Anda di halaman 1dari 54

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN : TYPHOID

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun oleh :
Bernadet Anggraeni
30140117013

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2019/2020
A. Konsep Dasar Thypoid

1. Pengertian

Demam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik

bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan bersifat endemic

yang termasuk penyakit menular (Cahyono, 2010).

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan

infeksi Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan

minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang

terinfeksi kuman Salmonella (Smeltzer, 2014).

Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi

akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam

lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan

lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70%-80%), pada

usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun

sebanyak (5%-10%) (Arief, 2010).

Jadi, tipoid adalah penyakit infeksi pada usus halus yang

disebabkan oleh bakteri Salmmonella thypi yang masuk melalui makanan

dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang

yang terkontaminasi.

2. Anatomi Fisiologi Usus Halus

Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari saluran pencernaan
yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada secum, terletak dalam

rongga abdomen dan dikelilingi oleh usus besar. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan

air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang

dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang

mencerna protein, gula dan lemak.

Lapisan Dinding Usus Terdiri Dari:

a. Lapisan luar tersusun oleh membran serosa yang merupakan lapisan

peritoneum yang terdiri dari lapisan visceral dan parietal. Peritoneum

melipat dan meliputi usus dan seluruh lapisan visera abdomen.

Lipatan lipatan peritoneum ada yang disebut dengan mesenterium,

omentum majus, dan omentum minus, Fungsi pentoneum adalah

menyokong pembuluh darah dan limfe ke usus, melindungi rongga

peritoneum terhadap infeksi, menghindari friksi (gesekan) antara

organ yang berdekatan.

b. Lapisan berotot terdiri dari 2 lapis serabut lapisan luar terdiri atas

serabut longitudinal dan dibawahnya terdapat lapisan tebal terdiri

dari serabut sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut berotot ini

terdapat pembuluh darah. pembuluh limfe dan plexus saraf .

c. Mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh


darah dan kelenjar.

d. Dinding submukosa terdapat otot sirkuler dan lapisan yang terdalam

yang merupakan perbatasannya. Dinding submukosa ini terdiri atas

jaringan areoral dan berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe,

kelenjar dan flexus saraf yang disebut plexus meissner.

Secara mikrokopis usus halus memiliki tiga struktur yang sangat

menambah luas permukaan dan membantu fungsi utama untuk

mengabsorpsi nutrien di usus hingga 16 juta cm2 meningkat sekitar 1000

kali lipat (bila permukaannya rata sekitar 2 000 cm2).

a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular

seperti jala yang disebut sebagai valvula koniventes (lipatan

kerckning) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 sampai 10 mm.

Adanya lipatan-lipatan ini menyebabkan gambaran usus halus

menyerupai bulu pada pemeriksaan radiografi.

b. Vili merupakan tonjolan tonjolan mukosa seperti jari jari yang

jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta di sepanjang usus halus. Vili

panjangnya 0,5 sampai 1,5 mm (dapat terlihat secara makroskopis)

dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.

c. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari yang panjangnya

sekitar 1 mm pada permukaan luar setiap vili. Mikrovili berfungsi

sebagai brush border. Penyakit penyakit usus halus dapat


menyebabkan atrofi dan pendataran vili sehingga sangat mengurangi

luas permukaan absorpsi dan terjadilah malabsorpsi. Makrovil

sebagai sel absorptif bertanggung jawab atas absorpsi bahan makanan

di usus halus. Enzim pada brush border membantu menyelesaikan

proses pencernaan saat berlangsungnya absorpsi.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),

usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

Gambar
Anatomi Fisiologi Usus Halus

Sumber : www.dosenpendidikan.co.id

1) Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus

halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke

usus kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan


bagian terpendek dari usus halus. Bentuknya melengkung seperti

kuku kuda dan pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian

kanan duodenum terdapat bagian yang membukit tempat

bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran

pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan paiplla

vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak

mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah

intestinum.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang

tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua

belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus

dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan

kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin

duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam

jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum

akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti

mengalirkan makanan.

2) Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)

adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari

(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,

panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah

bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan

terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.

Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni

berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat

dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan

plak Payeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus

penyerapan secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar”

dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa

Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.

3) Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus

halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang

sekitar ±4-5 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan

dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum merupakan usus halus yang


terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum

dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat oleh

sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang

berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke

dalam ileum. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit

basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam

empedu.

Fungsi Usus Halus

Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat penting

dari saluran pencernaan karena di sinilah terjadi proses pencernaan

yang terbesar dan penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh absorbsi.

Fungsi usus halus antara lain:

1. Mensekresi cairan usus untuk menyempurnakan pengolahan zat

makanan di usus halus.

2. Menerima cairan empedu dan pankreas melalui duktus koledokus

dan duktus pankreatitis.

3. Mencerna makanan. Getah usus dan pankreas mengandung enzim

yang mengubah protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi

glukosa, lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Dengan bantuan

garam empedu, getah usus dan pankreas masuk ke duodenum.

Makanan disempurnakan oleh kontraksi kelenjar empedu


pencernaan. Zat makanan dipecah menjadi bentuk-bentuk yang

lebih sederhana dan dapat diserap melalui dinding usus halus ke

dalam aliran darah dan limfe.

4. Mengabsorbsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam

amino dan karbohidrat dalam bentuk monoksida. Makanan yang

telah diserap akan terkumpul di dalam vena-vena halus kemudian

berkumpul dalam vena yang besar bermuara ke dalam vena porta.

5. Menggerakkan kandungan usus sepanjang usus halus oleh

kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang

menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih

cepat (Niman, 2013).

3. Etiologi Tipoid

Penyakit tipes atau Thypoid abdominalis merupakan penyakit yang

ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh Bakteri

Salmonella Thypi, (food and water borne disease). Seseorang yang sering

menderita penyakit tifus menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan

atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini. Salmonella Thypi sebagai

suatu spesies, termasuk dalam kingdom bakteria, phylum proteobakteria,

classis gamma proteobakteria, ordo enterobakteriales, familia

enterobakteriakceae, genus salmonella. Salmonella thypi adalah bakteri


gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora

mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen O

(somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella)

dan antigen VI (hyalin, protein membrane). Dalam serum penderita

terdapat zat anti (glutamin) terhadap ketiga macam antigen tersebut

(Zulkhoni, 2011).

4. Manifestasi Klinis Typhus Abdominalis

a. Gejala Klinis

Gejala klinis demam thypoid sangat bervariasi, mulai dari

gejala ringan sekali sehingga tidak berdiagnosis, dengan gejala klinis

yang khas (sindrom demam thypoid), sampai dengan gejala klinis

berat yang disertai komplikasi. Gejala klinis demam thypoid pada

anak cenderung tidak khas. Umunya perjalanan penyakit berlangsung

dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu.

Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam thypoid

sebagai berikut:

1) Demam

Demam atau panas merupakan gejala utama demam thypoid.

Awalnya, demam hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh

turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal,
sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam dapat

mencapai 39-40oC.

2) Gangguan saluran pencernaan

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang

lama. Bibir kering dan terkadang pecah-pecah. Lidah terlihat kotor

dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah

kemerahan dan tremor, pada penderita anak jarang ditemukan.

Umunya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama nyeri ulu

hati, disertai mual dan muntah. Penderita anak lebih sering

mengalami diare, sementara dewasa cenderung mengalami

konstipasi.

