000

Gambar 7. Tanah DAS Ciliwung Hulu

24
Setiap jenis tanah memiliki kemampuan berbeda dalam menyerap air.
Kemampuan tersebut dapat diketahui melalui pendekatan klasifikasi kelompok
hidrologi tanah. Kelompok hidrologi tanah dapat didekati berdasarkan jenis tanah.
Kelompok hidrologi tanah dikelompokkan ke dalam empat kelompok dan ditandai
dengan huruf A, B, C, dan D (Lampiran 4). Pengelompokkan hidrologi tanah
DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) DAS Ciliwung Hulu


Jenis Tanah Deskripsi Lapang * KHT
(berdasarkan bahan induk dan fisiografi)
Assosiasi Aluvial Kelabu
& Aluvial Coklat Endapan liat dan pasir ; dataran C
Kekelabuan
Asosiasi Andosol Coklat Abu/pasir, tuf, dan tuff volkan intermedier ;
A
& Regosol Coklat Volkan
Asosiasi Latosol Coklat &
Tuff volkan intermedier ; Volkan A
Latosol Coklat Kemerahan
Kompleks Regosol Kelabu Abu/pasir, tuff, batuan volkan intermedier ;
A
& Litosol volkan

Latosol Coklat Tua Tuff volkan intermedier ; Volkan dan bukit


A
Kemerahan lipatan

Latosol Coklat Tuff volkan intermedier ; Volkan & bukit lipatan A


Keterangan : * Data atribut peta tanah

Berdasarkan Tabel 4, Kelompok hidrologi tanah (KHT) di DAS Ciliwung


Hulu terdiri dari dua kelompok yaitu KHT A dan C. Kelompok hidrologi tanah A
memiliki potensi aliran permukaan rendah, sedangkan kelompok hidrologi tanah
C memilki potensi aliran permukaan agak tinggi.

4.4. Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP)


Penggunaan lahan memiliki pengaruh pada debit aliran. Input penggunaan
lahan pada model HEC WMS menggunakan bilangan kurva aliran permukaan
(BKAP) sebagai parameter pada persamaan waktu tenggang (TLAG). Bilangan
kurva aliran permukaan digunakan dalam mengevaluasi penggunaan lahan di
kawasan DAS Ciliwung Hulu. Nilai BKAP referensi DAS Ciliwung Hulu
disajikan pada Tabel 5. Nilai BKAP referensi yang dimaksud adalah nilai BKAP

25
yang sesuai dengan nilai BKAP dari literatur. Nilai BKAP tersebut ditentukan
berdasarkan kelas penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu.

Tabel 5. Nilai Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP)


Kelompok Hidrologi Tanah (KHT)
Lucode_R Penggunaan Lahan
A B C D
1 25 55 70 77 Hutan Lahan Kering Primer
2 36 60 73 79 Hutan Lahan Sekunder
3 45 66 77 83 Hutan Tanaman Industri (HTI)
4 55 69 78 83 Perkebunan
5 61 75 83 87 Permukiman
6 65 75 82 86 Pertanian Lahan Kering
7 62 71 78 81 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
8 59 70 78 81 Sawah
9 25 59 75 83 Semak/Belukar
10 49 69 79 84 Tanah Terbuka
Sumber : Arsyad, 2010

Penetapan nilai BKAP didasarkan pada tiga faktor, yaitu kelompok


hidrologi tanah, penggunaan lahan, dan pengelolaan penggunaan lahan.
Pengelolaan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu umumnya baik hingga
sedang.

