Anda di halaman 1dari 61

Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.

3 FK universitas
malikussaleh

Tim penyusun buku panduan Ketrampilan Klinik Blok 3.3

Gangguan Hematolimfopoetik

Koordinator : Dr. dr. Rajuddin, Sp.OG., KFER

Wakil :dr. Cut Asmaul Husna, M.Si

Anggota :dr. Maulina Debbyousha, Sp.PD

dr. Noviana Zara

1
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

Buku Panduan Ketrampilan Klinik


Blok 3.3. Gangguan Hematolimfepoetik

Dekan Koordinator

Dr.dr.Rajuddin.Sp.OG,KFER Dr.dr.Rajuddin,Sp.OG,KFER

NIP. 196012271988031001 NIP.196012271988031001

2
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segenap puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT atas tersusunnya Buku Panduan Ketrampilan Klinik Blok 3.3 (Gangguan
Hematolimfopoetik)tahun akademik 2016/2017. Panduan ini digunakan sebagai acuan bagi
instruktur dan mahasiswa dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran ketrampilan klinik di
blok 3.3 sesuai dengan jadwal kegiatan akademik yang terdapat didalamnya, disertai dengan
borang penilaian atas ketrampilan yang diujikan. Di dalam panduan ini terdapat 5 judul
ketrampilan klinik yag terdiri dari 1 seri ketrampilan komunikasi dan 2 seri ketrampilan
prosedural/diagnostik dan 2 seri ketrampilan laboratorik, sehingga diharapkan dapat
tercapainya ketrampilan mahasiswa yang diharapkan sesuai dengan SKDI.

Terima kasih, kami sampaikan kepada tim yang telah menyusun buku panduan inidan
para kontributor. Akhir kata, semoga panduan ini bermanfaat dan dapat dipedomani
agaraktivitas pembelajaran blok berjalan dengan baik. Kami juga menyadari
bahwakemungkinan masih ada kekurangan dalam penyusunan, oleh karena itu kritik dan
saranyang membangun sangat kami perlukan.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Lhokseumawe, Desember 2016

Tim Penyusun

3
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
DAFTAR ISI

Halaman

Tim penyusun buku panduan Ketrampilan Klinik Blok 3.3 i

Halaman pengesahan ii

Kata pengantar iii

Daftar isi iv

KK 3.3.1 Anamnesis Dan Konseling Anemia Def Besi, Thalasemia Dan HIV 1

KK 3.3.2. Flebotomi Dan Test Rumple Leed 2

KK.3.3.3 Pemeriksaan Golongan Darah & Indikasi Dan Jenis Transfusi 3

KK.3.3.4 Pemeriksaan LED, Pembuatan Sediaan Hapus Darah Tepi 4

4
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
ANAMNESIS DAN KONSELING ANEMIA DEFESIENSI BESI

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai terutama di
negara berkembang.Sesuai namanya anemia jenis ini diakibatkan oleh kurangnya ketersediaan besi
untuk sintesis hemoglobin yang mempunyai berbagai macam fungsi salah satunya adalah
mengangkut oksigen ke jaringan. Gejala klinik yang tampak dapat berupa rasa lemah,pusing dan
gangguan beraktifitas. Penyebab yang mendasarinya bermacam-macam salah satunya adalah akibat
perdarahan kronis contohnya occult bleeding. Pemberian preparat besi dan penanggulangan
penyebab anemia akan menyembuhkan pasien.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan
untuk sintesis hemoglobin.Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemui.Saat
ini di Indonesia anemia defeisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping
kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium. Selain berfungsi sebagai sintesis hemoglobin ,
besi juga juga berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses
katabolisme yang dalam berkerjanya membutuhkan ion besi. Oleh sebab itu penting untuk
mengetahui gejala-gejala penyakit ini sehingga dapat membantu mengobati sebelum stadium lebih
lanjut.

Anamnesis

Pada kasus anemia defisiensi besi ada beberapa pertanyaan yang dapat kita ajukan sebagai
pembantu menegakkan diagnosis yaitu :
 Apakah merasa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga
berdenging? (anemic syndrome)
 Apakah kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip
seperti sendok?
 Apakah terdapat nyeri pada saat menelan?
 Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi gejala
yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi tubuh.
 Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat pernah
menderita penyakit yang kronis.
 Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten dengan
malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap, pendarahan
rektal, muntah “butiran kopi”.
 Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
 Menanyakan apa pernah menderita penyakit ini sebelumnya dan penyakit kronis lainnya
seperti penyakit ginjal kronis, penyakit sumsum tulang, perdarahan hebat sebelumnya
 Menanyakan riwayat penyakit keluarga bila ada
 Apakah terdapat penurunan aktivitas kerja?

5
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Faktor Risiko
1. Ibu hamil
2. Remaja putri
3. Pemakaian obat cephalosporin, chloramphenicol jangka panjang
4. Status gizi kurang
5. Faktor ekonomi kurang

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik Patognomonis
1. Mukokutaneus: pucat–indikator yang cukup baik, sianotik, atrofi papil lidah
(anemia defisiensi besi dan anemia pernisiosa), alopesia (anemia defisiensi besi),
ikterik (anemia hemolitik), koilonikia (anemia defisiensi
2. besi), glositis (anemia pernisiosa), rambut kusam, vitiligo (anemia pernisiosa).
3. Kardiovaskular : takikardi, bising jantung.
4. Respirasi : frekuensi napas (takipnea).
5. Mata: konjungtiva pucat.

Tanda dan gejala lain dapat dijumpai sesuai dengan penyebab dari anemia tersebut, yaitu :
1. Mata: dapat mencerminkan adanya manifestasi dari suatu anemia tertentu (misal :
perdarahan pada anemia aplastik)
2. Gastrointestinal : ulkus oral dapat menandakan suatu imunodefisiensi (anemia
aplastik, leukemia), colok dubur
3. Urogenital (inspekulo) : massa pada organ genitalia wanita
4. Abdomen : hepatomegali, splenomegali, massa
5. Status gizi kurang

Faktor Predisposisi
1. Infeksi kronik
2. Keganasan
3. Pola makan (Vegetarian)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah: Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah eritrosit,
morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC, retikulosit.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah
dengan kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.

Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:


 Laki-laki: > 13 g/dl
 Perempuan: > 12 g/dl
 Perempuan hamil: > 11 g/dl

6
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

Klasifikasi :

Catatan:
Memakai bagan alur berdasarkan morfologi (MCH, MCV): hipokromik mikrositer, normokromik
normositer dan makrositer

Diagnosis Banding
a. Anemia defesiensi besi
b. Anemia defisiensi vit B12, asam folat
c. Anemia Aplastik
d. Anemia Hemolitik
e. Anemia pada penyakit kronik
Komplikasi
o Gagal jantung
o Syncope

Rencana Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

7
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Penatalaksanaan

Jika didapatkan kegawatan (misal: anemia gravis atau distres pernafasan), pasien segera
dirujuk. Atasi penyebab yang mendasarinya dengan :

A. Diet bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani (daging,
ikan, susu,telur, sayuran hijau) b
B. Pemakaian alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang
C. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau
pertambahan ukuran janin. Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia,
berikan tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 µg asam folat.
Pada ibu hamil dengan anemia, tablet besi diberikan 3 kali sehari.
D. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42
hari pasca persalinan.
E. Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat, kadar hemoglobin
tidak meningkat maka pasien dirujuk.
F. Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab anemia
berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan apus darah tepi.

Pada anemia defisiensi besi:


a. Anemia dikoreksi peroral: 3 – 4x sehari dengan besi elemental 50 – 65 mg
- Sulfas ferrosus 3 x 1 tab (325 mg mengandung 65 mg besi elemental, 195; 39).
- Ferrous fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64).
- Ferrous glukonat 3 x 1 tab (325; 39).
b. Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat: mual, muntah, heartburn, konstipasi,
diare, BAB kehitaman.
c. Jika tidak dapat mentoleransi koreksi peroral atau kondisi akut maka dilakukan koreksi
parenteral segera.
Pada anemia defisiensi asam folat dan defisiensi B12
a. Anemia dikoreksi peroral dengan:
- Vitamin B12 80 mikrogram (dalam multivitamin).
- Asam folat 500 – 1000 mikrogram (untuk ibu hamil 1 mg).
b. Koreksi cepat (parenteral atau i.m)  oleh dokter spesialis
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)
a. Anemia defisiensi besi: ferritin serum, SI, TIBC
b. Anemia hemolitik: bilirubin, LDH, tes fragilitas osmotik, Acid Ham’s test, tes Coombs’
c. Anemia megaloblastik: serum folat, serum cobalamin
d. Thalassemia: elektroforesis hemoglobin
e. Anemia aplastik atau keganasan: biopsi dan aspirasi sumsum tulang

Konseling dan Edukasi

Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan bantuan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan
penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat

8
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
ini, masalah yang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah
tersebut.

Prinsip konseling pada anemia adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran
dan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien untuk mencegah terjadinya
anemia defisiensi besi.

Kriteria rujukan

a. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 6 mg%).

b. Untuk anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter layanan primer,
dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.

Sarana Prasarana

Pemeriksaan Laboratorium Sederhana.

Prognosis

Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun dubia ad bonam karena sangat
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang mendasarinya teratasi, dengan
nutrisi yang baik, anemia dapat teratasi.