3) Gangguan kesadaran

Umumnya terdapat gangguan keasadaran berupa penurunan

kesadaran ringan. Sering ditemui kesadaran apatis. Bila gejala

klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau

dengan gejal-gejala psikosis.

4) Hepatosplenomegali

Pada penderita demam thypoid, hati dan atau limpa sring

ditemukan membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.

5) Bradikardia relatif dan gejala lain


Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak

diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Gejala-gejala lain yang

sering ditemukan pada demam thypoid adalah rose spot (bintik

kemerahan pada kulit) yang biasanya ditemukan di perut bagian

atas, sert gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang

terjadi (Inawati, 2009).

b. Masa Inkubasi

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada

umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala

penyakit tidaklah khas, berupa:

1) Anoreksia

2) Rasa malas

3) Sakit kepala bagian depan

4) Nyeri otot

5) Lidah kotor

6) Gangguan perut

c. Gejala khas

Gambaran klinis klasik yang sering ditemukan pada penderita demam

thypoid dapat dikelompokkan pada gejala yang terjadi pada minggu

pertama, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat sebagai

berikut:
1) Minggu pertama (awal terinfeksi, setelah masa inkubasi 10-14

hari, gejala penyakit berupa demam tinggi berkisar 39oC hingga

40oC, sakit kepala dan pusing, pegal pada otot, mual, muntah,

batuk, nadi meningkat, denyut lemah, perut kembung (distensi

abdomen), dapat terjadi diare atau konstipasi, lidah kotor,

epistaksis. Pada akhir minggu pertama lebih sering terjadi diare,

namun demikian biasanya diare lebih sering terjadi pada anak-

anak sedangkan konstipasi lebih sering terjadi pada orang

dewasa. Bercak-bercak merah yang berupa makula papula

disebut roseolae karena adanya trombus emboli basil pada kulit

terjadi pada hari ke-7 dan berlangsung kemudian menghilang.

Penderita typhoid di Indonesia jarang menunjukkan adanya

roseolae dan umum dapat terlihat dengan jelas pada berkulit

putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm,

berkelompok, timbul pada kulit perut, lengan atas atau dada

bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan.

2) Minggu kedua, suhu badan tetap tinggi, bradikardia relatif,

terjadi ganguan pendengaran, lidah tampak kering dan merah

mengkilat. Diare lebih sering, perhatikan adanya darah di feses

karena perforasi usus, terdapat hepatomegali dan splenomegali.


3) Minggu ketiga. Suhu tubuh berangsung angsur turun dan normal

kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi

atau berhasil diobati. Jika keadaan makin memburuk, dengan

terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-

otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin,

perdarahan dari usus, meteorismus, timpani dan nyeri abdomen.

Jika denyut nadi meningkat disertai oleh peritonitis lokal

maupun umum, pertanda terjadinya perforasi usus. Sedangkan

keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan nadi menurun

menunjukkan terjadinya perdarahan. Degenerasi miokard

merupakan penyebab umum kematian penderita demam typhoid

pada minggu ketiga.

4) Minggu keempat. Merupakan stadium penyembuhan, pada awal

minggu keempat dapat dijumpai adanya pneumonia lobaris atau

tro vena femoralis (Rudi Haryono, 2012).

5. Patofisiologi Tifoid

Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan/minuman yang

tercemar oleh salmonella biasanya >10. 000 basil kuman. Sebagian

kuman dapat dimusnahkan oleh HCl larnbung dan sebagian lagi masuk ke

usus halus. Jika hurnoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka basil
salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya ke

lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di

ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. Jaringan Limfoid plak

peyeri dan kelenjar bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil

tersebut masuk ke airan darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan

menyebar ke seluruh organ terutama hati, sumsum tulang dan limfa

melalui sirkulasi portal dari usus. Hati membesar (hepatomegali) dengan

infiltrasi limfosit, zat plasma dan sel mononuclear, serta terdapat nekrosis

fokal dan pembesaran limpa (splenomegali). Di organ ini kuman S. Typhi

berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi mengakibatkan

bakteremia, kedua disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan

mental dan koagulasi). Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi

pembuluh darah di sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis

dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan

otot, serosa usus dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil

menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan

komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskular, pernapasan

dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama penyakit terjadi

hyperplasia (pembesaran sel-sel plak peyeri), disusul minggu kedua

terjadi nekrosis dan dalam minggu ketiga ulserasi plak peyeri dan
selanjutnya dalam minggu keempat penyembuhan ulkus dengan

meninggalkan sikatriks (jaringan parut) (Arif Mutaqqin, 2011).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah tepi

1) Eritrosit Kemungkinan terdapat anemia karena terjadi gangguan

absorpsi fe di usus halus karena adanya inflamasi, hambatan

pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang atau adanya

perforasi usus,

2) Leukopenia (PMN) dengan jumlah lekosit antara 3000-

4000/mm3, dan jarang terjadi kadar lekosit <3000/mm3.

Leukopenia teryadi sebagai akibat penghancuran lekosit oleh

endotoksin dan hilangnya eosinofil dari darah tepi (eosinofilia).

Namun dapat juga teradi lekositosis, limfositosis relatif pada hari

ke sepuluh demam, dan peningkatan laju endap darah.

3) Trombositopenia, biasanya terjadi pada minggu pertama (depresi

fungsi sumsum tulang dan limpa)

b. Pemeriksaan urin, didapatkan proteinuria ringan (<2 gr/liter) dan

leukosit dalam urine.

c. Pemeriksaan tinja, kemungkinan terdapat lendir dan darah karena

terjadi perdarahan usus dan perforasi. Biakan tinja untuk menemukan

Salmonella dilakukan pada minggu kedua dan ketiga, serta biakan


urin pada minggu ketiga dan ke empat.

d. Pemeriksaan bakteriologis, diagnosis pasti bila dijumpai kuman

Salmonella pada biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau

sumsum tulang.

e. Pemeriksaan serologis yakni pemeriksaan widal. Test widal

merupakan reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).

Selain itu tes widal (O dan H aglutinin) mulai positif pada hari ke

sepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya

penyakit.

f. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah

ada kelainan atau komplikasi akibat demam typhoid (Dutta,2009)

7. Komplikasi Typhus Abdominalis

Menurut Widagdo (2011) komplikasi dari demam tifoid dapat

digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal.

Komplikasi intestinal diantaranya ialah :

a. Perdarahan

Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama

dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan

peningkatan denyut nadi.

b. Perforasi usus 11 Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu

pertama didahului oleh perdarahan berukuran sampai beberapa cm di


bagian distal ileum ditandai dengan nyeri abdomen yang kuat,

muntah, dan gejala peritonitis.

c. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :

1) Sepsis

Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobik.

2) Hepatitis dan kholesistitis

Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan

amilase serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk

adanya komplikasi pankreatitis.

3) Pneumonia atau bronkhitis

Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya

disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella.

4) Miokarditis toksik

Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan

segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi

lemak dan nekrosis.

5) Trombosis dan flebitis

Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan gejala

residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat,

trombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara, tuna

rungu, mielitis tranversal, dan psikosis.


6) Komplikasi lain

Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis,

sindrom nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis,

osteomilitis, dan artritis.

