Anda di halaman 1dari 43

Referat

GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID

Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Psikiatri
Periode 17 September – 22 Oktober 2018

Fitri Aulia Dina 04054821719027


Denara Eka Safitri 04054821719031
Fahmi Nur Suwandi 04054821719032
Hendrik Fauzik 04054811820001
Shepty Ira Luthfia 04054821719136
Marlan Pardamean Lalau Hutajulu 04054821719137
Khairinnisa 04084821719177
Dhanty Mukhlisa 04084821719179
Ghiena Inayati Abishasahata 04084821719180
Azzahra Shinta Intansari 04054821820002
Eriskop Sianturi 04054821820088

Pembimbing
Dr.Deddy Soestiantoro, SpKJ, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM MOH. HOESIN PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Gangguan Kepribadian Paranoid

Oleh:

Fitri Aulia Dina 04054821719027


Denara Eka Safitri 04054821719031
Fahmi Nur Suwandi 04054821719032
Hendri Fauzik 04054811820001
Shepty Ira Luthfia 04054821719136
Marlan Pardamean Lalau Hutajulu 04054821719137
Khairinnisa 04084821719177
Dhanty Mukhlisa 04084821719179
Ghiena Inayati Abishasahata 04084821719180
Azzahra Shinta Intansari 04054821820002
Eriskop Sianturi 04054821820088

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
ujian kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode 17 September – 22 Oktober 2018.

Palembang, Oktober 2018


Pembimbing,

Dr.Deddy Soestiantoro, SpKJ, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka dengan judul
“Gangguan Kepribadian Paranoid” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen
Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Dr.Deddy Soestiantoro, SpKJ, M.Kes selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas
ilmiah ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Oktober 2018

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI...............................................................................................……iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA….....................................................................3
2.1 DEFINISI KEPRIBADIAN...................................................................3
2.2 TOKOH TEORI KEPRIBADIAN.........................................................4
2.3 PEMBAGIAN KEPRIBADIAN............................................................4
2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN....................................................................................8
2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN....................................................................................8
2.6 ASPEK-ASPEK KEPRIBADIAN.......................................................11
2.7 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN.................................................11
2.8 KARAKTER KEPRIBADIAN............................................................16
2.9 CIRI KEPRIBADIAN SEHAT............................................................17
2.10 EPIDEMIOLOGI GANGGUAN KEPRIBADIAN...........................22
2.11 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO................................................22
2.12 CIRI-CIRI KEPRIBADIAN PARANOID.........................................27
2.13 DIAGNOSIS......................................................................................28
2.14 DIAGNOSIS BANDING...................................................................31
2.15 TATALAKSANA..............................................................................31
BAB III PENUTUP............................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................39

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas emosional dan perilau


yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari. Kepribadian merupakan
kata yang menunjukan pola perilaku yang menetap pada diri seseorang dan juga
cara orang tersebut dalam merasakan sesuatu. Karakter kepribadian secara
mencolok membedakan diri seseorang dengan orang lain. Kepribadian relatif
stabil dan dapat diramalkan. Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat
karakter seseorang yang tidak seperti umumnya yang ditemukan pada sebagian
besar orang. Sifat kepribadian yang tidak fleksibel dan maladaptif dapat
menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan bagi
seseorang. Gejala gangguan kepribadian adalah aloastik yaitu dapat diterima oleh
ego orang tersebut. Mereka dengan gangguan kepribadian tidak merasa cemas
tentang perilaku maladaptifnya, karena orang tersebut tidak secara rutin
merasakan sakit dari apa yang dirasakan oleh masyarakat sebagai gejalanya,
mereka sering kali dianggap sebagai tidak bermotivasi untuk pengobatan dan
tidak mempan terhadap pemulihan.
Berdasarkan DSM-V, gangguan kepribadian dikelompokkan atas tiga
kelompok yaitu kelompok A terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid,
dan skizotipal; kelompok B terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, ambang,
histrionik, dan narsistik; kelompok C terdiri dari gangguan kepribadian
menghindar, dependen, obsesif-kompulsif dan kategori gangguan kepribadian
yang tidak ditentukan.
Gangguan kepribadian paranoid pertama kali dijelaskan oleh Adolf Meyer
pada awal abad ke-20. Formulasi awal dari gangguan ini datang dari perspektif
psikoanalisis yang menekankan mekanisme pertahanan reaksi formasi dan
proyeksi. Beberapa peneliti memiliki hipotesis bahwa gangguan kepribadian
paranoid terletak dalam spektrum skizofrenia dan merupakan produk dari
kecenderungan genetik umum. Sebuah model perilaku telah diusulkan dimana

1
kecurigaan dan ketidakpercayaan yang dipelajari yang mengarah kepenarikan
sosial, pengujian lain, dan kecurigaan. Dalam perspektif psikoanalisis, Freud
menjelaskan perkembangan gangguan kepribadian paranoid atas dasar mekanisme
pertahanan, proyeksi dan reaksi formasi. Menurut Freud setiap manusia memiliki
dorongan homoseksual yang tidak dapat diterima yang ditolak oleh pikiran sadar,
dorongan ini kemudian memunculkan kebencian dan permusuhan yang juga tidak
dapat diterima oleh pikiran sadar. Ini adalah emosi kebalikan dari kebencian dan
permusuhan yang diproyeksikan pada motivasi orang lain.
Landasan paranoid ini adalah represi homo seksualitas yang mengambil
bentuk lain sehingga Schreber tidak akan mengenali keinginan sendiri. Freud
percaya Schreber mentransfer cintanya untuk ayah dan saudaranya menjadi untuk
Flechsig dan Tuhan. Freud menafsirkan keinginan Schreber untuk menjadi
seorang wanita sebagai pembenaran untuk kehilangan maskulinitasnya dan
menyebut ini sebagai "Father-Complex", Freud melihat fiksasi homo seksual
seperti Schreber sebagai hasil dari konflik oedipal yang belum terselesaikan.
Ancaman pengebirian oleh ayah Schreber yang menyebabkan dia meninggalkan
kasih sayang ibunya, tetapi pada saat yang sama mengidentifikasi ibunya. Teori
gangguan kepribadian paranoid Freud, meskipun diterima secara luas juga banyak
dikritik karena data yang terbatas dan kurangnya landasan empiris untuk
mendukung teorinya.
Gangguan kepribadian paranoid adalah suatu ganggguan kepribadian
dengan sifat curiga yang menonjol. Orang seperti ini mungkin agresif dan setiap
orang lain dilihat sebagai seorang aggressor terhadapnya, dimana ia harus
mempertahankan dirinya. Ia bersikap sebagai pemberontak dan angkuh untuk
menahan harga diri, sering ia mengancam orang lain sebagai akibat rasa proyeksi
rasa bermusuhanya sendiri. Dengan demikian ia kehilangan teman-teman dan
mendapatkan banyak musuh.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kepribadian


Kepribadian merupakan sebuah karakteristik individu akan afek, pengaturan
emosi, perilaku, motivasi, kognisi, dan interaksi individu dengan yang lainnya
yang bersifat menetap dan muncul sejak awal fase dewasa (adolescence). Aspek
kpribadian mencakup cara individu berpikir tentang dirinya sendiri (contoh:
percaya diri tinggi atau kurang percaya diri), cara berinteraski dengan orang
disekitarnya (contoh: cenderung ramah atau pemalu), cara individu memahami
kejadian dalam lingkungan tertentu (contoh: orang dengan gangguan kepribadian
paranoid yakin bahwa orang lain memperhatikannya dan mungkin akan
menyerangnya) dan rekasi emosional individu terhadap situasi tertentu.
American Psychiatric Association (APA) menuliskan bahwa gangguan
kepribadian ditandai oleh "pola penyimpangan perilaku dan pengalaman individu
yang memunculkan penyimpangan pada kebiasaan individu, bersifat lama,
pervasif dan menetap, dan tidak stabil. Gangguan kepribadian muncul pada masa
dewasa atau awal masa dewasa, stabil pada kurun waktu tertentu, dan akan
berujung pada kondisi distress atau tidak stabil. Terdapat 10 tipe gangguan
kepribadian yang didiagnosis berdasarkan kriteria diagnosis tertentu.10 tipe
gangguan kepribadian tersebut yaitu gangguan kepribadian paranoid, skizoid,
skizotypal, antisosial, borderline, histrionik, narsistik, avoidant/cemas atau
menghindar, obsessive-compulsive dan dependen.
Orang dengan gangguan kepribadian paranoid dikarakteristikan dengan
kecurigaan jangka panjang dan ketidakpercayaan terhadap orang lain pada
umumnya. Mereka menolak tanggung jawab terhadap perasaan mereka sendiri
dan menyerahkan tanggung jawab ke orang lain. Mereka sering mudah
bermusuhan, tersinggung dan marah.