Tahap Kegiatan
Waktu
Kegiatan Penyuluh Sasaran
1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan konselor
5 Menit 3. Menyampaikan tujuan 3. Mendengarkan konselor
Pembukaan
4. Kontrak waktu pelaksanaan 4. Menyetujui waktu
pelaksanaan
15 Menit 1. Menggali kemampuan 1. Menyampaikan
Kegiatan Inti sasaran tentang materi yang pengetahuannya tentang
diberikan materi konseling
2. Menjelaskan mengenai 2. Mendengarkan dan
pengertian, penyebab, tanda memperhatikan konselor
dan gejala, klasifikasi, 3. Bertanya tentang materi
komplikasi derajat dan yang diberikan

9
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
pencegahan anemia. 4. Menjawab pertanyaan
3. Memberi kesempatan pada
klien untuk bertanya
4. Memberikan pertanyaan
kepada sasaran tentang
materi yang diberi.
1. Menyimpulkan dan 1. Sasaran mendengarkan
mengklarifikasi tentang kesimpulan.
meteri konseling yang 2. Mendengarkan konselor
5 Menit Penutup diberikan dan mengucapkan salam.
2. Menutup acara dan
membuat kesimpulan dari
materi yang diberikan

10
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Checklist Konseling Individu Metode CEA

No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai

0 1 2 3

I. Komunikasi verbal

A. Membina Sambung
Rasa
1 Memberikan salam dan  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
membuat pasien merasa  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh
kesahnya/ uneg-unegnya....”
nyaman

B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit


yang dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya
kesalahpahaman pasien tentang keadaan sakitnya yang
menyebabkan kecemasan (emotionally critical
misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan
kecemasan atau yang menyebabkan tekanan emosi
terbesar
Empat langkah dasar:

Pertanyaan (3) &


Merangkum (1)

2.  “Apa yang Bapak/Ibu 


pikirkan pada saat
Bapak/Ibu merasakan
sakitnya ?”
3.  “Apa yang Bapak/Ibu  Catatan = Emosi dasar manusia : marah, sedih, takut,
rasakan pada waktu gembira
Bapak/Ibu berpikir
seperti itu ?”
4.  “Hal apa dari penyakit  Catatan = Pada kebanyakan kasus, jawaban pada
Bapak/Ibu yang paling pertanyaan inilah muncul ECM yang akan difokuskan
membuat Bapak/Ibu pada edukasi pasien nantinya
merasa begitu ?”
5.  Menyimpulkan ECM 
dan perasaan-perasaan
yang berhubungan
dengan ECM tersebut
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi
ECM terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan
lainnya tentang penyakit yang diderita
6. Mengkoreksi ECM pasien 

Edukasi tentang penyakit: 

7. a. Definisi  Tekankan kronisitas jika masalah kesehatan


Tsb membutuhkan kepatuhan jangka panjang

8. b. Etiologi  Tekankan predisposisi enture versus penularan infeksi


dan sebaliknya
9. c. Gejala & Tanda  Tekankan komplikasi untuk meningkatkan
‘stress’ (penekanan) jika persepsi pasien meminimalkan
realitas

10. d. Terapi  Tekankan ada terapi dalam rangka untuk menenangkan


pasien (meredakan perasaan/ kecemasan) jika persepsi
pasien terlalu melebih-lebihkan realitas
D. Tindakan / aksi  Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien.

11
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
11. Menerangkan pengelolaan
penyakit

12. Perception checking :  Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang


penting dari penyakit & pengelolaannya

13. Feeling checking :  Klarifikasi perasaan pasien terhadap keadaan sakitnya

14. Membuat janji untuk 


pertemuan berikutnya jika
diperlukan

II. Komunikasi Non 


Verbal

15. Aspek-aspek komunikasi  Menjaga tatapan mata


non-verbal  Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut
45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan 
ketrampilan
mendengar aktif

16. Aspek-aspek dari empati  Refleksi isi


dan ketrampilan mendengar  Refleksi perasaan
aktif

0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat & sempurna

12
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Konseling Genetik pada Talasemia

Pendahuluan

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah
sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA
yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita
anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan
anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan
nama penemunya.

Thalasemia adalah sekelompok penyakit yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan


pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (komponen
darah). Thalasemia diakibatkan oleh kerusakan DNA dan diwarisi secara autosomal resesif.

Thalasemia ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala
anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan
infeksi berulang.

Thalasemia, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit
turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin
sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal.

Pembahasan

Anamnesis

Riwayat Riwayat Riwayat Riwayat


Kehamilan Obstetri lalu Penyakit Sosial Ekonomi
 Usia ibu hamil  Jumlah kehamilan  Jantung  Status perkawinan
 Haid pertama  Jumlah Persalinan,  Tekanan  Respon ibu &
haid terakhir, persalinan cukup darah tinggi keluarga tehadap
siklus haid bulan, persalinan  DM kehamilan
 Perdarahan per premature  TBC  Jumlah keluarga di
vaginam  Jumlah anak hidup,  Pernah rumah yg
 Keputihan jumlah keguguran operasi membantu
 Mual dan  Jumlah aborsi  Alergi  Siapa pembuat
muntah  Perdarahanpadakeh obat/makanan keputusan dalam
 Masalah/kelain amilan, persalinan,  Ginjal keluarga

13
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
an pada nifas terdahulu  Asma  Kebiasaan makan
kehamilan  Adanya hipertensi  Epilepsi dan minum
 Pemakaian dalam kehamilan  Penyakit hati  Kebiasaan
obat-obat pada kehamilan  Pernah merokok,
(termasuk terdahulu kecelakaan menggunakan obat-
jamu-jamuan)  Berat bayi < 2,5 obatandan alkohol
kg /berat bayi > 4  Kehidupan seksual
kg  Pekerjaan dan
 Adanya masalah- aktivitas sehari-hari
masalah selama  Pilhan tempatuntuk
kehamilan, melahirkan
persalinan, nifas  Pendidikan
terdahulu  Penghasilan

Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Apabila didapati adanya tanda-tanda anemia maka dilakukan pemeriksaan fisik yang
menunjang untuk menegakkan diagnosis anemia tersebut.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean
corpuscular volume).
Skrining Thalasemia

Test ini bertujuan untuk mengetahui apakah kita membawa sifat dari penyakit thalassemia.
Pemeriksaannya hanya sedikit ujung jari ditusuk, darah diambil setetes, kemudian di tes dan
waktunya pun sangat singkat, kurang dari 10 menit. Pemeriksaan itu dikenal dengan nama tes
skrining talasemia dengan Thalcon-OF. Bila hasilnya negatif, kemungkinan sangat besar kita bukan
pembawa sifat. Tapi bila positif, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan di laboratorium.
Apakah ada penyakit lain ataukah memang benar membawa sifat thalassemia. Skrinning
thalassemia bisa dilakukan dengan membuat pedigree dari orang yang terkena thalassemia tersebut.

Hemoglobin Elektroforesa
Analisa Hb elektroforesa merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi beberapa jenis Hb (S
atau D; C atau E) secara kualitatif atau semi-kualitatif. Pemeriksaan ini juga mampu memisahkan
HbA dan HbA2. Untuk mendiagnosis hemoglobinopati dan thalasemia dan evaluasi kondisi anemia
hemolitik.

Serum Iron

14
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Pemeriksaan SI bertujuan untuk mengetahui banyaknya besi yang ada didalam serum yang
terikat dengan transferin, banyaknya besi yang dapat diangkut oleh transferin disebut TIBC.
Saturasi transferin mengukur rasio antara kadar SI terhadap kadar TIBC yang dinyatakan dalam
persen. Ferritin adalah cadangan besi tubuh yang sensitif, kadarnya menurun sebelum terjadi
anemia. Pada anemia tidak selalu terjadi perubahan pada SI,TIBC, dan ferritin tergantung pada
penyebab terjadinya anemia. Pada anemia defisiensi besi, kadar SI dan saturasi transferin menurun,
sedangkan TIBC akan meningkat/normal dan cadangan besi tubuh menurun. Pengukuran asam folat
dan vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui penyebab anemia.
Total Iron Binding Capacity (TIBC)

Pemeriksaan TIBC dilakukan untuk mengetahui jumlah transferin yang berada dalam
sirkulasi darah. TIBC setara dengan total transferin dalam tubuh. Pada anemia defisiensi besi
dengan pemeriksaan status besi (Fe) didapatkan kadar Fe menurun dan TIBC meningkat.
Ferritin
Ferritin dilakukan untuk mengetahui apakah anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi ataukah
thalassemia.

Konseling genetik
Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan dengan kejadian atau
risiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan adanya konseling genetik, maka keluarga
memperoleh manfaat terkait masalah genetik, khususnya dalam mencegah munculnya kelainan-
kelainan genetik pada keluarga. Manfaat ini dapat diperoleh dengan melaksanakan tindakan-
tindakan yang dianjurkan oleh konselor, termasuk di dalamnya tindakan untuk melakukan uji
terkait pencegahan kelainan genetik. Tindakan-tindakan yang disarankan dapat disarankan oleh
konselor dapat meliputi tes sebagai berikut:

1. Prenatal diagnosis
Prenatal diagnosis merupakan tindakan untuk melihat kondisi kesehatan fetus yang belum
dilahirkan. Metode yang digunakan meliputi ultrasonografi, amniocentesis, maternal serum, dan
chorionic virus sampling.
2. Carrier testing
Carrier testing merupakan tes untuk mengetahui apakah seseorang menyimpan gen yang
membawa kelainan genetik. Metode yang digunakan untuk melaksanakan tes tersebut adalah uji
darah sederhana untuk melihat kadar enzim terkait kelainan genetik tertentu, atau dengan
mengecek DNA, apakah mengandung kelainan tertentu.
3. Preimplantasi diagnosis
Preimplantasi diagnosis merupakan uji yang melibatkan pembuahan in vitro untuk mengetahui
kadar kelainan genetik embrio preimplantasi. Biasanya seorang wanita yang akan melakukan uji
akan diberi obat tertentu untuk merangsang produksi sel telur berlebihan. Sel telur akan diambil
dan diletakkan di cawan untuk dibuahi oleh sperma donor. Setelah pembuahan maka sel embrio
yang terbentuk akan dianalisa terkait dengan kelainan genetik.
4. Newborn screening

15
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Newnborn screening merupakan pemeriksaan bayi pada masa kelahiran baru. Pemeriksaan ini
meliputi pemeriksaan genetik, endokrinologi, metabolik, dan hematologi. Diharapkan dari
pemeriksaan ini dapat ditentukan prognosis ke depannya, sehingga perawatan (treatment) yang
berkenaan dapat diupayakan.
5. Predictive testing
Predictive testing merupakan tes yang digunakan untuk menguji apabila seseorang menderita
kelainan genetik dengan melihat riwayat genetik keluarga sebelumnya. Tes ini dilakukan
setelah kelahiran, dan biasa juga disebut sebagai presymptomatic testing.

Indikasi Konseling Genetik


 Kelainan genetik atau cacat bawaan dan keturunan di keluarga
 Abnormalitas atau gangguan perkembangan pada anak
 Cacat mental/ mental retardasi pada anak sebelumnya yang tidak diketahui sebabnya
 Wanita hamil diatas usia 35 tahun
 Pernikahan dengan golongan suku/ ras tertentu yang berpotensi kelainan genetik
 Pemakaian obat-obatan, paparan dengan bahan kimiawi tertentu atau zat-zat yang
kemungkunan bersifat teratogen.
 Keguguran berulang tanpa diketahui penyebabnya
 Melahirkan janin mati/ stillbirth.
Thalasemia adalah penyakit darah bawaan (keturunan) yang menyebabkan sel darah merah
(eritrosit) pecah (hemolisa). Penyakit ini banyak terdapat di negara-negara di sekitar Laut Tengah
(Italia, Yunani, Turki, pantai Utara Benua Afrika), di Timur Tengah (Libia, Irak, Afganistan, Iran,
Pakistan), India Utara, Muangthai, Laos, Vietnam, Kamboja, dan di sekitar Khatulistiwa
(Indonesia, Afrika Tengah). Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalasemia alfa dan beta,
sedangkan secara klinis dibedakan atas thalasemia mayor dan minor .
Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan
(bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban
sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk
heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia,
sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit
thalassemia.Individu homozigat atau coumpound heterozygos biasanya bermanifestasi sebagai
thalessemia mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi kelebihan besi untuk
mempertahankan kualitas hidupnya.
1. Thalassemia-β (8)
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara lain :

a. Trait thalassemia-β+ heterozigot (Thalassemia minor)

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb abnormal
dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya.

