6°35'00"
PETA CURAH HUJAN RATAAN TAHUNAN
WILAYAHDAS CILIWUNG HULU
W E
6°37'30"
6°37'30"
S
2 0 2 4 Kilometers
6°40'00"
1:150000
6°40'00"
Keterangan :
3500-4000 mm/tahun
6°42'30"
6°42'30"
4000-4500 mm/tahun
4500-5000 mm/tahun
6°45'00"
6°45'00"
6°47'30"
Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian adalah data bulan
Januari hingga Maret tahun 2010, karena curah hujan tersebut menghasilkan data
tinggi muka air tertinggi. Ketinggian muka air mulai bulan Januari hingga Maret
tahun 2010 mencapai 171 cm. Ketinggian tersebut meningkatkan nilai debit aliran
pada outlet DAS Ciliwung Hulu.
Kejadian hujan yang digunakan terdiri dari 11 kejadian hujan. Pada bulan
Januari digunakan lima kejadian hujan, sedangkan untuk bulan Februari dan
Maret masing-masing digunakan tiga kejadian hujan. Data hujan yang digunakan
diperoleh dari Stasiun Pos Polusi Udara Cibeureum (Citeko), berupa data pias
19
curah hujan harian. Data Curah hujan tiap kejadian hujan dapat dilihat pada Tabel
2.
20
Gambar 4. Grafik Curah Hujan Pos Polusi Udara Cibeureum (Citeko)
21
4.2. Penggunaan Lahan
Berdasarkan peta penggunaan lahan tahun 2009 (Gambar 5), di daerah
aliran sungai (DAS) Ciliwung Hulu terdapat 9 jenis penggunaan lahan, dengan
dominasi penggunaan lahan pertanian lahan kering (Tabel 3).
106°49'30" 106°51'00" 106°52'30" 106°54'00" 106°55'30" 106°57'00" 106°58'30" 107°00'00" PETA PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 2009
6°36'00"
6°36'00"
W E
6°37'30"
6°37'30"
2 0 2 4 Km
6°39'00"
6°39'00"
1:125000
Keterangan :
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
6°40'30"
6°40'30"
6°42'00"
Semak / Belukar
Tanah Terbuka
6°43'30"
4°55'00"
4°55'00"
5°56'00"
5°56'00"
6°45'00"
6°45'00"
6°57'00"
6°46'30"
6°46'30"
7°58'00"
7°58'00"
8°59'00"
8°59'00"
106°49'30" 106°51'00" 106°52'30" 106°54'00" 106°55'30" 106°57'00" 106°58'30" 107°00'00" 105°31'30" 106°32'30" 107°33'30" 108°34'30"
22
terutama sawah, sehingga penggunaan lahan sawah berada pada topografi yang
curam dan luasan yang relatif rendah. Gambar 6 menunjukkan penggunaan lahan
DAS Ciliwung Hulu berdasarkan hasil data lapang.
23
4.3. Kelompok Hidrologi Tanah (KHT)
Jenis tanah DAS Ciliwung Hulu merupakan hasil perombakan bahan
batuan induk tuf vulkanik. Jenis tanah DAS Ciliwung Hulu terdiri dari : assosiasi
aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan, assosiasi andosol coklat dan regosol
coklat, assosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat, kompleks regosol
kelabu dan litosol, latosol coklat, dan latosol coklat tua kemerahan (Gambar 7).
Jenis tanah assosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan merupakan jenis
tanah yang digunakan untuk penggunaan lahan sawah. Tanah sawah kelabu
memiliki permeabilitas rendah, sehingga lapisan tanah di bawah lapisan olah
memiliki kandungan air yang tinggi. Tanah aluvial di DAS Ciliwung Hulu berada
pada kondisi topografi yang tidak memungkinkan gerakan air ke bawah solum
tanah, sehingga lapisan tapak bajak sulit terbentuk. Jenis tanah andosol pada
umumnya kaya unsur hara dengan bahan organik yang cukup tinggi, banyak
mengandung bahan amorf, dan permeabilitas baik. Tanah regosol merupakan
tanah berpasir, dan permeabilitas baik. Sedangkan, tanah litosol merupakan tanah
yang baru mengalami pelapukan dan belum mengalami perkembangan tanah serta
kesuburan cukup baik. Tanah latosol pada umumnya berbahan induk batuan
vulkanik yang bersifat intermedier, bersolum dalam, dan permeabilitas baik.
