Anda di halaman 1dari 17

TUGAS AGAMA ISLAM

KARAKTERISTIK AKHLAK

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Reggika Dwinanda Putra (193410343)
Aulia Rezky Putri (193410768)
Nurfan Arbin Pamungkas (193410816)

Dosen Pengampu :
H. Alfitri, Lc,M.Pd

TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebenarnya suatu hal yang tampak jelas bagi para pengkaji Islam melalui
ayat-ayat al-Quran dan sunnah Nabi saw serta merenungkan teks-teks dan ruh
(jiwa) nya yaitu bahwa Islam dalam tingkat substansi merupakan suatu risalah
moral (akhlak) dengan segala pengertian yang dikandungnya dari kedalaman dan
cakupan yang menyeluruh. Dan tidak mengherankan jika akhlakiyah (moralisme)
merupakan suatu karakter diantara karakter Islam yang umum. Hal itu karena
Islam menganjurkan kepada nilai-nilai luhur (norma) dan memperingatkan
terhadap perbuatan hina, menegaskan anjuran dan peringatan itu sampai pada
tingkat pengharusan serta menentukan balasan terbesar atas hal itu, baik berupa
pahala maupun hukuman, di dunia dan akhirat. Disamping itu juga, karena Islam
telah memperhatikan secara optimal tentang akhlak sampai al Quran ketika
memuji Rasulullah saw tidak ada yang lebih tepat dan tinggi "Dan
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung".Akhlak
menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari
ajaran agama Islam itu selalu berorientasi pada pembentukan dan
pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlaq alkarimah. Akhlakiyah
(moralisme) menjadi karakter Islam karena akhlakiyah merasuk kedalam semua
eksistensi Islam dan dalam semua ajarannya, sampai kepada akidah, ibadah, dan
mu'amalah, serta masuk ke dalam politik dan ekonomi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud dengan rabbaniyyah (ketuhanan)?


2. Apa yang di maksud dengan sumuliyyah (kesempurnaan)?
3. Apa yang di maksud dengan al-wudhuh (kejelasan)?
4. Apa yang di maksud dengan al-adalah (keadilan)?
5. Apa yang di maksud dengan tasamuh (toleransi)?
6. Apa yang di maksud dengan waqi‟iyyah (realistis)?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui maksud dari rabbaniyah (ketuhanan).


2. Untuk mengetahui maksud dari assyu,uliyah (kesempurnaan).
3. Untuk mengetahui maksud dari al-wudhuh (kejelasan).
4. Untuk mengetahui maksud dari al-adalah (keadilan).
5. Untuk mengetahui maksud dari tasamuh (toleransi).
6. Untuk mengetahui maksud dari waqi‟iyyah (realistis).

D. MANFAAT

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut
tentang apa-apa saja yang termasuk dalam keistimewaan islam seperti
rabbaniyah,assyumuliyah,al-wudhuh,al-adalah,tasamuh,dan juga waqi‟iyah.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Rabbaniyah

Rabbaniyyah membawa maksud ketuhanan. Segala hukum, konsep,


prinsip, nilai dan peraturan adalah datang dari Allah swt. Islam itu sangat
sempurna dan kesempurnaan itu merupakan bukti ajaran ini adalah datang dari
tuhan dan tiada sebarang campur tangan makhluk dalam pembuatannnya.

Islam diturunkan kepada umat manusia sebagai pembimbing dalam


menujui kehidupan yang selamat dan bahagia dunia dan akhirat. Akal fikiran
manusia tidak mampu menciptakan sebuah sistem yang sempurna seperti ajaran
islam. Wahyu yang diturunkan melalui perantaraan Jibril a.s dicipta dengan
lengkap untuk diamalkan oleh umat manusia keranahanya Allah swt yang maha
mengetahui hakikat kejadian manusia. Maka dengan itu, hanya Allah swt yang
selayaknya mencipta ajaran Islam. Segala aturan dan sistem yang diamalkan
dalam ajaran islam adalah lengkap dan sesuai untuk diamalkan oleh semua umat
manusia.