16
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi
dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih
dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-
7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada
sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF
berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ. 2

Gambar 13. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Gambar 14. Sapuan darah tepi tampak sel target

Thalassemia minor yaitu suatu keadaan heterozigot untuk kelainan ini. Gejalanya biasanya
berupa anemia ringan.Sekilas penyakit ini tidak terlalu berbahaya karena hanya menunjukkan
gejala ringan. Namun, jika penderita thalassemia minor atau dapat disebut carrier gen tersebut
bertemu dan melakukan perkawinan dengan sesama pembawa gen thalassemia minor maka akan
dihasilkan keturunan yang homozigot resesif terhadap sifat ini yang disebut thalassemia mayor
dengan gejala yang parah bahkan dapat menyebabkan kematian. Cara pengobatannya pun sangat
sulit dan sampai sekarang belum ditemukan.Untuk memperlama masa hidup penderita harus
melakukan cuci darah dalam selang waktu tertentu secara rutin.
Jika dua orang tua dengan thalassemia trait (carriers) mempunyai seorang bayi, salah satu dari
tiga hal dapat terjadi:

17
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
o Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan mempunyai
darah normal ( 25 %).
o Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang thalassemia
trait ( 50 %).
o Bayi bisa menerima dua gen thalassemia ( satu dari masing-masing orangtua) dan menderita
penyakit bentuk sedang sampai berat (25 %).

P Thth Thth
thalassemia minor thalassemia minor
F1 Th th
ThTh Thth
thalassemia mayor thalassemia minor
Th
(mati)
1 2
Thth thth
th thalassemia minor normal
3 4
Gambar 1. Diagram perkawinan suami istri dengan thalassemia minor

b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)


Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan.
Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat
sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal
pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada
waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar
sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif
sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 14. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

18
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa dan
hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih
tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan
hipersplenisme sekunder.

Gambar 12. Splenomegali pada thalassemia

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi
karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas
mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang
disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.8
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak ditransfusi
adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang
terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah
tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan
rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali
mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding
capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam
eritrosit. 6

GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA)

Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat
keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala klinis biasa berupa tanda-
tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan
teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan,
gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies
Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau hepar.
19
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif
transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan
kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells (PRC).
Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan
pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki keluhan
lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat
ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi pada
ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.

Gambar 2. Perbandingan keluarga yang mengalami thalassemia minor dan mayor

Thalassemia adalah kelainan darah yang sifatnya menurun (genetik), di mana penderitanya
mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin (Hb).Hemoglobin sendiri adalah
komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.Hemoglobin terdiri dari
beberapa jenis protein, diantaranya protein alpha dan protein beta.
Penderita Thalassemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein tersebut dalam
jumlah yang cukup, sehingga sel darah merahnya tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya
hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup.

20
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Penyakit anemia yang sering juga disebut Cooley’s anemia ini sangat berbahaya dan
terdapat pada bayi dan anak-anak. kode genetik untuk sintesis globin terletak di kromosom 11
(rantai epsilon, gama, delta, dan beta). Dan kromosom 16 (rantai alfa dan embrionik).
Sintesis rantai alfa, masing-masing kromosom 16 memiliki dua sublokus sehingga pada sel
diploid orang normal terdapat total empat sublokus fungsional. Sindrom talasemia dapat terjadi
akibat kelainan pada sekuens pengkode, transkripsi atau pengolahan atau defek pada translasi gen.
akibatnya adalah gangguan atau tidak adanya pembentukan rantai globin. Delesi keempat lokus
rantai alfa menyebabkan hilangnya sama sekali RNA messenger (mRNA) untuk sintesis rantai alfa.
Delesi atau kelainan berat pada dua gen sedikit mengurangi mRNA, tanpa gangguan atau disertai
peenurunan ringan sintesis rantai. Gangguan produk rantai alfa mengenai semua hemoglobin
kecuali hemoglobin embrionik yang berasal dari yolk sac (karena rantainya diatur secara khas dan
terpisah). Pada precursor-prekursor sel darah merah yang mengalami defisiensi berat rantai alfa,
empat rantai gama mungkin menyatu sebagai suatu tetramer gama dan menghasilkan hemoglobin
barts. Demikian juga empat rantai beta dapat menyatu membentuk suatu tetramer, menghasilkan
suatu hemoglobin abnormal (hemoglobin H).

Talasemia Alfa
Setiap kromosom 16 memiliki dua gen globin alfa. Dengan denikian orang normal memiliki
empat gen alfa pada sepasang kromosom, yaitu 2 gen pada kromosom paternal (berasal dari ayah).
Talasemia alfa diklasifikasikan berdasarkan keluaran relatif gen-gen ini. Thalassemia alfa banyak
dijumpai pada penduduk Asia, terutama disebabkan karena adanya delesi (tidak adanya) gen alfa.
Delesi dapat terjadi pada 1 gen, 2 gen, 3 gen, atau 4 gen. banyaknya delesi gen alfa menentukan
derajat keparahan keadaan pasien. Penyebutan haplotype alfa0 dan alfa+ menunjukkan tidak ada atau
menurunnya produksi globin alfa di masing-masing kromosom.
Dengan demikian pada talasemia alfa0, satu kromosom memiliki dua gen inaktif. Keadaan
heterozigot adalah --/alfa alfa (sifat talasemia alfao) dan keadaan homozigot adalah --/-- , yang
menyebabkan terbentuknya hemoglobin Bart’s sindrom hidrops fetalis, suatu penyakit yang dapat
menyebabkan kematian janin intra uterus pada pertengahan kehamilan karena janin hanya dapat
bertahan hidup dengan hemoglobin embrionik sampai trimester kedua. Setelah rantai gama
terbentuk, hemoglobin Bart’s (gama x4 ) berkembang dari semua rantai gama yang tidak
berpasangan. Hemoglobin ini memiliki afinitas oksigen yang sedemekian tinggi sehingga walaupun
darah mencapai jaringan, tidak ada oksigen yang dibebaskan dan janin meninggal akibat anemia
dan gagal jantung kongesti (hidrops fetalis).
Talasemia alfa memiliki satu gen aktif dan satu gen gen inaktif dan disebut alfa-. Keadaan
heterozigot untuk kondisi ini disebut alfa -/ alfa alfa, dan homozigotnya alfa -/ alfa -. Juga dapat
terjadi heterozigot kompleks alfao dan alfa+ (alfa-/--). Keadaan ini menimbulkan sindrom penyakit
hemoglobin H, yang menyebabkan anemia hemolitik yang serius, walaupun relative lebih ringan
(talasemia intermedia). Sel-sel dewasa memilliki 4 sampai 30% hemoglobin H;eritropoiesis
menjadi kurang efisien,dengan anemia yang cukup parah.
Heterozigot untuk talasemia alfa memiliki dua atau tiga gen rantai alfa yang berfungsi dan
tidak mengalami gejala klinis. Darah dewasa pada heterozigot talasemia alfatidak mengandung
hemoglobin H dan temuan hematologik ringan dan nonspesifik. Namun, sel-sel darah merah
tampak hipokrom dan mikrositik, yang mencerminkan gangguan sintesis hemoglobin, dan
morfologinya sangat mirip dengan yang dijumpai pada anemia defisiensi besi. Jelaslah, karena para

21
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
pasien ini tidak mengalami defisiensi besi, mereka tidak berespons terhadap pemberian besi, dan
diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan terhadap keluarga atau uji sintesa alfa-beta
yang lebih canggih.
Talasemia Beta
Thalassemia beta, yang biasanya dibedakan lagi dalam beta o dan beta+. Pada thalassemia
betaO rantai beta tidak ditemukan sama sekali, sedangkan pada talasemia beta + rantai beta disintesa
dalam jumlah kecil. Mekanisme terjadinya thalassemia beta masih kurang jelas dibandingkan
dengan terjadinya thalassemia alfa. Thalassemia yang beta heterozigot mengakibatkan anemia
ringan dan biasanya tidak memerlukan pengobatan. Dalam keadaan homozigot terjadi anemia yang
berat dan memerlukan transfuse darah. Pada thalassemia beta o yang homozigot sama sekali tidak
ditemukan adanya HbA, sedangkan pada thalassemia beta+ yang homozigot, HbA ditemukan dalam
jumlah sedikit.

Patofisiologi
Patofisiologi Thalassemia Alfa
A. Patofisiologi thalassemia alfa
Alfa-globin adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang
disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen
ke sel dan jaringan di seluruh tubuh.Hemoglobin terdiri dari empat subunit: dua subunit alfa-
globin dan dua subunit jenis lain globin.
HBA1 (Hemoglobin, alfa 1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk membuat
protein yang disebut alpha-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang hampir identik
yang disebut HBA2 (Hemoglobin, alfa 2). Kedua gen globin alpha-terletak dekat bersama-
sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang dikenal sebagai lokus globin alfa.

Gambar 3. Lokus globin alfa

HBA1 dan HBA2 terletak di kromosom 16 lengan pendek di posisi 13.3. HBA1 terletak
di gen pasangan basa 226.678 ke 227.519 sedangkan HBA 2 terletak di pasangan basa 222.845
ke 223.708 .

Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen alpha-globin yang terdapat masing-masing 2
pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin alpha pada hemoglobin orang
dewasa normal, yang disebut hemoglobin A. dan juga merupakan komponen dari hemoglobin

22
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada
gen alpha globin adalah delesi.

 Delesi 1 gen α : tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi gen
thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia Carier/Trait
 Delesi 2 gen α : hanya berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi darah
 Delesi 3 gen α : anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh) disease
 Delesi 4 gen α : berakibat fatal pada bayi karena alpha globin tidak dihasilkan sama sekali.

Gambar 4. Orang tua memiliki carier

Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait. Maka anaknya
25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi (thalasemia mayor).

Risiko Apabila Gagal Mendiagnosis


Apabila wanita yang menderita trait talasemia meneruskan kehamilannya, dengan risiko
bahwa anak yang dilahirkan menderita kelainan genetik dan umurnya hanya sebentar.
Pencegahan Thalasemia :
Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu
menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah
dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena
dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita
talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk
menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan ferritin serum
untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talasemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan
dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh.