3
2.2. Tokoh Teori tentang Kepribadian
Menurut Gordon W.Allport kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis
dari sistem psikofisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran
indvidu secara khas. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku
mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui
pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb. Menurut George
Kelly kepribadian adalah cara unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-
pengalaman hidupnya. Sigmund Freud menyatakan bahwa kepribadian
merupakan suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id, ego, dan super
ego, sedangkan tingkahlaku lain merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga
unsur dalam sistem kepribadian tersebut. Menurut Browner kepribadian adalah
corak tingkahlaku sosial, corak ketakutan, dorongan dan keinginan, gerak-gerik,
opini dan sikap seseorang. Perilaku ada yang bersifat tampak dan ada pula yang
tidak tampak.

2.3. Pembagian Kepribadian


Dalam dunia psikologi, terdapat 4 tipe kepribadian, yang diperkenalkan
pertama kali oleh Hippocrates (460-370 SM). Hal ini dipengaruhi oleh anggapan
bahwa alam semesta beserta isinya tersusun dari empat unsur dasar yaitu: kering,
basah, dingin, dan panas. Dengan demikian dalam diri seseorang terdapat empat
macam sifat yang didukung oleh keadaan konstitusional berupa cairan-cairan yang
ada di dalam tubuhnya, yaitu: sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning),
sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam), sifat dingin terdapat dalam
phlegma (lendir), dan sifat panas terdapat dalam sanguis (darah). Keempat cairan
tersebut terdapat di dalam tubuh dengan proporsi tertentu. Jika proporsi cairan-
cairan tersebut di dalam tubuh berada dalam keadaan normal, maka individu akan
normal atau sehat, namun apabila keselarasan proporsi tersebut terganggu maka
individu akan menyimpang dari keadaan normal atau sakit.
Pendapat Hippocrates disempurnakan oleh Galenus (129-200 SM) yang
mengatakan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat 4 macam cairan tersebut

4
dalam proporsi tertentu. Apabila suatu cairan terdapat di dalam tubuh melebihi
proporsi yang seharusnya (dominan) maka akan menimbulkan adanya sifat-sifat
kejiwaan yang khas. Sifat-sifat kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai
akibat dari dominannya salah satu cairan tersebut yang oleh Galenus sehingga
menggolongkan manusia menjadi empat tipe berdasarkan temperamennya, yaitu
Koleris, Melankolis, Phlegmatis, dan Sanguinis.
Menurut Galenus, seorang koleris mempunyai sifat khas yaitu hidup, besar
semangat, daya juang besar, hatinya mudah terbakar, dan optimis. Sedangkan
seorang melankolis mempunyai sifat mudah kecewa, daya juang kecil, muram dan
pesimistis. Sifat khas phlegmatis tidak suka terburu-buru (calm, tenang), tak
mudah dipengaruhi dan setia. Seorang sanguinis mempunyai sifat khas hidup,
mudah berganti haluan, ramah, lekas bertindak tapi juga lekas berhenti.
Selain itu, Florence littauer juga mengembangkan lagi tipe kepribadian yang
telah dijelaskan oleh Hipocrates dan Galenus. Dalam bukunya yang berjudul
Personality Plus, Littauer menjelaskan lebih rinci mengenai sifat masing-masing
kepribadian. Seorang sanguinis pada dasarnya mempunyai sifat ekstrovert,
membicara dan optimis. Dari segi emosi, ciri seorang sanguinis yaitu kepribadian
yang menarik, suka bicara, menghidupkan pesta, rasa humor yang hebat, ingatan
kuat untuk warna, secara fisik memukau pendengar, emosional dan demonstrative,
antusias dan ekspresif, periang dan penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, baik
dipanggung, lugu dan polos, hidup dimasa sekarang, mudah diubah, berhati tulus,
selalu kekanak-kanakan. Dari segi pekerjaan, sifat seorang sanguinis yaitu
sukarelawan untuk tugas, memikirkan kegiatan baru, tampak hebat dipermukaan,
kreatif dan inovatif, punya energi dan antusiasme, mulai dengan cara cemerlang,
mengilhami orang lain untuk ikut dan mempesona orang lain untuk bekerja.
Seorang sanguinis sebagai teman mempunyai sifat mudah berteman, mencintai
orang, suka dipuji, tampak menyenangkan, disukai anak-anak, bukan pendendam,
mencegah suasana membosankan, suka kegiatan spontan. Kelemahan dari
sanguinis yaitu terlalu banyak bicara, mementingkan diri sendiri, orang yang suka
pamer, terlalu bersuara, orang yang kurang disiplin, senang menceritakan kejadian
berulang kali, lemah dalam ingatan, tidak dewasa, tidak tetap pendirian.

5
Seorang melankolis pada dasarnya mempunyai sifat introvert, pemikir dan
pesimis. Dari segi emosi, ciri seorang melankolis yaitu mendalam dan penuh
pemikiran, analitis, serius dan tekun, cenderung jenius, berbakat dan kreatif,
artistic atau musikal, filosofis dan puitis, menghargai keindahan, perasa terhadap
orang lain, suka berkorban, penuh kesadaran, idealis. Dari segi pekerjaan, sifat
seorang melankolis yaitu berorientasi jadwal, perfeksionis, standar tinggi, sadar
perincian, gigih dan cermat, tertib terorganisir, teratur dan rapi, ekonomis, melihat
masalah, mendapat pemecahan kreatif, perlu menyelesaikan apa yang dimulai,
suka diagram, grafik, bagan dan daftar. Dari segi pertemanan atau sosialisasi
seorang melankolis mempunyai sifat hati-hati dalam berteman, menetapkan
standar tinggi, ingin segalanya dilakukan dengan benar, mengorbankan keinginan
sendiri untuk orang lain, menghindari perhatian, setia dan berbakti, mau
mendengarkan keluhan, bisa memecahkan masalah orang lain, sangat
memperhatikan orang lain, mencari teman hidup ideal. Kelemahan dari
melankolis yaitu mudah tertekan, punya citra diri rendah, mengajukan tuntutan
yang tidak realistis kepada orang lain, sulit memaafkan dan melupakan sakit hati,
sering merasa sedih atau kurang kepercayaan, suka mengasingkan diri, suka
menunda-nunda sesuatu.
Seorang koleris pada dasarnya mempunyai sifat ekstrovert, pelaku dan
optimis. Dari segi emosi, ciri seorang koleris yaitu berbakat pemimpin, dinamis
dan aktif, sangat memerlukan perubahan, harus memperbaiki kesalahan,
berkemauan kuat dan tegas, memiliki motivasi berprestasi, tidakemosional
bertindak, tidak mudah patah semangat, bebas dan mandiri, memancarkan
keyakinan, bisa menjalankan apa saja. Dari segi pekerjaan, sifat seorang koleris
yaitu berorientasi target, melihat seluruh gambaran, terorganisasi dengan baik,
mencari pemecahan praktis, bergerak cepat untuk bertindak, mendelegasikan
pekerjaan, menekankan pada hasil, membuat target, merangsang kegiatan,
berkembang karena saingan. Dari segi pertemanan atau sosialisasi koleris
mempunyai sifat tidak terlalu perlu teman, mau memimpin dan mengorganisasi,
biasanya selalu benar, unggul dalam keadaan darurat, mau bekerja untuk kegiatan,
memberikan kepemimpinan yang kuat, menetapkan tujuan. Kelemahan dari

