3/Mei/2017
69
Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017
70
Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017
71
Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017
72
Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017
beragama Islam) tentang pengangkatan kerancuan yang semakin lama semakin tidak
anak; akta kelahiran dari anak yang jelas arahnya. Disamping juga karena
bersangkutan; dokumen imigrasi bagi WNA. kurangnya pemahaman sebagian masyarakat
2. Pelaporan pengangkatan anak sebagaimana tentang seluk beluk masalah pengangkatan
dimaksud dalam ayat (1) dicatat dengan anak dengan minimnya pengetahuan
memberikan catatan pinggir pada akta permasalahan tersebut, di samping pihak anak
kelahiran anak yang bersangkutan.18 yang dominan mengalami penderitaan pihak
Pasal 24: Pelaporan pengangkatan anak oleh orang tua juga terkadang mengalami hal serupa
WNI yang dilaksanakan di luar negeri, wajib apabila nanti ternyata sang anak tidak
dilaporkan kepada kepala daerah setempat mendapat perlakuan yang semestinya oleh
setelah kembali ke Indonesia. Kalimat”…Kepala pihak orang tua angkat. 21 Yang paling
Daerah setempat…” dalam konteks pelaporan mempengaruhi pada dasarnya tersangkut pada
pencatatan pengangkatan anak, telah masalah pemenuhan kebutuhan secara materi
menimbulkan banyak penafsiran. Siapa yang dan hal yang sensitif di dalam kehidupan sehari-
dimaksud dengan Kepala Daerah, tersebut. hari yang mendorong untuk terjadinya
Apakh Kantor Dinas Kependudukan atau Kantor kemungkinan yang buruk. Untuk mengatasi
Catatan Sipil, tetapi kaitannya dengan kemungkinan tersebut pemerintah di samping
pencatatan anak angkat yang sudah telah mengatur ketentuan perlindungan anak
mempunyai penetapan pengadilan, maka salah di dalam aturan perundang-undang seperti
satu tafsirnya adalah dilaporkan ke Kantor salah satunya UU RI No. 4 Tahun 1979 tentang
Catatan Sipil untuk diberikan catatan pinggir Kesejahteraan Anak, perlu diadakan
pada pinggir kutipan akta kelahiran anak angkat pembinaan serta bimbingan kepada pihak yang
tersebut.19 bersangkutan, di mana pihak masyarakat juga
Masalah pengangkatan anak menjadi hal menentukan langkah-langkah di dalam
yang sangat rentan bagi pelaksanaan tindakan pencegahan, seperti salah satunya
perlindungan anak yang mengakibatkan yang telah disebutkan tadi.22
tersingkirnya faktor utama dari faktor asas Usaha pencegahan harus melibatkan semua
perlindungan anak yang pada pelaksanaan elemen di dalam masyarakat di samping
tersebut. Kepentingan anak yang pada beberapa elemen pemerintahan yang
pelaksanaan di masyarakat seringkali terjadi mempunyai kompetensi dalam memberikan
penyelewenangan anak yang seharusnya lebih keputusan dan yang memberikan pengesahan
diperhatikan menjadi tersisih akibat dari lebih suatu PAK, apabila kita melihat fenomena yang
mengarah pada kepentingan pelaku ada sekarang ini, sebagian masyarakat benar-
pengangkatan anak, sehingga anak di sini lebih benar harus dididik terutama bagi masyarakat
cenderung posisinya menjadi korban. Dilihat golongan bawah yang masih minim tentang
dari ketiadaannya dalam hak bersuara juga masalah perlindungan anak. Terlebih lebih pada
dalam menuntut haknya secara langsung masalah pengangkatan anak pelaksanaannya
sehingga tidak dapat mengambil keputusan mengindahkan konsekuensi yang harus
bagi dirinya sendiri.20 dihadapi nantinya baik atau buruk.23
Faktor pendamping dalam hal ini orang tua Di sisi lain dalam rangka PA maka
atau badan yang mempunyai wewenang dalam pelaksanaan PAK masih dapat diterima apabila
mewakili anak terkadang masih belum begitu orientasi utamanya pada pemenuhan
optimal akibat dari adanya implikasi yang kesejahteraan anak dan memperjuangkan
mengarah pada penekanan untuk kepentingan anak jika memenuhi syarat-syarat
memenangkan kepentingannya semata tanpa yang antara lain:
melihat buruknya bagi perkembangan mental, 1. Anak yang cacat fisik, mental dan sosial;
fisik maupun sosial anak tersebut. Jika hal ini 2. Orang tua anak tersebut memang sudah
terjadi akan benar-benar menyimpang dari benar-benar tidak mampu mengelola
asas-asas PA tertentu sehingga menimbulkan keluarga;
18 21
Ibid. Ibid.
19 22
Ibid, hal. 88. Ibid, hal. 27.
20 23
Emeliana Krisnawati, Op.Cit. hal. 26. Ibid.