Kesimpulan

23
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Thalassemia
ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara.
Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin
individu yaitu Thalassemia-α dan thalassemia-β, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa
subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala. Thalassemia
diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa
gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari thalassemia α
dan β. Konseling mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap
penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga
mencapai usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

24
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Checklist Konseling Individu Metode CEA

No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai

0 1 2 3

I. Komunikasi verbal

A. Membina Sambung
Rasa
1 Memberikan salam dan  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
membuat pasien merasa  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh
kesahnya/ uneg-unegnya....”
nyaman

B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit


yang dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya
kesalahpahaman pasien tentang keadaan sakitnya yang
menyebabkan kecemasan (emotionally critical
misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan
kecemasan atau yang menyebabkan tekanan emosi
terbesar
Empat langkah dasar:

Pertanyaan (3) &


Merangkum (1)

2.  “Apa yang Bapak/Ibu 


pikirkan pada saat
Bapak/Ibu merasakan
sakitnya ?”
3.  “Apa yang Bapak/Ibu  Catatan = Emosi dasar manusia : marah, sedih, takut,
rasakan pada waktu gembira
Bapak/Ibu berpikir
seperti itu ?”
4.  “Hal apa dari penyakit  Catatan = Pada kebanyakan kasus, jawaban pada
Bapak/Ibu yang paling pertanyaan inilah muncul ECM yang akan difokuskan
membuat Bapak/Ibu pada edukasi pasien nantinya
merasa begitu ?”
5.  Menyimpulkan ECM 
dan perasaan-perasaan
yang berhubungan
dengan ECM tersebut
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi
ECM terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan
lainnya tentang penyakit yang diderita
6. Mengkoreksi ECM pasien 

Edukasi tentang penyakit: 

7. a. Definisi  Tekankan kronisitas jika masalah kesehatan


Tsb membutuhkan kepatuhan jangka panjang

8. b. Etiologi  Tekankan predisposisi enture versus penularan infeksi


dan sebaliknya
9. c. Gejala & Tanda  Tekankan komplikasi untuk meningkatkan
‘stress’ (penekanan) jika persepsi pasien meminimalkan
realitas

10. d. Terapi  Tekankan ada terapi dalam rangka untuk menenangkan


pasien (meredakan perasaan/ kecemasan) jika persepsi
pasien terlalu melebih-lebihkan realitas
D. Tindakan / aksi  Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien.

25
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
11. Menerangkan pengelolaan
penyakit

12. Perception checking :  Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang


penting dari penyakit & pengelolaannya

13. Feeling checking :  Klarifikasi perasaan pasien terhadap keadaan sakitnya

14. Membuat janji untuk 


pertemuan berikutnya jika
diperlukan

II. Komunikasi Non 


Verbal

15. Aspek-aspek komunikasi  Menjaga tatapan mata


non-verbal  Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut
45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan 
ketrampilan
mendengar aktif

16. Aspek-aspek dari empati  Refleksi isi


dan ketrampilan mendengar  Refleksi perasaan
aktif

0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat & sempurna

26
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
KONSELING HIV/AIDS
Konseling merupakan komponen penting pada pemeriksaan dan layanan HIV. Konseling
dilaksanakan bagi klien baik sebelum, sesudah tes dan selama perawatan HIV yang dilaksanakan
oleh tenaga yang terlatih. Kualitas konseling perlu dipantau dengan mentoring dan pembinaan yang
teratur. Konseling diutamankan bagi mereka yang berisiko dan menolak tes, klien dengan
kebutuhan khusus, serta konseling pasca tes dan konseling lanjutan bagi ODHA.

PERAN KONSELING DALAM TES HIV


Layanan konseling pada tes HIV dilakukan berdasarkan kepentingan klien/pasien baik
kepada mereka yang HIV positif maupun negatif. Layanan ini dilanjutkan dengan dukungan
psikologis dan akses untuk terapi. KTHIV harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi yang efektif. Konselor terlatih membantu klien/pasien dalam menggali dan
memahami diri akan risiko infeksi HIV, mempelajari status dirinya dan mengerti tanggung jawab
untuk mengurangi perilaku berisiko serta mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain serta
untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.

BERBAGAI JENIS KONSELING PADA LAYANAN HIV


KONSELING PRA-TES
Konseling Pra-tes dilaksanakan pada klien/pasien yang belum mantap atau pasien yang
menolak untuk menjalani tes HIV setelah diberikan informasi pra-tes yang cukup. Dalam konseling
pra-tes harus seimbang antara pemberian informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan emosi
klien. Masalah emosi yang menonjol adalah rasa takut melakukan tes HIV karena berbagai alasan
termasuk ketidaksiapan menerima hasil tes, perlakuan diskriminasi, stigmatisasi masyarakat dan
keluarga. Ruang lingkup konseling pra-tes pada KTS adalah:
a. Alasan kunjungan, informasi dasar tentang HIV dan klarifikasi tentang fakta dan mitos
tentang HIV.
b. Penilaian risiko untuk membantu klien memahami faktor risiko.
c. Menyiapkan klien untuk pemeriksaan HIV.
d. Memberikan pengetahuan tentang implikasi terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi cara
menyesuaikan diri dengan status HIV.
e. Melakukan penilaian sistem dukungan termasuk penilaian kondisi kejiwaan jika diperlukan.
f. Meminta informed consent sebelum dilakukan tes HIV.
g. Menjelaskan pentingnya menyingkap status untuk kepentingan pencegahan, pengobatan dan
perawatan.

Pemberian informasi dasar terkait HIV bertujuan agar klien:


- Memahami cara pencegahan, penularan HIV, perilaku berisiko.
- Memahami pentingnya tes HIV.
- Mengurangi rasa khawatir dalam tes HIV

25
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Konselor perlu mengetahui latar belakang kedatangan klien untuk mengikuti konseling HIV dan
memfasilitasi kebutuhan agar proses tes HIV dapat memberikan penguatan untuk menjalani hidup
lebih sehat dan produktif.

KONSELING PASCA TES HIV


SEPERTI TELAH DIURAIKAN SECARA RINCI PADA BAB SEBELUMNYA
PEMERIKSAAN LABORATORIUM HIV ATAU TES HIV
Tes HIV dilakukan di laboratorium yang tersedia di fasilitas layanan kesehatan. Jika
layanan tes tidak tersedia di fasilitas tersebut, maka tes dapat dilakukan di laboratorium rujukan.
Metode tes HIV yang digunakan sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan Laboratorium HIV
Kementerian Kesehatan.
Sebaiknya tes HIV menggunakan tes cepat HIV yang sudah dievaluasi oleh Kementerian
Kesehatan. Tes cepat yang sesuai prosedur sangat layak dilakukan dan memungkinkan untuk
mendapatkan hasil secara cepat serta meningkatkan jumlah orang yang mengambil hasil,
meningkatkan kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari kesalahan pencatatan atau tertukarnya
hasil antar pasien.
Tes cepat dapat dilakukan di luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus
dan dapat dilaksanakan di sarana kesehatan primer. Tes dengan reagen ELISA biasanya dilakukan
di fasilitas layanan kesehatan dengan sarana laboratorium yang lengkap dan tenaga yang terlatih
dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan tidak perlu hasil tes segera (misalnya untuk pasien
rawat inap di rumah sakit) dan laboratorium rujukan. Pemilihan antara menggunakan tes cepat HIV
atau tes ELISA harus mempertimbangkan faktor tatanan tempat pelaksanaan tes HIV, biaya dan
ketersediaan perangkat tes, reagen dan peralatan; pengambilan sampel, transportasi, SDM serta
kesediaan pasien untuk kembali mengambil hasil.
Dalam melaksakan tes HIV, perlu merujuk pada alur Tes sesuai dengan pedoman nasional
pemeriksaan yang berlaku dan dianjurkan menggunakan alur serial. Tes HIV secara serial adalah
apabila tes yang pertama memberi hasil nonreaktif atau negatif, maka tes antibodi akan dilaporkan
negatif. Apabila hasil tes pertama menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan tes HIV kedua pada
sampel yang sama dengan menggunakan antigen dan/atau dasar tes yang berbeda dari yang
pertama. Perangkat tes yang persis sama namun dijual dengan nama yang berbeda tidak boleh
digunakan untuk kombinasi tersebut. Hasil tes kedua yang menunjukkan reaktif kembali maka di
daerah atau di kelompok populasi dengan prevalensi HIV 10% atau lebih dapat dianggap sebagai
hasil yang positif. Di daerah atau kelompok prevalensi rendah yang cenderung memberikan hasil
positif palsu, maka perlu dilanjutkan dengan tes HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan Pedoman
Nasional menganjurkan untuk selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih murah dan tes
kedua hanya diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja. Indonesia dengan prevalensi
HIV dibawah 10% menggunakan strategi III dengan tiga jenis reagen yang berbeda sensitifitas dan
spesifitas-nya. Dalam melakukan tes HIV dari alur tersebut direkomendasikan untuk menggunakan
reagen tes HIV sbb:
- Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%
- Reagen kedua memiliki spesifisitas minimal 98%.
- Reagen ketiga memiliki spesifisitas minimal 99%.

26
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Kombinasi tes HIV tersebut perlu dievaluasi secara nasional sebelum digunakan secara luas.
Tes HIV harus disertai dengan adanya sistem jaminan mutu dan program perbaikannya
untuk meminimalkan hasil positif palsu dan negatif palsu. Jika tidak maka klien/pasien akan
menerima hasil yang tidak benar dengan akibat serius yang panjang. Jaminan mutu juga diperlukan
untuk kualitas konseling.
Tes virologi yang lebih canggih dan mahal hanya dianjurkan untuk diagnosis anak umur
kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV positif yang merencanakan kehamilan. Tes HIV untuk
anak umur kurang dari 18 bulan dari ibu HIV-positif tidak dibenarkan dengan tes antibodi, karena
akan memberikan hasil positif palsu. Tes darah dengan tujuan untuk diagnosis HIV harus
memperhatikan gejala atau tanda klinis serta prevalensi HIV di wilayah tempat tinggal atau
kelompok , seperti terpapar pada Tabel 1 di halaman 9. Konseling Pasca, semua klien yang telah
menjalani tes HIV harus menerima konseling pasca tes tanpa memandang apapun hasilnya.
Konseling pasca tes adalah konseling untuk menyampaikan hasil tes kepada klien secara individual
guna memastikan klien/pasien mendapat tindak lanjut yang sesuai dengan hasil terkait dengan
pengobatan dan perawatan selanjutnya. Hal tersebut dilakukan untuk membantu klien/pasien
memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil pemeriksaan.