4.5. Debit Puncak Aliran Hasil Pengukuran


Debit aliran merupakan parameter hidrologi yang penting dalam
menganalisa perilaku DAS. Dinamika debit aliran menjadi indikator baik atau
buruknya kualitas suatu DAS, karena debit merupakan output hidrologis dari
suatu ekosistem DAS (Seyhan, 1990).
Data tinggi muka air (TMA) diperoleh dari Bendung Katulampa mulai
bulan Januari hingga Maret tahun 2010 berupa data jam - jaman. Nilai tinggi
muka air dimasukkan pada persamaan 6, sehingga diperoleh nilai debit aliran hasil
pengukuran. Data tinggi muka air dan debit lapang dapat dilihat pada Lampiran 1
sampai 3. Sedangkan, nilai debit puncak aliran hasil pengukuran tiap kejadian
hujan dapat dilihat pada Tabel 6.

26
Tabel 6. Nilai Debit Puncak Aliran Hasil Pengukuran (QpL)
Tanggal QpL (m³/s) Tanggal QpL (m³/s)
9/10-01-10 43.26 9/10-02-10 97.94
13/14-01-10 29.92 16/17-02-10 62.86
19/20-01-10 43.26 18/19-02-10 43.26
22/23-01-10 43.26 2/3-03-10 35.83
28/29-01-10 33.54 10/11-03-10 81.77
11/12-03-10 81.77

Debit puncak DAS Ciliwung Hulu relatif tinggi, karena DAS Ciliwung
hulu didominasi oleh lereng yang agak terjal, dan pada bagian selatan memiliki
kelas kemiringan lereng sangat curam, >40% (Gambar 8). Topografi menyangkut
kemiringan lereng akan mempengaruhi debit aliran permukaan, sehingga akan
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dari titik terjauh secara
hidrologi ke titik pembuangan (outlet). Hujan yang jatuh pada kemiringan lereng
curam akan banyak menjadi aliran permukaan dibandingkan pada lereng landai.
Kondisi topografi DAS Ciliwung Hulu yang demikian harus dikelola dengan baik,
agar mengurangi potensi terjadinya aliran permukaan yang tinggi.

PE T A K E L AS K E M IR IN G AN L E R E N G
10 6 ° 5 0'0 0 " 10 6 ° 5 2'3 0 " 10 6 ° 5 5'0 0 " 10 6 ° 5 7'3 0 " 10 7 ° 0 0'0 0 " W IL A Y AH D A S C IL IW U N G H U L U
N
6°37'30"

6°37'30"

W E

S
2 0 2 4 Km

1:1 25 000
6°40'00"

6°40'00"

Keteran ga n :
0-2%
2-15%
15-40 %
> 40 %
6°42'30"

6°42'30"

105 °2 2'4 0" 106 °2 4'4 0" 107 °2 6'4 0" 108 °2 8'4 0"
4°52'00" 5°33'20" 6°14'40" 6°56'00" 7°37'20" 8°18'40"
8 °18'4 0" 7 °37'2 0" 6 °56'0 0" 6 °14'4 0" 5 °33'2 0" 4 °52'0 0"
6°45'00"

6°45'00"

Lok a s i D AS C i liw un g H ulu


6°47'30"

6°47'30"

10 6 ° 5 0'0 0 " 10 6 ° 5 2'3 0 " 10 6 ° 5 5'0 0 " 10 6 ° 5 7'3 0 " 10 7 ° 0 0'0 0 " 105 °2 '00 " 106 °4 '00 " 107 °6 '00 " 108 °8 '00 "

Gambar 8. Kelas Kemiringan Lereng DAS Ciliwung Hulu

Kemiringan lereng mempengaruhi nilai debit maksimum dan minimum.


Perbandingan nilai debit maksimum terhadap debit minimum di daerah
pegunungan akan lebih tinggi dari pada daerah dataran (landai). Perbandingan
nilai debit maksimum terhadap debit minimum dapat dijadikan kriteria kesehatan
DAS. Untuk mengetahui kondisi kesehatan DAS Ciliwung Hulu, maka digunakan

27
data debit Katulampa tahun 2004 – 2009. Tabel 7 dan Gambar 9 menunjukkan
rasio debit maksimum terhadap debit minimum DAS Ciliwung Hulu.

