Anda di halaman 1dari 7

CATATAN PERKULIAHAN

SOSIOLOGI ANTROPOLOGI GIZI


(DINAMIKA GIZI DI INDONESIA)

NAMA : ALIYYA NUR AZIZS


NPM : P21331119006

DOSEN PENGAMPU:
ADILITA PRAMANTI
ANGGA PRASETYO ADI

SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN JAKARTA II
JAKARTA 2020
MATERI : DINAMIKA GIZI DI INDONESIA

SEJARAH GIZI

 Permasalahan gizi dimulai di Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan nama “usaha
perbaikan gizi keluarga“. Pemerintah bekerjasama dengan BKKBN dan meluas
hingga di Jawa dan Bali. Sasaran utama pada ibu dan anak balita, pada tahun 1976-
1977 banyak balita yang mengalami gizi buruk, maka diberlakukan penyuluhan dan
revolusi hijau yang terjadi di Subang dan Indramayu.
 Langkah-langkah perbaikan gizi:
1. Latihan informasi seperti penyuluhan, penyadaran gizi secara luas, meningkatkan
kesadaran gizi.
2. Adanya kursus pelatihan kader gizi sebanyak 103 orang
3. Kursus kader di kecamatan dan kelurahan.
4. survey mawas diri untuk mengetahui masalah gizi, dimulai dengan penyuluhan
taman gizi yang diisi oleh kader yg sudah dibina oleh pemerintah.
 Permasalahan gizi merupakan salah satu kompleksitas di masyarakat, karena untuk
menghasilkan generasi penerus yang bagus, maka harus memenuhi gizi pada balita
sehingga menunjang kehidupan setelahnya.
 Permasalahan gizi dalam pembangunan kependudukan merupakan hal utama di dunia,
pada tahun 2015 UNICEF mengeluarkan peraturan dalam MDGs, negara harus
mengurangi pravelensi gizi buruk sebanyak 15%.
 Secara bertahap, pemerintah indonesia sudah mengurangi gizi buruk pada balita
sebanyak 31% pada tahun 1989 menjadi 18% pada tahun 2007.
 Pemerataan gizi sangat perlu diperhatikan untuk mendukung golden age atau
1000HPK. Karena Pertumbuhan otak manusia terjadi pada umur 0-5 thn, ketika lewat
dari itu tidak akan berkembang lagi.
 Masalah gizi pada balita menjadi penting untuk bekal peningkatan gizi pada
masyarakat atau pada warga Indonesia pada umumnya. Sebenarnya di Indonesia,
masalah gizi bukan merata atau tidak, tetapi ada jenjang antara si kaya dan si miskin.
Contoh: di Papua kurang gizi sangat tinggi daripada di Jawa. Ketika kita ingin
membangun golden age, maka masalah gizi inilah yang harus diperhatikan.

Faktor- faktor yang mempengaruhi Dinamika Gizi di Indonesia :

1) Demografi
 Makin tinggi jumlah penduduk, semakin sedikit peluang pekerjaan.
 Jumlah penduduk sangat berpengaruh dalam masalah gizi. Ketika jumlah
penduduk semakin tinggi, mata pencaharian semakin susah dicari sehingga
mempengaruhi gizi keluarga tersebut. Ketika jumlah penduduk semakin banyak,
pasti semua butuh tempat tinggal yang berpengaruh pada lahan hijau atau
pertanian untuk pemenuhan gizi.
2) Urbanisasi
 Seperti orang yang bekerja disektor informal mempunyai masalah gizi yang
kurang, atau di masyarakat desa, bukan karena cukup dalam pemenuhan gizi, tapi
ada masalah budaya tentang makan berbeda dengan masyarakat kota.
 Sebagian besar masyarakat kota lebih kepada tataran pemenuhan. Jika di pedesaan
lebih berfokus kepada konstruksi atau kebudayaan dalam pemenuhan gizi.
 Contoh : pemikiran orang desa yang makan hanya untuk kenyang tanpa
memikirkan nilai gizi. Hal itu terjadi karena banyak masyarakat desa yang kurang
mendapatkan penyuluhan gizi seimbang yang diterapkan pada balita dan anggota
keluarga.

