Anda di halaman 1dari 9

LINA AFRIYANA (A1A019128)

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) SEMESTER GENAP


MATA KULIAH EKONOMI ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1. Dalam materi mengenai konsep ekonomi Islam, terdapat perbandingan antara


ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional. Lalu, apakah ada konsep
ekonomi pada masa sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang
dikutip di dalam al Qur’an?
Jawab:
Ya, terdapat salah satu konsep ekonomi yang mirip dengan ekonomi
konvensional yang terjadi sebelum datangnya Islam (diutusnya Nabi Muhammad.
Kehebatan dunia barat yang telah menjadi kiblat perekonomian dunia sata ini
mengingatkan kita kepada ikon tokoh perekonomian zaman dahulu. Ketokohan
orang tersebut -menurut banyak orang- benar-benar fenomatis dan legendaris,
sampai-sampai namanya diabadikan hingga zaman sekarang. Tokoh tersebut
adalah Qarun.

“Sesungguhnya Karun adalah salah seorang kaum nabi Musa, maka ia


berlalu aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugrahkan kepadanya
kekayaan, yang kunci-kuncinya sungguh berat untuk dipikul oleh sejumlah orang
yang gagah perkasa”.  Al Qashash 76.

Karun adalah ikon seorang pengusaha yang sukses, cerdas dan kaya raya.
Oleh karena itu, banyak orang yang mengimpi-impikan untuk berhasil dan
menjadi kaya raya layaknya Karun. Bahkan -mungkin- banyak dari kita yang
mendambakan untuk mendapatkan walau hanya sedikit dari harta (peninggalan)
karun.

Demikianlah halnya dengan kehebatan dan keberhasilan dunia barat. Banyak


dari kita yang merasa bahwa dunia barat berhasil dalam segala aspek kehidupan,
berkat kecerdasan, pengalaman, dan kegigihan mereka. Mereka menjadi maju
berkat mereka menganut paham sekuler; memisahkan jauh-jauh antara kehidupan
dunia dengan aneka ragam ajaran agama.

Tidak heran bila banyak dari umat Islam yang menyeru agar negara-negara
Islam menjiplak segala yang ada pada barat. Kita sering bercita-cita dan berjuang
agar maju seperti negri-negri barat, dengan meniti setiap jejak yang pernah
mereka lalui. Diantara wujud nyata dari sikap napak tilas yang ada pada umat
Islam ialah kesiapan banyak aktifis untuk membelak-belokkan berbagai prinsip,
dalil dan hukum islam agar selaras dengan berbagai teori barat. Semua ini demi
mewujudkan impian menjadi negara maju seperti negri barat.

Demikianlah Karun -sang pencetus paham ekonomi ini- dengan kekayaannya


yang berlimpah ruah, merasa telah berhasil mencapai kejayaan dan kemajuan.
Akan tetapi tidak di duga-duga, pada saat itulah Allah Ta’ala menimpakan
kemurkaan dan azabnya :

“Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka


tidak ada baginya suatu golongan yang kuasa menolongnya dari azab Allah, dan
tiada pula ia termasuk orang-orang yang kuasa menyelamatkan /memmbela
(dirinya sendiri).” Al Qashash 81.
LINA AFRIYANA (A1A019128)

Kita semua ramai-ramai mengakui bahwa tidak semua apa yang ada dan
diterapkan oleh dunia barat layak untuk ditiru. Mungkin sekarang ini -dengan
terpaksa- banyak dari pakar ekonomi yang mengakui bahwa berbagai paham dan
teori ekonomi yang mereka pelajari dari para pewaris Karun tidak dapat
menyelamatkan dan memakmurkan dunia. Di berbagai mas media, kita dapatkan
berbagai ulasan yang merinci berbagai kesalahan dan kebobrokan paham
ekonomi konvensional yang dianut oleh dunia barat.

