Anda di halaman 1dari 10

INISIASI KE 4

HUBUNGAN NILAI-NILAI PANCASILA DAN PEMBUKAAN


UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945 DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan sumber dan dasar dari penyelenggaraan negara Indonesia
yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi setiap warga negara
indonesia. Dengan nilai-nilai tersebut rakyat indonesia melihat dan memecahkan
masalah kehidupan ini untuk mengarahkan dan mempedomi dalam kegiatan
berbangsa dan bernegara. Mereka melaksanakan kehidupan yang diyakini
kebenarannya, maka pancasila dijadikan sebagai ideologi dan dasar negara.
Pancasila mengandung nilai filsafat bangsa indonesia yang bersumber kepada
kehidupan masyarakat indonesia dan dituangkan dalam undang-undang dasar 1945
alenia keempat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pancasila sangatlah penting dan
bersifat fundamental bagi terselenggarannya suatu negara, sehingga norma-norma
tersebut harus dilaksanakan dan ditaati oleh setiap warga negara Indonesia.
Seperti yang diketahui bersama pancasila memiliki nilai-nilai yang sangat
mendasar bagi masyarakat indonesia. Nilai-nilai tersebut benar-benar mampu menjadi
sumber dari tingkah laku,sikap,kepribadian yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Bukan hanya itu pancasila juga mampu bertahan seiring dengan
perubahan zaman yang diwujudkan dengan aktualisasi-aktualisasi dari nilai-nilai
pancasila tersebut.

B. Hubungan Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945


Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi
bahwa Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur
kekuasaan secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang
menguasai dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan
tersebut terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 di mana keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam
pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang
Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam banyak peraturan perundang-undangan
lainnya, misalnya ketetapan MPR, Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah. Jadi
selain tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4, Pancasila terangkum dalam
empat pokok pikiran Pembukaan UUD 1945.
Jika mencermati Pembukaan UUD 1945, masing-masing alinea mengandung
pula cita-cita luhur dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir
materi Undang-Undang Dasar.
Alinea pertama menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan
adalah hak asasi segala bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Alinea kedua menggambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang
panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa
Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.
Alinea ketiga menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan ke-Maha
Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan dorongan spiritual kepada
segenap bangsa untuk memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya sehingga
rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Alinea keempat menggambarkan visi bangsa Indonesia mengenai bangunan
kenegaraan yang hendak dibentuk dan diselenggarakan dalam rangka melembagakan
keseluruhan cita-cita bangsa untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
dalam wadah Negara Indonesia.
Dalam alinea keempat inilah disebutkan tujuan negara dan dasar negara.
Keseluruhan Pembukaan UUD 1945 yang berisi latar belakang kemerdekaan,
pandangan hidup, tujuan negara, dan dasar negara dalam bentuk pokok-pokok pikiran
sebagaimana telah diuraikan tersebut-lah yang dalam bahasa Soekarno disebut
sebagai Philosofische grondslag atau dasar negara secara umum. Jelas bahwa
Pembukaan UUD 1945 sebagai ideologi bangsa tidak hanya berisi Pancasila. Dalam
ilmu politik, Pembukaan UUD 1945 tersebut dapat disebut sebagai ideologi bangsa
Indonesia.
Oleh karena itu justru dalam Pembukaan itulah secara formal yuridis Pancasila
ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia. Maka hubungan antara
Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut :
1.1. Hubungan Secara Formal
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD
1945, maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif.
Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas
sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas
yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religus dan asas-asas
kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b. Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan Pokok
Kaedah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia
mempunyai dua macam kedudukan yaitu:
1. Sebagai dasarnya,karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberi
faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia.
2. Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum
tertinggi.
c. Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi,
selain sebagai Mukaddimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri, yang
hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Karena Pembukaan

2
UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila adalah tidak tergantung pada Batang
Tubuh UUD 1945,bahkan sebagai sumbernya.
d. Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat,
kedudukan dan fungsi sebagai Pokok Kaedah Negara yang Fundamental, yang
menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik
Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
e. Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian
mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada
kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.