73
Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017
74
Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017
Selanjutnya dalam hukum waris Islam tidak Di Jawa perbuatan mengangkat anak
dikenal adanya anak angkat. Anak angkat hanyalah memasukkan anak ke dalam
dalam hukum waris tidak berhak mewaris atas kehidupan rumah tangga orang tua angkatnya,
harta orang tua angkatnya, akan tetapi dia dengan tidak memutuskan hubungan keluarga
berhak mewaris atas harta peninggalan orang antara anak angkat dengan orang tua
tua kandungnya. Sebenarnya B.W juga tidak kandungnya. Si anak angkat akhirnya memiliki
mengenal adanya anak angkat. Pada hakikatnya dua keluarga yaitu orang tua kandungnya
pengangkatan anak (adopsi) bagi orang-orang sendiri dan orang tua angkatnya. Jadi,
Tionghoa terhadap anak laki-laki bertujuan kedudukan anak angkat di Jawa tidak
untuk memperoleh keturunan laki-laki. Dengan mempunyai kedudukan sebagai anak kandung
demikian, maka kedudukan anak angkat atau menggantikan kedudukan anak kandung
tersebut adalah sederajat dengan kedudukan serta tidak dimaksud untuk meneruskan
anak kandung dalam pewarisan.29 keturunan orang tua angkat. Oleh karena itu,
Dalam hukum adat sebuah keluarga yang anak angkat tidak menjadi ahli waris terhadap
tidak mempunyai anak kandung dapat harta asal orang tua angkatnya. Anak angkat
mengangkat anak orang lain baik dari anggota hanya berhak terhadap harta gono gini orang
keluarga sendiri maupun bukan anggota tua angkatnya.33
keluarga. Pegangkatan anak ini harus dilakukan Di Jawa atau di daerah-daerah yang
secara terang, artinya wajib dilakukan didepan mengenal pengangkatan anak menurut hukum
para tokoh adat, perangkat desa, dan sanak adat, dengan perbuatan mengangkat anak serta
saudara. Ada pula pegangkatan anak yang mengasuhnya hingga dewasa melahirkan
dilakukan melalui penetapan Pengadilan hubungan hukum di lingkungan keluarga,
Agama atau Pengadilan Negeri.30 somah, sebab lambat laun timbul, tumbuh, dan
Anak angkat adalah anak orang lain yang berkembang humbungan kekeluargaan antara
diambil dan dijadikan seperti anak kandung anak-anak angkat dengan orang tua angkatnya
sendiri, tetapi ada juga orang tua mengangkat itu. Hubungan keluarga ini melahirkan hak dan
anaknya sendiri karena suatu alasan. kewajiban di masing-masing pihak dengan
Kedudukan anak angkat di beberapa lingkungan konsekuensi yuridisnya, khususnya terhadap
hukum adat tidak sama. Di dalam masyarakat harta benda keluarga orang tua angkatnya itu.34
yang susunannya berbentuk parental seperti di Hak wasiat anak angkat dan orang tua angkat.
Jawa Tengah dan Jawa Barat, dengan Kompilasi Hukum Islam, Pasal 209 (1) Harta
masyarakat hukum adat yang susunannya peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan
berbentuk patriarchat seperti Bali, kedudukan pasal-pasal 176 sampai dengan 193 tersebut di
anak angkat berbeda.31 atas, sedangkan terhadap orang tua angkat
Di Bali si ayah mengangkat anak perempuan yang tidak menerima wasiat diberi wasiat
tunggalnya yang disebut sentana rajeg yang wajibah sebanyak-banyaknya sepertiga dari
kelak dikawinkan secara nyeburin. Selain harta warisan anak angkatnya. (2) Terhadap
sentana rajeg, jika sebuah keluarga tidak anak angkat yang tidak menerima wasiat, diberi
mempunyai anak kandung laki-laki, mereka wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari
dapat mengangkat anak orang lain untuk harta warisan orang tua angkatnya.35
dijadikan seperti anak sendiri. Perbuatan
tersebut merupakan perbuatan hukum PENUTUP
melepaskan anak itu dari hubungan keluarga A. Kesimpulan
dengan orang tuanya sendiri dan 1. Pengangkatan anak dengan prosedur hukum
memasukannya ke dalam keluarga bapak yang berlaku dimaksudkan agar
angkatnya, sehingga selanjutnya anak tersebut pelaksanaannya memenuhi ketentuan-
berkedudukan sebagai anak kandung untuk ketentuan hukum mengenai jenis
meneruskan keturunan bapak angkatnya.32
33
Ibid, hal. 34-35.
29 34
Ibid. Ibid, hal. 35.
30 35
Ibid. H Abdul Manan dan M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum
31
Ibid, hal. 34. Perdata (Wewenang Peradilan Agama). Ed. 1. Cet. 4. PT.
32
Ibid. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2001, hal. 118.
75
Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017
76
Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017
77