Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN HIPERBILIRUBIN

OLEH:
MONICHA YUZA UTAMI
183110221
2B

Dosen Pembimbing:
Tisnawati,S.St.M.Kes

D-III KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES PADANG
TAHUN 2019 / 2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu Negara.
Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam
upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana
Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan,
gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi
dengan ikterus harus dapat perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam
pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta
bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunnjukkan kemungkinan
adannya ikterus patologis (hiperbilirubinemia). Gejala paling mudah diidentifikasi adalah
ikterus, yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning.

B.     Tujuan Penulisan


1.    Tujuan umum
Memahami gambaran umum tentang asuhan keperawatan dengan
hiperbilirubinemia.
2.    Tujuan khusus
Tujuan khusus dari laporan kasus ini adalah agar penulis mampu :
a.    Mampu melakukan pengkajian dengan hiperbilirubinemia.
b.   Mampu menyusun rencana keperawatan dengan hiperbilirubinemia.
c.    Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan dengan
hiperbilirubinemia.
d.   Melakukan evaluasi dengan hiperbilirubinemia.
       

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah
dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan joundice pada
kulit, sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012)
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi
dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus, yang mana ditandai dengan
timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan
masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia
neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang
mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai
joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh. (Adi Smith, G,
1988)
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk bayi yang
baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi
yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kemudian
kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia dikategorikan
hiperbilirubin.

B. Etiologi
Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

C. Tanda dan Gejala


1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya. Bila
ditekan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
4. Bayi menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Nafsu makan berkurang
7. Reflek hisap kurang
8. Urine pekat
9. Perut buncit
10. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
11. Letargi.
12. Tonus otot meningkat.

D. Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan berat
badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)

E. WOC
F. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma lahir,
pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus,
infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti
untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah
merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin

G. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Terdiri atas nama , TTL,umur, anak ke,jenis kelamin,jumlah saudara, agama
,alamat ,diagnose medis, Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila
kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam. dll

b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.,pemekrisaan kehamilan
keberapa ,status kehamilan ,masalah kehamilan
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia.riwayat gestasi,BB lahir,Nilai APGAR,Kala persalinan,Jenis
persalinan,Kesulitan, air ketuban, kelainan bayi,adanya IMD atau adanya
pemberian Vit.K
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1. TTV (SUHU,HR,RR )
2. Tingkat kesadaran
3. Antropometri ( BB saat ini, PB, LLA )
4. Kepala: ( Lingkar kepala , ubun,ubun besar/kecil, bentuk kepala,apakah ada
kelainan atau tidak
5. Rambut: hitam ,tipis,jarang
6. Mata: simetris atau tidak simetris,menonjol,sclera iterik tidak iterik,
skabismus, konjungtiva, reklek cahaya dan pupil
7. Hidung: jalan nafas apakah terhambat atau tidak,ada secret atau tidak,ada
polip atau tidak apakah simetris dan sama besar lubang hidung ,apakah ada
pernafasan cupping
8. Mulut: apakah bibir pecah-pecah,apakah labia qiziz,apakah palatum,lidah
apakah ada bercah-bercak putih, reflek rooting,reflek sucking
9. Telinga: apakah simetris kiri kanan apakah ada secret apakah lesi atau tidak
10. Leher: ukuran dan reflek tonik neck
11. Dada lingkar dada
Inspeksi: irama nafas,gerakan bahu, jenis nafas,alat bantu, kesulitan dalam
bernafas
Palpasi: premitus kiri dan kanan,pada jantung ictus cordis
Auskultasi: suara nafas apakah vesikuler, wheezing bronchi dll,denyut
jantung, bunyi jantung,
12. Abdomen lingkar perut
Inspeksi: tali pusat apakah bau,basak,kering, sudah puput,kelainan struktur
abdomen , spinder nevy
Auskultasi: bising usus ,
Palpasi: tidak teraba masa di abdomen
Perkusi: lambung apakah tympani atau pekak
13. Ekstremitas apakah ektremitas atas dan bawah lengkap dan utuh jari nya
tidak ada lesi CRT nya ada /tidak ada kelainan pada ektermitas, reflex
genggam pada tangan dan kaki,reflex babinsky pada kaki
14. Genitalia apakah bentuk nya normal,utuh ,ada kelainan atau tidak , apakah
atresiani,hipospadia,apakah meconium sudah keluar
15. Kulit turgor kulit kembali segera,lambat, sangat lambat, kelembapan baik
atau buruk,warna kulit sianosis atau tidak , lanugo ada atau tidak ,dan
pemekrisaan icterus ( icterus grade jika ada sebutkan )
I.Kepala dan Leher
II. Dada Atas
III. Abdomen dan Paha Atas:
IV. Lengan dan tungkai
V. Sampai telapak tangan dan kaki