1.2. Hubungan Secara Material


Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang
bersifat formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material.
Berdasarkan urutan-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan
pada Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai sumber tertib hukum
Indonesia. Hal ini berarti secara meterial tertib hukum Indonesia dijabarkan dari
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum
Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan
UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya
secara material yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah Negara
Fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila ( Notonagoro, tanpa tahun : 40 )
C. Kedudukan Hakiki Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
2.1. Kedudukan Pembukaan (Prembule) UUD NRI Tahun 1945
Kedudukan Pembukaan (Prembule) UUD NRI Tahun 1945 dalam
ketatanegaraan di Indonesia posisinya merupakan diatas Undang-Undang Dasar.
Pembukaan merupakan tertib hukum tertinggi yang memuat hal-hal fundemental
negara yaitu tujuan negara, bentuk negara, dan asas kerohanian negara yang pada
hakikatnya merupakan dasar bagi penyusunan negara pada tingkatan tertinggi.
Pembukaan UUD 1945 memberikan faktor mutlak bagi adanya tertib hukum di
Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat Pancasila sebagai norma dasar
negara (staatfundementalnorm). UUD NRI Tahun 1945 bukanlah merupakan
suatu tertib hukum tertinggi karena di atasnya masih ada Pancasila sebagai norma
dasar negara yang terdapat pada pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea 4.
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memiliki dasar hukum yang sangat kuat.
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memuat sendi-sendi mutlak bagi Negara
Republik Indonesia. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tidak dapat diubah karena
mengubah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 berarti mengubah Indonesia hasil
Proklamasi 17 Agustus 1945.

2.2. Makna dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945


Makna dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni hasil perjuangan
pergerakan kemerdekaan merupakan perwujudan hasrat yang kuat dan bulat
dengan kemampuan sendiri untuk menjelma menjadi negara Indonesia. Ada tiga
hal pokok sebagai landasan politik negara, yaitu: sebagai dasar utama yang harus
ditempuh adalah “bersatu” dalam satu kesatuan bangsa, adapun yang ingin dicapai
dalam kesatuan bangsa adalah tata masyarakat yang “adil dan makmur”, hal ini
merupakan cita-cita yang ingin dicapai, syarat untuk mencapai harus “berdaulat”,

3
sebagai negara merdeka yang berdiri diatas kemampuan, kekuatan, dan kekuasaan
sendiri.
Dalam alinea ini lebih menitik beratkan mengenai pembentukan negara
dengan tugasnya berdasarkan Pancasila, maka ada 4 pokok pikiran yang
terkandung di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yaitu: Pertama, pokok
pikiran pertama adalah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua, pokok pikiran kedua adalah
negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketiga,
pokok pikiran ketiga adalah negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Keempat, pokok pikiran keempat
adalah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.

D. Prinsip Penyelenggaraan Negara


3.1. Penjabaran Dasar Negara Pancasila
Penjabaran Pancasila Dalam Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi
suasana kebatinan, hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pokok-pokok pikiran
tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena
bersumber dar pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok
pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang tubuh
melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang memuat Pancasila dalam
batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung
pengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan
batang tubuh UUD NRI tahun 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan
dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukkan UUD NRI tahun 1945 yang
bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja
merupakan suatu cita-cita hukum, tetapi telah, menjadi hukum positif.
Sesuai dengan penjelasan UUD NRI tahun 1945, pembukaan mengandung 4
pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Keempat pokok
pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan
diterima dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945, yaitu negara yang melindungi
bangsa Indonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiran pertama ini, mengatasi
paham golongan dan segala paham perorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran
ini maka persatuan merupakan dasar negara yang utama. Oleh karena itu,
penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan
negara di atas kepentingan golongan atau perorangan.
Pokok pikiran kedua merupakan causa finalis dalam Pembukaan UUD NRI tahun
1945 yang menegaskan suatu tujuan atau suatu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui
pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan
dalam UUD sehingga tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepada
pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pokok pikiran
keadilan sosial merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa
manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4
Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa
sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat
dan permusyawaratan perwakilan. Menurut Bakry (2010: 209), aliran sesuai dengan
sifat masyarakat Indonesia. kedaulatan rakyatdalam pokok pikiran ini merupakan
sistem negara yang menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran ini juga
mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran
kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi
hak asasi manusia yang luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok
pikiran keempat Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan asas moral bangsa dan
negara.