Setiap satu aturan yang diperkenalkan dalam Islam adalah aturan yang
selayaknya dikatakan adil kerana ia dibuat tanpa didorong oleh kejahilan,hawa
nafsu dan tidak datang dari pemikiran yang terbatas. Semua makhluk yang
mendiami alam ini adalah milik mutlak Allah swt yang menguasai dan memiliki
alam ini. Menjadi satu kemestian untuk semua makhluk tunduk dan patuh kepada
pencipta yang juga pemerintah alam, Allah swt. Semua makhluk
bertanggungjawab melaksanakan tugas sebagai hamba Allah swt. Setiap aturan
dan undang-undang yang terkandung dalam ajaran Islam adalah dating dari Allah
swt dan tiadalah manusia berhak untuk mempertikaikannya.

Rabb adalah perkataan arab yang dinisbahkan kepada Allah. Perkataan


manusia rabbani, contohnya, membawa maksud, manusia yang berpengetahuan
tentang Allah, berpegang teguh dan beramal dengan ajaran Allah.

Firman Allah yang bermaksud : Akan tetapi (ia berkata), “hendaklah kamu
menjadi orang-orang rabbani, kerana kamu selalu mengajar al-kitab dan
disebabkan kamu tetap mempelajarinya”(ali-imran:79).
Dr. Yusuf Al-Qardawi dalam kitabnya al-khasoish al-ammah lil islam
menyatakan bahwa yang di maksudkan dengan rabbaniyah itu adalah meliputi
empat aspek :

1) Rabbaniyah al-ghoyyah (matlamat/tujuan)


Rabbaniyah al-ghoyah atau dari segi tujuan menggambarkan betapa setiap
matlamat atau tujuan suatuu usaha amal,cita-cita,sasaran,perjuangan,pengorbanan
dan hal tujuan kehidupan manusia haruslah dalam acuan dan kerangka menuju
dan mencapai keridhaan allah.
Firman allah : wahai manusia sesungguhnya kamu telah bekerja
bersungguh-sungguh menuju rabbmu,maka kamu pasti akan menemuinya.(Q.S
Al-insyiqoq : 06).
Firman allah : dan tiadalah aku menciptakan jin dan manusia supaya
mereka mengabdikan diri kepada-Ku.(Adz-dzaariyat : 56).
Firman allah : katakanlah : sesungguhnya sholatku,ibadahku,hidup dan
matiku hanyalah untuk allah , rabb sekalian alam,tiada sekutu bagi-Nya,dan
demikian itulah aku di perintahkan dan aku adalah orang yang menyerahkan diri
kepada allah.(Al-an‟am : 162-163).[4]

2) Rabbaniyah al-wijhah (persepsi)


Rabbaniyah al-wijhah (persepsi) membawa maksud : suatu persepsi,tan
ggapan dan worldview adalah di lihat melalui kerangka kacamata atau acuan yang
yang di pandukan oleh allah. Sebagai contohnya bagaimana allah menyebut
dalam al-quran bagaimana persepsi dan worldview rabbaniyah berkaitan dengan
kehidupan dunia dan akhirat.
Firman allah : katakanlah : mata benda yang menjadi kesenangan di dunia
ini adalah sedikit saja dan akhirnya akan lenyap,dan balasan hari akhirat itu lebih
baik lagi bagi orang yang bertaqwa dan kamu pula tidak akan di aniaya
sedikitpun.(Annisa‟ : 77).
Firman allah : dan tuntutlah dengan harta kekayaan yang di kurniakan
allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan akhirat dan janganlah kamu
melupakan bahagian kamu dari dunia. Dan berbuat baiklah sebagaimana allah
telah berbuat baik kepadamu,dan janganlah engkau melakukan kerusakan di
bumi. Sesungguhnya allah tidak suka kepada orang yang suka melakukan
kerusakan.(Al-qasas : 77).
Firman allah : kamu telah di lalaikan oleh perbuatan berlomba-lomba
untuk mendapatkan (harta benda,pengaruh). Sehinggalah kamu masuk ke lubang
kubur. Jangan sekali-kali (bersikap sedemikian), kamu kelak akan mengetahui
(akibat buruknya). Sekali lagi (diingatkan),jangan sekali-kali kamu akan
mengetahuinya kelak. Demi sesungguhnya kelak kamu akan mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin. Demi sesungguhnya kamu akan melihat neraka yang
marak menjulang. Kamu akan melihatnya dengan penglihatan yang yakin. Selain
dari itu sesungguhnya pada hari itu kamu akan di Tanya tentang segala nikmat
(yang telah kamu nikmati).(Attahaatur : 1-8).[5]