Tabel 7. Karakteristik Debit Sungai Ciliwung-Katulampa


Tahun
Debit (m³/s)
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Qmax 21.14 26.08 44.73 132.79 52.84 451.47
Qmin 2.86 4.18 3.13 0.48 4.56 7.29
Qrataan 6.34 8.33 9.85 6.47 13.73 29.22
Qmax/Qmin 7.4 6.2 14.3 276.6 11.6 61.9
Sumber : BPSDA Ciliwung-Cisadane

Berdasarkan Tabel 7, nilai Qmax bervariasi antara 21.14 m3/s sampai


dengan 451.47 m3/s dan Qmin berkisar 0.48 hingga 7.29 m³/s, serta variasi debit
rataan antara 6.34 m3/s sampai dengan 29.22 m3/s. Nilai rasio debit maksimum
terhadap minimum menunjukkan nilai rasio yang semakin besar mulai tahun 2004
hingga tahun 2009. Nilai rasio tinggi terjadi pada musim hujan, karena air yang
mengalir hingga bendungan katulampa sangat tinggi. Sedangkan, rasio rendah
terjadi pada musim kemarau, karena air pada bendungan katulampa sangat rendah
dan hanya terdapat aliran dasar yang berasal dari air bawah tanah. Nilai rasio
tertinggi terjadi pada tahun 2007. Peningkatan nilai rasio menunjukkan keadaan
vegetasi dan penggunaan lahan buruk, sedangkan penurunan nilai rasio
menunjukkan keadaan vegetasi dan penggunaan lahan baik.

Gambar 9. Rasio Qmax/Qmin DAS Ciliwung Hulu (Outlet Katulampa)

28
Rasio debit maksimum dan minimum tahun 2009 berada pada kondisi
cukup tinggi. Rata-rata ketinggian air pada bulan Desember hingga Januari di
tahun tersebut berkisar antara 50 sampai 70 cm. Sedangkan, tahun 2007
menunjukkan nilai rasio sangat tinggi, karena tinggi muka air mencapai 250 cm.

4.6. Data Masukan Model HEC WMS


Data biofisik yang digunakan pada model HEC WMS antara lain : data
curah hujan, bilangan kurva aliran permukaan, dan karakteristik DAS. Hal
tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

4.6.1. Curah Hujan


Data curah hujan merupakan data input dalam parameterisasi model. Data
curah hujan diperoleh dari satu stasiun pengamat hujan yang mewakili DAS
Ciliwung Hulu adalah Stasiun Citeko. Data curah hujan digunakan pada
persamaan parameterisasi berikutnya.
Tipe data curah hujan yang digunakan adalah basin average (PB). Tipe
data tersebut dipilih, karena dapat menggambarkan distribusi curah hujan
menampilkan grafik curah hujan pada kejadian tersebut. Distribusi curah hujan
dimasukkan pada model untuk tiap kejadian hujan. Simulasi model dibatasi pada
hujan tunggal dan curah hujan yang seragam. Gambar 10 merupakan tampilan
data curah hujan pada model HEC WMS.

Gambar 10. Tampilan Data Curah Hujan Model HEC WMS

29
4.6.2. Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP)
Data bilangan kurva aliran permukaan merupakan data input
parameterisasi model (penyusunan unit hidrograf). Metode SCS dipilih dalam
kotak dialog Compute GIS Atributes. Metode perhitungan tersebut digunakan
untuk memperoleh nilai BKAP dan waktu tenggang (TLAG). Perhitungan BKAP
dan TLAG dilakukan secara otomatis oleh model. Nilai BKAP ditampilkan dalam
peta DAS Ciliwung Hulu pada model HEC WMS. Sedangkan, nilai TLAG tidak
ditampilkan dalam peta DAS Ciliwung Hulu pada model HEC WMS. Nilai TLAG
berkaitan dengan nilai BKAP dan panjang DAS. Gambar 11 menampilkan
bilangan kurva aliran permukaan pada model HEC WMS.