Pemeriksaan ektermitas sangat diperlukan untuk mengetahui grade dari penyakit


hiperbilirubin tersebut sebagaimana grade hiperbilirubin yaitu :
grade 1: kuning di kepala danleher
grade 2 : badan bangian atas ( diatas umbilikus)
grade 3 : tungkai bawah dan paha
grade 4 : ekstermitas atas dan kaki bawh
grade 5: telapak kaki dan tumit
itu penjelasan mengapa pemeriksaan ekstermitas diperlukan pada anak
hiperbilirubin

 Feses hiperbilirubin berwarna Pucat (Karena terjadi sumbatan dikantung


empedu, maka bilirubin itu tidak masuk ke usus dan menyebabkan tinja
berwarna pucat, dan bilirubin kembali ke dalam darah dan menyebabkan kulit
menjadi kuning. .
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)

1) Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada
menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan
menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
2) Pernafasan
 Riwayat asfiksia
3) Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek
samping fototerapi.
4) Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
5) Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir
(galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat
dehidrogenase.
 Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin),
inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus,
sifilis, toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan
ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau
trauma kelahiran.
Bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dL
Bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dL
Hb neonatus 14 – 27 gr/dL
Hematokrit 40 – 68 %
Leukosit 9000 – 30.000 /mm3

Trombosit 140.000 – 450.000 /mm


3

Tekanan darah 100-120/ 60-80 mmHg


BB lahir bayi 2,5 – 4 kg

...TMBHKAN KEMUNGKINAN HSL PEM LABOR

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek
dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.
2) Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
3) Hipertermi berhubungan dengan gangguan  suhu tubuh akibat efek samping
fototerapi  dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
4) Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
5) Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan
dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
3. Intervensi keperawatan

Diagnosis Keperawatan SLKI SIKI


Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Integritas Kulit
berhubungan dengan selama 2x24 jam, diharapkan integritas
peningkatan kadar bilirubin kulit kembali baik/normal dengan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas
indirek dalam darah, ikterus kriteria hasil : kulit
pada sclera leher dan badan.  Kadar bilirubin dalam batas normal 2. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-
( 0,2 – 1,0 mg/dl ) 8 jam
 Kulit tidak berwarna kuning/ warna 3. Monitor keadaan bilirubin direk dan
kuning mulai berkurang indirek ( kolaborasi dengan dokter dan
 Tidak timbul lecet akibat penekanan analis )
kulit yang terlalu lama 4. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
5. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban
kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi

Risiko Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan Manajemen Cairan


cairan akibat efek samping keperawatan  selama 2 x 24 jam, cairan
fototerapi berhubungan tubuh neonatus adekuat dengan kriteria 1. Pantau masukan dan haluan cairan;
dengan pemaparan sinar hasil: timbang berat badan bayi 2 kali sehari.
dengan intensitas tinggi.  Tugor kulit baik 2. Monitor status hidrasi(mis:frekuensi nadi,
 Membran mukosa lembab kekuatan nadi, akral, kelembaban mukosa
 Intake dan output cairan seimbang , turgor kulit).
3. Catat intake-output dan bitung balans
cairan 24 jam
4. Tingkatkan masukan cairan per oral
sedikitnya 25%.  Beri air diantara
menyusui atau memberi susu botol.
5. Pantau turgor kulit
6. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan

Hipertermi akibat efek Setelah diberikan asuhan keperawatan  Regulasi Temperatur


samping selama ......x 24 jam, diharapkan tidak 1. Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5-
fototerapi berhubungan terjadi gangguan suhu tubuh dengan 37,7C)
dengan efek mekanisme kriteria hasil : 2. Monitor  nadi, dan respirasi
regulasi tubuh.  Suhu tubuh dalam rentang normal 3. Monitor intake dan output
(36,50C-370C ) 4. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam
 Nadi dan respirasi dalam batas sesuai yang dibutuhkan
normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 5. Hangatkan terlebih dahulu barang-barang
35 x/menit ) yang akan kontak dengan bayi.
 Membran mukosa lembab 6. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat
7. Kolaborasi pemberian antipiretik jika
demam.
DAFTAR PUSTAKA

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan
Nasional.
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba
Medika.
Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.
SIKI
SDKI
SLKI

Anda mungkin juga menyukai