4
K
m
1
:
1
2
5
0
0
0
Keterangan :
Assosiasi Aluvial Kelabu
-740000
-740000
Latosol Coklat
Latosol Coklat Tua Kemerahan
24
Setiap jenis tanah memiliki kemampuan berbeda dalam menyerap air.
Kemampuan tersebut dapat diketahui melalui pendekatan klasifikasi kelompok
hidrologi tanah. Kelompok hidrologi tanah dapat didekati berdasarkan jenis tanah.
Kelompok hidrologi tanah dikelompokkan ke dalam empat kelompok dan ditandai
dengan huruf A, B, C, dan D (Lampiran 4). Pengelompokkan hidrologi tanah
DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 4.
25
yang sesuai dengan nilai BKAP dari literatur. Nilai BKAP tersebut ditentukan
berdasarkan kelas penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu.
26
Tabel 6. Nilai Debit Puncak Aliran Hasil Pengukuran (QpL)
Tanggal QpL (m³/s) Tanggal QpL (m³/s)
9/10-01-10 43.26 9/10-02-10 97.94
13/14-01-10 29.92 16/17-02-10 62.86
19/20-01-10 43.26 18/19-02-10 43.26
22/23-01-10 43.26 2/3-03-10 35.83
28/29-01-10 33.54 10/11-03-10 81.77
11/12-03-10 81.77
Debit puncak DAS Ciliwung Hulu relatif tinggi, karena DAS Ciliwung
hulu didominasi oleh lereng yang agak terjal, dan pada bagian selatan memiliki
kelas kemiringan lereng sangat curam, >40% (Gambar 8). Topografi menyangkut
kemiringan lereng akan mempengaruhi debit aliran permukaan, sehingga akan
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dari titik terjauh secara
hidrologi ke titik pembuangan (outlet). Hujan yang jatuh pada kemiringan lereng
curam akan banyak menjadi aliran permukaan dibandingkan pada lereng landai.
Kondisi topografi DAS Ciliwung Hulu yang demikian harus dikelola dengan baik,
agar mengurangi potensi terjadinya aliran permukaan yang tinggi.
PE T A K E L AS K E M IR IN G AN L E R E N G
10 6 ° 5 0'0 0 " 10 6 ° 5 2'3 0 " 10 6 ° 5 5'0 0 " 10 6 ° 5 7'3 0 " 10 7 ° 0 0'0 0 " W IL A Y AH D A S C IL IW U N G H U L U
N
6°37'30"
6°37'30"
W E
S
2 0 2 4 Km
1:1 25 000
6°40'00"
6°40'00"
Keteran ga n :
0-2%
2-15%
15-40 %
> 40 %
6°42'30"
6°42'30"
105 °2 2'4 0" 106 °2 4'4 0" 107 °2 6'4 0" 108 °2 8'4 0"
4°52'00" 5°33'20" 6°14'40" 6°56'00" 7°37'20" 8°18'40"
8 °18'4 0" 7 °37'2 0" 6 °56'0 0" 6 °14'4 0" 5 °33'2 0" 4 °52'0 0"
6°45'00"
6°45'00"
6°47'30"
10 6 ° 5 0'0 0 " 10 6 ° 5 2'3 0 " 10 6 ° 5 5'0 0 " 10 6 ° 5 7'3 0 " 10 7 ° 0 0'0 0 " 105 °2 '00 " 106 °4 '00 " 107 °6 '00 " 108 °8 '00 "
27
data debit Katulampa tahun 2004 – 2009. Tabel 7 dan Gambar 9 menunjukkan
rasio debit maksimum terhadap debit minimum DAS Ciliwung Hulu.
28
Rasio debit maksimum dan minimum tahun 2009 berada pada kondisi
cukup tinggi. Rata-rata ketinggian air pada bulan Desember hingga Januari di
tahun tersebut berkisar antara 50 sampai 70 cm. Sedangkan, tahun 2007
menunjukkan nilai rasio sangat tinggi, karena tinggi muka air mencapai 250 cm.