6
koleris yaitu pekerja keras, suka memerintah, mendominasi, tidak peka terhadap
perasaan orang lain, tidak sabar, merasa selalu benar, merasa sulit secara lisan
atau fisik memperlihatkan kasih sayang dengan terbuka, keras kepala, tampaknya
tidak bisa tahan atau menerima sikap, pandangan, atau cara orang lain.
Seorang phlegmatis pada dasarnya mempunyai sifat introvert, pengamat dan
pesimis. Dari segi emosi, ciri seorang phlegmatis yaitu kepribadian rendah hati,
mudah bergaul dan santai, diam, tenang, sabar, baik keseimbangannya, hidup
konsisten, tenang tetapi cerdas, simpatik dan baik hati, menyembunyikan emosi,
bahagia menerima kehidupan, serba guna. Dari segi pekerjaan, sifat seorang
phlegmatis yaitu cakap dan mantap, damai dan mudah sepakat, punya kemampuan
administrative, menjadi penengah masalah, menghindari konflik, baik di bawah
tekanan, menemukan cara yang mudah. Dari segi pertemanan/ sosialisasi
plegmatis mempunyai sifat mudah diajak bergaul, menyenangkan, tidak suka
meninggung, pendengar yang baik, punya banyak teman, punya belas kasihan dan
perhatian, tidak tergesa-gesa, bisa mengambil hal baik dari yang buruk, tidak
mudah marah. Kelemahan dari phlegmatis yaitu cenderung tidak bergairah dalam
hidup, sering mengalami perasaan sangat khawatir, sedih atau gelisah, orang yang
merasa sulit membuat keputusan, tidak mempunyai keinginan untuk
mendengarkan atau tertarik pada perkumpulan, tampak malas, lambat dalam
bergerak, mundur dari situasi sulit.
Dalam bukunya, Florence Littauer juga mengatakan bahwa diantara 4 tipe
kepribadian diatas, manusia juga dapat mempunyai kemungkinan campuran
diantara ke empatnya. Tipe kepribadian campuran tersebut antara lain:
1) Campuran Alami yaitu antara kepribadian sanguinis dengan koleris serta
campuran antara kepribadian melankolis dan phlegmatic
2) Campuran pelengkap yaitu antara kepribadian koleris dan melankolis serta
campuran kepribadian sanguinis dan phlegmatic
3) Campuran yang berlawanan yaitu antara kepribadian sanguinis dan
melankolis serta antara kepribadian koleris dan phlegmatis.

7
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian
Ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian, yaitu:
a. Faktor internal
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam seseorang itu
sendiri. Biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Maksudnya
faktor genetis yaitu faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan
meruapakn pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah
satu dari kedua orangtuanya atau bisa juga gabungan atau kombinasi
dari sifat orangtuanya.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar orang tersebut.
Faktor ini biasanya pengaruh yang berasal dari luar orang tersebut.
Faktor ini biasanya pengaruh yang berasal dari lingkungan anak dimana
anak mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan dunia sosialnya
yaitu teman-temannya. Faktor-faktor pendukung terbentuknya
kepribadian dan watak ialah unsur-unsur badan dan jiwa manusia disatu
pihak dan lingkungan di lain pihak. Badan dan jiwa disebut sebagai
faktor endogen, dan lingkungan adalah faktor eksogen. Faktor endogen
disebut juga faktor dalam, faktor internal, faktor bawaan dan faktor
keturunan. Sedangkan faktor eksogen disebut juga faktor luar, faktor
eksternal empiris, dan faktor pengalaman.

2.5. Faktor-Faktor yang Menghambat Pembentukan Kepribadian


Adapun faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian juga terdapat
faktor yang menghambat pembentukan kepribadian antara lain:
a. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan
jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan
genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar,
saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa
keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya

8
perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru
lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap
orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan
pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut
memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.

b. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat ; yakni
manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk
juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-
peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu. Sejak
dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang disekitarnya.
Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam perkembangan
anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi pembentukan
kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan
memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap
perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak
kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi
anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan
pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas
jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena
berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam
suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka
pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas.
Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan dan pembentukan kepribadian.

c. Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing
orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana

9
seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain:

1. Nilai-nilai (Values)
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang
dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam
kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu
masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan
kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.

2. Adat dan Tradisi.


Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping
menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya,
juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang
akan berdampak pada kepribadian seseorang.

3. Pengetahuan dan Keterampilan.


Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang
atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya
kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu
masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara
kehidupannya.

4. Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di
atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan
cirri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa
dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena
bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat
menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan
bereaksi serta bergaul dengan orang lain.

10
5. Milik Kebendaan (material possessions)
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin
maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan
hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia
yang memiliki kebudayaan itu.

2.6. Aspek-Aspek Kepribadian


Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek
kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

1. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,


konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau


ambivalen

4. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap


rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah,
sedih, atau putus asa

5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari


tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko
secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.

6. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan


interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

2.7. Perkembangan Kepribadian

11
Perkembangan kepribadian menurut Gardener Murphy Perkembangan
kepribadian dalam pandangan Gardener Murphy : merupakan tahap-tahap
dinamis, berubah-ubah yang terdiri dari fase keseluruhan (tanpa differensiasi),
kemudian fase diferensiasi dan fase integrasi yaitu fungsi yang sudah mengalami
diferensiasi diitegrasikan dalam satu unit yang berkoordinasi. Fase keseluruhan
merupakan watak umum yang mendominasi seperti pemarah, pemberani,
semangat, penipu, pembelajar, petualang. Dalam perkembangan berikutnya
terdiferensiasi misalnya pemberani yang memilki semangat pembelajar, penipu
yang memiliki darah seni. fase integrasi yaitu fungsi yang sudah mengalami
diferensiasi diitegrasikan dalam satu unit yang berkoordinasi biasanya di atas 40
tahun kepribadiannya menjadi mantap dan cenderung menetap

a. Perkembangan Kepribadian menurut Sigmund Freud


Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu
gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan
psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap
manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses
menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat
kepribadian yang bersifat menetap. Menurut Freud, kepribadian orang
terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun yaitu:

(1) Tahap oral


Mouth rule (menghisap, menggigit, mengunyah), Lima mode pada
tahap oral yang masing-masing membentuk suatu prototipe karakteristik
kepribadian tertentu di kemudian hari, yaitu mode : mengambil, memeluk,
menggigit, meludah dan membungkam. Mengambil : menjadi petunjuk
tingkah laku rakus, Memeluk : menjadi petunjuk dalam mengambil
keputusan dan tingkah laku keras kepala. Menggigit : menjadi petunjuk
tingkah laku destruktif; sarkasme, sinis & mendominasi, Meludah :
prototipe tingkah laku reject, Membungkam: tingkah laku reject, introvert.

12
(2) Tahap anal: 1-3 tahun
Akhir tahap oral bayi dianggap telah dapat membentuk kerangka
kasar kepribadian, meliputi : sikap, mekanisme untuk memenuhi tuntutan id
dan realita, dan ketertarikan pada suatu aktivitas atau objek. Kebutuhan
menyangkut pemuasan anak terhadap kontrol mengenai hal-hal yang
menyangkut anal (mis: bagaimana anak mengontrol keinginan untuk BAK
dan bagaimana beradaptasi dengan toilet. Tujuan tahap ini : terpenuhinya
pemuasan anak dengan tidak berlebihan akan membentuk self control yang
adekuat .

(3) Tahap phalic: 3-6 tahun


Solusi permasalahan pada fase oral & anal membentuk pola
kerangka yang mendasar tahap berikutnya yaitu phalik. Pada tahap ini
kesenangan dan permasalahan berpusat sekitar alat kelamin. Stimulasi pada
alat genital menimbulkan dorongan biologis, dorongan dikurangi timbul
kepuasan. Permasalah yang timbul : oedipus complex.

(4) Tahap laten: 6-12 tahun


Periode lambat , dimana desakan seksual mengendur. Sebaiknya
digunakan untuk mencari keterampilan kognitif/pengetahuan dan
mengasimilasi nilai-nilai budaya. Pada periode ini ego & superego terus
dikembangkan.

(5) Tahap genital: 12-18 tahun


Dorongan/impuls-impuls menguat lagi dengan drastis. Pecapaian ego
ideal sudah tercapai pada tahap ini.

(6) Tahap dewasa


Tahap dewasa yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan
usia senja. Konsep psikolanalisis menekankan pengaruh masa lalu (masa
kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang

13
mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep
pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual.
Dalam sistem pembinaan akhlak individual, Islam menganjurkan agar
keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh
berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak
bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari
dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan
yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia
yang baik.

b. Perkembangan Kepribadian menurut Erikson


Perkembangan kepribadian dalam teori psikoanalisis Erickson
1. Trust VS Mistrust (0-1/1,5 tahun).
Perkembangan basic trust, essensial. Dalam derajat tertentu
diperlukan juga perkembangan ketidakpercayaan (mistrust) untuk
mendeteksi suatu bahaya atau suatu yang tidak menyenangkan &
membedakan orang-orang yang dapat dipercaya / tidak.

2. Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu ( early chilhood : 1/1,5-3 tahun).


Mulai mengembangkan kemandirian. Bisa timbul kegelisahan,
ketakutan dan kehilangan rasa pencaya diri apabila suatu kegagalan
terjadi.

3. Inisiatif VS Rasa Bersalah (late chilhood:3-6th).


Komponen positif adalah berkembangnya inisiatif. Modalitas
dasar psikososialnya : “membuat”, “ campur tangan”, “mengambil
inisiatif”, membentuk”, melaksanakan pencapaian tujuan dan
berkompetisi”.

4. Industri VS Inferiority ( usia sekolah:6-12 tahun).

14
Dimulai industrial age. Pengalaman berhasil memberikan rasa
produktif, menguasai dan kompetitif. Kegagalan menimbulkan
perasaan tidak adekuat & inferioritas merasa diri tidak tidak berguna.

5. Identitas & Penolakan VS difusi Identitas (masa remaja: 12-20 tahun).


Tahap perkembangan sebelumnya memberi kontribusi yang
berarti pada pembentukkan Identitas dapat terjadi krisis identitas.
Fungsi dasar remaja: mengintegrasikan berbagai identifikasi yang
mereka dapat pada masa kanak-kanak untuk melengkapi proses
pencarian identitas.

6. Intimasi dan Solidaritas VS Isolasi (Early adulthood : 20-35 th).


Perkembangan identitas mendasari perkembangan keakraban
indvidu dengan orang lain. Kemampuan mengembangkan hubungan
dengan sejenis/lawan jenis. Salah satu aspek keintiman adalah
solidaritas. Jika keintiman gagal dicapai, individu cenderung menutup
diri.

7. Generativitas VS Stagnasi/ mandeg ( middle adulthood : 35-65 th ).


Generativitas bertitik tolak pada ‘ pentingnya dan pengarahan
generasi berikutnya’. Penting menumbuhkan upaya-upaya kreatif dan
produktif . Bila generativitas gagal, terjadi stagnasi.

8. Integritas VS Keputusasaan (later years: diatas 65 th).


Secara ideal telah mencapai integritas Integritas: menerima
keterbatasan hidup, merasa menjadi bagian dari generasi sebelumnya,
memiliki rasa kearifan sesuai bertambahnya usia, merupakan integrasi
akhir dari tahap-tahap sebelumnya. Bila integritas gagal : timbul
keputusasaan, penyesalan terhadap apa yang telah dan belum
dilakukannya, ketakutan dalam menghadapi kematian

15
c. Perkembangan Kepribadian ( Harry Stack Sullivan)
Harry membagai perkembngan kepribadian menjadi beberapa masa.
1. Masa bayi : Kebutuhan akan rasa aman dalam mengembangkan
rasa percaya yang mendasar (basic trust).
2. Masa kanak-kanak awal: belajar berkomunikasi
3. Pra sekolah : mengembangkan body image
4. Usia sekolah : mengembangkan hubungan dengan sebaya,
melalui kompetisi, kompromi dan kooperatif.
5. Remaja : mengembangkan kemandirian,melakukan hubungan
dengan jenis kelamin yang berbeda.
6. Dewasa : belajar untuk saling tergantung, tanggung jawab
terhadap orang lain.

2.8. Karakter Kepribadian

Karakter kepribadian didefinisikan sebagai deskripsi orang dalam


hal pola perilaku yang relatif stabil, pikiran, dan emosi. Model Lima Faktor
(FFM) adalah taksonomi karakter kepribadian yang paling banyak diteliti ciri-
ciri di seluruh dunia dalam model ini, sejumlah besar sifat digabungkan
menjadi lima dimensi sifat luas yang memuat ke orthogonal. Faktor-faktor dan
ciri-ciri deskriptif untuk masing-masing adalah disediakan dalam Tabel 1.

16
1. Extraversion: mudah bersosialisasi, bergairah, banyak bicara, tegas, dan
ekspresi emosi yang tinggi.
2. Agreeableness: Dimensi kepribadian ini mencakup atribut seperti
kepercayaan, altruisme, kebaikan, kasih sayang, dan perilaku prososial
lainnya.
3. Conscientiousness: Fitur umum dari dimensi ini termasuk tingkat
perhatian yang tinggi, dengan kontrol impuls yang baik dan perilaku yang
diarahkan pada tujuan.
4. Neuroticism: Individu yang tinggi dalam sifat ini cenderung mengalami
ketidakstabilan emosi, kecemasan, kemurungan, lekas marah, dan
kesedihan.
5. Keterbukaan: Sifat ini memiliki karakteristik seperti imajinasi dan
wawasan, dan mereka yang tinggi dalam sifat ini juga cenderung memiliki
berbagai kepentingan.

2.9. Ciri Kepribadian Sehat


Kepribadian seseorang mempunyai ciri-ciri tertentu sehingga tahu mana
kepribadian yang sehat dan kepribadian yang tidak sehat, Samsu menjelaskan
bahwa kepribadian yang sehat di tandai dengan:

a) Mampu menilai diri secara realistik. Individu yang kepribadian


sehat mampu menilai diri apa adanya, baik kelebihan maupun

17
kelemahannya, menyangkut fisik (fostur tubuh, wajah, keutuhan
dan kesehatan) dan kemampuan (kecerdasan dan keterampilan.

b) Mampu menilai situasi secara realistik. Individu dapat menghadapi


situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan
mau menerimanya secara wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi
kehidupan itu sebagai suatu yang harus sempurna.

c) Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik. Individu


dapat menilai prestasinya (keberhasilan yang diperolehnya) secara
realistik dan mereaksinya secara rasional. Dia tidak menjadi
sombong, angkuh, mengalami “superiority complex”, apabila
memperoleh prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam hidupnya.
Apabila mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan
frustasi, tetapi dengan sikap optimistik (penuh harapan).

d) Menerima tanggung jawab. Individu yang sehat adalah individu


yang bertanggung jawab. Sehingga mempunyai keyakinan
terhadap kemampuannya untuk mengatasinya masalah-masalah
kehidupan yang di hadapinya.

e) Kemandirian (autonomy). Individu memiliki sifat mandiri dalam


cara berpikir dan bertindak, dalam mengambil keputusan,
mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri
dengan norma yang berlaku di lingkungannya.

f) Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan


emosinya. Dia dapat menghadapinya situasi frustasi, depresi, atau
stres secara positif atau konstruktif, tidak destruktif (merusak).

18
g) Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin di
capainya. Namun dalam merumuskan tujuan itu ada yang tidak
realistik. Individu yang sehat adalah kepribadian yang dapat
merumuskan tujuannya berdasarkan pertimbangan secara matang
(rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar. Dia berupa untuk
mencapai tujuannya tersebuat dengan cara mengembangkan
kepribadian dan keterampilan.

h) Berorientasi keluar. Individu yang sehat memiliki orientasi keluar


(ekstrovert). Sehingga bersifat respek (hormat), empati terhadap
orang lain mempunyai kepedulian terhadap situasi, atau masalah-
masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berpilir. Sifat-
sifat individu yang berorintasi keluar yaitu: (a). Menghargai dan
menilai orang lain seperi dirinya sendiri, (b). Merasa nyaman dan
terbuka terhadap orang lain, (c). Tidak membiarkan dirinya
dimanfaatkan untuk menjadikorban orang lain dan tidak
mengorbankan orang lain karena kekecewaannya.

i) Penerimaan sosial. Individu dinilai positif oleh orang lain, mau


berpartisifasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap
bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.

j) Memiliki filsafat hidup. Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan


filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.

k) Berbahagia. Individu yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai


kebahagiaan. Kebahagiaan itu di dukung oleh faktor-faktor
pencapaian prestasi, penerimaan dari orang lain, perasaan dicintai
dan disayangi orang lain.