Gambar 11. Tampilan BKAP Model HEC WMS

4.6.3. Karakteristik DAS


Simulasi model pada routing data menggunakan input data karakteristik
DAS. Outlet DAS Ciliwung Hulu memiliki karakteristik yang terdiri dari luas,
panjang sungai (L), kemiringan sungai (S), kekasaran manning (N), bentuk sungai
(SHAPE), kedalaman sungai (WD), dan kemiringan sudut (Z). Keseluruhan
karakteristik tersebut tertera pada Tabel 8.

30
Tabel 8. Karakteristik Bendung Katulampa
Luas
Nama DAS L (m) S (%) N* SHAPE WD (m) Z (%)
(km²)
Katulampa 4.01 5000 13 0.05 Trapesium 50 25
Sumber : SPAS Bendung Katulampa
*Nilai kekasaran manning’s untuk saluran alami (Arsyad, 2010)

Dalam penelitian ini digunakan tipe routing kinematic wave, karena dapat
menjelaskan aliran berdasarkan bentuk DAS dan daerah penelitian berada di hulu.
Daerah hulu memiliki topografi sangat curam, sehingga aliran yang mengalir
dapat dihitung dengan tepat. Data Tabel 8 bersifat tetap, karena kondisi DAS tidak
berubah selama penelitian. Data kinematic wave yang telah diinput selanjutnya
diproses oleh model HEC, sehingga menghasilkan hidrograf keluaran model.
Gambar 12 menunjukkan keterangan gambar dari data pada Tabel 8 dan tampilan
metode routing dalam model.

(a) (b)
Gambar 12. Bentuk Outlet DAS Ciliwung Hulu (a) dan
Tampilan Routing Data Model HEC WMS (b)

4.7. Analisa Sensitivitas


Analisa model HEC dilakukan pada parameter yang paling sensitif. Nilai
bilangan kurva aliran permukaan merupakan parameter yang memiliki tingkat
sensitivitas tinggi. Menurut Ismawardi (2003), parameter BKAP berindeks positif
artinya penambahan nilai parameter BKAP akan meningkatkan Qp. Penetapan
nilai BKAP harus dilakukan dengan teliti, sehingga pendugaan debit puncak aliran

31
model mendekati debit puncak aliran hasil pengukuran. Analisa nilai BKAP
dilakukan melalui variasi BKAP.
Nilai variasi BKAP yang digunakan terdiri dari BKAP referensi, -5%,
+5%, -10%, +10 %, -15%, +15%, -20%, dan +20%. Tabel 9 menunjukkan nilai
debit dari variasi BKAP yang digunakan.

Tabel 9. Nilai Debit Aliran Hasil Pengukuran Terhadap Model Berdasarkan


Variasi BKAP
QpM (m³/s)
Tanggal QpL (m³/s)
R-20% R-15% R-10% R-5% R R+5% R+10% R+15% R+20%
9/10-01-10 43.26 11.99 35.99 199.08 379.96 695.81 677.1 2171.24 3009.85 4021.3
13/14-01-10 29.92 11.99 12 11.99 12 11.99 11.99 116.48 330.21 710.9
19/20-01-10 43.26 11.99 11.99 17.74 116.55 364.26 350.18 1636.33 2518.02 3732.63
22/23-01-10 43.26 11.99 11.99 11.99 12 11.99 11.99 38.84 174.93 455.07
28/29-01-10 33.54 11.99 12 11.99 12 11.99 11.99 23.95 135.41 399.93
9/10-02-10 97.94 11.99 12 11.99 59.14 248.72 234.4 1307.98 2027.04 2989.65
16/17-02-10 62.86 11.99 12 11.99 12 11.99 11.99 178.4 450.54 909.53
18/19-02-10 43.26 11.99 12 11.99 47.2 220.43 206.93 1275.19 2044.66 3124.17
2/3-03-10 35.83 11.99 11.99 11.99 12 25.17 22.23 470.57 849.18 1402.79
10/11-03-10 81.77 11.99 12 11.99 12 24.45 21.6 551.85 1013.3 1752.75
11/12-03-10 81.77 14.03 109.41 455.84 936.34 1629.66 1585.96 4176.16 5702.86 7692.61