8. Penatalaksanaan Typhoid

Pengobatan/penatalaksaan pada penderita demam typhoid adalah sebagai

berikut:

a. Bed rest, untuk mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan. Minimal 7 hari bebas demam/ +- 14 hari. Mobilisasi

bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Tingkatkan

hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan

peralatan yang dipakai oleh pasien dan ubah posisi minimal tiap 2

jam untuk menurunkan risiko terjadi dekubitus dan pneumonia

hipostatik. Defekasi dan air kecil perlu diperhatikan karena kadang-

kadang terjadi obstipasi dan retensi urin, isolasi penderita dan

desinfeksi pakaian pasien.

b. Diet dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup

cairan dan tinggi protein, serta rendah serat. Diet bertahap mulai dari

bubur saring, bubur kasar hingga nasi. Diet tinggi serat akan

meningkatkan kerja usus sehingga risiko perforasi usus lebih tinggi.

c. Pemberian antibiotika, anti radang anti inflamasi dan anti piretik.


1) Pemberian antibiotika

a) Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari, oral selama 10 hari.

b) Kotrimoksazol 6 mg/kgbb/hari, oral. Dibagi dalam 2 dosis

selama 10 hari.

c) Ceftriakson 80 mg/kgbb/hari, IV atau lM, sekali sehari

selama 5 hari.

d) Cefiksim 10 mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis selama

10 hari.

e) Untuk anak pilihan antibiotika yang utama adalah

kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi

pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan

dipersingkat.

2) Golongan Fluorokuinolon

a) Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.

b) Siprofloksasin: dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari.

c) Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari.

d) Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari.

e) Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

3) Anti radang (anti inflamasi).

Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan

kesadaran, Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis


hingga kesadaran membaik.

4) Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol.

5) Antiemetik untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasien

(Inawati, 2009).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,

pendidikan, no register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian,

diagnosa medis dan penanggung jawab.

b. Alasan Masuk

Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut tersa mual dan

kembung, nafsu makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia,

mual , muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri

kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa

samnolen sampai koma.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu


Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam

typoid atau pernah menderita penyakit lainnya?

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit

demam typoid atau penyakit keturunan?

4) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum : Biasanya badan lemah

b) TTV : peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi

c) Kesadaran : Dapat mengalami penurunan kesadaran.

5) Pemeriksaan Head To toe

a) Kepala

Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan,

distribusi rambut merata dengan warna warna hitam, tipis,

tidak ada nyeri tekan.

b) Mata

Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan

kanan, sclera tidak ikterik konjungtiva kemerahan / tidak

anemis. Reflek pupil terhadap cahaya baik.

c) Telinga

Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak

terdapat peradangan.
d) Hidung

Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak

terdapat tanda-tanda peradangan pada mocusa hidung.Tidak

terlihat pernafasan cuping hidung taka ada epistaksis.

e) Mulut dan gigi

Kebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor,

kemerahan, mukosa mulut/bibir kemerahan dan tampak

kering.

f) Leher

Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada

gangguan.

g) Dada

Kebersihan dada cukup, bentuk simetris, ada nyeri tekan,

tidak ada sesak, tidak ada batuk.

h) Abdomen

Kebersihan cukup ,bentuk simetris,tidak ada benjolan/nyeri

tekan,bising usus 12x /menit,terdapat pembesaran hati dan

limfa .

i) Ekstremitas
Tidak ada kelainan bentuk antara kiri dan kanan,atas dan

bawah,tidak terdapat fraktur,genggaman tangan kiri dan

kanan sama kuat.

j) Data Psikologis

Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan

tak berdaya dan depresi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake makanan yang tidak adekuat karena klien tidak nafsu makan,

mual dan kembung.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

c. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan

nutrisi (mual dan muntah), pembatasan aktifitas.

e. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan

kurang informasi.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Rasional
Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Perubahan Tujuan: 1. Kaji pola makan 1. Sebagai dasar
nutrisi kurang Pemenuhan kebutuhan dan status nutrisi untuk
dari kebutuhan nutrisi adekuat. Kriteria klien. menentukan
tubuh hasil intervensi.
berhubungan a. Tidak ada mual dan 2. Berikan makan 2. Mencegah iritasi
dengan intake kembung. yang tidak usus dan distensi
makanan yang b. Nafsu makan merangsang abdomen.
tidak adekuat meningkat. (pedas, asam dan
karena klien c. Makan habis 1 mengandung gas).
tidak nafsu porsi. 3. Berikan makanan 3. Mencegah
makan, mual d. Berat badan lunak selama terjadinya iritasi
dan kembung meningkat/normal. fase akut (masih usus dan
ada panas/suhu komplikasi
lebih dari perforasi usus.
normal). 4. Mencegah
4. Berikan makan rangsangan mual/
dalam porsi kecil muntah.
tapi sering. 5. Untuk
5. Timbang berat mengetahui
badan klien masukan
Setiap hari makanan/penamb
dengan alat ukur ahan BB.
yang sama. 6. Meningkatkan
6. Lakukan nafsu makan.
perawatan mulut
secara teratur dan
sering. 7. Agar klien
7. Jelaskan kooperatif dalam
pentingnya intake pemenuhan
nutrisi yang nutrisi.
adekuat. 8. Untuk
8. Berikan terapi mengontrol mual
antiemetik sesuai dan muntah
program medik. sehingga dapat
meningkatkan
masukan
makanan.
9. Untuk
9. Berikan nutrisi mengistirahatkan
parenteral sesuai gastrointestinal,
program terapi dan memberikan
medik, jika nutrisi penting
pemberian untuk
makanan oral metabolisme
tidak dapat
diberikan. tubuh.
2. Hipertermi Tujuan 1. Kaji dan catat suhu 1. Sebagai dasar
berhubungan Hipertermi teratasi. tubuh setiap 2 jam untuk
dengan proses Kriteria hasil atau 4 jam. menentukan
infeksi. a. Suhu dalam batas intervensi
normal (36-37°C). 2. Observasi membran 2. Untuk identifikasi
b. Tidak ada tanda mukosa, pengisian tanda-tanda
tanda dehidrasi. kapiler, turgor kulit. dehidrasi akibat
Turgor kulit elastis panas.
Pengisian kapiler 3. Berikan minum 2- 3. Kebutuhan cairan
<3" Membran 2,5 liter sehari 24 dalam tubuh
mokosa lembab jam. cukup mencegah
terjadinya panas.
4. Berikan kompres 4. Kompres hangat
hangat pada dahi, memberi efek
ketiak dan lipat vasodilatasi
paha. pembuluh darah,
sehingga
mempercepat
penguapan panas
tubuh.
5. Anjurkan klien 5. Menurunkan
untuk tirah kebutuhan
baring/pembatasan metabolisme
aktifitas selama tubuh, sehingga
fase akut. menurunkan
panas.
6. Anjurkan klien 6. Pakaian tipis
menggunakan memudahkan
pakaian yang tipis penguapan panas,
dan menyerap saat penurunan
keringat. panas klien akan
banyak
mengeluarkan
keringat.
7. Berikan terapi 7. Untuk
antipiretik sesuai menurunkan/
program medik dan mengontrol
evaluasi panas.
kefektifannya.