19
Menurut teori psikoanalistisnya Jung Siswanto menjelaskan kepribadian
yang sehat adalah: Manusia yang matang karena sudah melewati jalan
berliku,panjang, dan penuh kesukaran untuk menyadari dirinya yang sejati.
Manusia yang mencapai individuasi adalah manusia yang mampu membawa
ketidak sadaranya ke dalam kesadaran, mampu menyadari keberadaanya
dialektika dalam kepribadianya, antara persona dengan
anima/animusnya/arketipenya, antara ego dan mengintekrasikan semuanya
kedalam diri yang sebenarnaya.
Selanjutnya dijelaskan Daler tentang tanda-tanda kepribadian orang yang
sehat dan kurang sehat.
a. Tanda-tanda kepribadian yang sehat
1) Kepercayaan mendalam pada diri sendiri dan orang lain. Kepercayaan
pada dunia luar itu dipupuk sejak masih kecil dalam asuhan Ibu.
2) Tidak ragu-ragu, tidak malu, tetap berani. Harus dapat berdiri sendiri tanpa
meminta bantuan orang lain.
3) Inisiatif berkembang dan tidak selalu merasa dirinya bersalah atau
berdosa. Yang sering mematikan inisiatif adalah suasana hati yang selalu
merasa bersalah.
4) Tidak merasa minder, tetapi mempunyai semangat kerja. Pujian yang tidak
wajar dan teguran-teguran yang terlalu sering bisa mematikan semangat
kerja.
5) Bersikap jujur terhadap diri sendiri. Berani melihat dengan sadar akan
kekurangan diri sendiri.
6) Mampu berdedikasi penyerahan diri sendiri. Jangan disamakan dengan
sikap “mengalah” yang tidak pada tempatnya sehingga mudah ditindas
oleh orang lain dan tidak mempunyai kekuatan untuk mempertahankan
diri.
7) Senang berkomunikasi dengan sesama. Kemampuan komunikasi
dinyatakan dalam tukar pikiran, membuka diri diimbangi dengan
kemampuan untuk menutup diri dari menjaga rahasia.

20
8) Generatifitas (kebapak-Ibuan). Melanjutkan keturunan, dalam arti jasmani
dan rohani. Dalam arti rohani, misalnya sesorang guru mempunyai anak
didik. Generativitas merupakan suatu kesenangan menghadapi masa
depan.
9) Integritas, yakni: (1) mempunyai kontinuitas dalam hidupnya masa lampau
tak di sangkal, dan dengan gairah memandang masa depan, (2)
kesanggupan untuk memperjuangkan nilai-nilai hidup yang nyata, bukan
seorang yang penjual diri, oportunis, pengkhianat; (3) berani memimpin
dengan bertanggung jawab, berani menanggung resiko, mempunyai jiwa
kepemimpinan, hidup dianggapnya sebagai tantangan.

b. Tanda tanda kepribadian yang kurang sehat.


1) Tak mampu melakukan persahabatan, mengisolasikan diri.
2) Daya konsentrasi buyar, ketekunan dalam pekerjaan hancur, terlalu
banyak melamun.
3) Penyangkal terhadap nama, asal usul, suku bangsa, masa lampau,
dan sebagainaya.
4) Tak mampu memperjuangkan diri, bahkan kadang-kadang timbul
keinginan mengakhiri hidup, bertalian dengan kebosanan hidup.
5) Sifat ingin membalas dendam; beraksi terlalu radikal terhadap
orang lain maupun diri sendiri; tidak mengakui dan tidak menerima
masa lampaunya, lalu mau mengubah diri secara sangat radikal
(identitas negatif).

Selanjutnya menurut Samsu kepribadian yang tidak sehat antara lain:


1) Mudah marah (tersinggung).
2) Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan.
3) Sering merasa tekanan (stres atau depresi).
4) Bersikap kejam atau senang menganggu orang lain yang usianya
lebih muda atau terhadap binatang (hewan).

21
5) Ketidak mampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang
meskipun sudah di peringati atau di hukum.
6) Mempunyai kebiasaan berbohong.
7) Hiperaktif
8) Bersikap memusuhi terhadap semua otritas
9) Senang mengkriktik/mencemooh orang lain.
10) Sulit tidur.
11) Kurang memiliki rasa tanggung jawab.
12) Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan
bersifat organis).
13) Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama.
14) Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan.
15) Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan.

2.10. Epidemiologi Gangguan Kepribadian


Data menunjukkan bahwa prevalensi gangguan kepribadian berkisar 2 –
4% dari populasi umum. Mereka yang memiliki gangguan kepribadian jarang
mencari terapi sendiri dan ketika disarankan untuk mencari terapi mereka
seringkali dapat mengendalikan diri sehingga tampak tidak bermasalah. Gangguan
ini lebih banyak didiagnosis pada laki-laki daripada perempuan. Keluarga dari
pasien dengan skizofrenia memperlihatkan insiden gangguan kepribadian yang
lebih tinggi dibandingkan partisipan kontrol. Awalnya diduga angka prevalensi
gangguan kepribadian pada homoseksual tinggi tetapi ternyata tidak lebih tinggi
dibandingkan prevalensi pada grup minoritas lain, imigran orang dengan tuli pada
populasi umum.

2.11. Etiologi dan Faktor Risiko


Secara spesifik penyebab dari munculnya gangguan ini masih belum
diketahui, namun seringkali dalam suatu kasus muncul pada individu yang
memiliki anggota keluarga dengan gangguan skizofrenia, dengan kata lain faktor
genetik masih mempengaruhi. Gangguan kepribadian paranoid juga dapat

22
disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang buruk ditambah dengan keadaan
lingkungan yang dirasa mengancam. Pola asuh dari orang tua yang cenderung
tidak menumbuhkan rasa percaya antara anak dengan orang lain juga dapat
menjadi penyebab dari berkembangnya gangguan ini.

Penyebab pasti terjadinya gangguan kepribadian paranoid belum sepenuhnya


diketahui, namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi:

1. Genetik
Gangguan kepribadian kelompok A (paranoid, skizoid, dan
skizotipal) lebih sering ditemukan pada sanak saudara biologis dari
pasien skizofrenik. Secara bermakna gangguan kepribadian skizotipal
lebih banyak ditemukan dalam riwayat keluarga skizofrenia. Korelasi
yang lebih jarang ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid atau
skizoid dengan skizofrenia.
Bukti yang terbaik bahwa faktor genetika berperan terjadap
timbulnya gangguan kepribadian berasal dari penelitian gangguan
psikiatrik pada 15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara
kembar manazigotik, angka kesesuaian untuk gangguan kepribadian
adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain
itu, menurut satu penelitian tentang panilaian multiple kepribadian
temperamen, minat okupasional dan waktu luang, dan sikap social,
kembar monozigotik yang dibesarkan terpisah adalah kira-kira sama
dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.

2. Tempramental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak
mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa.
Sebagai contoh, anak-anak yang secara temperamental ketakutan mungkin

23
mengalami gangguan kepribadian menghindar. Gangguan kepribadian
tertentu mungkin berasal dari kesesuaian parental yang buruk yaitu
ketidaksesuaian antara temperamen dan cara membesarkan anak. Sebagai
contoh, seorang anak yang pencemas dibesarkan oleh ibu yang
pencemas.Gangguan kepribadian tertentu mengkin berasal dari kesesuaian
parental yang buruk misalnya kultur yang memaksakan agresi mungkin
secara tidak sengaja mendorong dan dengan demikian berperan dalam
gangguan kepribadian paranoid.

3. Disfungsi kognitif
Pada penelitian yang dilakukan oleh Forsell & Henderson yang
dilakukan pada oarang lanjut usia menemukan bahwa disfungsi kognitif
dapat menjadi faktor resiko terjadinya gejala paranoid. Dengan melakukan
pengukuran aliran darah regional, pada pasien dengan gejala paranoid
menunjukkan peningkatan aktifitas fungsional terutama pada regio frontal
dan menunjukkan penurunan aliran darah pada regio temporal posterior.

4. Faktor biologis
Hormon, orang yang menunjukkan sifat impulsif sering kali juga
menunjukkan peningkatan kadar testosteron, 17 estradiol, dan estrone.
Neorotransmitter, Endorfin memiliki efek yang serupa dengan morfin
eksogen, termasuk analgesia dan supresi rangsangan.

5. Faktor psikoanalitis
Sigmund Freud pada awalnya menyatakan bahwa sifat kepribadian
adalah berhubungan dengan fiksasi pada salah satu stadium perkembangan
psikoseksual. Sebagai contoh, suatu karakter oral adalah pasif dan
dependen karena terfiksasi pada stadium oral, dimana ketergantungan pada
orang lain untuk asupan makanan adalah menonjol. Karakter anal adalah
keras keapala, kikir, dan sangat teliti karena perjuangan di sekitar latihan
toilet selama periode anal.