KONSELING KEPATUHAN (ADHERENCE)


Terapi ARV merupakan terapi yang kompleks dengan medikasi yang lebih dari satu macam
dan diminum untuk jangka panjang, seumur hidup. Adherence yang efektif untuk terapi ARV
adalah sebesar lebih dari 95%, karena itu minum obat harus tepat dosis, tepat waktu dan tepat cara.
Kurang patuh minum obat akan membuat ODHA resisten terhadap terapi (obat) dengan
konsekuensi dapat menularkan virus yang resisten kepada orang lain. Konselor bertugas
menerapkan konseling dukungan kepatuhan dan menyampaikan cara kerja dasar obat ARV,
terjadinya kegagalan terapi dan cara menghindarkan diri dari ketidak patuhan, serta cara yang
mudah mengakses obat ARV lini.

KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU


Beberapa unsur penting dalam komunikasi perubahan perilaku adalah:
a. Penilaian risiko dan kerentanan. Klien perlu menilai risiko dirinya akan infeksi HIV dan
beberapa hambatan yang dapat terjadi dalam proses perubahan perilaku.
b. Penjelasan dan praktik keterampilan perilaku aman. Pesan pencegahan, penggunaan
kondom, dan jarum bersih harus ditekankan guna memotivasi klien terhadap kebutuhan,
kepercayaan, kepedulian dan kesiapan klien untuk hidup lebih sehat. Keterampilan
berpikir kritis, mengambil keputusan dan komunikasi dapat ditingkatkan dengan

27
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
mengemukakan keuntungan penggunaan kondom dan menyuntik yang aman serta
mampu bernegosiasi dalam penggunaan kondom dan alat suntik.
c. Membuat rencana. Dalam konseling pra maupun pasca tes, klien didorong merencanakan
perubahan perilaku dengan mempertimbangkan kemampuan dan sumber daya yang
tersedia.
d. Penguatan dan komitmen. Dalam konseling pasca tes, konselor harus membuat
kesepakatan yang jelas dan rinci tentang perencanaan klien untuk hidup lebih sehat.
e. Lingkungan yang mendukung. Menciptakan lingkungan yang mendukung untuk praktik
perilaku yang aman, termasuk ketersediaan pilihan jenis kondom dan alat suntik, bahan
komunikasi, informasi dan edukasi (leaflet, brosur) serta layanan konseling
rujukan/hotline bagi individu, keluarga maupun masyarakat sekitar sangat diperlukan.
KONSELING PENCEGAHAN POSITIF (POSITIVE PREVENTION)
Konseling Pencegahan Positif merupakan konseling yang dilakukan pada orang yang
terinfeksi HIV dengan maksud :
 Mencegah penularan HIV dari orang yang terinfeksi HIV ke orang lain
 Mencegah penularan infeksi ulang HIV dan infeksi lain (termasuk IMS) pada orang yang
terinfeksi HIV
 Meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV Prinsip umum Pencegahan
Positif:
a. Didasarkan pada perspektif dan realita orang yang terinfeksi HIV.
b. Orang yang terinfeksi HIV mempunyai hak seksualitas, oleh karena itu dibutuhkan
informasi yang rinci tentang seksualitas.
c. Difokuskan pada komunikasi, informasi, dukungan dan perubahan kebijakan, tanpa
stigmatisasi dan diskriminasi.
d. Membutuhkan keterlibatan dan partisipasi bermakna orang yang terinfeksi HIV. e.
Perlu menyertakan organisasi layanan HIV, kelompok dukungan dan LSM ke dalam
program penanggulangan HIV.
e. Menjunjung hak asasi manusia, termasuk hak hidup sehat, hak seksualitas, privasi,
konfidensialitas, informed consent dan bebas dari diskriminasi. Di samping itu juga
memenuhi kewajiban dan tanggung jawab untuk tidak mencelakakan orang dengan
cara tidak menularkan HIV.
f. Penularan HIV diperbesar oleh ketidak setaraan gender, posisi tawar, seksualitas,
pendidikan, ketidaktahuan status HIV dan tingkat ekonomi.
g. Menuntut tanggung jawab bersama dalam upaya menurunkan tingkat penularan.
Keterbukaan, informasi dan komunikasi tentang seksualitas dan hubungan seks bisa
menjadi cara untuk menurunkan penyebaran HIV lebih lanjut kepada pasangan atau
orang lain.
h. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

28
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
KONSELING GAY, WARIA, LESBIAN DAN PEKERJA SEKS
Konselor perlu mendiskusikan orientasi seksual klien dalam menurunkan risiko penularan.
Penggunaan kondom mutlak diperlukan pada setiap hubungan seksual vaginal, anal, maupun oral.
Waspadai adanya infeksi menular seksual dan diskusikan serta rujuk untuk terapi. Infeksi dapat
terjadi pada mulut, vagina, anus, penis dan mukosa/kulit disekitarnya Pendekatan mental emosional
atas hubungan seksual, relasi individu dengan pasangannya serta keluarganya terkait beban mental
sangat diperlukan karena faham dan perilaku tidak sesuai dengan norma/kepercayaan masyarakat.
Klien biasanya akan merasa :
- Perasaan bersalah, perasaan dikucilkan
- Insekuritas hubungan pasangan yang membuat klien lebih sensitif, rentan terhadap
gangguan mental emosional
- Rasa penerimaan diri dan ambiguitas, terhadap peran gender, peran hidupnya dalam
masyarakat

KONSELING HIV PADA PENGGUNA NAPZA


Dalam konseling HIV ini konselor memiliki tugas sebagai berikut :
- Mengkaji dan mendiskusikan penggunaan Napza yang memperberat terjadinya gangguan
pikiran dan perasaan dan akan menghambat kemampuan penurunan pencegahan
- Mendiskusikan tentang interaksi silang antara Napza yang digunakan, ARV, obat infeksi
dan farmakoterapi lain yang digunakan dalam pengobatan (termasuk metadon, buprenorfina
dan obat-obat psikiatri)
- Mendiskusikan strategi pengurangan risiko dari hubungan seksual, dan penggunaan alat
suntik bersama (termasuk kapas swab, sendok, dan lainnya) terkait penggunaan napza
- Mendiskusikan strategi penurunan penularan lewat pembuatan tato, dan penindikan bagian
tubuh.
- Mendorong klien untuk mengikuti terapi rehabilitasi Napza sesuai jenis zat yang
digunakannya, seperti terapi rumatan metadon atau buprenorfina untuk mereka yang
ketergantungan opioida, atau terapi lainnya termasuk yang berorientasi abstinensia melalui
program rehabilitasi rawat inap jangka panjang.
- Mengkaji permasalahan lain yang dialami klien, seperti gangguan kejiwaan, masalah legal,
ketiadaan dukungan keluarga/sosial, dan permasalahan lain yang dapat menghambat adanya
perubahan perilaku.
- Melakukan rujukan kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) baik secara internal
ataupun eksternal.

KONSELING PASANGAN
Pasangan yang dimaksud adalah suami/isteri/pasangan seksual tetap atau yang berencana
untuk melakukan hidup bersama. Secara ideal konseling ini dilakukan kepada pasangan tersebut
secara sekaligus dan bukan pada individu satu persatu. Bilamana memungkinkan kedua individu
tersebut dihadirkan dalam membicarakan masalah bersama. Dalam situasi tidak dimungkinkan

25
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
kehadiran keduanya, seperti kehadiran pasangan mengancam dari pasangan satunya, maka
konseling dapat dilakukan secara individual terlebih dahulu kemudian dihadirkan bersama apabila
situasi sudah kondusif.
Konseling pasangan merupakan layanan ketika pasangan dan klien datang untuk
melaksanakan pemeriksaan bersama atau sebagai konseling berkelanjutan pada saat membuka
status. Tugas konselor dalam konseling ini adalah :
- Mengkaji dan mendiskusikan permasalahan dan risiko tentang perilaku seksual, IMS dan
HIV.
- Memfasilitasi pembelajaran bersama, praktik seksual yang aman dan saling bertanggung
jawab satu atas lainnya.
- Mengkaji dan mendiskusikan penerimaan pasangan atas status yang sama-sama positif
maupun diskordan.
- Membantu menurunkan kecemasan pasangan dan mencegah saling menyalahkan.
- Memfasilitasi pasangan untuk bersama-sama membuat rencana masa depan, saling
menguatkan, saling memahami dan mendukung.
- Pesan yang diberikan:
o Secara ideal hendaknya pasangan telah mengetahui statusnya terlebih dahulu
sebelum membina hubungan.
o Jika keduanya negatif, jaga agar tetap negatif.
o Jika keduanya positif, tetap melakukan seks aman agar tidak saling menularkan.
o Jika salah satu positif dan lainnya negatif (diskordan), konselor mendiskusikan
strategi agar tidak terjadi penularan
o Dorong klien agar tidak menghakimi pasangan. Dalam konseling pasangan,
permintaan izin pemeriksaan secara individual tetap perlu dilakukan.

Isi konseling biasanya menyangkut :


1. Relasi dan komunikasi pasangan
2. Saling menguntungkan dengan saling tahu status HIV
3. Relasi seksual dan pengaruh mental emosional mereka
4. Perencanaan kehamilan
5. Perencanaan keluarga (karier, pengasuhan dan pendidikan serta masa depan anak,
sosial ekonomi)
6. Hubungan dengan keluarga besar (mertua, menantu, ipar)

KONSELING KELUARGA
Keluarga adalah lingkungan dimana terdapat beberapa orang yang masih memiliki
hubungan darah atau kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar
individu dan terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.

26
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Konseling keluarga membutuhkan kompetensi khusus karena harus dapat mengakomodasi
kebutuhan dan karakteristik dari masingmasing anggota keluarga. Yang dimaksud konseling
keluarga dalam pedoman ini lebih dititik beratkan pemberian informasi dan edukasi bagi keluarga
ODHA. Konselor dapat memulai pembicaraan dengan mengangkat permasalahan status salah satu
atau lebih tentang status.
Hal-hal yang dibahas dalam konseling keluarga adalah:
1. Tingkat pengetahuan mengenai HIV dari masing-masing anggota keluarga
2. Komunikasi dan relasi dalam keluarga, peran anggota keluarga ketika mereka
menghadapi sebuah persoalan, termasuk apabila salah satu atau lebih memiliki status
HIV positif
3. Peran dari masing-masing anggota keluarga dalam mendukung odha di keluarga dan
upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi penularan, stigma dan diskriminasi
4. Upaya keluarga dalam menghadapi stigma dan diskriminasi dari pihak luar (pihak
ketiga) 5. Rujukan pada profesional apabila dibutuhkan penanganan lebih lanjut.