3.2. Penyelenggaraan Negara sebagai Aktualisasi Pancasila


Terdapat 3 nilai yang ada dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai tersebut
yaitu:
1. Nilai dasar, merupakan suatu nilai yang memiliki sifat amat abstrak
dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Dari segi
kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi
sesuatu, yang meliputi cita-cita, tujuan, tatanan dasar serta ciri
khasnya. Nilai dasar Pancasila telah ditetapkan oleh para pendiri
negara.
2. Nilai instrumental yaitu penjabaran dari nilai dasar, yang mana
merupakan arahan kinerjanya dalam kurun waktu tertentu dan dalam
kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus
disesuaikan dengan tuntutan zaman yang ada. Namun nilai
instrumental tersebut haruslah mengacu pada nilai dasar yang
dijabarkannya. Dalam kandungan nilainya, maka nilai instrumental
tersebut merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem,
rencana, program dan juga proyek-proyek yang akan menindaklanjuti
nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai
instrumental ini yaitu MPR, Presiden, dan DPR.
3. Nilai praksis, merupakan nilai yang terkandung didalam kenyataan
sehari-hari, berbagai cara bagaimana rakyat melaksanakan
(mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada
banyak perwujudan penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis
maupun secara tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif,
maupun cabang yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial politik,
organisasi kemasyarakatan, badan-badan ekonomi, pimpinan
kemasyarakatan, maupun warganegara secara perseorangan. Dalam
segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang
pertarungan antara idealisme dengan realitas.
Dalam penyelenggaraan pemerintah pun harus menaati nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila baik nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilam. Dalam penyelenggaraan perlu juga menyamakan kedudukan, hak,
kewajiban seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan ras, suku, agama, Bahasa dan
budaya karena Indonesia merupakan negara yang multicultural, dengaan adanya

5
keberagama para penyelenggara pemerintah harus bisa mempersatukan rakyat
Indonesia, apabila masyarakat Indonesia tidak bersatu, maka akan mudah terkena
ancaman baik dari militer maupun non militer.

3.3. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional


Ideologi memainkan peranan yang penting dalam proses dan memelihara
integrasi nasional, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita, dan ‘logos’ berarti ilmu. Kata idea sendiri berasal dari
bahasa Yunani ‘eidos’ yang artinya bentuk. Selanjutnya ada kata ‘idein’ yang
artinya melihat. Dengan demikian secara harfiah ideologi berarti ilmu pengertian-
pengertian dasar, cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-
cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
Ideologi secara umum artinya suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan, serta
kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang
dalam berbagai bidang, seperti bidang politik(hukum, pertahanan dan keamanan)
bidang sosial, bidang kebudayaan dan bidang keamanan.
Ideologi merupakan suatu sistem pemikiran, maka ideologi terbuka adalah
suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi tertutup adalah sistem
pemikiran tertutup. Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-cita dapat
digali dari kekayaan adat istiadat budaya dan religius masyarakat dan menerima
reformasi. Ciri ideologi tertutup adalah nilai-nilai dan cita-cita dihasilkan dari
pemikiran individu atau kelompok yang berkuasa dan masyarakat berkorban demi
ideologinya dan menolak reformasi.
Pancasila sebagai ideologi nasional artinya Pancasila merupakan kumpulan
atau seperangkat nilai yang diyakini kebenaranya oleh pemerintah dan rakyat
Indonesia dan digunakan oleh bangsa Indonesia untuk menata/mengatur
masyarakat Indonesia atau berwujud Ideologi yang dianut oleh negara
(pemerintah dan rakyat) Indonesia secara keseluruhan, bukan milik perseorangan
atau golongan tertentu atau masyarakat tertentu saja, namun milik bangsa
Indonesia secara keseluruhan.
Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diklasifikasikan melalui :
(1) Dilihat dari kandungan muatan suatu ideologi, setiap ideologi mengandung di
dalamnya sistem nilai yang diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.
Nilai-nilai itu merupakan cita-cita yang memberi arah terhadap perjuangan
bangsa dan negara.
(2) Sistem nilai kepercayaan itu tumbuh dan dibentuk oleh interaksinya dengan
berbagai pandangan dan aliran yang berlingkup mondial dan menjadi
kesepakatan bersama dari suatu bangsa.
(3) Sistem nilai itu teruji melalui perkembangan sejarah secara terus-menerus dan
menumbuhkan konsensus dasar yang tercermin dalam kesepakatan para
pendiri negara (the fouding father).
(4) Sistem nilai itu memiliki elemen psikologis yang tumbuh dan dibentuk melalui
pengalaman bersama dalam suatu perjalanan sejarah bersama, sehingga
memberi kekuatan motivasional untuk tunduk pada cita-cita bersama.
(5) Sistem nilai itu telah memperoleh kekuatan konstitusional sebagai dasar
negara dan sekaligus menjadi cita-cita luhur bangsa dan negara. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pancasila ideologi nasional dipahami dalam

6
perspektif kebudayaan bangsa dan bukan dalam perspektif kekuasaan,
sehingga bukan sebagai alat kekuasaan.