8. Pemberian 8. Untuk mengatasi


antibiotik sesuai infeksi dan
program medik. mencegah
penyebaran
infeksi
9. Pemberian cairan
9. Penggantian
parenteral sesuai
cairan akibat
program medik.
penguapan panas
tubuh.
10. Observasi hasil 10. Untuk
pemeriksaan darah mengetahui
(widal kultur) dan perkembangan
feses penyakit typhus
dan efektifitas
terapi.
3. Risiko tinggi Tujuan 1. Observasi tanda- 1. Hipotensi,
terjadi kurang Keseimbangan cairan tanda vital setiap 4 takikardia,
volume cairan adekuat Kriteria hasil jam. demam
berhubungan a. Intake dan output menunjukkan
dengan seimbang. respon terhadap
kurangnya b. Tanda-tanda kehilangan
intake cairan vital dalam batas cairan.
dan normal. 2. Monitor tanda- 2. Tanda tersebut
peningkatan c. Membran mukosa tanda kekurangan menunjukkan
suhu tubuh lembab. cairan (turgor kulit kehilangan cairan
d. Pengisian kapilar tak elastis, berlebihan/
baik (kurang dari 3 produksi urine dehidrasi.
detik). menurun, membran
e. Produksi urine mukosa kering,
normal. f. Berat bibir pecah-pecah,
badan normal g. pengisian kapiler
Hematokrit dalam lambat).
batas normal 3. Observasi dan catat 3. Untuk
intake dan output mendeteksi
cairan setiap 8 jam keseimbangan
cairan dan
eletrolit..
4. Berikan cairan 4. Untuk
peroral 2-2,5 liter pemenuhan
perhari, jika klien kebutuhan cairan
tidak muntah. tubuh.
5. Timbang berat 5. BB merupakan
badan (BB) setiap indikator
hari dengan alat kekurangan
ukur yang sama. cairan dan status
nutrisi 6. Untuk
memperbaiki
kekurangan
volume cairan.
6. Berikan cairan 6. Indikator status
parenteral sesuai cairan klien,
program medik. evaluasi adanya
hemokonsentrasi.
4. Intoleransi Tujuan: 1. Kaji tingkat 1. Sebagai dasar
aktivitas Toleran terhadap toleransi klien untuk menetukan
berhubungan aktivitas terhadap aktivitas. intervensi.
dengan tidak Kriteria hasil: 2. Untuk identifikasi
adekuatnya a. Tidak ada keluhan 2. Kaji jumlah intake nutrisi
masukan nutrisi lelah. makanan yang klien.
(mual dan muntah), b. Tidak ada dikonsumsi klien
pembatasan takikardia dan setiap hari.
aktifitas. takipnea bila 3. Anjurkan klien 3. Untuk
melakukan untuk tirah baring menurunkan
aktivitas selama fase akut. metabolisme
c. Kebutuhan tubuh dan
aktivitas klien mencegah iritasi
terpenuhi. usus.
4. Jelaskan 4. Untuk
pentingnya mengurangi
pembatasan peristaltik usus,
aktivitas selama sehingga
perawatan. mencegah iritasi
usus.
5. Bantu klien 5. Kebutuhan
melakukan aktivitas klien
aktivitas sehari- terpenuhi,
hari sesuai dengan energi
kebutuhan. minimal sehingga
mengurangi
peristaltik usus.
6. Libatkan keluarga 6. Partisipasi
dalam pemenuhan keluarga
kebutuhan meningkatkan
aktivitas sehari- kooperatif klien
hari. dalam perawatan.
7. Berikan 7. Meningkatkan
kesempatan pada partisipasi klien
klien melakukan dapat
aktivitas sesuai meningkatkan
kondisi klien (jika harga diri klien
telah bebas panas dan
beberapa hari, hasil meningkatkan
laboratorium toleransi
menunjukkan aktivitas.
perbaikan).

8. Berikan terapi 8. Meningkatkan


multivitamin sesuai daya tahan tubuh,
program terapi sehingga
medik. meningkatkan
aktivitas klien
5.Kurang Tujuan 1. Kaji tingkat 1. Sebagai dasar
pengetahuan Pemehaman tentang pengetahuan klien menentukan
tentang penyakitnya Kriteria tentang intervensi.
penyakitnya hasil Klien dapat penyakitnya.
berhubungan menjelaskan: 2. Jelaskan klien 2. Klien mendapat
dengan kurang a. Penyakitnya tentang penyakit kejelasan tentang
informasi b. Perawatan typhus penyakitnya.
penyakitnya. abdominalis:
c. Pengobatan pengetian,
d. Waktu kontrol ulang penyebab, tanda
dan gejala,
pengobatan dan
komplikasi
penyakit.
3. Jelaskan klien
tentang perawatan 3. Klien mendapat
penyakit kejelasan tentang
pentingnya banyak perawatan di
istirahat rumah setelah
menghindari pulang dari
makanan yang rumah sakit.
merangsang,
hindari jajan
disembarang
tempat, makanan
lunak jika masih
ada panas.
4. Jelaskan klien
tentang pentingnya 4. Untuk mencegah
menjaga terulangnya
kebersihan makan infeksi usus yang
dan kebersihan berasal dari
diri. Seperti makanan, alat
makanan yang makan,
langsung (buah- kebersihan diri
buahan) dimakan yang kurang.
harus dicuci
dahulu, peralatan
makan harus
bersih,cuci tangan
sebelum kanan.
5. Berikan catatan
tertulis waktu 5. Agar klien mudah
kontrol ulang mengingat kapan
setelah sakit. waktu kontrol
yang tepat.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan tahap proses keperawatan dimana

perawat memberikan intervensi keperawatan kemudian tindakan

keperawatan langsung kepada klien (Potter & Perry, 2009).


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi (Setiadi, 2012)

Jadi, implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan

berdasarkan kebutuhan klien.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan berdasarkan hasil dan respon klien dari

implementasi keperawatan yang dilakukan perawat pada klien. Dimana

perawat mencari kepastian keberhasilan dan juga mengetahui sejauh

mana masalah klien dapat diatasi. Jika belum berhasil dengan baik

dilakukan kajian ulang atau merevisi rencana tindakan selanjutnya

(Setiadi, 2012).
PATHWAY: Kuman, Virus atau Bakteri

Masuk ke dalam
Bakteri salmonella aliran darah Infeksi bakteri atau virus
Tyhypii

Masuk ke dalam saluran Kuman Masuk ke alveoli


pencernaan bersama berkembangbiak
makanan dan minuman
Terjadi peradangan
Masuk ke jaringan
Sebagian masuk ke tubuh
lambung
Produksi sputum
meningkat
peradangan
Dihancurkan oleh
asam lambung
Terjadi penyempitan di
saluran di jalan nafas
Pelepasan zat
pyrogen
Merangsang endotoksin
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Peningkatan
Terjadi peningkatan asam
lambung Inflamasi
hipertermia

Mual dan Terjadi rangsangan


muntah batuk

Nafsu makan Nutrisi kurang dari Produksi sputum


menurun meningkat
kebutuhan

Intake inadekuat
Gangguan Pola Susah tidur
Tidur

Gangguan pola tidur


DAFTAR PUSTAKA

Dadila.2013.Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika

Nurarif, Amin & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc jilid1. Jogjakarta: Media Action.

