Yuherna1 Prodi Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah
otonom berdasarkan Asas Otonomi (UU.No.23 tahn 2004). Desentralisasi dapat memberikan konsekuensi dari beberapa sisi yaitu pada satu sisi memungkinkan daerah untuk lebih memiliki kewenangan sehingga flexible dan responsif dalam melakukan pelayanan publik; tapi pada sisi lain, juga menyebabkan para pejabatnya lebih memiliki kesempatan untuk korup. Banyak studi empiris yang menyatakan bahwa dengan adanya desentralisasi maka kontrol terhadap korupsi akan lebih baik. Namun bukan berarti dengan desentralisasi maka korupsi akan hilang. Dengan adanya desentralisasi maka korupsi di pusat yang jumlahnya sangat besar akan menurun namun sebaliknya korupsi di daerah yang jumlah kecil-kecil (petty corruption) akan menjadi banyak. Fakta ini sebagaimana yang ditemukan oleh Crook dan Manor pada tahun 2000 (dalam Chene, 2007). Korupsi oleh pejabat terpiliDIh dan pegawai publik dapat menjadi sumber utama ketidakpuasan publik terhadap pemerintah daerah. Ketika pejabat mengkorup uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau meminta uang dari individu atau perusahaan yang berbisnis dengan atau diatur oleh pemerintah daerah, maka akan terjadi kenaikan biaya pemerintah, peraturan yang tak dijalankan, dan secara umum mereduksi kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Akhirnya, korupsi menghancurkan harapan pelayanan publik yang baik sebagai tujuan desentralisasi itu sendiri. Berbagai upaya yang telah dilakukan sebagai penindakan korupsi di Indonesia terkhususnya para oknum pejabat daerah yang teah melakukan tindakan haram tersebut. Ada beberapa yang telah terlihat hasil dari penindakan oknum korupsi, namun disisi lain sebagai masyarakat menimbulkan beberapa pertanyaan yang miris mengenai kejadian yang terjadi oeh oknum pejabat-pejabat petinggi daerah maupun negara. Mengapa masih terjadi tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum petinggi negara maupun daerah? Apakah mereka memiliki kekurangan secara ekonomi sehingga mereka berani melakukan tindakan haram untuk menghidupi keluarga mereka? Apak ini dikarenakan supremasi hukum dan sistem pemerintahan Indonesia yang salah? Atau apakah hal tersebut berkaitan dengan karakter dan moral masing-masing individu terutama yang duduk di kursi pemerintahan? Ini menjadi tantangan terbesar khususnya negara Indonesia. Sehingga berbagai istilah yang mengatakan “memakan jerih payah saudaranya sendiri” istilah ini mungkin pantas di lontarkan kepada pejabat petinggi yang melakukan korup atau sebuah sebutan Tikus berdasi menjadi icon bagi mereka. Menurut Smoke (2001), di negara yang sedang berkembang, pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan tugasnya dan bertanggung jawab dalam alokasi fungsi, baik dari sisi pendapatan maupun pengeluaran menghadapi masalah yang lebih kompleks. Kompleksitas itu antara lain: 1. Sejumlah asumsi eksplisit dan implisit dalam federalisasi fiskal pada khususnya dan keuangan publik pada umumnya seringkali dilanggar dalam pelaksanaan desentralisasi di negara yang sedang berkembang. Konsen yang menarik dalam hal ini antara lain, relevansi dari preferensi individu dalam menentukan permintaanya; peran penting dalam mobilisasiuntuk menciptakan penyediaan pelayanan publik daerah yang lebih efisien; aplikasi model konvensional dari pilihan publik; dan adanya dasar hukum yang cukup untuk sistem dalam pemerintahan yang efektif. 2. Bahkan jika prinsip dasarnya sama namun karena adanya kondisi lokal yang ada maka mempengaruhi interpretasi yang tidak sama. Karena besarnya variasi dalam kondisi lokal dari sisi budaya, politik, dan institusi maka mempengaruhi juga kebutuhan dan prospek dari desentralisasi itu sendiri. Selain itu sisi negatif dari desentralisasi yang dirangkum oleh Smoke (2001) yang menyatakan bahwa desentralisasi mengganggu pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini terjadi karena berbagai hal yang antara lain: 1. Ada banyak pemerintah lokal yang cenderung menjalankan defisit fiskal dan biasanya mereka menarik anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai defisit ini. 2. Adanya pengaturan secara tegas bahwa pemerintah pusat melakukan pembagian sumber daya dengan pemerintah lokal untuk mencegah terpusatnya sumber daya itu di tingkat pusat. 3. Seringkali pemerintah lokal gagal melunasi utang ke pemerintah pusat namun untuk membayari utang terhadap organisasi internasional seperti halnya World Bank. Namun teori- teori tersebut tidak selalu mampu menjelaskan yag sebenarnya terjadi. Hal tersebut diarenakan kompleksnya permasalahan korupsi yang terjadi. Dengan demikian, kita juga tetap tidak boleh mengabaikan fakta adanya potensi korupsi di daerah yang bersifat kriminal murni karena maksud dan motivasi yang jahat dari para pejabatnya. Oleh karena itu, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan anti kepada para pembuat kebijakan, setidaknya pada para pejabat pembuat komitmen dan para pejabat kuasa pengguna anggaran. Hal ini penting supaya mereka tidak terjebak dalam lingkup yang salah, selain itu dibuat formulasi alternatif kebijakan pemberantasan korupsi yang komprehensif berdasarkan pada asas akuntabilitas dan partisipasi publik. Kebijakan tersebut tidak semata-mata menekankan punishment, melainkan juga reward.