KONSELING PADA KLIEN/ PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA


Yang dimaksud dengan gangguan jiwa adalah berbagai gangguan yang dikarakteristikkan
oleh beberapa kombinasi pola pikir, emosi, perilaku dan hubungan dengan orang lain yang
abnormal. Hal ini mencakup gangguan jiwa ringan seperti kecemasan, gangguan tidur dan depresi
sampai gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, gangguan depresi mayor, gangguan bipolar dan
gangguan jiwa lainnya. Ruang lingkup yang dibahas dalam pedoman ini adalah klien/pasien dengan
gangguan jiwa ringan.Untuk gangguan jiwa berat harus dilakukan rujukan kepada layanan psikiatri
yang tersedia di wilayah masing-masing.
Hal-hal yang dapat dilakukan pada klien/pasien dengan gangguan jiwa ringan :
1. Mengkaji derajat gangguan jiwa ringan yang dialami klien/pasien atas status HIVnya
baik yang hasil positif maupun negatif
2. Mengkaji perilaku berisiko terkait kejiwaan seperti keinginan bunuh diri/membunuh
orang lain, menarik diri dari lingkungan sosial, kabur dari rumah atau perilaku agresif
3. Mendiskusikan strategi untuk mengatasi perilaku berisiko di atas, misalnya melakukan
relaksasi, membuat buku harian, berbagi perasan dan pikiran dengan anggota
keluarga/teman dekat atau kelompok dukungan
4. Apabila dibutuhkan, memfasilitasi klien/pasien untuk mengakses farmakoterapi sesuai
dengan kondisi terkait kepada dokter.

KONSELING PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Konseling bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) umumnya berjalan dalam format
konseling individual. Konseling dapat dilakukan oleh konselor atau petugas kesehatan yang terlatih
konseling. WBP pada umumnya mengalami gangguan jiwa ringan, terutama bila kondisi
lapas/rutan melebihi kapasitas atau tidak terdapat program pengembangan diri yang
berkesinambungan.

27
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam konseling bagi WBP :
1. Mengkaji permasalahan yang dialami oleh WBP terkait perilaku berisiko HIV maupun
gangguan jiwa
2. Mendiskusikan strategi pengurangan risiko penularan HIV, termasuk mendorong
penerapan praktek perilaku seks dan atau penggunaan Napza yang aman apabila yang
bersangkutan aktif berhubungan seks atau menggunakan Napza
3. Mendiskusikan strategi mengatasi stres yang mungkin dialami selama berada di
lapas/rutan
4. Memberikan informasi dimana klien/pasien dapat mengakses layanan selepas dari
lapas/rutan

KONSELING PENYINGKAPAN STATUS


Yang dimaksud dengan penyingkapan status adalah memberitahukan status HIV kepada
orang lain terkait tindak lanjut yang bermanfaat. Penyingkapan status dalam banyak hal
menguntungkan klien agar ia mendapat dukungan dalam proses pemulihan kesehatannya. Pada
kasus dimana klien menolak menyingkap status HIV pada pasangannya, biasanya karena takut
terjadi tindak kekerasan. Isu penyingkapan status perlu didiskusikan pada konseling pra tes atau
KIE sebelum konseling.

Tujuan dari penyingkapan status adalah :


a. Memungkinkan pasangan mempunyai akses dini ke layanan terapi dan perawatan
b. Menurunkan risiko penularan HIV
c. Mencegah infeksi berulang dan IMS
d. Mencegah resisten terhadap pengobatan Hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam
konseling penyingkapan status:
1. Cara klien menyingkapkan statusnya: apakah akan dilakukan sendiri oleh klien atau
dimediasi melalui konseling pasangan dengan melibatkan konselor
2. Resistensi klien dalam menyingkapkan statusnya: gali lebih dalam apa yang menjadi
penghambat utama dalam menyingkapkan statusnya, termasuk dalam hal ini adalah
apabila klien mengalami kekerasan domestik. Akomodasi permasalahan tersebut
dengan menyajikan keuntungan penyingkapan status kepada pasangan serta cara
mengatasi hambatan yang dialami.
3. Strategi yang dapat dilakukan apabila klien berulangkali menolak menyingkapkan
statusnya dan juga menolak mempraktekkan perilaku yang aman. Penolakan yang
terus dilakukan walaupun telah berulangkali dilakukan konseling, dapat disiasati
melalui pertemuan kelompok. Keberadaan klien bersama dalam kelompok dukungan
sebaya (KDS) dapat menginspirasi/memotivasi yang bersangkutan untuk belajar dari
anggota kelompok lain terkait pengalaman mereka dalam menyingkapkan statusnya.

28
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
KONSELING PALIATIF DAN DUKA CITA
Perawatan paliatif (Palliative care) atau layanan paliatif merupakan pendekatan guna
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya ketika menghadapi masalah terkait penyakit
yang mengancam kehidupan melalui pencegahan dan pengurangan penderitaan dengan cara
mengenali secara dini, menilai perjalanan dan terapi nyeri serta masalah lainnya, baik fisik,
psikososial dan spiritual (WHO 2002). Tujuannya perawatan paliatif adalah membantu pasien
memaksimalkan kualitas dan mengendalikan martabat hidupnya sebelum meninggal dunia.
Pendekatan dilakukan secara aktif, holistik, terfokus pada pasien dan ditangani oleh profesi
multidisiplin.
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam konseling paliatif dan duka cita adalah:
1. Penekanan pada mendengar aktif, terutama atas berbagai bahasa tubuh yang ditampilkan
klien.
2. Beri dukungan atas berbagai hal positif yang telah dilakukan klien selama ini. Apabila
klien terus menerus didera perasaan negatif, bimbing klien untuk mengingat hal yang
positif.
3. Akomodasi berbagai pertanyaan seputar kematian, dimana pembahasan dapat diarahkan
sesuai dengan keyakinan klien.
4. Beri dukungan klien apabila yang bersangkutan tidak memperoleh dukungan
keluarga/sosial yang cukup menjelang kematiannya. Yakinkan bahwa klien tidak pernah
sendiri di dunia ini.

KONSELING GIZI
Konseling gizi diberikan pada ODHA dan OHIDA. Konseling gizi memberikan layanan
untuk gizi dalam hidup sehat, gizi sesuai stadium penyakit, gizi pada pemakaian ARV, dan gizi
pada ODHA dengan IO. Jika diperlukan, dapat dilakukan rujukan kepada ahli gizi.
ISU GENDER DALAM KONSELING
Istilah gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dari segi sosial budaya, psikologis dan aspek non biologis lainnya. Istilah seks secara
umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi
biologi dan juga jenis kelamin. Aspek biologi meliputi perbedaan anatomi fisiologi tubuh termasuk
sistem reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Dalam TKHIV, maka konselor perlu
memperhatikan isu gender untuk merespon hal-hal sebagai berikut:
- Posisi tawar yang rendah pada perempuan terhadap laki-laki terutama dalam menerapkan
perilaku khusus perlu diberikan terhadap perempuan pekerja seks terhadap pelanggan dan
pasangannya.
- Stigma, diskriminasi dan kriminalisasi terhadap pekerja seks
- Laki-laki pelanggan pekerja seks yang terjebak dan mempertahankan mitos
kejantanan/keperkasaan.
- Stigma dan diskriminasi oleh petugas layanan kesehatan termasuk konselor.
- Pemahaman gender yang keliru dan dibawa dalam relasi seksual.

25
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Checklist Konseling Individu Metode CEA

No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai

0 1 2 3

I. Komunikasi verbal

A. Membina Sambung
Rasa
1 Memberikan salam dan  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
membuat pasien merasa  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh
kesahnya/ uneg-unegnya....”
nyaman

B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit


yang dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya
kesalahpahaman pasien tentang keadaan sakitnya yang
menyebabkan kecemasan (emotionally critical
misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan
kecemasan atau yang menyebabkan tekanan emosi
terbesar
Empat langkah dasar:

Pertanyaan (3) &


Merangkum (1)

2.  “Apa yang Bapak/Ibu 


pikirkan pada saat
Bapak/Ibu merasakan
sakitnya ?”
3.  “Apa yang Bapak/Ibu  Catatan = Emosi dasar manusia : marah, sedih, takut,
rasakan pada waktu gembira
Bapak/Ibu berpikir
seperti itu ?”
4.  “Hal apa dari penyakit  Catatan = Pada kebanyakan kasus, jawaban pada
Bapak/Ibu yang paling pertanyaan inilah muncul ECM yang akan difokuskan
membuat Bapak/Ibu pada edukasi pasien nantinya
merasa begitu ?”
5.  Menyimpulkan ECM 
dan perasaan-perasaan
yang berhubungan
dengan ECM tersebut
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi
ECM terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan
lainnya tentang penyakit yang diderita
6. Mengkoreksi ECM pasien 

Edukasi tentang penyakit: 

7. a. Definisi  Tekankan kronisitas jika masalah kesehatan


Tsb membutuhkan kepatuhan jangka panjang

8. b. Etiologi  Tekankan predisposisi enture versus penularan infeksi


dan sebaliknya
9. c. Gejala & Tanda  Tekankan komplikasi untuk meningkatkan
‘stress’ (penekanan) jika persepsi pasien meminimalkan
realitas

10. d. Terapi  Tekankan ada terapi dalam rangka untuk menenangkan


pasien (meredakan perasaan/ kecemasan) jika persepsi
pasien terlalu melebih-lebihkan realitas
D. Tindakan / aksi  Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien.

37
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
11. Menerangkan pengelolaan
penyakit

12. Perception checking :  Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang


penting dari penyakit & pengelolaannya

13. Feeling checking :  Klarifikasi perasaan pasien terhadap keadaan sakitnya

14. Membuat janji untuk 


pertemuan berikutnya jika
diperlukan

II. Komunikasi Non 


Verbal

15. Aspek-aspek komunikasi  Menjaga tatapan mata


non-verbal  Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut
45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan 
ketrampilan
mendengar aktif

16. Aspek-aspek dari empati  Refleksi isi


dan ketrampilan mendengar  Refleksi perasaan
aktif

0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat & sempurna

38
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

FLEBOTOMI DAN TEST RUMPLE LEED

39
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

40
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
FLEBOTOMI
I. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk para mahasiswa untuk mencapai kemampuan tertentu didalam
pemeriksaan flebotomi dan tes Rumple leed. Dengan mempelajari modul ini
mahasiswadiharapkan akan mempunyai kemampuan seperti tersebut dalam tujuan
pembelajaran.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
II.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan dan
melakukan Flebotomi
2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Mampu menerangkan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur flebotomi
2. Mampu melakukan persiapan bahan dan alat untuk flebotomi
3. Mampu melakukan flebotomi dengan baik
III. PENDAHULUAN TEORI

Teknik flebotomi sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Flebotomi berasal dari bahasa
Yunani yaitu Phlebos: vena dan Tome: insisi. Flebotomi cara kuno yaitu dengan cara “cupping”
menggunakan mangkuk khusus dengan alat hisapnya, dihisap sebelum kulit ditoreh (dry cupping)
atau setelah kulit ditoreh (wet cupping), ada juga dengan cara penorehan vena (venesection) dan
ditampung pada mangkuk, selain itu, dengan cara gigitan lintah (Leeches biting) darah akan
mengalir dan lintah dilepaskan dengan abu atau garam. Flebotomi masa kini yaitu dengan tusukan
vena (venipuncture) menggunakan jarum dan peralatan pendukungnya atau tusukan kulit (skin
puncture) menggunakan lancet atau alat lain.