Inawati.2009. Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi

Khusus. Hal 31-36

Niman Susanti. 2013. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan. Jakarta: TIM

https://www.academia.edu/34885295/LAPORAN_PENDAHULUAN_TYPHOID

(diakses 7 April 2020)

https://id.scribd.com/doc/316633653/Lp-Thypoid (diakses 7 April 2020)


SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Kompres Hangat

Sub pokok bahasan : Pemberian Kompres Hangat

Sasaran : Klien dengan demam typhoid

Waktu : 30 menit

Hari/tanggal : Kamis, 10 April 2020

Tempat : Ruang Cempaka Rumah Sakit Swasta Bandung

A. Latar Belakang

Demam merupakan peningkatan suhu tubuh diatas normal dapat

disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang

mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh. Demam (hipertermi) adalah

keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya dan merupakan gejala dari

suatu penyakit (Maryunani, 2010). Paling sering demam disebabkan oleh

penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan atas, infeksi saluran

pernafasan bawah, gastrointestinal, dan sebagainya. Ada beberapa kasus,

penyakit infeksi yang menyerang sistem gastrointestinal pada anak-anak, salah

satunya adalah Thypoid Abdominalis atau dikenal dengan istilah demam tifoid.
Berbagai cara digunakan untuk menurunkan demam anak. Mulai dari

pemberian obat seperti paracetamol atau ibuprofen. Selain pemberian

paracetamol dan ibuprofen, pemberian antibotik dilakukan untuk menurunkan

panas yang disebabkan oleh infeksi karena bakteri. Namun, obat-obatan tidak

cukup, sehingga perlu dilakukan tindakan salah satunya adalah pemberian

kompres hangat untuk mempercepat penurunan suhu.

Kompres hangat merupakan salah satu tindakan mandiri perawat.

Pengaruh kompres ini cukup besar untuk menurunkan demam. Terjadinya

vasodilatasi pembuluh darah karena kompres hangat ini menyebabkan

pembuangan atau kehilangan energi panas meningkat (berkeringat), diharapkan

akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali.

Kompres hangat ini sangat efektif

B. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan audience dapat memahami tentang

kompres hangat untuk diri sendiri dan orang disekitarnya.

C. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah mendapatkan penyuluhan satu kali diharapkan pasien dapat memahami

dengan benar:

1. Mengetahui tentang pengertian kompres hangat.

2. Mengetahui tujuan kompres hangat.

3. Mengetahui indikasi kompres hangat


4. Mengetahui kontraindikasi kompres hangat.

5. Mengetahui dan mendemonstrasikan cara kompres hangat.

D. POKOK BAHASAN

1. Pengertian Kompres Hangat

2. Tujuan Kompres Hangat

3. Indikasi Kompres Hangat

4. Kontraindikasi Kompres Hangat.

5. Cara Pemberian Kompres Hangat

E. MODEL PEMBELAJARAN

1. Jenis Model Pembelajaran

Pertemuan tatap muka.

2. Landasan Teori

a. Ceramah

b. Tanya jawab

3. Landasan Pokok-pokok

a. Menciptakan suasana pertemuan yang baik.

b. Mengajukan masalah.

c. Mengidentifikasi pilihan tindakan.

d. Memberi komentar.

e. Menetapkan tindak lanjut.

F. MEDIA
1. Leaflet

G. PROSES KEGIATAN

Hari/Tanggal/Jam Tahap Kegiatan Waktu


Kegiatan
Jumat Persiapan Mempersiapkan 5 Menit
10/4/2020 materi, media, sasaran
Jam 08.00-08.30
dan tempat
WIB
Pembukaan Mengucapkan salam , 5 Menit
perkenalan dan
penyampaian maksud
dan tujuan

Inti Menjelaskan tentang 15 Menit


materi meliputi
pengertian, tujuan,
indikasi,
kontraindikasi, cara
melakukan kompres
hangat dan
demonstrasi kompres
hangat
Penutup Diskusi, mengevaluasi 5 Menit
tujuan penyuluhan
kesehatan,
mengucapkan
terima kasih atas
perhatian yang
diberikan dan
memberi salam
penutup
H. STRATEGI PELAKSANA

Memberikan pendidikan kesehatan tentang kompres hangat kepada pasien

dengan demam typhoid di Ruang Cempaka Rumah Sakit Swasta Bandung.

I. EVALUASI

1. Evaluasi Terstruktur

a. Alat dan media sesuai dengan rencana.

b. Peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan yang direncanakan.

c. Peserta kurang lebih berjumlah kurang lebih 3 orang.

2. Evaluasi Proses

a. Peserta antusias dengan materi penyuluhan.

b. Peserta memperhatikan penyuluhan dari awal sampai akhir.

c. Peserta berperan aktif dalam jalannya diskusi.

3. Evaluasi Hasil

Peserta memahami materi yang disampaikan dengan dapat menjawab

pertanyaan evaluasi yang dilakukan oleh penyuluh, seperti:

a. Mengetahui tentang pengertian kompres hangat.

b. Mengetahui tujuan kompres hangat.

c. Mengetahui Indikasi kompres hangat.

d. Mengetahui kontraindikasi kompres hangat.

e. Mengetahui dan mendemonstrasikan cara kompres hangat.


MATERI KOMPRES HANGAT

A. Definisi

Pemberian kompres hangat merupakan suatu metode untuk menurunkan suhu

tubuh biasanya diberikan pada suhu dibawah 38˚C. Pemberian kompres hangat

merupakan tindakan mandiri perawat yang bertujuan menurunkan suhu tubuh,

memberi kenyamanan dan mencegah terjadinya kejang demam (Perry & Potter,

2009).

Kompres hangat adalah kompres dengan air suam-suam kuku atau air hangat

(Rudianto, 2010).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompres hangat merupakan metode untuk

menurunkan suhu dengan kompres air hangat (suam-suam kuku).

B. Tujuan Kompres Hangat

1. Membantu menurunkan suhu tubuh

2. Mengurangi rasa sakit atau nyeri

3. Membantu mengurangi perdarahan

4. Membatasi peradangan

5. Memperlancar sirkulasi darah

6. Memperlancar pengeluaran cairan / exudat

7. Merangsang peristaltic
8. Memberi ketenangan dan kesenangan klien

C. Indikasi Kompres Hangat

1. Pada klien yang suhunya tinggi

2. Pada klien yang kesakitan contohnya sakit kepala yang hebat

3. Pada klien dengan radang persendian

4. Pada kekejangan otot (spasmus)

5. Pada klien dengan perut kembung

6. Pada klien dengan bengkak akibat suntikan

7. Pada klien bila kedingina misalnya : akibat narkoses, iklim atau ketenangan

jiwa

8. Pada bagian yang abses

9. Pada klien dengan pembengkakan (hematoma)

D. Kontraindikasi Kompres Hangat

1. Pada 24 jam pertama setelah cidera traumatic.Panas akan meningkatkan

perdarahan dan pembengkakan

2. Peredaran aktif,panas akan menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan

perdarahan

3. Edema noninflamasi,panas meningkatkan permeabilitas kapiler dan edema


4. Tumor ganas terlokalisasi,karena panas mempercepat metabolism

sel,pertumbuhan sel dan meningkatkan sirkulasi,panas dapat mempercepat

metastase (tumor sekunder)

5. Gangguan kulit yang menyebabkan kemerahan atau lepuh,panas dapat

membakar atau menyebabkan kerusakan kulit lebih jahat

E. Cara Pemberian Kompres Hangat

a. Persiapan alat

1) Waslap atau handuk kecil

2) Perlak

3) Kom berisi air hangat 40˚-50˚

4) Sarung tangan

b. Langkah-langkah

1) Berikan salam, perkenalkan diri, identifikasi pasien

2) Jelaskan prosedur dan tujuan pemberian kompres hangat kepada klen dan

keluarga.