3) Rabbaniyah al-mashdar (sumber)


Rabbaniyah al-mashdar bermaksud : segala sumber dan akar umbi kepada
kehidupan di seluruh alam ini adalah berpuncak dari acuan allah dan
mengembalikan sumber yang menjadi rujukan serta sandaran peraturan kehidupan
manusia seluruhnya kepada ketetapan allah.
Firman allah : dan apa saja nikmat yang ada pada kamu,maka dari allahlah
datangnya…(An-nahl : 53).
Firman allah : dan kami turunkan kepada mu (muhammad) al-kitab (al-
quran), untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang yang berserah diri.(An-nahl : 89).
Firman allah : sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari
tuhanmu…(Q.S : Yunus : 94).[6]

4) Rabbaniyah al-manhaj (sistem)


Rabbaniyah al-manhaj bermaksud setiap system,peraturan,kaedah dan
undang-undang untuk menyempurnakan kehidupan insaniah manusia adalah
berteras dan berasaskan kepada acuan allah.
Firman allah : kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syari‟at
(peraturan) dari suatu (ad-din) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.(Al-jaatsiyah : 18).
Firman allah : barang siapa yang mencari selain dari islam sebagai add-in,
niscaya akan di tolak(oleh allah) dan di akhirat ia akan masuk kedalam golongan
yang rugi.[7]

2. Al-syumuliyyah
Al-syumuliyyah berasal dari kata kerja syammala-yasmulu-syamlan-
syumulan yang berarti berpindah arah menuju arah utara, dan jika di katakan
syamala al-amru al-qauma maka ia berarti urusan tersebut mencakup keseluruhan,
namun jika kita gunakan dengan kata kerja yang sama syammala fulanan maka
artinya menjadi ia di baluti selimut, oleh karenanya bias di artikan kata al-
syumuliyyah menjadi integral/universal.[8]
Syumuliyyah dalam dakwah memiliki makna ;pertama:universalitas dalam
dimensi waktu artinya bahwa dakwah dan islam tidak ada kadaluarsanya, islam
dan dakwah shalihah likuli zamanin/islam dan dakwah berlaku di setiap waktu
dan zaman. Sedangkan makna yang kedua : universalitas dalam dimensi
tempat,islam dan dakwah dapat di aplikasikan dalam setiap tempat, tidak hanya
berlaku di timur tengah namun ia berlaku juga di Negara kita yang tercinta
Indonesia. Syumuliyyah dakwah tampak ketika seseorang melihat kembali
bagaimana rasulullah melakukan manuver-manuver dakwahnya.
Syumuliyyah bermaksud islam. Ini berarti bahwa agama islam adalah
sebuah agama yang lengkap dan sempurna serta meliputi kehidupan dunia dan
akhirat. Islam meliputi seluruh kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Islam
telah mengatur kehidupan manusia dengan lengkap yang meliputi :
ibadah,akhlak,ekonomi,politik,kemasyarakatan,kesehatan,kebudayaan,bahasa,seni
,pengetahuan,hubungan antar bangsa,alam sekitar,falsafah,sains,undang-undang,
dan sebagainya. Sebagai perbandingan , katakana kita membeli sebuah kereta
baru, tentulah kita inginkan manual yang lengkap, meliputi semua aspek kereta
tersebut seperti keselamatan, cara menggunakan kompenan, prosedur
penggunaan, dan sebagainya. Kita akan patuh kepada semua prosedur, manual
dan nasehat daripada syarikat yang membuat kereta tersebut atau sekurang-
kurangnya mekanik yang sangat arif tentang kereta keluaran syarikat tersebut.[9]
Kenapa perlu patuh supaya kita dan kereta kita senantiasa selamat
sepanjang perjalanan dan yang paling penting sampai ke destinasi(tempat) yang di
tuju, bukannya tersesat jalan. Jadi begitulah hidup kita ini, allah sebagai pencipta
kita, maka sewajarnya kita patuh dan mengikuti prosedur yang telah allah
sediakan yaitu Al-quran. Ikutilah al-quran, niscaya hidup kita akan bahagia,
selamat di dunia dan akhirat serta tidak akan tersesat, insyaallah kita akan sampai
ke destinasi kita di surga, bukannya tersesat ke neraka.
Maksud dari syumuliyyah itu sendiri ajaran islam itu lengkap dan
sempurna meliputi kehidupan di dunia dan di akhirat. Kesyumulan islam dalam
kehidupan terbagi menjadi dua bagian yaitu :
 Ibadah khusus (hubungan manusia dengan tuhan) seperti sholat,puasa dan
zakat.
 Ibadah umum (hubungan manusia dengan manusia) seperti ekonomi,politik
dan pendidikan.
Prinsip-prinsip syumuliyyah yaitu semua makhluk tunduk kepada peraturan allah
dan semua manusia di lantik sebagai khalifah di dunia.[10]