24
Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Forsell & Handerson
mengemukakan bahwa pasien yang mengalami isolasi sosial termasuk di
dalamnya akibat perceraian, tidak memiliki teman atau jarang mendapat
kunjungan memiliki hubungan dengan terjadinya gejala paranoid.  Selain itu ada
yang mengatakan faktor penyebab paranoid adalah:

1. Kegagalan proses belajar


Biasanya sejak masa kanak-kanak, paranoia suka menyendiri,
pencuriga, mengasingkan diri, keras kepala dan sangat sensitif. Saat
diingatkan mereka cemberut dan uring-uringan. Hanya sedikit dari mereka
yang menunjukan kemampuan bermain dengan anak lain yang normal atau
bersosialisasi dengan baik.
Latar belakang keluarga memegang peranan yang penting. Situasi
lemahnya penerimaan dalam keluarga dan penggiringan sikap inferioritas
akan mengembangkan sikap anak untuk berusaha menjadi superior.
Ketidakmantapan latar belakang keluarga mempengaruhi perasaan anak
terhadap orang lain dan membentuk perilaku negaif anak terhadap orang
lain.
Proses sosialisasi yang tidak tepat membentuk perilaku anak yang
mudah curiga kepada orang lain. Dengan demikian akan terbentuk sikap
permusuhan dan ingin mendominasi orang lain. Kondisi ini akan saling
mempengaruhi, sikap bermusuhannya direspon secara negatif olhe
lingkungan dan iapun semakin curiga dengan orang lain sehingga
perlahan-perlahan terbentik kepribadian yang paranoia. Selanjutnya
terjadilah isolasi sosial dan ia semakin tidak percaya kepada orang lain.
Perkembangan kepribadian selanjutnya dimasa kanak-kanak ini
mengembangkan suatu sikap gabungan dari merasa diri penting, kaku,
arogan, ingin mendominasi dan membentuk gambaran diri yang tidak

25
realistis dan menimpakan kegagalan atau kesialannya kepada orang lain.
Mereka menjadi sangat curiga dan sangat peka menghadapi situasi
ketidakadilan. Selanjut individu tidak memiliki selera humor.
Mereka mulai mengkategorikan mana orang baik dan jahat.
Harapan mereka dan tujuan hidup mereka seringkali tidak realistik.
Mereka menolak untuk menerima permasalahan yang dengan cara-cara
yang lebih realistik. Mereka cenderung menjadi orang yang uring-uringan
dan menolak kontak yang normal. Mereka tidak mampu membina
hubungan sosial yang hangat, bersikap agresif dan merasa superior.

2. Kegagalan dan inferioritas


Biasanya riwayat para paranoiac sarat dengan kegagalan dalam
beradaptasi dengan situasi kehidupan yang penting seperti lingkungan
sosial, pekerjaan dan perkawinan. Menghadapi ini mereka bersikap rigid,
membuat goal yang tidak realistik dan tidak mampu membina hubungan
jangka panjang dengan orang lain. Kegagalan ini diinterpretasikan olehnya
sebagai penolakan, penghinaan dan peremehan oleh orang lain.
Kegagalan ini menyebabkannya sukar untuk memahami sebab-
sebab utama sebenarnya dari permasalahan yang ia alami. Misalnya,
mengapa mereka harus meningkatkan kemampuannya dalam berhubungan
sosial dalam rangka mencegah reaksi negatif dari orang lain – mengapa
mereka sampai tidak disukai dalam pekerjaan misalnya karena mereka
menyelidiki sesuatu secara sangat rinci. Ia tidak mampu untuk memahami
dirinya dan situasi secara objektif, tidak mampu memahami mengapai ia
sampai menarik diri dan mengapa orang lain menolaknya.
Meskipun demikian perasaan inferiority dari penderita paranoia
bersifat topeng saja, karena sesungguhnya mereka ingin superior dan
menganggap dirinya penting dan hal ini dimanifestasikan dalam banyak
aspek dari perilakunya. Mereka sangat ingin dihargai, hipersensitif
terhadap kritik, sangat teliti dan rajin.

26
3. Elaborasi mekanisme pertahanan diri dan “Pseudocommunity”
Kaku, merasa diri penting, tidak humoris dan pencuriga membuat
penderita tidak populer dilingkungan sosialnya. Mereka saring salah
menangkap maksud orang lain. Sensitif terhadap ketidakadilan. Reaksi
paranoid biasanya berkembang secara bertahap. Kegagalan yang ia alami
membuat ia mengelaborasi defence mechanism. Untuk menghindari agar
dinilai tidak mampu mereka mengembangkan alasan logis dibalik
kegagalannya.
Secara bertahap gambaran dimulai dengan kristalisasi proses yang
lazim disebut paranoid illumination. Kemudian hal tersebut berkembang
sedemikian rupa sehingga penyebab-penyebabnya semakin kabur.
Penderita mulai melindungi dirinya dan memiliki asumsi bahwa ada
sesuatu yang salah dengan dirinya (ditahap awal). Selanjutkan kegagalan
tersebut ia timpakan kepada orang lain. Kemudian terjadi proses apa yang
disebut dengan pseudo community dimana penderita mulai
mengkategorisasikan orang-orang disekitarnya (faktual atau bayangan)
yang menentang atau tidak menyukai dirinya.
Kejadian-kejadian menjadi perhatian penderita. Ia selalui
menyikapi hal-hal disekitarnya dengan sikap curiga. Pseudo community
ini bisa disebabkan karena stress yang kuat, misalnya akibat kegagalan
ditempat kerja. Ia akan menimpakan kesalahan tersebut kepada orang lain
dan mulai mengidentifikasikan orang-orang yang dianggap
menghambatnya atau menentang dirinya.

2.12. Ciri Kepribadian Paranoid

Ciri yang ditemukan pada pasien dengan gangguan kepribadian paranaoid


antara lain:

1. Kecenderungan yang pervasif dan tidak diinginkan dalam


menginterpretasikan tindakan orang lain sebagai merendahkan atau
mengancam secara sengaja.

27
2. Sering bertanya tentang loyalitas dan kejujuran temannya.
3. Cemburu secara patologis.
4. Sering menggunakan pertahanan proyeksi.
5. Terbatas secara afektif dan tampak tidak memiliki emosi.
6. Sering menciptakan ketakutan atau konflik bagi orang lain.
7. Kecurigaan dan ketidakpercayaan pada orang lain dan berpikir bahwa
orang lain berniat buruk kepadaya
8. Sering bersikap bermusuhan, iritabel dan marah-marah.
9. Menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain.

2.13. Diagnosis
Pedoman Diagnostik (PPDGJ II)
Berikut ini adalah ciri dari fungsi seseorang pada saat sekarang & dalam
jangka panjang, dan tidak dibatasi oleh episode penyakit, dan menyebabkan
hendaya yang berarti dalam fungsi sosial, atau pekerjaannya, atau penderitaan
subjektif.

A. Kecurigaan dan ketidakpercayaan yang pervasif dan tidak beralasan


terhadap orang lain, seperti yang ditunjukkan oleh sekurang-kurangnya
tiga dari hal berikut ini:
1. Merasa akan ditipu atau dirugikan
2. Kewaspadaan yang berlebihan, yang bermanifestasi sebagai usaha
meneliti secara terus menerus terhadap, tanda-tanda ancaman dari
lingkungannya, atau mengadakan tindakan-tindakan pencegahan yang
sebenarnya tidak perlu
3. Sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi
4. Tidak mau menerima kritik atau kesalahan, walaupun ada buktinya
5. Meragukan kesetiaan orang lain
6. Secara intensif dan pisik mencari-cari kesalahan dan bukti tentang
prasangkanya, tanpa berusaha melihat secara keseluruhan dari
konteks yang ada

28
7. Perhatian yang berlebihan terhadap motif tersembunyi dan arti-arti
khusus
8. Cemburu yang patologik.

B. Hipersensitivitas, seperti yang ditunjukkan oleh sekurang-kurangnya dua


dari hal berikut ini:
1. Kecenderungan untuk mudah merasa dihina atau diremehkan dan cepat
mengambil sikap menyerang
2. Membesar-besarkan kesulitan yang kecil
3. Siap mengadakan balasan apabila merasa terancam
4. Tidak dapat santai.

