Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, obat tradisional dilarang menggunakan bahan kimia hasil
isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika dan hewan atau tumbuhan yang
dilindungi (BPOM RI, 2006).
Jamu merupakan salah satu obat bahan alam Indonesia dengan presentase masyarakat yang
menggunakan jamu karena dinilai memiliki efek samping yang relaif lebih sedikit apabila aspek
keamanannya terpenuhi. Semkin maraknya penggunaan obat tradisonal berdasarkan khasiat
turun-temurun, semakin memperluas kesempatan terjadinya pemalsuan simplisia, bahkan ada
beberapa jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO) yang jelas dilarang penambahannya,
baik sengaja maupun tidak sengaja ke dalam obat tradisional. Hal ini tercantum dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 246/MenKes/Per/V/1990, BAB V pasal 23.
Oleh karena itu sebagai calon Apoteker, kami perlu berkontribusi dalam pengawasan produk
dengan melakukan penelitian keberadaan bahan kimia obat dalam jamu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara melakukan analisa kualitatif kandungan bahan kimia obat (Parasetamol dan
Asetosal) dalam campuran serbuk jamu dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)?

C. Tujuan
1. Untuk melakukan analisa kualitatif kandungan bahan kimia obat yaitu: Parasetamol dan
Asetosal dalam campuran serbuk jamu dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
BAB II
ANALISIS

A. ALAT YANG DIPERLUKAN UNTUK KLT


a. Fasa Diam, yang digunakan adalah silica Gel dengan ketebalan 0,25 mm.
b. Fasa Gerak, yang digunakan adalah Kloroform dan etil-asetat yang berjumlah 30 mL
dengan perbandingan 1:1.
c. Bejana Kromagtografi (Chamber), yang digunakan adalah botol bermulut tebal yang
ditutupi kaca.
d. Penampak Bercak, yang digunakan adalah Lampu UV 254 nm atau 365 nm.
e. Tabung reaksi
f. Batang pengaduk
g. Botol vial
h. Pipa kapiler ukuran 2 μL
i. Kertas saring
j. Sonikator
k. Pipet tetes
l. Gelas ukur
m. Penggaris dan pensil
n. Pinset
o. Kertas Perkamen

B. PROSEDUR KERJA
1. Ekstraksi Serbuk sampel “X” dengan cara:
Timbang serbuk sampel “X” sebanyak 1 gram, masukkan ke dalam tabung reaksi
dan tambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 5 mL. Selanjutnya dilakukan Sonikasi
menggunakan sonikator selama 5 menit. Kemudian filtrat disaring dan dipindahkan
ke dalam botol vial.
2. Penyiapan Bejana KLT dengan cara:
Siapkan bejana KLT yang telah dibersihkan dan dikeringkan, masukkan kertas saring
setinggi 8 cm melingkari bagian dalam bejana sampai hampir melingkar penuh.
Bejana kemudian diisi dengan fasa gerak Kloroform dan etil asetat sebanyak 30 mL
dengan perbandingan 1:1 (v/v). Tutup dan biarkan fasa gerak merambati kertas
saring sampai terbasahi semuanya.
3. Penyiapan Plat KLT
Mengambil Plat KLT, kemudian berikan tiga tanda dengan pensil berupa titik (setipis
mungkin agar tidak merusak Plat KLT dan jangan berupa garis) yang akan dijadikan
sebagai tempat totolan. Jarak tempat penotolan dari dasar adalah 1,5 cm. Titik
penotolan nomor 1 berjarak 1,0 cm dari tepi. Titik penotolan antara noda berjarak 1,0
cm. (Titik No 1 = Asetosal ; Titik No 2 = Sampel ; Titik No 3 = Paracetamol)
4. Penotolan Standar BKO, yaitu Asetosal dan Paracetamol dengan cara:
a. Isi pipa kapiler (ukuran 2 μL) dengan cara mencelupkan ujungnya ke dalam
larutan Pembanding Asetosal dan biarkan merambat naik mengisi kapiler. Buang
kelebihan larutan dengan disentuhkan sekejap ke kertas tissue. Sentuhkan ujung
kapiler dengan tegak lurus pada titik penotolan nomor 1 (Jangan ditekan) dan
biarkan larutan terserap ke plat KLT. Namun harus segera diangkat dan ditiup
agar diameter penotolan tidak melampaui 0,5 cm.
b. Untuk penotolan Larutan Pembanding Paracetamol caranya sama seperti di atas.
Totolkan Larutan Pembanding Paracetamol pada titik penotolan nomor 3
menggunakan pipa kapiler yang berbeda dengan yang digunakan untuk
menotolkan larutan standar Asetosal.
5. Mengambil pipa kapiler baru dan dengan cara seperti di atas totolkan ekstrak sampel
pada titik penotolan nomor 2.
6. Biarkan pelarut menguap sebentar. Sebelum dieluasi, lihat hasil totolan di lampu UV
dengan panjang gelombang 254 nm atau 365 nm. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
apakah larutan pembanding dan sampel sudah tertotol dengan baik di plat KLT.
Kemudian konfirmasikan hasil totolan kepada dosen pembimbing. Jika totolan baik
maka plat KLT siap dieluasi. Jika totolan masih kurang, praktikan dimohon untuk
menotolkan kembali.
7. Masukkan plat tersebut ke dalam chamber yang sudah jenuh, tutup, dan tunggu
sampai eluen naik sampai batas akhir yang telah diberi tanda. Selama Eluasi, tutup
bejana tidak boleh dibuka, dan jangan digeser.
8. Mengambil plat KLT jika eluen sudah mencapai batas akhir dan biarkan Plat
mengering.
9. Lakukan pengamatan dengan Sinar UV dengan panjang gelombang 245 nm atau 365
nm, beri tanda dengan pensil pada bercak – cak yang tampak dan catat warna serta
harga Rf – nya.
10. Bandingkan bercak – bercak pada serbuk sampel “X” dengan bercak – bercak pada
pembanding.
11. Buat kesimpulan kandungan serbuk sampel “X”.

