DOSEN PENGAMPU:
ADILITA PRAMANTI
ANGGA PRASETYO ADI
SEJARAH GIZI
Permasalahan gizi dimulai di Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan nama “usaha
perbaikan gizi keluarga“. Pemerintah bekerjasama dengan BKKBN dan meluas
hingga di Jawa dan Bali. Sasaran utama pada ibu dan anak balita, pada tahun 1976-
1977 banyak balita yang mengalami gizi buruk, maka diberlakukan penyuluhan dan
revolusi hijau yang terjadi di Subang dan Indramayu.
Langkah-langkah perbaikan gizi:
1. Latihan informasi seperti penyuluhan, penyadaran gizi secara luas, meningkatkan
kesadaran gizi.
2. Adanya kursus pelatihan kader gizi sebanyak 103 orang
3. Kursus kader di kecamatan dan kelurahan.
4. survey mawas diri untuk mengetahui masalah gizi, dimulai dengan penyuluhan
taman gizi yang diisi oleh kader yg sudah dibina oleh pemerintah.
Permasalahan gizi merupakan salah satu kompleksitas di masyarakat, karena untuk
menghasilkan generasi penerus yang bagus, maka harus memenuhi gizi pada balita
sehingga menunjang kehidupan setelahnya.
Permasalahan gizi dalam pembangunan kependudukan merupakan hal utama di dunia,
pada tahun 2015 UNICEF mengeluarkan peraturan dalam MDGs, negara harus
mengurangi pravelensi gizi buruk sebanyak 15%.
Secara bertahap, pemerintah indonesia sudah mengurangi gizi buruk pada balita
sebanyak 31% pada tahun 1989 menjadi 18% pada tahun 2007.
Pemerataan gizi sangat perlu diperhatikan untuk mendukung golden age atau
1000HPK. Karena Pertumbuhan otak manusia terjadi pada umur 0-5 thn, ketika lewat
dari itu tidak akan berkembang lagi.
Masalah gizi pada balita menjadi penting untuk bekal peningkatan gizi pada
masyarakat atau pada warga Indonesia pada umumnya. Sebenarnya di Indonesia,
masalah gizi bukan merata atau tidak, tetapi ada jenjang antara si kaya dan si miskin.
Contoh: di Papua kurang gizi sangat tinggi daripada di Jawa. Ketika kita ingin
membangun golden age, maka masalah gizi inilah yang harus diperhatikan.
1) Demografi
Makin tinggi jumlah penduduk, semakin sedikit peluang pekerjaan.
Jumlah penduduk sangat berpengaruh dalam masalah gizi. Ketika jumlah
penduduk semakin tinggi, mata pencaharian semakin susah dicari sehingga
mempengaruhi gizi keluarga tersebut. Ketika jumlah penduduk semakin banyak,
pasti semua butuh tempat tinggal yang berpengaruh pada lahan hijau atau
pertanian untuk pemenuhan gizi.
2) Urbanisasi
Seperti orang yang bekerja disektor informal mempunyai masalah gizi yang
kurang, atau di masyarakat desa, bukan karena cukup dalam pemenuhan gizi, tapi
ada masalah budaya tentang makan berbeda dengan masyarakat kota.
Sebagian besar masyarakat kota lebih kepada tataran pemenuhan. Jika di pedesaan
lebih berfokus kepada konstruksi atau kebudayaan dalam pemenuhan gizi.
Contoh : pemikiran orang desa yang makan hanya untuk kenyang tanpa
memikirkan nilai gizi. Hal itu terjadi karena banyak masyarakat desa yang kurang
mendapatkan penyuluhan gizi seimbang yang diterapkan pada balita dan anggota
keluarga.
3) Pengetahuan
Adanya edukasi yang berguna pada jangka pendek dan juga jangka panjang. Kita
memberitahu bagaimana cara memenuhi gizi tanpa harus memerlukan membeli
makanan mahal, tetapi bisa mengkonsumsi yang biasanya mereka makan.
Contoh : Sayur yang kita panen itu bisa dikonsumsi bukan dijual dan akhirnya kita
makan asal kenyang saja. Perlu diperhatikan juga gizi dari makanan yang kita
konsumsi.
4) Ekonomi
Lebih kepada tataran pendapatan ekonomi rumah tangga.
Contoh: kesehatan Indonesia di 6 provinsi sulit keluar dari permasalahan
kemiskinan dan masalah itu prevalensinya ada di kurang gizi.
Permasalahan gizi di Indonesia paling banyak di Indonesia bagian timur dengan
indicator ekonomi di Jakarta. Maksudnya, masyarakat di luar Jawa berfokus
kepada pekerjaan informal (seperti nelayan, petani, buruh) yang mempengaruhi
pemenuhan gizi masyarakat itu sendiri.
Pemerintah seharusnya melakukan pemenuhan gizi sesuai dengan latar belakang
masyarakat itu sendiri.
Contoh : Nelayan yang seharusnya tidak lupa mengkonsumsi sumber protein
hewani dari hasil tangkapan mereka untuk memenuhi pemenuhan gizi.
Pada tahun 2016 banyak masalah ekonomi dijumpai di papua, prevalensi
kekurangan gizi bisa naik sampai 17-18% per tahun.
Masalah ekonomi menjadi urgent untuk pemenuhan gizi masyarakat. Jika
pendapatan tinggi, maka pemenuhan gizi jg tinggi. Ada alternative pemenuhan gizi
dengan memanfaatkan produk yang ada.
5) Budaya atau Kebiasaan Makan
Untuk pemenuhan gizi pada budaya makan masyarakat perlu diubah konstruksi
berpikirnya. Pola makanan Indonesia tidak pada gizi seimbang tetapi pada “makan
- kenyang”. Pemenuhan berbasis local.
Di dalam masyarakat Jawa, ada yang dinamakan Share poverty, ketika ada panen
hasil panen dibagikan kepada tetangga yang mengambil andil terhadap proses
penanaman
KETAHANAN PANGAN
Contoh:
Sebelum adanya kasus covid-19, ketahanan pangan di Indonesia masih baik,
tetapi semenjak terjadinya pendemic covid-19 yang terjadi di hampir seluruh Negara,
ketahanan pangan di Indonesia menurun drastis. Akibat lockdown yang dilakukan di
beberapa Negara berdampak pada supply barang yang ada di pasaran. Banyaknya
permintaan namun barang yang ditawarkan sedikit dan langka. Kebijakan lockdown
membuat Indonesia tidak bisa menerima barang import yang menjadi bahan produksi
pangan dan bahan bibit pertanian sehingga barang menjadi langka dan mahal.
Karantina wilayah yang sudah mulai diterapkan juga sangat berdampak pada
aksesbilitas pangan yang seharusnya di distribusikan ke daerah lain.
AKSES: Karantina wilayah yang sudah mulai diterapkan juga sangat berdampak pada
aksesbilitas pangan yang seharusnya di distribusikan ke daerah lain. Di pasaran, para
pedagang bingung untuk menjual barang dagangannya karena banyak masyarakat
yang #dirumahaja sehingga distribusi berkurang.