2. Apakah dampak buruk dari jual beli mata uang terhadap ekonomi dunia?
Bukankah semua mata uang tersebut pada umumnya sama?
Jawab:
Umat manusia menggunakan uang sebagai alat untuk berinteraksi, bertukar
kemaslahatan, dan menghargai kemanfaatan orang lain. Dan barang yang paling
tepat untuk memerankan peranan ini adalah emas dan perak. Emas dan perak
adalah barang berharga yang nilai ekonomisnya langgeng dan disepakati oleh
seluruh manusia. Nilai ekonomis emas tidak ditentukan oleh kepercayaan pasar
atau faktor lain. Nilai emas ditentukan oleh dirinya sendiri, karena emas adalah
barang yang telah disepakati oleh seluruh manusia sebagai barang berharga.

Karena tujuan utama manusia membuat uang adalah sebagai standar nilai
barang atau jasa, maka syari’at Islam mempersulit sedemikian rupa pertukaran
mata uang.(7) Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

“Janganlah engkau jual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan
sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya diatas sebaian lainnya.
Janganlah engkau jual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan
sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya diatas sebaian lainnya. Dan
janganlah engkau jual sebagiannya yang diserahkan dengan kontan ditukar
dengan lainnya yang tidak diserahkan dengan kontan.” Riwayat Al Bukhary dan
Muslim.

Ibnu Rusyud Al Maliky berkata: “Permasalahan tukar-menukar mata uang


adalah permasalahan riba yang paling sulit. Akibatnya, orang yang profesinya
adalah tukar-menukar uang, akan kesulitan untuk selamat dari riba. Yang mampu
selamat darinya hanyalah orang yang benar-benar orang sholeh (wara’) dan
menguasai apa yang dibolehkan dan apa yang diharamkan dalam hal tukar-
menukar mata uang. Sudah barang tentu orang yang demikian adalah sangat
sedikit. Tidak mengherankan bila dahulu Al Hasan (Al Bashry) berkata: Bila
engkau minta minum, kemudian engkau diambilkan minum dari rumah pedagang
mata uang, maka jangan engkau minum. Dahulu Al Ashbagh tidak sudi untuk
berteduh di bawah tenda pedagang mata uang. Ibnu Habib menjelaskan tentang
alasan perbuatan Al Ashbagh: Karena kebanyakan mereka terjerumus kedalam
riba.”(8)

Umat manusia pada zaman sekarang, sedang merasakan betapa pahit dan
beratnya kerusakan yang menimpa mereka, akibat memperdagangkan mata uang.
Mereka kehilangan standar baku bagi nilai barang dagangan dan jasa mereka.
Mata uang mereka diperniagakan, dan nilainya dipasrahkan kepada
kepercayaan/hukum pasar, layaknya barang perniagaan lainnya. Bila permintaan
terhadap suatu mata uang meningkat, maka nilai tukar mata uang tersebut
LINA AFRIYANA (A1A019128)

meningkat. Sebaliknya, bila permintaan menurun, maka nilainyapun ikut


menurun.

Banyak dari pedagang valas yang berspekulasi dengan menempuh cara short
sell, yaitu membeli suatu mata uang dalam jumlah tertentu, dan dengan
pembayaran tidak kontan. Pembelian dengan cara ini, biasanya hanya berlaku
untuk satu hari saja, sehingga pada sore hari, pembeli berkewajiban untuk
menjual kembali kepada penjual pertama (broker).

Misalnya: Bila pada pembukaan pasar di pagi hari, krus rupiah terhadap dolar
US adalah : $US 1= Rp 10.000. Seorang pedagang valas bernama Pak Ahmad
membeli uang rupiah –misalnya- sejumlah Rp.150 milyar dari seorang broker
dengan harga $US 15.000.000 (lima belas juta dolar US). Pada pagi hari itu, pak
Ahmad tidak membayarkan sedikitpun kepada sang broker uang dolar miliknya,
sebagaimana sang broker juga tidak menyerahkan sedikitpun dari uang rupiah
milik pak Ahmad. Pada sore hari, pada penutupan perdagangan, bila krus rupiah
menguat menjadi $US 1= Rp 9.990,- maka pak ahmad akan mendapatkan dari
sang broker uang sebesar Rp 10 x 15.000.000 = Rp 150.000.000,- (Seratus lima
puluh juta rupiah), sebagai keuntungannya.

Sebaliknya; bila pada sore hari, krus rupiah melemah menjadi $US 1= Rp.
10.010,- maka pak Ahmad berkewajiban membayar kepada sang broker uang
sejumlah Rp. 150.000.000, sebagai kerugian yang ia derita.