3. Al-wudhuh

Salah satu karakteristik dari Islam adalah „al wudhuh‟ atau jelas. Jelas dengan
arti semua yang terkandung di dalam Islam tidak mengandung sedikitpun
keraguan dan kerancuan. Sumbernya valid karena berasal dari al Quran dan as
Sunnah shohihah. Sebagai contoh, dari segi aqidah, Islam dengan gamblang
menjabarkan konsep ketuhanan yang tunggal, esa, atau dikenal dengan istilah
tauhid. Laa ilaaha illallaah, tiada tuhan melainkan Allah.
Konsep ketuhanan dalam Islam sangat jauh dari kerancuan, tidak seperti yang
terdapat pada agama lainnya dengan jumlah tuhan sebanyak tiga bahkan lebih
namun dalam satu pribadi, tuhan yang beranak dan diperanakkan, tuhan yang
memiliki ibu, dan berbagai kerancuan lainnya.Dari segi ibadah, Islam juga
menjelaskan secara jelas jalan-jalan yang dapat menghantarkan seorang hamba
kepada Tuhannya, Robbuna Jalla wa „Alla. Bentuk-bentuk peribadatan dalam
Islam terbatas terhadap apa yang terdapat pada al Quran dan as Sunnah. Dan
segala bentuk peribadatan yang tidak ada contohnya dari Rasul dan para
sahabatnya, maka ibadahnya itu tertolak dan peribadatan itu tergolong dalam
perilaku bid‟ah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam
Muslim, Nabi bersabda, “Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang
tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak.”. Tidak seperti pada
agama yang lain, misalnya nasrani, bentuk peribadatan mereka dari waktu ke
waktu selalu berubah, bahkan sampai pada isi kitab sucinya. Islam juga dengan
jelas menerangkan tentang akhlakul karimah, pembagian warisan, cara
bermu‟amalah, kesehatan, dsb.
Bahkan Islam menerangkan hal-hal yang sangat kecil seperti tata cara masuk
kamar mandi.Begitulah mengapa Islam memiliki karakteristik „al wudhuh‟ atau
jelas karena tidak ada sedikitpun dalam ajaran Islam yang menimbulkan keraguan
atau kerancuan. Jikalau sebagian orang ada yang merasa ajaran Islam memiliki
kerancuan, hal itu tidak lain disebabkan karena dangkalnya pemahaman orang
tersebut.
4. Al-adalah

Dalam hal ini keadilan pengertian keadilan dapat di bagi menjadi 6 :