Berdasarkan Tabel 9, perbedaan nilai debit puncak aliran pada variasi


BKAP beragam. Nilai variasi BKAP R-20% menghasilkan nilai debit puncak
aliran model relatif rendah, sedangkan R+15% dan R+20% menghasilkan nilai
debit puncak aliran model relatif tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan
BKAP terlalu tinggi. Variasi BKAP pada R-15%, R-5%, R+5%, dan R+10%
memiliki nilai debit puncak model mendekati hasil pengukuran dari beberapa
kejadian. Dengan demikian, untuk memperoleh nilai debit puncak aliran model
yang mendekati hasil pengukuran dari seluruh kejadian, maka dilakukan
pengolahan lebih lanjut terhadap nilai BKAP R-15%, R-5%, R+5%, dan R+10%
(Lampiran 5). Pada lampiran 5 ditunjukkan nilai BKAP yang mengalami
perubahan dari referensi dan menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan.
Sedangkan, nilai variasi BKAP R-15%, R-5%, R+5%, dan R+10% disajikan pada
Tabel 10.

32
Tabel 10. Nilai Variasi BKAP Hasil Analisa Sensitivitas

Kelompok Hidrologi Tanah (KHT)


Lucode_R-15 Penggunaan Lahan
A B C D
1 21 47 60 65 Hutan Lahan Kering Primer
2 31 51 62 67 Hutan Lahan Kering Sekunder
3 38 56 65 71 Hutan Tanaman Industri (HTI)
4 47 59 66 71 Perkebunan
5 52 64 71 74 Permukiman
6 55 64 70 73 Pertanian Lahan Kering
7 53 60 66 69 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
8 50 59 66 69 Sawah
9 21 50 64 71 Semak/Belukar
10 42 59 67 71 Tanah Terbuka

Kelompok Hidologi Tanah (KHT)


Lucode_R-5% Penggunaan Lahan
A B C D
1 24 52 67 73 Hutan Lahan Kering Primer
2 34 60 69 75 Hutan Lahan Kering Sekunder
3 43 63 73 79 Hutan Tanaman Industri (HTI)
4 52 66 74 79 Perkebunan
5 58 71 79 83 Permukiman
6 62 71 78 82 Pertanian Lahan Kering
7 59 67 74 77 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
8 56 67 62 77 Sawah
9 24 56 71 79 Semak/Belukar
10 47 66 75 80 Tanah Terbuka

Kelompok Hidrologi Tanah (KHT)


Lucode_R+5% Penggunaan Lahan
A B C D
1 26 58 74 81 Hutan Lahan Kering Primer
2 38 63 77 83 Hutan Lahan Kering Sekunder
3 47 69 81 87 Hutan Tanaman Industri (HTI)
4 58 72 82 87 Perkebunan
5 64 79 87 91 Permukiman
6 62 79 86 90 Pertanian Lahan Kering
7 65 75 82 85 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
8 62 74 82 85 Sawah
9 26 62 79 87 Semak/Belukar
10 51 72 83 88 Tanah Terbuka

Kelompok Hidrologi Tanah (KHT)


Lucode_R+10 Penggunaan Lahan
A B C D
1 28 61 77 85 Hutan Lahan Kering Primer
2 40 66 80 87 Hutan Lahan Kering Sekunder
3 50 73 85 91 Hutan Tanaman Industri (HTI)
4 61 76 86 91 Perkebunan
5 67 83 91 96 Permukiman
6 72 83 90 95 Pertanian Lahan Kering
7 68 78 86 89 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
8 65 77 86 89 Sawah
9 28 65 83 91 Semak/Belukar
10 54 76 87 92 Tanah Terbuka

33
4.8. Keluaran Model
Secara umum hasil simulasi model memiliki nilai debit puncak aliran
mendekati hasil pengukuran, kecuali pada kejadian hujan tanggal 11/12-03-10.
Nilai debit puncak aliran model kejadian hujan tersebut relatif jauh dari hasil
pengukuran. Tabel 11 menunjukkan hasil simulasi model HEC WMS.