3) Pengetahuan
 Adanya edukasi yang berguna pada jangka pendek dan juga jangka panjang. Kita
memberitahu bagaimana cara memenuhi gizi tanpa harus memerlukan membeli
makanan mahal, tetapi bisa mengkonsumsi yang biasanya mereka makan.
 Contoh : Sayur yang kita panen itu bisa dikonsumsi bukan dijual dan akhirnya kita
makan asal kenyang saja. Perlu diperhatikan juga gizi dari makanan yang kita
konsumsi.

4) Ekonomi
 Lebih kepada tataran pendapatan ekonomi rumah tangga.
 Contoh: kesehatan Indonesia di  6 provinsi sulit keluar dari permasalahan
kemiskinan dan masalah itu prevalensinya ada di kurang gizi.
 Permasalahan gizi di Indonesia paling banyak di Indonesia bagian timur dengan
indicator ekonomi di Jakarta. Maksudnya, masyarakat di luar Jawa berfokus
kepada pekerjaan informal (seperti nelayan, petani, buruh) yang mempengaruhi
pemenuhan gizi masyarakat itu sendiri.
 Pemerintah seharusnya melakukan pemenuhan gizi sesuai dengan latar belakang
masyarakat itu sendiri.
 Contoh : Nelayan yang seharusnya tidak lupa mengkonsumsi sumber protein
hewani dari hasil tangkapan mereka untuk memenuhi pemenuhan gizi.
 Pada tahun 2016 banyak masalah ekonomi dijumpai di papua, prevalensi
kekurangan gizi bisa naik sampai 17-18% per tahun. 
 Masalah ekonomi menjadi urgent untuk pemenuhan gizi masyarakat. Jika
pendapatan tinggi, maka pemenuhan gizi jg tinggi. Ada alternative pemenuhan gizi
dengan memanfaatkan produk yang ada.
5) Budaya atau Kebiasaan Makan
 Untuk pemenuhan gizi pada budaya makan masyarakat perlu diubah konstruksi
berpikirnya. Pola makanan Indonesia tidak pada gizi seimbang tetapi pada “makan
- kenyang”. Pemenuhan berbasis local.
 Di dalam masyarakat Jawa, ada yang dinamakan Share poverty, ketika ada panen
hasil panen dibagikan kepada tetangga yang mengambil andil terhadap proses
penanaman

6) Pemerataan gizi di kota dan desa


 Tidak seimbangnya pemerataan gizi antara di pusat dan daerah. Dimana di Jakarta
dan Jawa sudah lumayan terpenuhi walaupun masi ada beberapa yang belum,
namun di Timur belum.
 Contohya: adanya BLT.

REKAYASA SOSIAL PENANGANAN GIZI DI INDONESIA:


1) Masyarakat dapat memenuhi pemenuhan gizi dari pekarangan rumah
Contohnya: dengan adanya penanaman sayuran di halaman rumah, atau
memanfaatkan hasil pertanian/perikanan yang didapat.
2) Pemenuhan gizi seimbang di keluarga
Karena keluarga merupakan struktur social terkecil di masyarakat.
3) Perbaikan gizi merupakan tanggung jawab bersama
- Tentunya pemerintah tidak bisa mencakup semua wilayah Indonesia dalam
masalah pemenuhan gizi.
- Contohnya, adanya penyuluhan pada rumah tangga bahwa bisa memenuhi
kebutuhan gizi di pekarangan rumah.
4) Perbaikan gizi seimbang di masyarakat
- Banyak permasalahan gizi buruk tetapi mereka merasa baik – baik saja atau
menganggap biasa saja. Tetapi jika diperiksa lebih dalam terdapat pemenuhan gizi
yang kurang. Anggapan mereka tentang gizi buruk adalah yang tanda fisik seperti
perut buncit, padahal asupan makanan yang mereka makan sangat tidak sehat,
seperti makanan instan. Akhirnya banyak masalah sampah di pedesaan akibat
makanan instan tsb. Pola konsumsi masyarakat yang dipengaruhi westernisasi.
- Permasalahan pemenuhan gizi bisa terpenuhi dengan hanya memanfaatkan
sumber pangan lokal untuk memenuhi gizi masyarakat. Tetapi jarang dijumpai.
Karena mereka lebih memilih untuk menjual hasil olahan mereka daripada untuk
memenuhi pemenuhan gizi mereka.
- Kebanyakan masyarakat hanya makan karena untuk kepuasaan diri atau kenyang
tetapi tidak memperhatikan gizi dari makanan yang mereka konsumsi.
- Contoh; petani tomat cherry, tapi mereka makan nasi dan sambel. Padahal tomat
banyak kandungan gizi, mengandung vit.A dan vit.C. Sehingga edukasi mengenai
pangan sumberdaya local menjadi penting untuk pemenuhan gizi masyarakat.
KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN KETAHANAN PANGAN

 Kesejahteraan sosial sendiri merupakan situasi dan kondisi terpenuhinya kebutuhan


material, spiritual dan sosial pada warga negara, agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melakukan fungsi sosial.
 Untuk terpenuhinya fungsi social, harus memenuhi variable lainnya yaitu :
1) Material : kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan)
2) Spiritual : kebebasan dalam memeluk agama dan kepercayaan
3) Sosial : kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
 Ketiganya harus selalu dipenuhi untuk mencapai kesejahteraan, bila ada salah satu
tidak terpenuhi maka kesejahteraan tidak terpenuhi. Banyak ditemui pada masyarakat
Eropa, seperti orang Jerman yang atheis, atau terutama di negara yang berbasis
scientific atau teknologi.

KETAHANAN PANGAN

 Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan tsb juga diwujudkan dengan ketahanan


pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan pokok seperti beras/gandum, dll yang
diintegrasikan dengan program-program besar untuk pencapaian MDGs.
 Ketika gizi masyarakat cukup melalui ketahanan pangan, otomatis kesejahteraan
social itu akan muncul khususnya pengentasan kemiskinan, kelaparan, jg termasuk
lapisan masyarakat terbawah.
 Potensi sumberdaya pangan dan sdm yang kita miliki ternyata belum mampu untuk
ditransformasikan menjadi kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat
Indonesia, hal ini terjadi karena :
1) Sumber daya pangan yang sebagiannya kita tidak nikmati, pemerintah yang
mengandalkan impor dibandingkan menikmati hasil produksi lokal.
2) SDM, konstruksi pemikiran pemuda yang tidak mau lagi menjadi petani dan memilih
menjadi buruh atau bekerja di kota yang dirasa mempunyai penghasilan yang besar
daripada di sector pertanian.
3) Sebagian rumah tangga petani di Indonesia masih masyarakat miskin bahkan
kelaparan. Karena hasil pertanian/tangkapan mereka tidak dinikmati sendiri namun
dijual untuk pemenuhan dasar mereka.
4) Strategi pemenuhan gizi di Indonesia. Permasalahan demografi menyebabkan petani
kekurangan lahan untuk bercocok tanam karena lahannya digunakan untuk menjadi
jalanan atau fasilitas umum
HUBUNGAN KESEJAHTERAAN DENGAN POLA PANGAN DAN GIZI
1) Ketercukupan pangan (food sufficiency)
 Adanya persediaan pangan yang cukup sehingga tidak akan mengalami
kekurangan pangan. Tidak ada ketakutan akan kekurangan bahan pangan yang
dimiliki.
 Contoh : Pada masyarakat Cipta Gelar banyak yang melakukan mereka
melengkapi pangan dengan menanam pangan sendiri sehingga mereka tidak
merasa kekurangan.
 Ketakutan masyarakat Indonesia akan kekurangan pangan pada saat adanya
COVID-19, sehingga menyebabkan panic buying. Sehingga perasaan psikologis
orang melakukan pembelian itu, ketercukupan pangan mereka terancam.
 Orang yang tidak kebagian makanan, otomatis mencuri kepada orang yang cukup
pangan, sehingga negara menjadi chaos, banyak orang melakukan penjarahan.