a) Keadilan Ilahi
Keadilan dalam maknanya yang terluas adalah meletakkan setiap hal pada
tempatnya yang tepat. Makna Ilahiah Keadilan adalah layak bagi Wajib al-
Wujud bahwa Ia adalah khayrun mahdhun (Kebaikan Murni) dan sungguh Ia
adalah Maha pemurah, Maha pengasih, Maha memelihara. Seluruh Kesempurnaan
Sifat-Sifat-Nya,dilihat dari satu sisi, berakar pada Keadilan. Hal ini adalah karena
adalah hal yang tepat dan selayaknya bagi Wajib al-Wujud yang Maha kaya dan
Maha independen lagi Maha bajik, untuk Pemurah, Pengasih dan Memelihara
segenap semesta. Betapa layak bagi Yang Maha kaya untuk mengasihi
semesta wujud al-imkaniyyah (keberadaan-keberadan yang mungkin), yang secara
hakiki miskin, cacat dan membutuhkan.
Tuhan terehadap ciptaan- Nya bermakna bahwa Tuhan pasti
mengkaruniakan kepada setiap makhluk apa yang patut baginya dan berguna
baginya. Keadilan-Nya tidak pernah terlepas dari Kemahabijakan-Nya, yakni, Ia
menciptakan sekalian makhluk dengan maksud dan tujuan yang pasti.
Kebijaksanaan Ilahi memastikan kemajuan makhluk-makhluk hidup ke arah tujuan
dan kesempurnaan eksistensialnya.
Prinsip hidayah universal adalah manifestasi Keadilan-Nya juga, yakni
adalah sepatutnya bagi Ia memberi petunjuk bagi seluruh ciptaanNya untuk
menuju kesempurnaan dan kebaikannya masing-masing. Pengutusan para nabi,
rasul dan penunjukan para imam untuk membimbing dan menunjuki dan
membimbing manusia dan semesta serta memastikan bahwa mereka
bertransformasi menuju kesempurnaan-Nya, adalah realitas dari prinsip hidayah
universal. Oleh karena itu prinsip nubuwwah, risalah dan imamah adalah juga
manifestasi dari KeadilanNya.
Realitas kehidupan kembali dan kebangkitan jiwa manusia setelah
kematiannya juga adalah manifestasi dari KeadilanNya. Oleh karena itu, tidak
salah bila Keadilan menjadi prinsip fundamental yang menghubungkan antara
Tuhan Yang Maha Pemurah dengan ciptaan-Nya.

b) Keadilan sebagai prinsip eksistensi semesta


Rasulullah SAW bersabda: “Melalui keadilan, langit dan bumi ada”.
Sebagai contoh bila keseimbangan gaya-gaya di dalam trilyun trilyun
trilyun…. atom lenyap selama satu saat. Maka seluruh atom akan runtuh , dan
semesta material langsung lenyap tanpa sisa. Keadilan, dalam arti , semua dalam
semesta ini ada pada posisinya yang paling patut dan paling tepat, dapat dilihat
mulai zarah atom terkecil hingga super galaxy. Mulai dari elektron hingga
organisme-organisme yang hidup. Mulai dari inti bumi, hingga puncak Himalaya,
ataupun atmosfer terluar bumi.
Sabda Rasulullah SAW mungkin dapat dimaknai bahwa, keadilan sebagai
prinsip semesta yang menopang keberadaan semua yang ada di langit dan bumi.

c) Keadilan Ilahi dalam kehidupan manusia


Makna keadilan dalam kehidupan manusia adalah, bahwa selayaknya
setiap manusia memperoleh apa yang patut baginya dan berguna baginya. Seorang
anak kecil patut memperoleh kasih sayang dari orang-tuanya. Orang tua patut
memperoleh cinta dan penghormatan dari anaknya. Seorang istri patut
memperoleh nafkah lahir batin dari suaminya. Seorang suami patut memperoleh
kasih-sayang dan pendampingan lahir batin dari istrinya. Seorang murid patut
memperoleh pendidikan dari gurunya. Seorang guru patut memperoleh rasa terima
kasih dan penghormatan dari muridnya. Makna lain keadilan adalah,
mempertimbangkan hak orang lain. Oleh karena itu, adalah tidak adil untuk
merampas hak orang lain. Juga tidak adil untuk membedakan hak seseorang
karena ras dan faktor lain.
Keadilan Ilahi bermakna bahwa Tuhan pasti mengkaruniakan kepada
setiap manusia apa yang patut baginya dan berguna baginya. Kemahabijakan
Tuhan, yakni, Tuhan telah menciptakan sekalian manusia dengan maksud dan
tujuan yang pasti. Kebijaksanaan Ilahi memestikan kemajuan manusia ke arah
tujuan dan penyelesaian yang dikehendaki.
Seorang manusia yang berbuat kebaikan patut memperoleh kebaikan.
Seorang manusia yang berbuat keburukan patut memperoleh keburukan. Adalah
suatu kemustahilan Tuhan memberikan keburukan sebagai hasil dari kebaikan
yang dilakukan manusia.
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. “(QS.az-zalzalah:7-8).

d) Keadilan adalah totalitas semua kebajikan


Dalam salah satu magnum opusnya, Nichomacean Ethics, Aristoteles
mengatakan bahwa keadilan bukanlah hanya satu kebaikan, atau bukanlah hanya
satu kebaikan yang utama. Keadilan, menurut Aristoteles, adalah summum bonum
of all goods. Dalam bahasa sederhanyanya, keadilan adalah totalitas dari semua
kebaikan.
Dari pengertian ini, karena Wajib al-Wujud adalah khayrun mahdhun dan
sumber emanasi pertama seluruh kebaikan yang terwujud dalam semesta, maka
sesungguhnya bisa disimpulkan beberapa hal.