Selaku Ideologi Nasional, Pancasila Memiliki Beberapa Dimensi :


(1) Dimensi Idealitas artinya ideologi Pancasila mengandung harapan-harapan
dan cita-cita di berbagai bidang kehidupan yang ingin dicapai masyarakat.
(2) Dimensi Realitas artinya nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya
bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat penganutnya, yang
menjadi milik mereka bersama dan yang tak asing bagi mereka.
(3) Dimensi normalitas artinya Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat
mengikat masyarakatnya yang berupa norma-norma atauran-aturan yang harus
dipatuhi atau ditaati yang sifatnya positif.
(4) Dimensi Fleksilibelitas artinya ideologi Pancasila itu mengikuti
perkembangan zaman, dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman, dapat
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, bersifat terbuka dan demokratis.

3.4. Pancasila sebagai sumber tertib hukum


Sebelum membicarakan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum,
adalah penting untuk mengintrodusir terlebih dahulu konsep tentang
staatsfundamentalnorm yang merupakan landasan penting bagi lahirnya konsep
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Staatsfundamentalnorm
(norma fundamental negara) merupakan istilah yang digunakan Hans Nawiasky
dengan teorinya tentang Jenjang Norma Hukum (Die theorie von stufenordnung
der rechtsnormen) sebagai pengembangan dari teori Hans Kelsen tentang Jenjang
Norma (stufentheorie) (Hamidi;2006;59).
Perihal norma hukum, Hans Nawiasky menggunakan hirarkisitas hukum dapat
terbagi menjadi 4 (empat) tingkatan, yaitu:
(1) Staatsfundamentalnorm yang berupa norma dasar bernegara atau sumber dari
segala sumber hukum;
(2) Staatsgrundgezetze yang berupa hukum dasar yang apabila dituangkan dalam
dokumen negara menjadi konstitusi atau vervassung;
(3) Formelegezetze atau undang-undang formal yang pada peraturan tersebut
dapat ditetapkan suatu ketentuan yang bersifat imperative, dalam pengertian
pelaksanaan maupun sanksi hukum;
(4) Verordnung en dan autonome satzungen yakni aturan-aturan pelaksanaan dan
peraturan yang otonom, baik yang lahir dari delegasi maupun atribusi
(Dardji;1999;21).
Secara hierarkhisitas tersebut, ahli ilmu perundang-undangan di Indonesia
banyak melihat Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm yang dianut Hans
Nawiasky. Pancasilalah yang ditetapkan sebagai dasar sumber dari segala sumber
hukum (staatsfundamenalnorm) (Hamid;1990). Sementara itu, Jimly Asshiddiqie
menyatakan, bahwa dalam hal ini Hans Nawiasky menyebut grundnorm itu
dengan istilah staatsfundamentalnorm yang dibedakannya dari konstitusi. Tidak
semua nilai-nilai yang terdapat dalam konstitusi merupakan
staatsfundamentalnorm. Nilai-nilai yang termasuk staatsfundamentalnorm
menurutnya hanya spirit nilai-nilai yang terkandung di dalam konstitusi itu,
sedangkan norma-norma yang tertulis di dalam pasal-pasal undang-undang dasar
termasuk kategori abstract norms. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan sistem
konstitusi Republik Indonesia, dapat dibedakan antara Pembukaan UUD 1945,
dengan pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jimly:2006).

7
Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama
dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Dengan
terbentuknya UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004 yang
menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
negara”, dengan tegas menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum sebagai berikut: ”Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang
menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis bangsa dan negara, sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila”.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan
kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar
ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Selain kesatuan sila-sila Pancasila hirarki dalam hal kuantitas juga dalam hal isi
sifatnya yaitu menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Secara filosofis
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar
epistemologis serta dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat
yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme,
idealisme dan lain paham filsafat di dunia (Natabaya;2006).
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak tepat dikatakan sebagai
peraturan perundang-undangan disebabkan oleh alasan bahwa UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas dua kelompok norma hukum yaitu:
(a) Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
merupakan staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara yang
merupakan norma hukum yang tertinggi bersifat ”pre-sup-posed” dan
merupakan landasan dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut. Sifat norma
hukumnya masih secara garis besar dan merupakan norma hukum tunggal,
dalam arti belum dilekati oleh norma hukum yang berisi sanksi;
(b) Pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
staatsgrundgesetz atau aturan dasar negara/aturan pokok negara yang
merupakan garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan negara
untuk menggariskan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan
yang mengikat umum;
(c) Selain itu dalam UU No.10 Tahun 2004 Pasal 2 ditetapkan bahwa
Pancasila merupakan sumber hukum negara.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia yang berwujud
di dalam tertib hukumnya. Yang dimaksud dengan tertib hukum ialah keseluruhan
daripada peraturan-peraturan hukum, yang memenuhi syarat-syarat:
 Kesatuan subyek yang mengadakan peraturan-peraturan hukum tersebut,
yang untuk Indonesia adalah Pemerintahan Republik Indonesia.
 Kesatuan asas kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan-peraturan
hukum itu, yang untuk Indonesia adalah Pancasila.
 Kesatuan waktu yang menetapkan saat berlaku peraturan-peraturan
tersebut, yang untuk Indonesia adalah sejak tanggal 18 Agustus 1945.
 Kesatuan daerah, sebagai batas wilayah berlaku bagi peraturan-peraturan
tersebut, yang untuk Indonesia ialah seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai sumber hukum disini maksutnya ialah Pancasila sebagai asal, tempat
setiap pembentuk hukum di Indonesia.