Praktek-praktek semacam ini sering didapatkan di pasar valas, dan praktek-


praktek semacam ini dapat menghancurkan nilai tukar mata uang yang
diperdagangkan. Terlebih-lebih bila praktek semacam ini disengaja, dan dengan
tujuan yang kurang baik.

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya kelak pada hari qiyamat, para pedagang akan dibangkitkan


sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah,
berbuat baik dan berlaku jujur.” Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan
dishahihkan oleh Al Albany.

Demikianlah apa yang terjadi di pasar valas (valuta asing), banyak pihak-
pihak kejam yang dengan sengaja dan dengan berbagai cara berusaha
meruntuhkan mata uang suatu negara.

Sebagai misal nyata yang sedang kita alami sekarang ini, disaat AS dilanda
krisis ekonomi, pemerintah AS tidak ingin menderita seorang diri. Pemerintah AS
memerintahkan seluruh rakyaknya -terutama perusahaan-perusahaan AS yang
menanamkan modalnya di luar negri- agar menarik kembali modal tersebut.(9)
Akibat kebijaksanaan ini, nilai tukar dolar US di pasar valas dunia melonjak,
sedangkan berbagai mata uang negara lain nilai tukarnya rontok.

Memperdagangkan valas dengan cara tidak kontan semacam contoh di atas,


nyata-nyata bertentang dengan hadits di atas, atau disebut dengan riba nasi’ah.

Tidak heran, bila pemerintah Indonesia melarang keras perdagangan valas


dengan cara short sell semacam ini, guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
LINA AFRIYANA (A1A019128)

Pada kesempatan ini penulis merasa perlu untuk memuji usulan brilian yang
diajukan oleh Prof Dr. Mahatir Muhammad (mantan perdana menteri Malesia)
kepada OKI, agar anggota OKI kembali menggunakan mata uang dinar. Dengan
memberlakukan mata uang dinar, negara Islam akan lebih mudah menjaga
kesetabilan nilai tukarnya, dan mempersempit gerak para spekulan, terutama yang
berniat jahat. Nilai tukar dinar tidak mungkin dapat dipermainkan oleh para
spekulan jahat, karena mempermainkan nilai tukar dinar, berartikan
menghancurkan harga emas di seluruh belahan dunia. Dan bila emas tidak lagi
berharga, maka tidak akan ada barang lain yang memiliki harga.

Saudaraku, apa yang mendera ekonomi dunia sekarang ini adalah salah satu
wujud nyata dari firman Allah Ta’ala:

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” Al Baqarah 276

Dan juga sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya


akan menjadi sedikit.”  Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan
dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany.

Oleh karena itu, satu-satunya solusi jitu yang dapat mengentaskan umat
manusia dari krisis ekonomi global ini, adalah dengan menerapkan syari’at Islam.
Dengan menerapkan syari’at Islam dalam segala aspek kehidupan, dan
diantaranya hal perekonomian, keadilan, kemakmuran, dan stabilitas dalam segala
aspek akan terwujud. Karena hanya syari’at Islamlah yang benar-benar dapat
mewujudkan keadilan dan kebenaran dalam segala aspek kehidupan.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu
dan mengerjakan Amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan ornag-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka
agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An Nur 55)

3. Apa
Jawab:
Tidak boleh mengajukan syarat tambahan, yang menguntungkan pihak
pemberi hutang.

Contoh: saya mau ngutangi kamu, dengan syarat motormu saya pakai!

kita ngutangi nelayan, tapi dengan syarat, hasil ikan tangkapan nelayan, harus
dijual ke kita.