C. HASIL PENGAMATAN
1) Sub Kelompok 1

S1 SC S2
NO RF WARNA (Asetosal) (Sampel) (Paracetamol)
1 0.1724 - - ˇ
2 0.344 ˇ - -
3 0.431 kuning - ˇ -
4 0.6896 - ˇ -

2) Sub Kelompok 2

S1 SC S2
NO RF WARNA (Asetosal) (Sampel) (Paracetamol)
1 0,15 ˇ ˇ
2 0,325 ˇ - -
3 0,3875 - ˇ -
4 0,625 - ˇ -

D. LAMPIRAN
1. Plat KLT sebelum dieluasi (tampak pada sinar UV)
Sub Kelompok 1 Sub Kelompok 2

2. Plat KLT Setelah dieluasi (tampak pada sinar UV)

Sub Kelompok 1 Sub Kelompok 2

3. Plat KLT setelah dieluasi


Sub Kelompok 1 Sub Kelompok 2

BAB III
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, dilakukan analisa kualitatif terhadap kandungan bahan kimia
obat (Asetosal an Paracetamol) pada sediaan jamu, dengan metode kromatografi
lapis tipis (KLT). Pada awalnya, dilakukan penyiapan bejana eluen dengan bahan
Kloroform dan etil asetat sebanyak 30 mL dengan perbandingan 1:1 (v/v) sebagai
fase gerak. Serta tidak lupa untuk memasukkan kertas saring ke dalam bejana
tersebut dengan posisi bejana tertutup unuk menjaga eluen tetap dalam kondisi jenuh.
Disaat yang sama, anggota lain dari kelompok melakukan ekstraksi sampel jamu
untuk dianalisis kandungan bahan kimianya. Ekstraksi sampel dilakukan dengan
menimbang serbuk sampel “X” sebanyak 1 gram, memasukkan ke dalam tabung
reaksi dan menambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 5 mL. Selanjutnya dilakukan
Sonikasi menggunakan sonikator selama 5 menit. Kemudian filtrat disaring dan
dipindahkan ke dalam botol vial. Plat KLT yang sudah diberi tanda untuk penotolan
dan diberi tanda garis garis eluasi, kemudian ditotolkan sampel dan standar dari
asetosal dan paracetamol. Setelah itu, plat di cek dengan menggunakan UV
memastikan bahwa sampel dan standar dengan tertotol baik. Kemudian plat di eluasi
dalam chamber dan menunggu sampai batas akhir eluasi. Plat KLT tersebut
kemudian di angin-anginkan dalam lemari asam dan dicek nodanya pada sinar UV.
Berdasarkan pengamatan sub kelompok 1, noda sampel tidak ada yang menyamai
noda dari standar Asetosal dan Paracetamol. Dan hasil perhitungan faktor retensi
(retention factor) masing masing noda yang terbentuk nilainya berbeda dengan faktor
retensi dari paracetamol dan asetosal. Faktor retensi (sub kelompok 1) dari noda
sampel yang berwarna kuning yaitu sebesar 0,43. Dari noda sampel yang tidak
berwarna, faktor retensinya sebesar 0,6896. Faktor retensi Paracetamol sebesar
0,1724 dan faktor retensi dari Asetosal yaitu sebesar 0,334. Oleh karena itu dapat
ditarik kesimpulan bahwa sediaan jamu dari kelompok sub 1, tidak mengandung
bahan kimia obat.
Sedangkan pada sediaan jamu dari sub kelompok 2, dari tiga noda terbentuk, terdapat
satu noda yang mempunyai tinggi noda yang sama dengan standar baku paracetamol.
Dari hasil perhitungan faktor retensinya pun sama besar yaitu sebesar 0,15.
Sedangkan sedangkan noda yang lain mempunyai faktor retensi sebesar 0,3875 dan
0,625 dimana faktor retensi ini berbeda denagn faktor retensi dari standar
paracetamol 0,15 dan asetosal 0,325. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
sediaan jamu dari sub kelompok dua, mengandung bahan kimia obat berupa
paracetamol.

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel serbuk “X”
dari sub kelompok 1 tidak mengandung bahan kimia obat, sedangkan pada sub kelompok 2
diduga mengandung bahan kimia obat yaitu Paracetamol.
PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006, Tentang Obat
Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat.
Cara Pembuatan Simplisia Depkes RI, 1985
Materia Medika Indonesia, Jilid I – VI Depkes RI, Jakarta
Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, 1995
Farmakope Herbal Indonesia, BPOM RI 2008; 2010;2011; 2012

Anda mungkin juga menyukai