3) Membawa peralatan ke dekat klien

4) Mencuci tangan

5) Mengatur posisi yang nyaman bagi klien

6) Memasang perlak dibawah daerah yang akan dikompres

7) Waslap dibasahi air hangat secukupnya dan letakan pada daerah yang

telah di tentukan
8) Instruksikan pada keluarga apabila ada perubahan sensasi atau rasa tidak

nyaman.

9) Observasi respon klien , jangan sampai klien merasa kepanasan atau

kedinginan

10) Klien di rapihkn kembali

11) Membereskan alat-alat, mencuci tangan

12) Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

Potter, P.A.& Perry, A.G. 2009. Fundamentals of nursing, fundamental

keperawatan. Edisi 7 Buku 1 dan 2. Jakarta: EGC

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Dasar

Klien. Jakarta: Salemba Medika

https://www.slideshare.net/mobile/agusmelvian/ltm-sistem-termoregulasi
PENGERTIAN Kompres HAngat.. TujuanNya apa sih?
diberikan pada suhu dibawah 38˚C. P e mb e r i a n komp r e s h a n ga t merupakan tindakan mandiri perawat yang be
KOMPRES HANGAT

Jadi tujuannya...
 Membantu menurunkan suhu tubuh

 Mengurangi rasa sakit atau nyeri


Oleh:
Bernadet Anggraeni  Membantu mengurangi perdarahan

 Membatasi peradangan

 Memperlancar sirkulasi darah

 Memperlancarpengeluarancairan/
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
H TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS exudat
PADALARANG
2020  Merangsang peristaltic

 Memberi ketenangan dan kesenangan


Cara Memberi kompres
Alat Dan BAhan Indikasi
Cuci Tangan
1.Washlap/handuk mandi kompres
Atur posisi nyaman anak hangat
2.WaskomPasang
berisi airperlak
hangatdibawah daerah yang akan dikompres  Pada klien yang suhunya tinggi
Basahi washlap dengan air hangat
 Pada klien yang kesakitan
3.Perlak Letakan washlap pada daerah yang akan di kompres.
Perhatikan apabila tiba-tiba terjadi perubahan sensasi dan rasacontohnya
tidak nyaman
sakit kepala yang hebat
4.Sarung tangan (jika Perlu)
Perhatikan anak, jangan samapi merasa kepanasan.
 Pada klien dengan radang
Lakukan selama 15-20 menit
persendian

 Pada kekejangan otot (spasmus)

 Pada klien dengan perut kembung


Tidak boleh kompres jikaa..  Pada klien dengan bengkak akibat

suntikan
1.Cideratraumatic24jam
 Pada klien bila kedingina
pertama.
misalnya : akibat narkoses, iklim
2.Peredaran aktif
atau ketenangan jiwa
rimary Business Address
3.Edema noninflamasi  Pada bagian yang abses
Address Line 2
Address Line 3
Address Line 4

4.Tumor ganas  Pada klien dengan pembengkakan


(hematoma)
Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam
Pada Pasien Thypoid Abdominalis Di Ruang G1 Lt.2
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo,

Fatmawati Mohamad
Email : rifka_waty@yahoo.co.id
Staf Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Gorontalo

ABSTRAK

Demam (hipertermi) adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya,
dan merupakan gejala dari suatu penyakit. Menurunkan atau tepatnya mengendalikan dan
mengontrol demam pada anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan cara kompres hangat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas kompres hangat dalam
menurunkan demam pada pasien thypoid abdominalis di Ruang G1(anak) Lt.2 RSUD. Prof. Dr.
Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen. Jumlah responden sebanyak
19 orang, yang diobservasi sebelum dan setelah dilakukan tindakan kompres hangat. Penelitian
ini menggunakan metode purposive sampling, dengan menggunakan kriteria inklusi. Analisis
data pada penelitian ini menggunakan uji statistik “Sign test.”
Hasil penelitian: ∑ b (x ; n , p) < 0,05 = ∑ b (5 ; 19 , ½) < 0,05 = 0,0318 < 0,05.
Kesimpulan; H0 ditolak, yang artinya tindakan kompres hangat efektif dalam menurunkan
demam pada pasien thypoid abdominalis di ruang G1(anak) Lt.2 RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei
Saboe Kota Gorontalo.

Kata Kunci : Kompres hangat, Thypoid Abdominalis, Demam

Masalah kesehatan anak merupakan pergantian musim yang umumnya disertai


salah satu masalah utama dalam bidang dengan berkembangnya berbagai penyakit.
kesehatan yang saat ini terjadi di negara Berbagai penyakit itu biasanya makin
Indonesia. Derajat kesehatan anak mewabah pada musim peralihan, baik dari
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, musim kemarau ke penghujan maupun
sebab anak sebagai generasi penerus bangsa sebaliknya. Terjadinya perubahan cuaca
memiliki kemampuan yang dapat tersebut mempengaruhi perubahan kondisi
dikembangkan dalam meneruskan kesehatan anak. Kondisi anak dari sehat
pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan menjadi sakit mengakibatkan tubuh bereaksi
tersebut, masalah kesehatan anak untuk meningkatkan suhu yang biasa disebut
diprioritaskan dalam perencanaan atau demam (hipertermi).
penataan pembangunan bangsa (Hidayat, Menurut Maryunani (2010), demam
2009). (hipertermi) adalah suatu keadaan dimana
Menjaga kesehatan anak menjadi suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya, dan
perhatian khusus para ibu, terlebih saat merupakan gejala dari suatu penyakit.
Sebagian besar demam berhubungan dengan cukup besar. Selain itu, tindakan kompres
infeksi yang dapat berupa infeksi lokal atau hangat juga memungkinkan pasien atau
sistemik. Paling sering demam disebabkan keluarga tidak terlalu tergantung pada obat
oleh penyakit infeksi seperti infeksi saluran antipiretik.
pernafasan atas, infeksi saluran pernafasan Tindakan kompres hangat merupakan
bawah, gastrointestinal, dan sebagainya. Ada salah satu tindakan mandiri dari perawat,
beberapa kasus, penyakit infeksi yang tetapi sering diabaikan bahkan sering
menyerang sistem gastrointestinal pada anak- dibebankan pada keluarga pasien. Untuk dapat
anak, salah satunya adalah Thypoid mengangkat intervensi ini ke permukaan maka
Abdominalis atau dikenal dengan istilah perlu adanya upaya untuk membuktikan
demam tifoid. efektifitas dari tindakan ini dalam menurunkan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) demam khususnya pada pasien anak penderita
memperkirakan terdapat sekitar 16-33 juta demam tifoid. Berdasarkan uraian tersebut
kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan diatas maka perlu adanya upaya untuk
kejadian 500-600 ribu per kasus kematian tiap membuktikan Efektifitas Kompres Hangat
tahun (R, Aden, 2010). Di Indonesia, demam Dalam Menurunkan Demam Pada Pasien
tifoid masih merupakan penyakit endemik dan Thypoid Abdominalis.
menjadi masalah kesehatan yang serius.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun METODE PENELITIAN
2005, kasus demam tifoid menempati urutan Metode penelitian ini menggunakan metode
kedua dari data 10 penyakit utama pasien “Quasi Eksperimen” dimana peneliti ingin
rawat inap rumah sakit dengan persentase melihat sejauh mana efektifitas kompres
3,15%. hangat dalam menurunkan demam pada pasien
Berdasarkan data yang diperoleh dari thypoid abdominalis. Sampel dalam penelitian
RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota ini sebanyak 19 orang dengan teknik
Gorontalo, tentang jumlah pasien demam pengambilan sampel menggunakan metode
tifoid yang dirawat di Ruang G1 (anak) Lt. 2 purposive sampling dengan
pada tahun 2011 yakni sebanyak 299 orang, mempertimbangkan kriteria inklusi dan
dengan persentase sekitar 14,1% dari total kriteria eksklusi. Kriteria inklusi yaitu: Pasien
keseluruhan pasien yang dirawat di Ruang G1 thypoid abdominalis yang mengalami demam
(anak) Lt. 2. (suhu >37,50C), Pasien demam tifoid yang
Menurunkan atau tepatnya belum diberi terapi antipiretik, Pasien demam
mengendalikan dan mengontrol demam pada tifoid yang mau dilakukan tindakan kompres
anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, hangat, Keluarga dan pasien yang kooperatif
salah satunya adalah dengan cara kompres. dan Kriteria eksklusi yaitu Pasien thypoid
Selama ini kompres dingin atau es menjadi abdominalis yang tidak mengalami demam
kebiasaan yang diterapkan para ibu saat (suhu 36-37,50C), Pasien demam tifoid yang
anaknya demam. Namun kompres sudah diberi terapi antipiretik, Pasien demam
mengunakan es sudah tidak dianjurkan karena tifoid yang tidak mau dilakukan tindakan
pada kenyataannya demam tidak turun bahkan kompres hangat. Analisis data menggunakan
naik dan dapat menyebabkan anak menangis, analisis univariat dilakukan untuk
menggigil dan kebiruan, oleh karena itu, mendeskripsikan karakteristik sampel yang
kompres menggunakan air hangat lebih diukur dalam penelitian yaitu dengan cara
dianjurkan. Hal ini dilakukan juga karena menghitung nilai mean, minimum-maksimum,
tindakan kompres hangat lebih mudah dan standar deviasi dan analisis bivariat
dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang dengan menggunakan uji tanda (sign test)
dengan tingkat kemaknaan α : 0,05 (Wilayah sesudah dikompres dibandingkan dengan suhu
Kritik: ∑ b (x ; n , p) < 0,05). anak sebelum dikompres. Hal ini
menunjukkan bahwa penurunan suhu antara
HASIL DAN PEMBAHASAN satu anak dengan yang lain memiliki variasi
nilai penurunan yang cukup berbeda.
Analisa bivariat menggunakan uji statistik: uji
Berdasarkan tabel di atas, hasil analisis data tanda (sign test) dengan menggunakan taraf
menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu tubuh nyata sebesar 0,05 (5%), dengan hasil/
responden sebelum perlakuan sebesar 38,4 ± kesimpulan yang ada diakui kebenarannya
0,70C. Sedangkan suhu tubuh responden sebesar 95%, dengan wilayah kritik: ∑ b (x ; n
setelah perlakuan sebesar 37,7 ± 1,00C. Jika , p) < 0,05, dengan hasil sebagai berikut:
dilihat dari standar deviasi ternyata ditemukan
variasi nilai yang lebih besar pada anak yang
Su Suh
No
hu u Tanda
Inisi
al Tu Tub
buh uh
Seb Set
Lam
a elu ela
Rawa
t m h
Resp
onde Per Perl
n
lak aku
uan an