Hal ini tidak boleh, Karena Nabi melarang menggabungkan transaksi hutang
dengan jual beli! Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
LINA AFRIYANA (A1A019128)

“Tidak boleh menggabungkan transaksi jual beli dan utang piutang. Tidak
boleh ada dua syarat dalam satu transaksi. Tidak boleh mengambil untung pada
sesuatu yang belum dijamin. Tidak boleh menjual barang yang belum ada di
sisimu.” (HR. Abu Daud, no. 3504; Tirmidzi, no. 1234; Ibnu Majah, no. 2188;
An-Nasa’i, no. 4615. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

4. Saat ini, investasi untuk perkembangan usaha sangat dibutuhkan untuk


menunjang pertumbuhan ekonomi. Bolehkah dana zakat digunakan untuk
investasi (membuka usaha) sementara masih banyak mustahik (misalnya
fakir, miskin) yang membutuhkan?
Jawab:
Sebenarnya Allah SWT dalam Alquran sudah memberi batasan mengenai
siapa yang berhak mendapatkan dana zakat. "Sesungguhnya zakat-zakat itu
hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, para mualaf yang
dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang yang berutang untuk jalan
Allah, dan orang yang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana (QS at-Taubah [9] :60).

Ini menjadi dalil dari delapan asnaf sebagai golongan yang berhak
mendapatkan zakat. Mereka adalah fakir, miskin, amil (pengelola zakat),
gharimin (orang yang berutang), mualaf (baru masuk Islam), budak, fi sabilillah
(pejuang di jalan Allah), hingga ibnu sabil (pengembara).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa


tentang hukum investasi dana zakat. Dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003,
zakat yang ditangguhkan boleh diinvestasikan (istismar) dengan beberapa syarat
yang ketat.  Zakat ditangguhkan (ta'khir), yakni zakat yang penyalurannya
ditangguhkan oleh lembaga zakat atau muzaki menangguhkan pembayaran ke
lembaga zakat.

Zakat ditangguhkan bisa diterima sepanjang belum ada mustahik dan ada
kemaslahatan lebih besar berdasarkan penilaian lembaga zakat atau muzaki. MUI
lantas mencantumkan persyaratan zakat yang di-ta'khir-kan bisa diinvestasikan.
Pertama, dana zakat harus disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah
dan peraturan yang berlaku. Kedua,  diinvestasikan pada bidang-bidang usaha
yang diyakini dapat memberikan keuntungan atas dasar studi kelayakan. Ketiga,
dibina dan diawasi pihak-pihak berkompeten.

Dewan Syariah Rumah Zakat Indonesia menjelaskan, ada perbedaan


pendapat di kalangan ulama mengenai boleh tidaknya berinvestasi dengan dana
zakat. Untuk investasi oleh calon muzaki, kalangan ulama yang menolak
mengungkapkan bahwa hukum dasar membayar zakat adalah bersegera
(fauriyyah), bukan bisa ditangguhkan. Menunda penyaluran zakat tidak
dibolehkan termasuk dengan cara investasi.

Sementara untuk investasi zakat yang sudah ada di tangan lembaga, kalangan
yang menolak menjelaskan, investasi dana zakat tetap haram karena termasuk
bagian dari menangguhkan sampainya dana zakat kepada yang berhak. Padahal,
pembayaran zakat harus bersegera. Kedua, investasi dana zakat mengancam
LINA AFRIYANA (A1A019128)

adanya kerugian karena bisnis hanya mengenal dua kemungkinan, untung atau
rugi. Ketiga, investasi hanya akan menyedot dana operasional lebih banyak dari
dana zakat terkumpul itu sendiri. Berikutnya, investasi dana zakat dalam bentuk
apa pun membuat hilangnya kepemilikan harta secara personal karena semua
dana hak asnaf bersifat kepemilikan kolektif. Kelima, peran lembaga yang
mewakilinya hanya kolektor, bukan manajer pengelola.

Masih mengutip dari Dewan Syariah Rumah Zakat Indonesia, ulama


kontemporer semisal Yusuf Qaradhawi mengungkapkan, investasi  dana zakat
adalah halal. Qaradhawi juga berpendapat, lembaga zakat boleh menginvestasikan
dana zakat yang diterima secara melimpah dalam bentuk apa pun, seperti ruko
dan sejenisnya. Hasil yang didapat dari investasi tersebut bisa disalurkan kepada
para mustahik secara periodik. Bentuk investasi dana zakat itu tidaklah boleh
dijual dan dialihkan kepemilikannya sehingga menjadi bentuk setengah wakaf."
(Yusuf Qaradhawi, "Atsar al-Zakat lil afrad wa al-mujtamaat", paper dalam
seminar Zakat I tahun 1984).