C. Keterbatasan kehidupan afektif seperti yang ditunjukkan oleh sekurang-


kurangnya dua dari hal berikut:
1. Penampakan yang dingin tanpa emosi
2. Merasa bangga bahwa dirinya selalu objektif, rasional dan tidak mudah
terangsang secara emosional
3. Tidak ada rasa humor yang wajar
4. Tidak adanya perasaan pasif, lembut, hangat, dan sentimental.

D. Tidak disebabkan oleh gangguan mental yang lain, seperti Skizofrenia atau
Gangguan Paranoid.

Pedoman Diagnostik (PPDGJ III)


1. Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri:
• Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan;
• Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya
menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau
masalah kecil
• Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsi-
kan pen galaman dengan menyalahartikan tindakan orang lain yang

29
netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau
penghinaan;
• Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa
memperhatikan situasi yg ada (actual situation);
• Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar, tentang kesetiaan seksual
dari pasangannya;
• Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan,
yang bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri
sendiri (self-refential attitude);
• Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan
tidak substantif dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri
pasien sendiri maupun dunia pada umumnya.

2. Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.

DSM V Diagnostic Criteria for Paranoid Personality Disorder:


A. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang pervasive kepada orang lain
sehingga motif mereka dianggap sebagai berhati dengki, dimulai pada
masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang
ditunjukkan oleh empat (atau lebih) yang berikut :

1. Menduga tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain memanfaatkan,


membahayakan, atau menghianati dirinya.
2. Preokupasi dengan keraguan yang tidak pada tempatnya tentang
loyalitas atau kejujuran teman atau rekan kerja.
3. Enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena rasa takut
yang tidak perlu bahwa informasinya akan digunakan secara jahat
untuk melawan dirinya.
4. Membaca arti merendahkan atau mengancam yang tersembunyi dari
ucapan atau kejadian yang biasa.

30
5. Secara persisten menaruh dendam, yaitu tidak memaafkan kerugian,
cedera, atau kelalaian.
6. Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak
tampak bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah atau
balas menyerang.
7. Memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pertimbangan, tentang
kesetiaan pasangan atau mitra seksual.

B. Tidak terjadi semata- mata selama perjalanan skizofrenia, suatu gangguan


mood dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik lain dan bukan karena
efek fisiologis langsung dari kondisi medis umum.

2.14. Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari gangguan kepribadian paranoid antara lain:
1. Gangguan kepribadian paranoid biasanya dapat dibedakan dari
gangguan delusional karena waham yang terpaku tidak ditemukan
pada gangguan kepribadian paranoid.
2. Gangguan kepribadian paranoid dibedakan dari skizofrenia paranoid
karena halusinasi dan pikiran formal tidak ditemukan pada gangguan
kepribadian paranoid.
3. Gangguan kepribadian paranoid dapat dibedakan dari gangguan
kepribadian ambang karena pasien paranoid jarang mampu terlibat
secara berlebihan dan rusuh dalam persahabatan dengan orang lain
seperti pasien ambang.
4. Orang dengan gangguan kepribadian paranoid tidak memiliki karakter
antisosial sepanjang riwayat perilaku antisosial.
5. Orang dengan gangguan kepribadian skizoid adalah menarik diri dan
menjauhkan diri tetapi tidak memiliki gagasan paranoid.

2.15. Tatalaksana
Upaya Pengobatan Penderita Gangguan Kepribadian Paranoid

31
Gangguan kepribadian paranoid dianggap yang paling sedikit disetujui
untuk dilakukan pengobatan, alasan utamanya adalah karena kurangnya wawasan
pada individu gangguan kepribadian paranoid, motivasi yang buruk dan tidak
dapat membentuk hubungan yang penuh kepercayaan dengan psikoterapis,
sehingga pengobatan untuk mereka menjadi sulit untuk dilakukan. Individu
dengan gangguan kepribadian paranoid menjadi terlibat dalam pengobatan
biasanya atas desakan dari beberapa orang lain atau pasangan, anak, orang tua,
pengadilan atau sosial lainnya. Terapis juga dapat menemukan orang-orang
gangguan kepribadian paranoid dalam pengobatan untuk masalah lain. Individu
dengan gangguan kepribadian paranoid bahkan dalam terapi memiliki
pengekangan, enggan dan curiga terhadap terapi. Faktor-faktor berikut ini penting
untuk psikoterapi bagi individu dengan gangguan kepribadian paranoid:
1. Pengurangan kecemasan.
2. Seorang terapis terpisah tapi tertarik.
3. Tidak adanya argumentasi tentang kebodohan keyakinan.
4. Presentasi dari sudut pandang yang berbeda tentang realitas.
5. Perkembangan hubungan saling percaya.

Pencegahan yang dapat dilakukan bagi individu dengan gangguan


kepribadian paranoid, antara lain:
1. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan pada gangguan kepribadian paranoid
sebenarnya jarang. Tetapi difokuskan pada dua faktor resiko utama
yang perlu menjadi fokus pada pencegahan gangguan kepribadian
paranoid, yang pertama adalah penganiayaan anak. Usaha
pencegahan penganiayaan anak dapat membantu mempengaruhi
perkembangan gangguan kepribadian paranoid. Keberhasilan
pencegahan penganiayaan anak sering melibatkan seringnya
kunjungan ke rumah, mengurangi stress ibu, meningkatkan
dukungan sosial, dukungan keluarga dan pelatihan bagi orang tua.

32
2. Pencegahan Sekunder
Faktor resiko utama lain yang perlu menjadi fokus
pencegahan adalah kurangnya kemampuan interpersonal.
Kebanyakan orang dengan gangguan kepribadian paranoid
mengalami kesulitan interpersonal dalam konteks hubungan
keluarga, pertemanan, dan situasi kerja. Usaha untuk meningkatkan
kemampuan sosial seseorang dengan gangguan kepribadian
paranoid dapat membantu mencegah masalah gaya interpersonal
yang menjadi karakteristik gangguan kepribadian paranoid.

3. Pencegahan Tersier
Beberapa dokter telah memberikan ECT (Electro Convulsif
Therapy) kepada individu gangguan kepribadian paranoid,
mungkin dari gagasan bahwa paranoid akan melupakan isi dari
delusi mereka. Electro Convulsif Therapy adalah suatu tindakan
terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang
pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk
membangkitkan kejang grandmall. Selain itu juga Cognitive
Therapy dapat diberikan kepada individu dengan gangguan
kepribadian paranoid, dimana terapi ini difokuskan pada
keterampilan belajar untuk mengatasi stress dan kecemasan dengan
lebih efektif dan ketakutan pada pemeriksaan.

Terapi kelompok harus dihindari karena klien dengan gangguan


kepribadian paranoid cenderung salah menafsirkan pernyataan dan situasi
yang timbul dalam proses terapi. Obat penenang mungkin diresepkan
untuk mengurangi kecemasan tetapi orang dengan gangguan kepribadian
paranoid mungkin menolaknya karena kecurigaan bahwa obat tersebut
adalah racun.

33
1. Antipsikotik
Dapat membantu mengurangi kecurigaan mereka, meskipun obat
ini belum diteliti secara khusus untuk kondisi ini. Psikoterapi yang
membutuhkan kepercayaan dengan klien tersebut menjadi sulit,
oleh karena itu, menjadi penting bahwa terapis harus tidak
mengancam, permisif, benar dan jujur. Seseorang dengan
gangguan kepribadian paranoid yang sangat terganggu, dan
berbahaya atau agak tidak teratur, kemungkinan akan dirawat di
rumah sakit.

2. Electro Convulsif Therapy (ECT)


Beberapa dokter telah memberikan ECT (Electro Convulsif
Therapy) kepada individu gangguan kepribadian paranoid,
mungkin dari gagasan bahwa paranoid akan melupakan isi dari
delusi mereka. Electro Convulsif Therapy adalah suatu tindakan
terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang
pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk
membangkitkan kejang grandmall. Pengobatan ini telah
menunjukkan sedikit keberhasilan, hal ini tidaklah mengherankan,
karena individu dengan gangguan kepribadian paranoid sangat
takut kerentanan dan/atau hilangnya kontrol diri mereka akan
meningkat, yang kemungkinan adalah efek ECT. Juga, tidak ada
banyak bukti bahwa ECT memiliki nilai terapeutik, kecuali
mungkin untuk depresi akut. Psikoterapi jangka panjang menjadi
sulit, karena sifat dari kebanyakan pendekatan pengobatan adalah
hal-hal yang paling ditakuti oleh orang dengan gangguan
kepribadian paranoid.