Tabel 11. Debit Puncak Aliran Keluaran Model


Tanggal QpM (m³/s) Tanggal QpM (m³/s)
9/10-01-10 42.01 9/10-02-10 94.25
13/14-01-10 28.23 16/17-02-10 60.06
19/20-01-10 40.52 18/19-02-10 41.37
22/23-01-10 41.12 2/3-03-10 35.42
28/29-01-10 30.89 10/11-03-10 79.01
11/12-03-10 38.20
Pada hidrograf keluaran model dihasilkan bentuk hidrograf yang tidak
landai, karena kawasan hujan berada pada daerah berlereng curam dan bentuk
DAS berupa kipas. Bentuk hidrograf terdiri dari cabang naik (rising climb),
puncak (crest segment), dan cabang turun (recession limb). Cabang naik
dipengaruhi oleh intensitas hujan, sedangkan cabang turun dipengaruhi oleh
penggunaan lahan dan kapasitas infiltrasi tanah. Bentuk hidrograf dipengaruhi
oleh intensitas hujan, kadar air tanah awal, dan topografi. Gambar 13
menunjukkan hidrograf keluaran model beberapa kejadian hujan.

13/14-012010 19/20-01-2010

34
22/23-01-2010 9/10-02-2010

2/3-03-2010 11/13-03-2010

Gambar 13. Hidrograf Model Beberapa Kejadian Hujan

4.9 Validasi Model


Validasi model diperlukan dalam memastikan nilai debit puncak aliran
model mendekati hasil pengukuran. Penggunaan data sekunder tahun 2009 dan
data biofisik tahun 2010 menyebabkan keluaran model tidak tepat dengan hasil
pengukuran. Ketepatan model diperoleh setelah dilakukan pengolahan variasi
bilangan kurva aliran permukaan (BKAP).
Keluaran model menghasilkan nilai debit puncak aliran dan pola aliran
mendekati hasil pengukuran, namun waktu puncak aliran tidak tepat. Hal tersebut
disebabkan oleh waktu yang diperlukan untuk air mengalir dari stasiun penakar
hujan citeko hingga bendungan katulampa. Ketidaktepatan waktu puncak aliran
ditunjukkan dengan waktu kejadian puncak hasil pengukuran lebih awal
dibandingkan dengan model (Gambar 14). Hal tersebut disebabkan karena debit

35
puncak aliran permukaan tidak terjadi secara bersamaan dengan terjadinya puncak
kejadian hujan tetapi beberapa saat kemudian.

Gambar 14. Grafik Debit Puncak Aliran Hasil Pengukuran dan Model

36
Hubungan antara debit puncak aliran hasil pengukuran dan model dapat
diketahui melalui grafik korelasi linear. Pada grafik korelasi diperoleh nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.711, yaitu tingkat akurasi model dapat
diterima. Nilai R2 menerangkan bahwa 71.1 % keragaman debit puncak aliran
hasil pengukuran dapat diterangkan oleh model. Hasil simulasi tanggal 11/12-03-
10 merupakan pencilan nilai debit puncak aliran model yang dapat diterangkan
oleh pengaruh variabel lain. Gambar 15 menunjukkan grafik korelasi linear
berdasarkan variasi BKAP seluruh kejadian hujan.

Gambar 15. Grafik Korelasi Debit Puncak Aliran


Hasil Prediksi Model dan Pengukuran

37

Anda mungkin juga menyukai