Alasan dibolehkannya investasi dana zakat, di antaranya adanya riwayat yang


mengatakan bahwa Nabi dan para Khulafaur Rasyidin pernah menginvestasikan
dana-dana zakat lewat unta dan kambing. Berdasarkan riwayat Anas bin Malik,
Nabi pernah meminum susu dari hewan-hewan ternak zakat di Madinah. Hewan
itu ditempatkan di tempat peternakan khusus dengan diurus para penggembala
yang digaji sehingga peternakan tersebut menghasilkan pengembangan ternak
secara signifikan (HR Bukhari).

Perluasan arti "fi sabilillah" yang diartikan segala bentuk kebaikan, seperti
membangun benteng, merenovasi masjid, membangun pabrik, dan lain-lain,
seperti yang dinukil al-Razy dalam tafsirnya (Juz 16 h 115). Jika alokasi dana
zakat dalam bentuk kebaikan apa pun, investasi dalam bentuk perdagangan dan
pabrik bisa mendatangkan keuntungan bagi para mustahik itu sendiri. Hal ini
diperkuat oleh pendapat al-Nawawi yang menyatakan bahwa imam boleh
menyalurkan dana zakat secara langsung atau tidak langsung melalui penyewaan
atau investasi bentuk apa pun (Al-Nawawi, al-Majmu, jilid 6 h. 160).

Berikutnya, berpijak pada konsep istihsan. Kendati secara eksplisit tidak


ditemukan anjuran investasi secara langsung, adanya situasi dan kebutuhan
modern saat ini membuat investasi dana zakat ini sangat bermanfaat, terutama
bagi para mustahik. Ada aspek kemaslahatan yang besar jika dana zakat bisa
dikelola melalui investasi yang cerdas.

5. Bagaimanakah prinsip pembiayaan dalam bank syariah yang


membedakannya dengan bank konvensional?
Jawab:
Pembiayaan syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil .
Pemberian pinjaman /pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil,jual beli, atau sewa beli yang terbebas dari penetapan bunga dan
memberikan rasa aman,karena yang diberikan kepada nasabah adalah barang
LINA AFRIYANA (A1A019128)

bukan uang dan tidak ada beban bunga yang ditetapkan di muka.(Rudy Badrudin
dan Subagyo:124)
Pembiayaan dalam perbankan syariah menurut Al–Harran (1999): 122.
terbagi menjadi 3 :
1) Return bearing financing, yaitu secara bentuk pembiayaan yang secara
komersial menguntungkan ketika pemilik modal mau menanggung
resikokerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan.
2) Retrun free financing, yaitu bentuk pembiayaanya tidak semata- mata mencari
keuntungan yang ditujukan kepada orang yang membutuhkan, dan tidak ada
keuntungan yang didapat.
3) Charity financing, yaitu bentuk pembiayaan yang tidak ada klaim pokok
mencari keuntungan dan ditujukan kepada orang miskin yang membutuhkan.
(Ascarya :122)
Menurut sifat penggunaanya pembagian pembiayaan terbagi menjadi dua:
1) Pembiayaan produktif
Pembiayaan produktif ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kapasitas
produksi diantaranya untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi,
perdagangan, maupun investasi.Pembiayaan ini terbagi menjadi 2 jenis,
diantaranya :
 Pembiayaan modal kerja, Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan
produksi dalam meningkatkan keuangan, jumlah hasil produksi secara
kuantitatif dan secara kualitatif meningkatkan mutu hasil produksi untuk
keperluan perdagangan dan peningkatan utility of place dari suatu hasil
produksi yang berupa barang.
 Pembiayaan investasi, Pembiayaan untuk memenuhi suatu kebutuhan
seperti modal (capital goods) bertujuan peningkatan fasilitas – fasilitas
terkait.
 2) Pembiayaan konsumtif
 Pembiayaan konsumtif ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
dimana kapasitasnya akan habis saat digunakan.

6. Apakah dalil naqli dalam al-Qur’an yang menjadi pendukung diterapkannya


asuransi dalam kehidupan seorang muslim?
Jawab:
Ada 2 ayat dalam al-Quran, yang diklaim mendukung kegiatan asuransi, dan
berikut penjelasan tafsir yang disampaikan para ulama,
Pertama, firman Allah terkait wasiat, agar tidak menelantarkan ahli waris
LINA AFRIYANA (A1A019128)

Hendaklah kalian takut kepada Allah orang-orang yang seandainya


meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS.
an-Nisa: 9)

Kedua, firman Allah tentang wasiat untuk istri

Orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan


isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga
setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). (QS. al-Baqarah:
240).