1 An. ZI Hari Ke-2 38,1


2 An. AR Hari Ke-3 37,7
3 An. SP Hari Ke-1 38,5
4 An. MS Hari Ke-3 37,7
5 An. SDA Hari Ke-0 39,5
6 An. NA Hari Ke-2 38
7 An. FT Hari Ke-1 38
8 An. MAO Hari Ke-2 38
9 An. SFT Hari Ke-1 38,4
10 An. HP Hari Ke-1 38
11 An. AB Hari Ke-1 38,1
12 An. ZM Hari Ke-3 37,7
13 An. TH Hari Ke-1 38,2
14 An. MZM Hari Ke-0 39,4
15 An. AH Hari Ke-0 39,5
16 An. BA Hari Ke-0 39,8
17 An. RCN Hari Ke-1 38,5
18 An. MS Hari Ke-1 38,2
19 An. AD Hari Ke-0 38,9

a. Ket:
x=5
(banyaknya
tanda positif
atau negatif
yang paling
sedikit) n =
19
(banyaknya
sampel/
responden)
p = ½ (probabilitas/ peluang
diterima atau ditolak H0)
b. Penyelesaian
= ∑ b (x ; n , p) < 0,05
= ∑ b (5 ; 19 , ½) < 0,05
= 0,0318
c. Kesimpulan
Dari cara penyelesaian di atas, didapatkan nilai ∑ b (x ; n , p) < 0,05 (0,0318 < 0,05).
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa: pernyataan H0 ditolak, yang artinya
peryataan bahwa tindakan kompres hangat dapat menurunkan demam pada pasien
demam thypoid dapat diterima.