2) Ketahanan pangan (food security)


Ada 3 aspek :
a. Stabilitas
-berupa harga
-Bahwa ketika pangan itu dihasilkan stabilitas harga, jika pemenuhan pangan tsb
tidak terpenuhi, maka ketahanan pangan itu menjadi kekurangan. Ada situasi yang
stabil dalam proses pemenuhan pangan.
b. Ketersediaan.
-Ketika pangan itu ada, maka dikatakan ketahanan pangan.
c. Akses distribusi
-Ketika akses tsb tidak ada, maka tidak lagi dikatakan ketahanan pangan karena
tidak lagi aman.

 Contoh:
Sebelum adanya kasus covid-19, ketahanan pangan di Indonesia masih baik,
tetapi semenjak terjadinya pendemic covid-19 yang terjadi di hampir seluruh Negara,
ketahanan pangan di Indonesia menurun drastis. Akibat lockdown yang dilakukan di
beberapa Negara berdampak pada supply barang yang ada di pasaran. Banyaknya
permintaan namun barang yang ditawarkan sedikit dan langka. Kebijakan lockdown
membuat Indonesia tidak bisa menerima barang import yang menjadi bahan produksi
pangan dan bahan bibit pertanian sehingga barang menjadi langka dan mahal.
Karantina wilayah yang sudah mulai diterapkan juga sangat berdampak pada
aksesbilitas pangan yang seharusnya di distribusikan ke daerah lain.

3) Sustainability pangan (food sustainability)

4) Kedaulatan pangan (food sovereignity)


 Contoh:
Sebelum adanya kasus covid-19, ketahanan pangan di Indonesia masih baik,
tetapi semenjak terjadinya pandemic covid-19 yang terjadi di hampir seluruh negara,
ketahanan pangan di Indonesia terancam hingga menurun drastis.
(ketersediaan) Akibat lockdown yang dilakukan di beberapa negara, berdampak pada
supply barang yang ada di pasaran. Banyaknya permintaan namun barang yang
ditawarkan sedikit dan langka. Ditambah lagi efek buying yang mempengaruhi
ketersediaan pangan saat ini. (stabilitas) Kebijakan lockdown membuat Indonesia
tidak bisa menerima barang import yang menjadi bahan produksi pangan dan bahan
bibit pertanian sehingga barang menjadi langka dan mahal. (akses) Karantina wilayah
yang sudah mulai diterapkan juga sangat berdampak pada aksesbilitas pangan yang
seharusnya di distribusikan ke daerah lain. Di pasaran, para pedagang bingung untuk
menjual barang dagangannya karena banyak masyarakat yang #dirumahaja sehingga
distribusi berkurang

STABILITAS: Kebijakan lockdown membuat Indonesia tidak bisa menerima barang


import yang menjadi bahan produksi pangan dan bahan bibit pertanian sehingga
barang menjadi langka dan mahal.

KETERSEDIAAN: Akibat lockdown yang dilakukan di beberapa negara, berdampak


pada supply barang yang ada di pasaran. Banyaknya permintaan namun barang yang
ditawarkan sedikit dan langka. Ditambah lagi efek buying yang mempengaruhi
ketersediaan pangan saat ini.

AKSES: Karantina wilayah yang sudah mulai diterapkan juga sangat berdampak pada
aksesbilitas pangan yang seharusnya di distribusikan ke daerah lain. Di pasaran, para
pedagang bingung untuk menjual barang dagangannya karena banyak masyarakat
yang #dirumahaja sehingga distribusi berkurang.

Anda mungkin juga menyukai