8
E. SIMPULAN
Hubungan antara pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dipelajari dalam
hubungan secara formal dan material.
Terdapat 3 nilai yang ada dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai tersebut
yaitu: nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis.
Pancasila sebagai ideologi nasional yang artinya Pancasila merupakan kumpulan
atau seperangkat nilai yang diyakini kebenaranya oleh pemerintah dan rakyat
Indonesia dan digunakan oleh bangsa Indonesia untuk menata/mengatur
masyarakat Indonesia.
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 merupakan tertib hukum tertinggi yang
memuat hal-hal fundemental negara yaitu tujuan negara, bentuk negara, dan asas
kerohanian negara yang pada hakikatnya merupakan dasar bagi penyusunan
negara pada tingkatan tertinggi.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia yang berwujud di
dalam tertib hukumnya. Yang dimaksud dengan tertib hukum ialah keseluruhan
daripada peraturan-peraturan hukum, yang memenuhi syarat yakni Pancasila
sebagai asal, tempat setiap pembentuk hukum di Indonesia.
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang
meliputi suasana kebatinan, cita-cita dan hukum dan cita-cita moral bangsa
Indonesia. Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumber dar pandangan hidup dan dasar
negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila
itulah yang dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI
tahun 1945.

DAFTAR PUSTAKA

Assihiddiqie, Jimly.2006. Pengantar Ilmu Tata Negara, Sekretariat Jenderal dan


Kesekretariatan Mahkamah Konstitusi RI.Jakarta.
Assihiddiqie, Jimly.2006. Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi Serpihan
Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI.Jakarta.
Attamimi, A. Hamid S.1990. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Menyelenggarakan Pemerinahan Negara (Studi Analisis Mengenai Keputusan
Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-VII).
Jakarta:Universitas Indonesia.
Ambiro Puji Asmaroini, M. 2017. Menjaga Eksistensi Pancasila dan Penerapannya
Bagi Masyarakat di Era Globalisasi. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1,
No. 2, Januari 2017 , 54.
Darmodihardjo, Dardji.1999. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia.Jakarta:Gramedia
Franz Magnis-Suseno. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Jakarta: Kanisius
Hamidi, Jazim.2006. Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum
Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan RI.Jakarta:
Konstitusi Press dan Citra Media.

9
Indrayana, Deny.2007. Penerapan Konsepsi Pancasila Sebagai Sumber dari Segala
Sumber Hukum dalam Penyusunan Perundang-undangan (Studi Kasus UU No.11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nangroe Aceh Darussalam).FH UGM.
Kaelan.2003. Pendidikan Pancasila ”Proses Reformasi, UUD Amandemen 2002, Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat, Pancasila Sebagai Etika Politik, Paradigma
Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara”.Yogyakarta:Paradigma.
Kaelan. 2005. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Muh. Hatta, dkk.1977.Uraian Pancasila. Jakarta: Penerbit Mutiara
Natabaya, H.A.S..2006. Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.Jakarta.
Noor Ms Bakry.2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Notonagoro.1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer, Jakarta: Pantjuran Tujuh.
Sawir, M.1945. Berbangsa dan Bernegara Oleh Sidharta, B. Arief. Kajian Kefilsafatan
tentang Negara Hukum, dalam Jentera (Jurnal Hukum), Rule of Law, Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Jakarta. edisi 3 TahunII, November 2004.
Sutrisno. 2016. Peran Ideologi Pancasila dalam Perkembangan Konstitusi dan Sistem
Hukum di Indonesia. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 1, Juli 2016
, 42.
Ubaidiah, A, dkk. 2000. Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education), Demokrasi, HAM,
& Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press

Wardani, Sri Handayani Retna.2017.Grand Design Politik Ketatanegaraan Indonesia


Sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Jurnal Kajian Hukum Vol.2,No.1

10

Anda mungkin juga menyukai