Anda di halaman 1dari 5

LEMBAR TUGAS MAHASISWA

“DEFINISI, KONTROVERSI, DAN SEJARAH PSIKOLOGI”

MATA KULIAH DASAR PSIKOLOGI

DISUSUN OLEH:

HILMY BRAVIANTO KARTONO

1506730666

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA
PENDAHULUAN

Apakah kalian mengira bahwa setiap informasi yang dijelaskan oleh orang lain itu
adalah benar? Berbagai informasi dan berita yang kita dapatkan dan pelajari setiap harinya,
baik itu dari teman sejawat, atasan, ataupun guru atau para ahli sekalipun, pasti tidak
sepenuhnya tepat. Semua ilmu dan informasi yang kita terima harus kita kaji lagi dengan
seksama berdasarkan bukti-bukti yang ada, baik yang mendukung maupun yang tidak. Hal
itulah yang penting dalam memahami suatu informasi atau kabar yang baru, dalam berbagai
topik.

Sama halnya apabila kita ingin mempelajari Psikologi. Saat kita mempelajari ilmu
psikologi, kita tidak akan secara ajaib mendapatkan ilmu bagaimana caranya “membaca”
emosi dan pikiran orang lain, atau mengetahui cara “mempengaruhi” orang lain secara bawah
sadar. Maka dari itu ada baiknya kita mengkaji dan mendalami arti kata “Psikologi” itu
sendiri.

ISI

1. DEFINISI DAN PENGERTIAN PSIKOLOGI


Kata “Psikologi” berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yakni
“psyche” dan “logos”, dimana kata “psyche” memiliki makna “pikiran” atau “batin”, dan kata
“logos” yang berarti “kata”. Jadi, dapat diartikan bahwa psikologi memiliki makna secara
harfiah “Ilmu yang mempelajari pikiran atau batin seseorang.” Pengertian ini diterima oleh
kalangan pakar sampai sekitar tahun 1920-an, dimana beberapa ahli mulai menolak
pemahaman ini, disebabkan oleh dua alasan mendasar.

Alasan yang pertama, dalam suatu Ilmu, wajib adanya penelitian atau research, dan
salah satu syarat atau kriteria mendasar penelitian adalah, penelitian harus terkait dengan hal-
hal yang dapat kita observasi, dan apabila psikologi adalah ilmu mengenai pikiran atau batin
seseorang, maka pikiran dan batin seakan-akan dapat diobservasi, padahal nyatanya tidak.
Alasan selanjutnya adalah, apabila kita merujuk pikiran atau benak seseorang dalam konteks
keilmuan, maka kita secara tersirat menafsirkan bahwa “pikiran” atau “benak” seseorang itu
adalah suatu objek atau benda, dimana nyatanya aktivitas mental itu adalah suatu proses.
Maka dari itu, dimulai dari tahun 1920-an, para pakar dan ahli psikologi memberi
pengertian baru terhadap psikologi menjadi “Ilmu yang mengkaji secara sistematik mengenai
pengalaman dan perilaku.”

2. POIN-POIN PENTING MENGENAI PSIKOLOGI


Sama seperti ilmu-ilmu lainnya, terdapat beberapa poin-poin penting dalam ilmu
psikologi. Poin-poin penting ini menjadi fondasi dasar yang krusial dalam mempelajari ilmu
psikologi lebih dalam. Poin yang pertama adalah Poin Ketergantungan. Kita dalam
mempelajari ilmu psikologi harus menyadari bahwa tidak semua perilaku orang-orang itu
sama, setiap waktu. Terdapat banyak sekali perbedaan dalam perilaku manusia, sebab
terdapat banyak sekali faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut. Contohnya faktor-faktor
tersebut adalah usia, status kesehatan, genetika, jenis kelamin, pengalaman terdahulu, sampai
apakah individual tersebut sedang tertidur atau terjaga.

Poin yang kedua adalah Poin Perkembangan yang Tergantung pada Pengukuran yang
Baik. Poin ini menekankan bahwa, dalam suatu ilmu, tercapainya suatu kemajuan atau
perkembangan disebabkan oleh adanya perhitungan atau pengukuran data yang baik. Pada
ilmu psikologi, pengertian mengenai topik-topik seperti proses sensorik dan ingatan manusia
dapat lebih mudah dipahami oleh para pakar dan ahli psikologi sebab mereka secara objektif
lebih mudah diukur. Sementara, pemahaman dalam penelitian mengenai topik-topik seperti
emosi dan kepribadian lebih sulit untuk mendapatkan definisi yang jelas sebab sulitnya
mendapatkan pengukuran yang akurat.