i. Bahwa Wajib al-Wujud bersifat adil


ii. Bahwa satu-satunya yang benar-benar adil dalam maknanya yang
paling hakiki adalah Dia Sendiri
iii. Semua yang adil selainNya adalah memperoleh keadilan dari
pancaran KeadilanNya dan tidak pernah akan menyamainya dalam
keadilan.
iv. Oleh karena itu Wajib al-Wujud dinamai juga sebagai Zat Yang
Mahaadil. Sungguh Dia adalah Al-„Adl.

e) Keadilan adalah meletakkan segala sesuatu sesuai dengan posisi dan


kepatutannya
Sungguh Dia-lah yang telah memberi bentuk pada segala sesuatu,
menempatkan segala pada posisi setepat-tepatnya hingga mereka semua
melaluinya memperoleh limpahan KebaikanNya dalam mencapai kesempurnaan
eksistensinya. Maha Suci Dia Yang Maha Adil! Sungguh tepat apa yang dikatakan
oleh Amirul Mukminin dalam Nahjul Balaghah khotbah ke 437, bahwa keadilan
adalah“meletakkan segala sesuatu sesuai dengan posisinya”.[15]
Sungguh Tuhan Yang Maha adil telah meletakkan segala sesuatu pada
posisinya yang paling sempurna.

f) Keadilan bukanlah persamaan


Keadilan tidak selalu berarti persamaan. Seringkali keadilan berarti
perbedaan. Tidak adil bagi sebuah perusahaan untuk memberikan kompensasi
yang sama pada para karyawan yang bekerja dengan prestasi yang berbeda-beda.
Tidak adil bagi seorang guru untuk memberikan nilai yang sama pada semua
siswa. Tidak adil bagi seorang hakim memutuskan hukuman yang sama pada dua
orang yang bersalah yang besar dan dampak kesalahannya jauh berbeda. Tidak
adil untuk memperlakukan yang berbuat baik dan berbuat buruk sama.
Memeperlakukan yang berbuat baik sama dengan yang berbuat buruk adalah
ketidakadilan (kezaliman).

5. Tasamuh

Setidak-tidaknya ada dua macam tasamuh. Pertama, tasamuh antar sesama


manusia muslim yang berupa sikap dan perilaku tolong menolong saling
menghargai, saling menyayangi, saling menasehati, dan tidak curiga
mencurigai. Kedua, tasamuh terhadap manusia non muslim, seperti Toleransi,
yang bahasa Arabnya tasamuh adalah "sama-sama berlaku baik,
lemah lembut dan saling pemaaf." Dalam pengertian istilah umum,
tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat
rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang
digariskan oleh ajaran Islam." menghargai hak-hak mereka selaku manusia dan
anggota masyarakat dalam satu negara. Dengan kata lain, toleransi didasarkan
atas
prinsip-prinsip :

1. bertetangga baik
2. saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
3. membela mereka yang teraniaya
4. saling menasehati
5. menghormati kebebasan beragama.

Ajaran Islam tentang toleransi beragama atau hubungan antar ummat


beragama ini meliputi lima ketentuan, yakni :
Pertama, tidak ada paksaan dalam agama," Tidak ada paksaan dalam
agama
(karena) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang
salah." (Q.S. Al-Baqarah : 256).
Kedua, mengakui eksistensi agama lain serta menjamin adanya kebebasan
beragama, sebagaimana digariskan dalam Q.S. Al-Kafirun, Katakanlah : "Wahai
orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa
yang kalian sembah dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan
kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku."(Q.S. Al-Kafirun 1-6).[16]
Ketiga, tidak boleh mencela atau memaki sesembahan mereka (Q.S. Al-
An'am : 108).
Keempat, tetap berbuat baik dan berlaku adil selama mereka tidak
memusuhi.
Kelima, memberi perlindungan atau jaminan keselamatan. Pesan Nabi
SAW,
"Barangsiapa menyakiti orang dzimmi berarti ia menyakiti diriku!"
Dari ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam
bukanlah toleransi yang pasif -- yang sekedar "menenggang, lapang dada
dan hidup berdampingan secara damai" -- tapi lebih luas lagi; bersifat
aktif dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil. Agama
Islam juga mengakui adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan
perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah agama lain (Q.S. Al-Ma'idah
: 82; Q.S. Al-Hajj : 40).