Tujuan Flebotomi:

1. Diagnostik : untuk pengambilan spesimen darah pemeriksaan laboratorium.

2. Terapeutik : untuk memasukkan obat intravena atau cairan melalui infus.

3. Donor darah dan transfusi darah

Jika pasien pingsan pada saat venipuncture :

40
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Lepaskan tourniquet, tarik jarum segera

Bicara pada pasien supaya terjaga dan mengalihkan perhatiannya

 Turunkan bagian kepala pasien dan diminta untuk bernafas yang dalam

Kompres dengan air dingin di bagian dahi dan belakang leher

Efek samping flebotomi :

Alergi terhadap antiseptik dan plester

Perdarahan berlebihan

Pingsan (syncope)

Hematoma, terjadi karena :

a.Vena terlalu kecil untuk jarum yang dipakai

b.Jarum menembus seluruh dinding vena

c.Jarum hanya menembus sebagian vena

d.Jarum dilepaskanpada saat tourniquet masih dipasang

e.Penekanan yang tidak adekuat setelah venipuncture

IV. PROSEDUR KERJA


Bahan dan alat
1. Mannequin untuk flebotomi
2. Baki wadah beserta alat pengambilan darah (spuit dengan ukuran yang sesuai,
steril, sekali pakai)
3.Tourniquet / pembendung vena
4.Sarung tangan
5.Antiseptik : alkohol 70%
6.Kapas steril dan kapas bulat
7.Plester
8.Tempat pembuangan jarum
Cara Kerja

41
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
1. Terangkan pada pasien tentang tujuan flebotomi dan prosedur yang akan dilakukan, posisi
pasien bisa duduk atau berbaring
2. Siapkan alat-alat yang diperlukan uci tangan dan gunakan sarung tangan.
3. Pilih bagian yang akan dilakukan penusukan :
-Pada area antecubiti lengan
-Pengepalan tangan pasien membantu penampakan vena
-Palpasi membantu merasakan ukuran, kedalaman dan aliran vena
-Pilih vena yang besar dan tidak mudah bergerak
4. Pasang tourniquet 7,5 –10 cm di atas bagian yang akan dilakukan tusukan vena,
pemasangan harus pas :
- terlalu ketat : darah tidak keluar
-terlalu longgar: tidak efektif
-terlalu lama: (> 1 menit) hemokonsentrasi / stasis vena.
5. Bersihkan (desinfeksi) area venipuncture menggunakan kapas alkohol dengan gerakan
memutar dari tengah ke tepi, biarkan 30 detik untuk pengeringan alkohol. Pada saat
desinfeksi turniquet harus dilonggarkan dulu, kemudian dieratkan.
6. Menusukkan jarum ke dalam vena
7. -Posisi lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 15-30.
-Selama jarum di dalam vena usahakan gerakan seminimal mungkin
-Segera lepaskan tourniquet setelah darah mengalir, kecuali vena kolaps
-Tarik perlahan-lahan penghisap dan biarkan spuit terisi darah.
8. Lepaskan jarum perlahan-lahan dan pasang penutup jarum, segera tekan tempat
tusukan dengan kapas selama 3-5 menit, kemudian plester bagian tsb dan lepas
setelah 15 menit.
9. Pemindahan darah dari spuit ke tabung/botol :
-Lepaskan jarum dari spuit, hati-hati jangan sampai darah keluar.
-Masukkan darah ke dalam botol atau tabung secara perlahan sesuai dengan pemeriksaan
laboratorium yang dibutuhkan.
10. Buang spuit dan jarumnya ke wadah pembuangan khusus
11. Ucapkan terima kasih kepada pasien dan berikan informasi yang diperlukan :
-Kapan boleh makan kembali
-Petunjuk khusus, misalnya glukosa 2 jam PP
12. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

42
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

43
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.3 FLEBOTOMI
Nama Mahasiswa : ......................
NIM : ...........
Kelompok: ............

44
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
TES RUMPLE LEEDE (RL)

I. PENGANTAR
Tes Rumple Leede (RL) atau yang dikenal juga dengan Percobaan Pembendungan / Uji
Turniket adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan dalam bidang hematologi. Prosedur ini
diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami bahwa tes RL ini dapatdipakai untuk
menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit sehingga merupakan upaya diagnostik untuk
mengetahui adanya kelainan dalam proses hemostasis primer. Sekaligus agar siswa dapat
melakukan persiapan, melaksanakan serta menginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan Umum:

Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan,melaksanakan dan


menginterpretasikan tes RL.

Tujuan Khusus:

1.Mampu menerangkan pada pasien tujuan tes RL dan prosedurnya.


2. Mampu melakukan persiapan alat untuk tes RL dengan benar.
3.Mampu melakukan tes RL secara benar.
4.Mampu menginterpretasikan hasil tes RL dengan tepat.
III. PENGANTAR TEORI
Tes RL adalah prosedur hematologi yang merupakan uji diagnostik terhadap
ketahanan kapiler dan penurunan jumlah trombosit. Ketahanan kapiler dapat menurun pada
infeksi DHF, ITP, purpura dan Scurvy. Tes RL dilakukan dengan cara pembendungan vena
memakai sfigmomanometer pada tekanan antara sistolik dan diastolik (100 mmHg) selama
10 menit. Pembendungan vena menyebabkan darah menekan dinding kapiler. Dinding
kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat atau adanya trombositopenia, akan rusak oleh
pembendungan tersebut. Darah dari dalam kapiler akan keluar dan merembes ke dalam
jaringan sekitarnya sehingga tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit.
Bercak tersebut disebut ptekie. Hasil positif bila terdapat ptekie pada bagian volar lengan
bawah yang dibendung dengan jumlah ≥ 10 pada area berdiameter 5 cm.

Tes RL tidak perlu dilakukan:

45
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
1.Jika sudah terdapat purpura
2.Diketahui mempunyai riwayat perdarahan

IV. PROSEDUR KERJA


Alat
1. Sfigmomanometer
2. Stetoskop
3. Stop Watch / Timer
Cara kerja
1. Terangkan pada pasien tentang tujuan tes RL dan prosedurnya.
2. Persiapkan alat untuk tes RL
3. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas ± 3 jari diatas fossa cubiti.
4. Pompasfigmomanometer sampai tekanan antara sistolik dan diastolik (100 mmHg) yaitu di
atas tekanan vena tapi kurang dari tekanan arteri sehingga darah dari jantung ke perifer tetap
jalan.
5. Pertahankan tekanan itu selama 10 menit.
6. Lepaskan ikatan sfigmomanometer dan tunggu sampai tanda stasis darah lenyap. Stasis
darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang dibendung sama dengan warna kulit
lengan yang disebelahnya.
7. Carilah dan hitung banyaknya ptekie yang timbul dalam lingkaran yangberdiemeter 5 cm di
bagian volar lengan bawah.
Interpretasi : Normal : (-) : ≤ 10 ptekie
Patologis : (+) : > 10 ptekie  ketahanan kapiler menurun

46
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.3 TES RUMPLE LEED
Nama Mahasiswa : ......................
NIM : ...........
Kelompok: ............

47
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED)


DAN
SEDIAAN APUS DARAH TEPI

49
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED)

1. PENGANTAR:
Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) adalah pemeriksaan laboratoriumuntuk menetapkan
kecepatan pengendapan sel darah di dalam plasmanya.Pemeriksaan LED ini merupakan salah satu
skills yang harus dimiliki olehmahasiswa kedokteran. Salah satu cara pemeriksaan LED adalah
caraWestergren. Pada cara ini campuran darah EDTA dengan NaCl fisiologis denganperbandingan
4 : 1 dimasukkan dalam pipet Westergren, kemudian dibiarkanselama 1 jam dan dibaca tinggi
plasma dalam mm/jam.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN:


Tujuan umum
Dengan skills ini mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan LED
Tujuan khusus
 Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan LED sesuai prosedur dengan
benar dan teliti
 Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan LED

III. PENGANTAR TEORI

LAJU ENDAP DARAH ( LED )= ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)


Laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum
membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai
meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis),
penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor
fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat.
1. Kecepatan eritrosit mengendap setelah memisahkan diri dari plasma
2. Ukuran : mm/jam
3. Menggambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit &plasma
4. Setiap keadaan yg meningkatkan penggumpalan sel satu dengan yanglain akan
meningkatkan LED.

50
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Tahapan :
1. Terbentuknya Rouleaux
2. Fase pengendapan cepat
3. Fase pengendapan lambat (pemadatan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi :


1. Faktor sel darah merah ( massa yg terbentuk stlh rouleaux )
o Bentuk tertentu sel darah merah
o Aglutinasi
o Makrosit
o RBC yg rendah
2. Plasma :
o Alfa globulin
o Alga2 globulin
o Fibrinogen
3. Faktor mekanis dan teknis
o Posisi tabung LED yg panjang & diameter tabung sterilitas
o Sterilitas
o Suhu
o Kondisi darah ( Antikoagulan, darah simpan lama ).