Poin yang ketiga dan terakhir adalah, Poin Kepercayaan Kita Akan Suatu Kesimpulan
Harus Searah dengan Kekuatan dari Buktinya. Ilmu psikologi tentunya akan membahas
berbagai macam kasus-kasus yang sering ditemukan di kehidupan nyata seperti “Apakah kita
boleh memukul anak kita sebagai hukuman baginya?” atau “Apakah anak dibawah usia
remaja boleh memainkan video game yang isinya kekerasan?” Pastinya akan ada banyak
opini dalam membicarakan topik-topik ini. Akan tetapi, seringkali opini tersebut tidak selaras
dengan kuatnya bukti nyata yang tersedia. Sangatlah penting untuk kita membedakan opini
yang berdasarkan bukti yang kuat, dengan opini yang berdasarkan bukti yang lemah.
3. ISU-ISU DAN KONTROVERSI DALAM PSIKOLOGI
Psikologi muncul pada akhir tahun 1800-an sebagai suatu upaya untuk mengaplikasikan
metode ilmiah pada isu-isu yang berhubungan dengan filosofi pikiran manusia. Semenjak
awal berdirinya ilmu psikologi, terdapat tiga persoalan yang cukup besar dalam psikologi.

Isu yang pertama adalah persoalan antara dua konsep yang bertolak belakang, yakni
konsep Determinisme melawan konsep Kehendak Bebas (Free Will). Pendekatan ilmiah
dalam suatu ilmu pengetahuan memiliki konsep bahwa semua hal terjadi karena suatu sebab.
Hal ini disebut sebagai pemahaman sebab dan akibat (cause and effect). Maka dari itu, dalam
ilmu psikologi terdapat suatu paham yang disebut determinisme, dimana semua hal yang
terjadi ada sebab, atau determinan-nya, yang dapat diobservasi atau diukur seseorang (Kalat,
2015).

Apakah konsep itu dapat diaplikasikan ke perilaku manusia? Berdasarkan paham


determinisme, setiap hal yang kita lakukan itu ada sebabnya, baik secara tersurat atau tersirat.
Paham yang mengatakan bahwa suatu perilaku disebabkan oleh tindakan mandiri seorang
individual itu sendiri adalah paham Kehendak Bebas, atau yang biasa disebut paham Free
Will.

Beberapa ahli memiliki opini sendiri-sendiri mengenai isu ini. Beberapa pakar
mengatakan bahwa kehendak bebeas itu adalah suatu ilusi (Wegner, 2002). Ada juga
beberapa pakar yang mengatakan bahwa seorang individual memang dapat membuat suatu
keputusan, dimana sesuatu dari dalam diri sendiri yang menginisiasi keputusan tersebut
(Baumeister, 2008). Sampai hari ini, para pakar dan ahli masih terus mengkaji ulang manakah
paham yang paling tepat.

Isu yang kedua adalah persoalan antara pikiran dan otak, atau yang biasa disebut the
Mind-Brain Problem. Pertanyaan besar yang harus dijawab saat mendiskusikan isu ini adalah,
apabila kita hidup dalam dunia yang terdiri dari zat-zat, unsur-unsur, dan energy, maka apa
itu benak pikiran? Lalu apa itu kesadaran, dan mengapa kesadaran itu ada? Pertanyaan
filosofis mengenai bagaimana pengalaman berhubungan dengan otak, hal ini lah yang disebut
Mind-Brain Problem (Kalat, 2015).

Terdapat dua pendapat dalam isu antara benak pikiran dan otak, yang pertama yakni
dualisme, yang menyatakan bahwa benak pikiran itu terpisah dari tubuh manusia, tapi dapat
mengendalikan otak manusia dan mempengaruhi tubuh manusia. Akan tetapi, paham ini
bertentangan dengan hukum konservasi materi dan energi, yang merupakan dasar dari ilmu
fisika dasar, yang menjadi fondasi dasar kehidupan kita di dunia ini.

Maka dari itu, kebanyakan pakar psikologi lebih memilih paham monisme, yang
mengatakan bahwa benak pikiran itu adalah suatu bagian dari otak kita itu sendiri, melalui
pengalaman yang kita miliki.

Anda mungkin juga menyukai