 Praktek Toleransi Islam

Ajaran Islam tentang toleransi ini bukan hanya merupakan teori belaka,
tapi juga terbukti dalam praktek, sebagaimana tercatat dalam sejarah
Islam dan diakui oleh para ahli non-muslim. Sejak agama Islam
berkembang, Rasulullah SAW sendiri memberi contoh betapa toleransi
merupakan keharusan. Jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of
Human Rights, agama Islam telah mengajarkan jaminan kebebasan
beragama. Melalui "Piagam Madinah" tahun 622 Masehi, Rasulullah SAW
telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antar ummat agama di
antara warga negara yang berlainan agama, serta mengakui eksistensi
kaum non muslim dan menghormati peribadatan mereka.
Ketika ummat Islam berkuasa di Spanyol selama hampir 700 tahun, soal
toleransi ini pun menjadi acuan dalam memperlakukan penduduk asli,
baik yang beragama Nasrani maupun Yahudi. Toleransi Islam ini juga
nyata di India, waktu Islam memerintah India, terutama pada masa
Sultan Akbar, Kesultanan Humayun Kabir, di mana kaum Hindu juga
mendapat keleluasaan.

 Batas Toleransi
Sudah tentu sikap toleransi ini pun bukannya tanpa batas, sebab
toleransi yang tanpa batas bukanlah toleransi namanya, melainkan
"luntur iman."

Batas toleransi itu ialah, pertama : apabila toleransi kita tidak lagi
disambut baik atau ibarat "bertepuk sebelah tangan," di mana pihak
lain itu tetap memusuhi apalagi memerangi Islam. Kalau sudah sampai
"batas" ini, kita dilarang menjadikan mereka sebagai teman
kepercayaan.

Firman Allah SWT:


"Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan
kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir
kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir
kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang zhalim." (Q.S. Al-Mumtahanah : 9).
Akan tetapi hal ini tidak lantas berarti bahwa kita boleh langsung
membalas, melainkan lebih dulu menghadapinya dengan pendekatan untuk
"memanggil" atau menyadarkan. Bukankah Islam mengajarkan ummatnya agar
menolak kejahatan dengan cara yang baik?
"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan)
dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang antaramu dengannya
ada permusuhan itu seolah-olah menjadi teman yang setia."(Q.S.
Al-Fushshilat : 34).
Apalagi kalau yang "memusuhi" aqidah kita adalah orang tua kita
Tasamuh yang juga sering disebut toleransi dalam ajaran Islam adalah toleransi
sosial kemasyarakatan, bukan toleransi di bidang aqidah keimanan. Dalam bidang
aqidah keimanan, seorang muslim meyakini bahwa Islam satu-satunya agama
yang benar yang diridhoi Allah SWt. Firman allah : "Sesungguhnya agama (yang
diridhoi) di sisi Allah hanya Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi
AlKitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian
diantara mereka. barang siapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya) ( Ali Imron 19).
Sikap yang menganggap bahwa semua agama adalah benar tidak sesuai
dengan keimanan seorang muslim dan tidak relevan dengan pemikiran yang logis,
meskipun dalam pergaulan kemasyarakatan Islam sangat menekankan prinsip
tasamuh. Setiap muslim diperintahkan untuk bersikap tasamuh terhadap orang
lain yang berbeda agama atau berbeda pendirian.
Perbedaan pendapat antara individu yang satu dengan individu yang
lainnya dalam masyarakat sudah menjadi ketentuan Allah yang diberikan kepada
setiap individu manusia.
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah s.a.w, tasamuh telah ditampakan
pada masyarakat Madinah. Pada saat itu Nabi dan kaum muslimin hidup
berdampingan dengan masyarakat Madinah yang beragama lain.
Tasamuh atau tenggang rasa dapat memelihara kerukunan hidup dan
memelihara kerja sama yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Tasamuh
berfungsi sebagai penertib, pengaman dan pendamai dalam komunikasi dan
interaksi sosial.
Dalam mengamalkan tasamuh kita dianjurkan supaya melakukan hal-hal
diantaranya:
 Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia.