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,


dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [al-
Mâidah/5:2]

7. Dalam gadai (rahn) apa yang terjadi apabila yang meminjamkan barang
(rahin) meninggal dunia?
Jawab:
Akad gadai sudah sah bila pihak peminjam (rahin) sudah menyerahkan
barang yang digadaikan kepada pemberi hutang (murtahin), dan murtahin sudah
menyerahkan uangnya kepada rahin.
Akad yang demikian itu sudah sah dan memiliki ketetapan hukum (luzum),
sehingga tidak bisa dibatalkan disebabkan kematian salah satu pihak yang
bertransaksi (baik peminjam/rahin maupun pemberi pinjaman/murtahin).
Jika peminjam wafat, maka akad gadai bisa dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Artinya, ahli waris (misalnya anak) dapat menebus barang yang digadaikan
bapaknya menggunakan harta warisan sang bapak (tirkah).
Setelah peristiwa Perang Tabuk, Rasulullah SAW pernah berhutang 30 sha’
gandum kepada seorang Yahudi bernama Abu Syahm, dengan jaminan berupa
baju perang yang nilainya setara dengan 400 dirham. Kemudian, setelah itu
Rasulullah SAW wafat dan akad gadainya “dilanjutkan” oleh ahli waris beliau,
Siti Fatimah. Siti Fatimah menebus baju perang Rasulullah SAW dengan
membayar 30 sha’ gandum kepada Abu Syahm, sesuai kesepakatan akad gadai
antara Rasulullah SAW dengan si Yahudi.
LINA AFRIYANA (A1A019128)

Kisah di atas menunjukkan bahwa akad gadai tidak batal disebabkan


kematian pihak peminjam (rahin), dan barang gadaiannya hanya bisa ditebus
dengan membayar hutang si rahin sesuai akad gadai yang sudah disepakati
sebelumnya. 

8. Bagaimana hukum mewakafkan harta yang masih dalam sengketa, semisal


tanah?
Jawab:
Objek sengketa dalam wakaf bisa kita bagi menjadi 2:

Pertama, harta sengketa yang belum jelas kepemilikannya.

Wakaf semacam ini tidak diperbolehkan. Karena kepemilikan belum jelas.

Kedua, harta sengketa yang sudah jelas kepemilikannya

Harta semacam ini diistilahkan dengan al-Musya’. Misal, tanah atau rumah


atau properti milik bersama semua ahli waris. Harta milik bersama ini
disebut mal musya’.

Wakaf harta musya’ dibolehkan. Bahkan hal ini pernah dilakukan oleh Umar
bin Khatab ketika beliau memiliki jatah tanah di Khaibar.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita,

Umar bin Khatab memiliki saham 100 dari tanah Khaibar. Lalu beliau
laporkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umar mengatakan,

“Saya mendapat sebidang tanah, dimana tidak ada harta yang lebih berharga
bagiku dari pada tanah itu. Apa yang anda sarankan untukku terhadap tanah itu?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi saran,

“Jika mau, kamu bisa mempertahankan tanahnya dan kamu bersedekah


dengan hasilnya.” (HR. Bukhari 2772)
Kemudian Umar mewakafkan tanah itu.

Hadis ini dalil, bolehnya wakaf harta musya’ (milik bersama).

Dalam Mawahib al-Jalil dinyatakan,

Boleh melakukan wakaf tanah milik bersama, sebagaimana boleh wakaf


setengah rumah atau tanah yang bukan milik bersama. (Mawahib al-Jalil, 7/626).

Keterangan lain disampaikan as-Sarkhasi,

Jika ada orang yang wakaf harta musya’, setengah tanahnya atau setengah
rumahnya kepada orang fakir, hukumnya boleh, menurut pendapat Abu Yusuf
rahimahullah. Karena pembagian merupakan penyempurna qabdh (serah
terima).  (al-Mabsuth, 12/64).

Anda mungkin juga menyukai