51
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
IV. PROSEDUR KERJA

Bahan dan Alat


a. Pipet Westergreen
b. Rak standar Westergreen
c. Botol kering dan bersih
d. NaCl fisiologis
e. Darah EDTA

Cara kerja
- Isap NaCl fisiologis dengan pipet Westergreen sampai tanda 150,masukkan ke dalam botol yang
kering dan bersih
- Isap darah EDTA sampai tanda 0, campurkan dengan NaCl fisiologis yangsudah dipipet
sebelumnya
- Isap campuran tersebut sampai tanda 0, letakkan pada rak standar dalamkeadaan tegak lurus
- Tunggu selama 1 jam
- Baca tinggi plasma dalam mm/jam
Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut :
- Tidak tepat perbandingan darah dengan NaCl fisiologis
- Tidak tepat menghisap campuran pada tanda 0
- Pipet Westergreen tidak tegak lurus

V. EVALUASI
a. Cara penilaian dengan menggunakan checklist
b. Yang dinilai :
- Mengisap NaCl fisiologis dengan pipet Westergreen sampai tanda150
- Mengisap darah dengan pipet Westergreen sampai tanda 0 danmencampurkannya dengan NaCl
- Mengisap campuran sampai tanda 0
- Meletakkan pipet westergreen pada rak dengan tegak lurus
- Membiarkan selama 1 jam dan membaca hasil
- Menginterpretasikan hasil

52
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
LEMBARAN PENILAIAN BLOK 3.3 (HEMATOLOMFOPOIETIK)
PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH
Nama :
NIM :
Kelompok :

53
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh

PEMBUATAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

1. PENGANTAR:
Pembuatan Sediaan apus Darah Tepi adalah salah satu tekniklaboratorium yang akan
digunakan untuk hitung jenis leukosit dan evaluasisediaan apus darah tepi. Pembuatan sediaan apus
darah tepi ini merupakan salah satu skillsyang harus dimiliki oleh mahasiswa kedokteran.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN:


Tujuan umum
 Dengan skills ini mahasiswa dapat membuat sedian apus darah tepiyang baik
Tujuan khusus
 Mahasiswa dapat membuat sediaan apus darah tepi
 Mahasiswa dapat mewarnai sediaan apus darah tepi

III. PENGANTAR TEORI


Sediaan apus darah tepi (peripheral blood smear) merupakan slideuntuk mikroskop yang salah
satu sisinya dilapisi dengan lapisan tipis darah dandiwarnai dengan pewarnaan (biasanya Giemsa
atau Wright), kemudian diperiksadengan mikroskop. Sediaan apus harus cepat mengering pada
kaca karena yang lambatmengering seperti oleh hawa lembab sering mengalami perubahan
morfologieritrosit. Sudut miringnya kaca penggeser dengan kaca sediaan dan
kecepatanpenggerakkan kaca penggeser berpengaruh terhadap tebalnya sediaan yangdibuat, makin
kecil sudut makin tipis sediaan dan makin lambat menggesermakin tipis juga.
Ciri-ciri sediaan apus yang baik:
a. Sediaan tidak melebar sampai pinggir kaca objek, panjangnya ½ sampai2/3 panjang kaca
b. Pada sediaan apus harus ada bagian yang cukup tipis untuk diperiksa,pada bagian itu
eritrosit-eritrosit terletak berdekatan tanpa bertumpukandan tidak menyusun gumpalan atau
rouleaux
c. Pinggir sediaan itu rata dan sediaan tidak boleh berlobang-lobang ataubergaris-garis
d. Penyebaran leukosit tidak boleh buruk, leukosit-leukosit itu tidak bolehberhimpun pada
pinggir-pinggir atau ujung-ujung sediaan

IV. PROSEDUR KERJA

54
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Bahan dan Alat:
a. Kaca objek
b. Methanol
c. Giemsa
d. Pipet tetes
e. Darah EDTA

Cara kerja:
 Teteskan setetes kecil darah (garis tengah tidak melebihi 2 mm) kira-kira 1cm dari ujung
kaca objek dan letakkanlah kaca itu di atas meja dengan tetes darah
disebelah kanan
 Dengan tangan kanan letakkan kaca objek lain di sebelah kiri tetes darahdengan sudut 30°
- 45°, kemudian geser ke arah tetesan darah
 Biarkan darah menyebar sampai ke pinggir kaca objek, kemudian langsungdidorong
sehingga terbentuk hapusan yang baik
 Biarkan kering diudara, kemudian fiksasi dengan methanol selama 5 menit
 Buang sisa methanol yang masih ada, teteskan Giemsa hingga menutupiseluruh
sediaan dan biarkan selama 20 menit
 Cuci dengan air yang mengalir pelan, biarkan kering dengan udara

Kesalahan yang mungkin timbul pada keterampilan tersebut :

- Kualitas sediaan hapus kurang baik seperti terlalu tebal, berlobang atau adatumpukan zat warna

- Panjang sediaan hapus kurang dari setengah panjang kaca objek

55
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
V. EVALUASI

a. Cara penilaian dengan menggunakan checklist

b. Yang dinilai :

1. Cara meletakkan tetesan darah pada kaca objek

2. Meletakkan kaca objek lain di sebelah kiri tetes darah dengan sudut 30°-45°, kemudian geser ke
arah tetesan darah

3. Membiarkan darah menyebar sampai ke pinggir kaca objek, kemudian langsung didorong
sehingga terbentuk hapusan yang baik

4. Memfiksasi dengan methanol selama 5 menit

5. Mewarnai dengan Giemsa

56
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
LEMBARAN PENILAIAN BLOK 2.4 (HEMATOLIMFOPOIETIK)
PEMBUATAN SEDIAAN HAPUS DARAH TEPI

Nama :
No. BP :
Kelompok :

57
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
PENETAPAN GOLONGAN DARAH

(ABO)

I. PENGANTAR

Penetapan golongan darah ABO adalah salah satu cara penetapan golongan darah
berdasarkan indentifikasi adanya antigen (aglutinogen) A dan B pada permukaan sel darah merah.
Pemeriksaan ini diajarkan pada mahasiswa agar mereka memahami pentingnya penetapan golongan
darah ini sebagai pemeriksaan awal sebelum dilakukan transfuse darah untuk mencocokkan dara
donor dengan darah pasien suapaya tidak terjadi reaksi transfusi.

II. DEFINISI

Penetapan golongan darah ABO adalah salah satu cara penetapan golongan darah dengan
mereaksikan darah pasien ataupun darah honor dengan serum anti-A, anti-B dan antiA-B hingga
terbentuk aglutinasi.

Tarfsiran hasil : (+ : aglutinasi)

Anti-A Anti-B Anti-AB Golongan Darah

- - - O

+ - + A

- + + B

+ + + AB

III. TIU

Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan, melakukan


serta menginterpretasikan hasil penetapan golongan darah.

IV. TPK

1. Mampu menerangkan kepada pasien tujuan dan prosedur penetapan golongan darah
ABO

2. Mampu melakukan persiapan bahan dan alat untuk penetapan golongan darah ABO
secara tepat

3. Mampu melaksanakan pengambilan darah kapiler dengan baik

4. Mampu melakukan penetapan golongan darah ABO dengan benar

58
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
5. Mampu menginterpretasikan hasil penetapan golongan darah

V. TUJUAN PENETAPAN GOLONGAN DARAH ABO

1. Menentukan golongan darah seorang (identitas)

2. Sebelum transfuse darah untuk mencocokkan darah donor dengan darah pasien yang
akan ditransfusi. Jika tidak ada kecocokan dapat menimbulkan reaksi transfuse
hemolitik

VI. KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi mutlak : tidak ada

Kontraindikasi relative : penolakan pasien karena masalah budaya, agama &


moral

VII. BAHAN DAN ALAT

1. Anti-A dan Anti-B (Anti-AB boleh ada, boleh tidak)

2. 1 buah Kaca Objek

3. Lancet darah

4. Larutan alcohol 70%

5. Kapas steril

6. Lidi bersih (tusuk gigi)

VIII. PROSEDUR

1. Terangkan pada pasien tentang tujuan penetapan golongan darah dan prosedur yang
akan dilakukan

2. Siapkan bahan dan alat yang diperlukan

3. Taruhlah 1 tete anti-A di bagian kiri kaca objek dan 1 tetes anti-B di bagian kanan kaca
objek

4. Desinfeksi salah satu jari 2,3 atau4 tangan pasien dengan menggunakan kapas alcohol

5. Buka pembungkus lancet, tusukkan lancet ke jari pasien yang sudah didesinfeksi
dengan arah tegak lurus sidik jari

6. Teteskan darah pasien pada kaca objek masing-masing di samping tetesan anti-A dan
di samping tetesan anti-B tanpa menyentuh kedua antiserum tersebut

59
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
7. Campurkan dengan salah satu ujung lidi tetesan darah pasien dengan anti-A dan
dengan ujung lidi yang lain tetesan darah pasien dengan anti-B

8. Goyangkan kaca objek dengan membuat gerakan lingkaran ± 1 menit

9. Perhatikan terbentuknya aglutinasi setelah 2 menit

Interprestasi :

- Golongan darah A : aglutinasi dengan anti-A, dengan anti-B tidak

- Golongan darah B : aglutinasi dengan anti-B, dengan anti A tidak

- Golongan darah AB : aglutinasi dengan kedua antisera

- Golongan darah O : tidak ada aglutinasi baik dengan Anti-A maupun dengan
anti-B

IX. DASAR TEORI

Darah manusia di golongkan menurut adanya antigen golongan darah spesifik yaitu
aglutinogen A dan B untuk menentukan golongan darah ABO dan Rhesus (Rh) factor untuk
menentukan Rh (+) atau Rh (-). Antigen tersebut terdapat pada permukaan sel eritrosit dan dapat
menginduksi terbentuknya antibodi.

Jika tidak melihat kepada subgroup maka dikenal 4 golongan darah yaitu :

A : eritrosit mengandung aglutinogen A dan serum agglutinin anti-B

B : eritrosit mengandung aglutinogen B dan serum agglutinin anti-A

O : eritrosit tidak mengandung aglutinogen, sedangkan serum mengandung agglutinin


anti-A dan anti-B

AB : eritrosit mengandung aglutinogen A dan B, sedangkan serum tidak mengandung


agglutinin

Penetapan golongan darah adalah menentukan jenis aglutinogen yang ada pada sel
eritrosit. Selain itu juga dikenal penetapan agglutinin yang terdapat dalam serum(reverse grouping/
serum grouping). Cara yang terbaik adalah dengan melakukan kedua penetapan yaitu penetapan
aglutinogen dan penetapan agglutinin bersama-sama.

60
Penuntun Ketrampilan Klinik Blok 3.3 FK universitas
malikussaleh
Check List Kemampuan

Nilai
No Aspek yang dinilai
1 2 3

1. Menerangkan pada pasien tujuan dan prosedur

2. Melakukan persiapan alat dengan alat secara


benar

3. Meletakkan antisera pada kaca objek dengan


benar

4. Melakukan desinfeksi lokaso pengambilan


darah kapiler degan benar

5. Melakukan penusukan lancet ke jari pasien


secara tepat

6. Meneteskan darah pasien pada kaca objek


dengan benar

7. Mencampurkan darah dengan antisera secara


benar

8. Menggoyangkan kaca objek dengan benar

9. Mampu meninterprestasikan hasil penetapan


golongan darah

Keterangan :
1 = Dilakukan dengan cara yang tidak berurutan atau melupakan bagian-bagian tertentu
2 = Melakukan dengan berurutan tetapi tidak lancer
3 = Melakukan dengan sistematis, berurutan dan lancer

Penilaian : Jumlah Skor X 100% = .....................

27

Lhokseumawe, 2017

Mahasiswa, Instruktur,

( ) ( )

61
i

Anda mungkin juga menyukai