29
4.6.2. Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP)
Data bilangan kurva aliran permukaan merupakan data input
parameterisasi model (penyusunan unit hidrograf). Metode SCS dipilih dalam
kotak dialog Compute GIS Atributes. Metode perhitungan tersebut digunakan
untuk memperoleh nilai BKAP dan waktu tenggang (TLAG). Perhitungan BKAP
dan TLAG dilakukan secara otomatis oleh model. Nilai BKAP ditampilkan dalam
peta DAS Ciliwung Hulu pada model HEC WMS. Sedangkan, nilai TLAG tidak
ditampilkan dalam peta DAS Ciliwung Hulu pada model HEC WMS. Nilai TLAG
berkaitan dengan nilai BKAP dan panjang DAS. Gambar 11 menampilkan
bilangan kurva aliran permukaan pada model HEC WMS.
30
Tabel 8. Karakteristik Bendung Katulampa
Luas
Nama DAS L (m) S (%) N* SHAPE WD (m) Z (%)
(km²)
Katulampa 4.01 5000 13 0.05 Trapesium 50 25
Sumber : SPAS Bendung Katulampa
*Nilai kekasaran manning’s untuk saluran alami (Arsyad, 2010)
Dalam penelitian ini digunakan tipe routing kinematic wave, karena dapat
menjelaskan aliran berdasarkan bentuk DAS dan daerah penelitian berada di hulu.
Daerah hulu memiliki topografi sangat curam, sehingga aliran yang mengalir
dapat dihitung dengan tepat. Data Tabel 8 bersifat tetap, karena kondisi DAS tidak
berubah selama penelitian. Data kinematic wave yang telah diinput selanjutnya
diproses oleh model HEC, sehingga menghasilkan hidrograf keluaran model.
Gambar 12 menunjukkan keterangan gambar dari data pada Tabel 8 dan tampilan
metode routing dalam model.
(a) (b)
Gambar 12. Bentuk Outlet DAS Ciliwung Hulu (a) dan
Tampilan Routing Data Model HEC WMS (b)
31
model mendekati debit puncak aliran hasil pengukuran. Analisa nilai BKAP
dilakukan melalui variasi BKAP.
Nilai variasi BKAP yang digunakan terdiri dari BKAP referensi, -5%,
+5%, -10%, +10 %, -15%, +15%, -20%, dan +20%. Tabel 9 menunjukkan nilai
debit dari variasi BKAP yang digunakan.
32
Tabel 10. Nilai Variasi BKAP Hasil Analisa Sensitivitas
33
4.8. Keluaran Model
Secara umum hasil simulasi model memiliki nilai debit puncak aliran
mendekati hasil pengukuran, kecuali pada kejadian hujan tanggal 11/12-03-10.
Nilai debit puncak aliran model kejadian hujan tersebut relatif jauh dari hasil
pengukuran. Tabel 11 menunjukkan hasil simulasi model HEC WMS.
13/14-012010 19/20-01-2010
34
22/23-01-2010 9/10-02-2010
2/3-03-2010 11/13-03-2010
35
puncak aliran permukaan tidak terjadi secara bersamaan dengan terjadinya puncak
kejadian hujan tetapi beberapa saat kemudian.
Gambar 14. Grafik Debit Puncak Aliran Hasil Pengukuran dan Model
36
Hubungan antara debit puncak aliran hasil pengukuran dan model dapat
diketahui melalui grafik korelasi linear. Pada grafik korelasi diperoleh nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.711, yaitu tingkat akurasi model dapat
diterima. Nilai R2 menerangkan bahwa 71.1 % keragaman debit puncak aliran
hasil pengukuran dapat diterangkan oleh model. Hasil simulasi tanggal 11/12-03-
10 merupakan pencilan nilai debit puncak aliran model yang dapat diterangkan
oleh pengaruh variabel lain. Gambar 15 menunjukkan grafik korelasi linear
berdasarkan variasi BKAP seluruh kejadian hujan.
37