Berdasarkan hasil penelitian tentang kompres dilakukan tindakan kolaborasi dengan tim
hangat yang dilakukan pada 19 responden medis.
yang mengalami demam tifoid, terdapat 14 Tindakan kompres hangat merupakan tindakan
responden yang hasilnya menunjukkan yang cukup efektif dalam menurunkan
penurunan suhu tubuh dan 5 responden demam. Oleh karena itu, sebaiknya
lainnya tidak menunjukkan penurunan suhu penggunaan antipiretik tidak diberikan secara
tubuh. Hal ini dikarenakan, 5 responden otomatis pada setiap keadaan demam. Dalam
tersebut merupakan pasien dengan diagnosa hasil penelitian Purwanti (2008) ditekankan
demam thypoid H-0 yang masa infeksinya bahwa, obat penurun panas hanya diberikan
masih tinggi, dimana demam yang dialami pada anak dengan suhu di atas 38,50C atau bila
oleh pasien tersebut juga sulit untuk anak tersebut merasa tidak nyaman
menunjukkan penurunan suhu tubuh. Oleh (uncomfortable), selain dari itu sebaiknya
karena itu, untuk pasien dengan demam jangan dulu dilakukan pemberian antipiretik.
thypoid H-0 yang masa infeksinya maupun Hal ini senada dengan teori Hartanto (2003)
demamnya masih tinggi perlu diberikan terapi yang menekankan bahwa antipiretik hanya
antibiotik secara intensif dan terapi antipiretik diberikan untuk menurunkan suhu tubuh pada
jika perlu (demam > 38,50C). Hal ini sesuai anak dengan riwayat kejang demam
dengan teori Aden (2010) yang mengatakan sebelumnya, atau ditujukan untuk mencegah
antibiotik merupakan terapi yang efektif untuk terjadinya kejang demam yang sering dialami
demam tifoid. Tetapi, pemberian antibiotik balita umur 6 bulan sampai 6 tahun.
tidak secara otomatis menurunkan demam, Selain itu, penggunaan antipiretik secara
karena di dalam tubuh masih terjadi proses berkepanjangan dapat menimbulkan efek
kerja dari antibiotik dalam mematikan bakteri toksik bagi organ tubuh seperti yang
penyebab infeksi. dijelaskan oleh Pujiarto (2007) bahwa pada
Dalam melakukan penelitian, responden yang dasarnya tidak ada obat yang tidak berisiko
dijadikan sampel telah memenuhi kriteria menimbulkan efek samping. Pemberian obat
inklusi peneliti yaitu pasien yang belum demam bisa menimbulkan efek samping mulai
mengkonsumsi antipiretik pada saat akan dari nyeri dan perdarahan lambung (yang
dilakukan penelitian, sehingga dapat paling kerap), hepatitis (kerusakan sel hati
menunjukkan hasil yang akurat dari tindakan yang ditandai dengan peningkatan enzim
kompres hangat dan bukan efek dari hasil SGOT dan SGPT, pembengkakan dan rasa
pemberian antipiretik. Pemberian tindakan nyeri di daerah hati), gangguan pada sumsum
kompres hangat merupakan bagian dari tulang (produksi sel darah merah, sel darah
tindakan mandiri perawat yang termasuk aman putih dan sel trombosit tertekan), gangguan
dan tidak memiliki efek samping dalam fungsi ginjal, rasa pusing, vertigo, penglihatan
penatalaksanaannya. Sehingga perawat dapat kabur, penglihatan ganda (diplopia),
menerapkan tindakan mandirinya sebelum mengantuk, lemas, merasa cemas, dan
sebagainya. Risiko efek samping perdarahan hipotalamus dirangsang, sistem efektor
saluran cerna misalnya, akan meningkat bila mengeluarkan sinyal yang memulai
kita memakai lebih dari satu obat (misalnya berkeringat dan vasodilatasi perifer.
parasetamol dengan aspirin atau parasetamol Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh
dengan ibuprofen), pemakaian jangka panjang, pusat vasomotor pada medulla oblongata dari
atau pemakaian bersama dengan steroid. tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik
Hasil penelitian tentang kompres hangat yang bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi.
dilakukan pada 19 responden yang mengalami Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan
demam tifoid, didapatkan 14 responden yang pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui
mengalami penurunan suhu tubuh. Hal ini kulit meningkat (berkeringat), diharapkan
sesuai dengan hipotesis yang menyatakan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga
bahwa kompres hangat dapat menurunkan mencapai keadaan normal kembali. Hal ini
suhu tubuh pasien. Hasil ini didukung oleh sependapat dengan teori yang dikemukakan
penelitian Nurwahyuni (2009) yang oleh Aden (2010) bahwa tubuh memiliki pusat
menjelaskan bahwa terdapat mekanisme tubuh pengaturan suhu (thermoregulator) di
terhadap kompres hangat dalam upaya hipotalamus. Jika suhu tubuh meningkat, maka
menurunkan suhu tubuh yaitu dengan pusat pengaturan suhu berusaha
pemberian kompres hangat pada daerah tubuh menurunkannya begitu juga sebaliknya. .
akan memberikan sinyal ke hipotalamus
melalui sumsum tulang belakang. Ketika
reseptor yang peka terhadap panas di 2. Bagi Rumah Sakit
SIMPULAN Diharapkan dapat menjadi bahan masukan
agar penerapan tindakan kompres hangat
Berdasarkan hasil penelitian dapat di ruangan dapat dimaksimalkan,
disimpulkan bahwa tindakan kompres hangat sehingga dapat memotivasi tenaga
efektif dalam menurunkan demam pada pasien
keperawatan yang ada di rumah sakit
thypoid abdominalis di Ruang G1 Lt. 2
untuk menerapkan tindakan mandiri
RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota
sebelum tindakan kolaborasi.
Gorontalo. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Saran
Diharapkan untuk dapat melakukan
1. Bagi Keluarga
penelitian lanjutan dengan
Diharapkan dapat menerapkan tindakan
membandingkan tindakan kompres hangat
kompres hangat pada perawatan pasien
dengan tindakan keperawatan lain dalam
yang demam dan dapat menjadikannya
perawatan pasien demam tifoid.
sebagai tindakan yang pertama dan aman
dilakukan pada pasien di rumah sebelum
menggunakan terapi antipiretik. DAFTAR Anonimityb,
PUSTAKA
Anonimitya, 2008, 2009,
Mengatasi
Demam Pada Kompres
Anak,
http://majalahk Hangat,
esehatan.com/ http://nursingb
mengatasi- egin.com/komp
demam-pada- res- hangat/.
anak/. Diakses Diakses 11
11 Februari Februari 2012
2012
Anonimityc, 2011,
10 Tanya
Jawab
Seputar
Demam,
http://www.ta
bloidnova.co
m/Nova/Kese
hatan/Umum/10-Tanya-Jawab-Seputar- Notoatmodjo, 2010, Metodologi Penelitian
Demam/. Diakses 11 Februari 2012 Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Anonimityd, 2011, Metode Kompres Yang Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan
Tepat Untuk Menangani Metodologi Penelitian
Demam, Ilmu Keperawatan,
http://www.berbagaihal.com/2011/04/m Salemba Medika, Jakarta
etode-kompres-yang-tepat-untuk.html
Diakses 11 Februari 2012 Nurwahyuni, Ika, 2009, Perbedaan Efek
Teknik Pemberian Kompres Hangat
Anonimitye, 2007 , Profil Kesehatan Pada Daerah Aksila dan
Indonesia 2005 Dahi Terhadap Penurunan
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.i Suhu Tubuh Pada Klien
d/download/profilkesehatanindonesia.pd Demam di Ruang Rawat Inap
f. Diakses 8 Februari 2012 RSUP Dr. Sudirohusodo
Makassar,
Engel, Joyce, 2008, Pengkajian Pediatrik, http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstrea
EGC, Jakarta m/handle/123456789/484/skripsi.pdf?se
quence=1. Diakses 23 Juni 2012
Hartanto, Sinarty, 2003, Anak Demam Perlu
Kompres?, Purwanti, Sri, 2008, Pengaruh Kompres
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/ Hangat Terhadap Perubahan Suhu
2003/9/7/kel4.html. Diakses 23 Juni Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia
2012 di Ruang Rawat Inap RSUD. Dr.
Moewardi
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009, Pengantar Surakarta,
Ilmu Kesehatan Anak untuk http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstrea
Pendidikan Kebidanan, Salemba m/handle/123456789/484/2f.pdf?sequen
Medika, Jakarta ce=1. Diakses 23 Juni 2012

, 2009, Metode Pujiarto, Purnamawati Sujud, 2007, Demam


Penelitian Kebidanan dan Teknik Pada Anak: Fever Is Functional,
Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta http://www.sehatgroup.web.id/?p=65.
Diakses 23 Juni 2012
Kania, Nia, 2010, Penatalaksanaan Demam
Pada Prasetyo, Riski Vitria, 2009, Metode
Diagnostik Demam Tifoid Pada Anak.
Anak, www.pediatrik.com/buletin/0622411441
http://pustaka.unpad.ac.id/wp- 8-f53zji.doc. Diakses 8 Februari 2012
content/uploads/2010/02/penatalaksanaa
n_demam_pada_anak.pdf. Diakses 11 R, Aden, 2010, Seputar Penyakit dan
Februari 2012 Gangguan Lain Pada Anak, SIKLUS,
Jogjakarta
Maryunani, Anik, 2010, Ilmu Kesehatan
Anak Dalam Kebidanan, TIM, Jakarta Sugiyono, 2010, Statistika Untuk Penelitian,
Alfabeta, Bandung
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit Edisi
2, EGC, Jakarta Susanti, Nurlaili, 2012, Efektifitas Kompres
Dingin dan Hangat
Pada
Penatalaksanaan
Tamsuri, Anas, 2006, Tanda-Tanda Vital
Demam, Suhu Tubuh, EGC, Jakarta
http://publikasiilmiah.uin.ac.id/bitstream
/handle/123456789/287/saintis.pdf?sequ
ence=2. Diakses 23 Juni 2012

Anda mungkin juga menyukai