34
Metode utama pengobatan antara lain:
1. Metode psikoanalitik
Dibandingkan dengan penyakit mental lainnya, pada gangguan ini
metode tersebut kemungkinan sulit diterapkan karena pasien tidak
mau bekerja sama dengan dokter.

2. Medikasi
Medikasi atau pengobatan untuk gangguan kepribadian
paranoid secara umum tidaklah mendukung, kecenderungan yang
timbul biasanya adalah meningkatnya rasa curiga dari pasien yang
pada akhirnya melakukan penarikan diri dari terapi yang telah
dijalani. Para ahli menunjuk pada bentuk perawatan yang lebih
berfokus kepada kondisi spesifik dari gangguan tersebut seperti
kecemasan dan juga delusi, dimana perasaan tersebut yang menjadi
masalah utama perusak fungsi normal mental penderita. namun
untuk penanggulangan secara cepat terhadap penderita yang
membutuhkan penanganan gawat darurat maka penggunaan obat
sangatlah membantu, seperti ketika penderita mulai kehilangan
kendali dirinya seperti mengamuk dan menyerang ornag lain.
Sama halnya dengan gangguan kepribadian lainnya, tidak
ada obat medis yang dapat menyembuhkan secara langsung PPD.
Penggunaan obat-obatan diberikan bila individu mengalami
kecemasan berupa diazepam (dengan batasan waktu tetentu saja),
penggunaan thioridazine dan haloperidol (anti psikotik) diberikan
bila individu PPD untuk mengurangi agitasi dan delusi pada
pasien.

3. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan perawatan yang paling menjanjikan
bagi para penderita gangguan kepribadian paranoid. Ahli terapi
harus langsung dalam menghadapi pasien. Jika ahli terapi dituduh

35
tidak konsisten atau gagal, seperti terlambat untuk suatu perjanjian,
kejujuran dan permintaan maaf adalah lebih baik daripada
penjelasan yang membela diri. Ahli terapi harus mengingat bahwa
kejujuran dan toleransi keintiman adalah bidang yang sulit bagi
pasien dengan gangguan. Dengan demikian psikoterapi individual
memerlukan gaya yang professional dan tidak terlalu hangat dari
pihak ahli terapi. Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam
psikoterapi kelompok, mereka juga tidak mungkin mentoleransi
introsivitas terapi perilaku.
Klinisi yang terlalu banyak menggunakan interpretasi
khususnya interpretasi mengenai perasaan ketergantungan yang
dalam, masalah seksual, dan keinginan untuk keintiman secara
jelas meningkatkan ketidakpercayaa pasien.

5. Farmakoterapi.
Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan
kecemasan. Pada sebagian besar kasus, obat anti anxietas seperti
diazepam dapat digunakan. Pemberian obat anti anxietas di
indikasikan atas dasar adanya kecemasan dan kekhawatiran yang
dipersepsi sebagai ancaman yang menyebabkan individu tidak
mampu beristirahat dengan tenang. Diazepam dapat diberikan
secara oral dengan dosis anjuran 10-30 mg/hari dengan 2-3 kali
pemberian. Atau mungkin perlu untuk menggunakan anti psikotik,
seperti thioridazine  atau haloperidol, dalam dosis kecil dan dalam
periode singkat untuk menangani agitasi parah atau pikiran yang
sangat delusional. Obat anti psikotik pimozide bisa digunakan
untuk menurunkan gagasan paranoid. 

Hal-hal lain yang harus diperhatikan terapis adalah bagaimana terapis


menjaga sikap, perilaku, dan pembicaraanya, individu PDD akan meninggalkan
terapi bila ia curiga, tidak menyukai terapisnya. Terapis juga harus menjaga

36
dirinya untuk tidak melucu didepan individu PPD yang tidak memiliki sense of
humor. Menjaga tidaknya konfrontasi ide-ide atau pemikiran secara langsung
dengan pasien.

Terapi yang digunakan adalah Cognitive behavioral therapy (CBT), secara


umum CBT membantu individu mengenal sikap dan perilaku yang tidak sehat,
kepercayaan dan pikiran negatif dan mengembalikannya secara positif. Terapi
kelompok dalam CBT, individu akan dilatih agar mampu menyesuaikan dirinya
dengan orang lain, saling menghargai dan mengenal cara berpikir orang lain
secara positif dan mengontrol amarahnya sehingga individu dapat menciptakan
hubungan interpersonal yang baik.

Perawatan untuk gangguan kepribadian paranoid akan sangat efektif untuk


mengendalikan paranoia (perasaan curiga berlebih) penderita, namun hal itu akan
selalu menjadi sulit dikarenakan penderita akan selalu memiliki kecurigaan
kepada dokter atau terapis yang merawatnya. Jika dibiarkan saja maka keadaan
penderita akan menjadi lebih kronis. Perawatan yang dilakukan, meliputi sistem
perawatan utama dan juga perawatan yang berada di luar perawatan utama
(suplement), seperti program untuk mengembangkan diri, dukungan dari keluarga,
ceramah, perawatan di rumah, membangun sikap jujur kepad diri sendiri,
kesemuanya akan menyempurnakan dan membantu proses penyembuhan
penderita. Sehingga diharapkan konsekuensi sosial terburuk yang biasa terjadi
dari gangguan ini, seperti perpecahan keluarga, kehilangan pekerjaan dan juga
tempat tinggal dapat dihindari untuk dialami oleh si penderita.

Walau penderita gangguan kepribadian paranoid biasanya memiliki


inisiatif sendiri untuk melakukan perawatan, namun sering kali juga mereka
sendiri juga lah yang menghentikan proses penyembuhan secara prematur
ditengah jalan. Demikian juga dengan pembangunan rasa saling percaya yang
dilakukan oleh sang terapis terhadap klien, dimana membutuhkan perhatian yang
lebih, namun kemungkinan akan tetap rumit untuk dapat mengarahkan klien
walaupun tahap membangun rasa kepercayaan telah terselesaikan.

37
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan kepribadian paranoid adalah ciri kepribadian seseorang berupa


kecurigaan dan ketidakpercayaan yang pervasif dan tidak beralasan terhadap
orang lain. Kondisi ini terjadi dalam jangka waktu yang lama dan bermanifestasi
sejak usia remaja atau usia yang lebih dini. Gangguan kepribadian paraoid
mengakibatkan seseorang sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
sehigga terdapat gangguan fungsi sosial, pekerjaan, maupun penderitaan subjektif
bagi dirinya. Namun, secara umum, pasien dengan gangguan
kepribadian paranoid tetap berhubungan dengan realita dan tidak memiliki latar
belakang gangguan psikosis. Psikoterapi adalah terapi pilihan untuk pasien
dengan gangguan kepribadian paranoid.

38
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical manual


of mental disorders (DSM-5®). American Psychiatric Pub.

Alex, Sobur. 2003. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung:


Pustaka Setia. h. 35-37 .

Departemen Kesehatan RI, 1985. Pedoman Penggolongan dan


Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi II.
Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan


Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III.
Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta.

Littauer, F. 1996. Personality Plus. (A. Adiwiyoto, Terj.). Jakarta:


Binarupa Aksara. (Naskah asli dipublikasikan tahun 1992). Hal. 122.

Mangindaan, Lukas. Ed: Elvira, S. D., & Hadisukanto, G. 2014. Buku Ajar
Psikiatri: Gangguan Kepribadian. Edisi ke 2. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. Hal 329-334.

Sadock, BJ, Sadock VA.Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:


Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th Edition. New York:
Lippincott William&Wilkins; 2015.p. 1595-1602.

Siswanto. Kesehatan Mental Konsep, Cakupan Dan Perkembangannya.


2007. yogyakarta: Andi offset. h. 154.

Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT. Bumi


Aksara.

Sujanto, A., Lubis, H., & Hadi, T. 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta:
Bumi Aksara. Hal. 213.

Suryabrata, S. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada.


Hal. 78, 145.

Syamsu, Yusuf. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: PT.Remaja


Rosdakarya. h.12-14 20.

39

Anda mungkin juga menyukai