Firman allah : " Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu


sekalian dari seorang dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan berkabilah-kabilah supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqqa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui dan
Maha Mengenal".(Q.S : Al-Hujurat : 13).

 Mengembangkan sikap tenggang rasa

Sebagai makhluk sosial kita harus mengembangan sikap tenggang rasa


dengan sesama manusia. Tidak diperbolehkan saling berburuk sangka, saling
menjelekan dan lain sebagainya.

 Tidak semena-mena terhadap orang lain

Sebagai makhluk sosial yang hidup ditengah tengah masyarakat, kita juga
tidak dibenarkan berbuat semena-mena terhadap orang lain sekalipun kita dapat
melakukannya.
firman allah : " Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhdap suatu
kaum mendorong kamu untukberlaku tidak adil (semena-mena). Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan taqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. : Al
Maidah 8).

6. Waqiiyyah
Al-waqi‟yyah di defenisikan sebagai realiti dan kebenaran. Ia melibatkan
ajaran islam yang bersifat praktikal sesuai dijadikan amalan di dalam kehidupan
manusia. Kemusykilan dan permasalahan serta persoalan yang berlaku sepanjang
proses kehidupan manusia akan dapat di selesaikan mengikuti kaedah islam
bergantung kepada keadaan dan kesesuaian realiti sebenarnya. Maka islam itu di
lihat sebagai fleksibel dalam menyelesaikan semua kemuskilan yang timbul
bergantung kepada keadaan.
Ibnu Al-Qayyim berpendapat bahwa seorang faqih merupakan orang yang
bijaksana dalam menggabungkan antara hukum wajib dan keadaan semasa. Beliau
juga menegaskan asas mengenai realiti kehidupan adalah sangat penting di
sebabkan sekirannya mereka ini tidak memahami realiti kehidupan secara benar
dan tidak memahami pemerintah dan laranga agama, maka usahannya akan
menimbulka lebih banyak kerusakan dari pada kebaikan. Manakala Ahmad Ibnu
Hammbal ra juga menjelaskan bahwa di antara tuntutan yang mesti di penuhi oleh
seorang faqih atau pun mufti yaitu mereka perlu mempunyai ilmu pengetahuan
dan sifat pengasih serta mengenal realiti kehidupan manusia ( Yusuf Al-
Qardhawi, 1992: 103).
Prinsip yang wujud dalam Al-Waqi‟yyah adalah menjadikan ibadah
sebagai perkaedahan untuk pembangunan berteraska islam. Pertama, ajaran Islam
bersifat praktikal dan bukanlah utopia (dan bukanlah hayalan. Maka islam
mengabil kira kenyataan sebenar kehidupan manusia i dunia ini yang di penuhi
dengan unsur-unsur amar makruf nahi munkar.
Islam itu meluas dan fleksibel dalam melihat realiti dan kebenaran
kehidupan semasa. Islam juga di lihat sebagai kaedah pengaplikasian secara
praktikal dengan tuntutan syarak dan tidak membebankan umat islam dalam
kehidupan. Hal ini secara langsung dapat menyumbang kepada terlaksananya
pembangunan berteraskan islam.

Prinsip-prinsip waqiiyyah ialalah :


 Praktikal bukan utopia
 Manyelesaikan masalah
 Menekakan kesederhanaan
 Positif terhadap pemikiran
Konsep islam di desaign sesuai dengan realitas obyektif manusia, kondisi
ruang dan waktu yang melingkupinya, hambatan internal dan eksternalnya,
potensi riil yang di miliki manusia untuk menjalani hidup.
Islam memandang manusia dengan segala kekuatan dan kelemahannya;
dengan ruh, akal dan fisiknya; dengan harapan-harapan dan ketakutannya; dengan
mimpi dan keterbatasannya. Lalu berdasarkan itu semua Islam menyusun konsep
hidup ideal yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata manusia
dengan segenap potensi yang dimilikinya.Islam bukan idealisme yang tidak
mempunyai akar dalam kenyataan. “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya….”.(QS: 2: 286.)[23]

BAB III
KESIMPULAN

Karakteristik akhlak islam adalah perbuatan yang dilakukan dengan


mudah, disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran
islam.

Anda mungkin juga menyukai