Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS DECUBITUS

untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgikal di Ruang 14

Oleh:

Isa Ariyanti
105070200131005

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Outline :

1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Faktor Risiko
5. Manifestasi Klinis
6. Patofisiologi
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Penatalaksanaan
9. Komplikasi
10. Asuhan Keperawatan
DEFINISI

Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan


menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Hidayat, 2009).

Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak
dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter
mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.

Ulkus dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang
terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang
yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda,
gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama (Harnawatiaj,
2008).

KLASIFIKASI

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan
perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu :

1. Tipe Normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit
sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi
karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-
pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe Arteriosklerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping
faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe Terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

Sedangkan berdasarkan stadiumnya dibagi menjadi 4, yaitu :

1. Stadium I
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita
dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan
dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2. Stadium II
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema
dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
3. Stadium III
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu
dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Biasanya
sembuh dalam 3-8 minggu.
4. Stadium IV
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam
3-6 bulan.

ETIOLOGI

1. Primer
a. Iskemia
b. Tekanan intra okuler dan supra kapiler.
c. Dilatasi pembuluh darah.
2. Sekunder
a. Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan motorik.
b. Malnutrisi
c. Anemia
d. Infeksi
e. Hygiene yang buruk.
f. Kemunduran mental dan penurunan kesadaran

FAKTOR RESIKO

1. Factor Intrinsik
a. Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga kulit
akan tipis.
b. Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit
berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan.
c. Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus
yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif.
d. Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan insufisiensi
kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem
pernapasan menyebabkan tingkat oksigenisasi darah pada kulit menurun.
e. Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight.
f. Anemia
g. Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek
penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akam menyebabkan
kadar albumin darah menurun.
h. Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah,
juga mempermudah dan meperjelek dekubitus.
i. Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.
2. Factor Ekstrinsik
a. Kebersihan tempat tidur.
b. Alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan
penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya
dekubitus.
c. Duduk yang buruk
d. Posisi yang tidak tepat
e. Perubahan posisi yang kurang

MANIFESTASI KLINIS

Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai berikut :

Derajat I Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak


sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
Derajat II Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis
hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang
dangkal, degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen
kulit.
Derajat III Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan
menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah
mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
Derajat IV Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar
ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.

PATOFISIOLOGI

Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap
utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas
tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat
tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan
mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.

Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler
masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring
berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat mengganti posisi
beberapa kali perjammnya.

Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus;

· Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan
posisi dengan setengah berbaring

· Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat
tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.

Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya
berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.

Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar,
tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur
kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan
penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian
mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang
tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada
jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan
terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai
robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces.

Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas
tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan
terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus
dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan
(distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.

Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus
diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua
inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler.
Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Kultur dan analisis urin: Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk
melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada
trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja: Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
3. Biopsi: Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan
bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah: Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel
darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia
dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi: Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level,
prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI.

PENATALAKSANAAN

Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya


dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada
penderita yang immobil dan konfusio.

Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai
sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya
dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita

Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan


memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion,
terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan
massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan
dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.

Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah


terjadinya dekubitus adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita;

- Umum : memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia


diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin
C) dan mineral (Zn) ditambahkan.
- Khusus : coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita,
misalnya DM.

2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;

a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada
cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah
sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan
menyakitkan.

b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita,
misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang
temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal,
perawatannya sendir harus baik dan dapat ruasak)

c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain;

· Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau
sudah memungkinakan untuk duduk dikursi.

· Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh
penderita, “kue donat” untuk tumit,

· Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal
sebagai alas tubuh penderita.

Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-
tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan
lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan
jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.

Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan
apa yang dihadapi :

1) Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis ; kulit yang
kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion,
kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
2) Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal ; Perawatan luka harus memperhatikan
syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es
dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi.
Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya
jaringan muda/granulasi. Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering
karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
3) Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan
sering sudah ada infeksi ; usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan
dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan
sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan.
Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi
sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik
sistemik mungkin diperlukan.
4) Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta
jaringan nekrotik ; semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan
nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebaba akan menghalangi pertumbuhgan
jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini,
dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga
merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih,
penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa usaha
mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah
luka. Tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh
darah dan sampai pada transplantasi kulit setempat. Angka mortalitas dekubitus
derajat IV ini dapat mencapai 40%.
SKOR NORTON UNTUK MENGUKUR RISIKO DEKUBITUS

NAMA PENDERITA SKOR TANGGAL


Kondisi fisik umum:
- Baik 4
- Lumayan 3
- Buruk 2
- Sangat buruk 1
Kesadaran:
- Komposmentis 4
- Apatis 3
- Konfus/Soporis 2
- Stupor/Koma 1
Aktivitas :
- Ambulan 4
- Ambulan dengan bantuan 3
- Hanya bisa duduk 2
- Tiduran 1
Mobilitas :
- Bergerak bebas 4
- Sedikit terbatas 3
- Sangat terbatas 2
- Tak bisa bergerak 1
Inkontinensia :
- Tidak 4
- Kadang-kadang 3
- Sering Inkontinentia urin 2
- Sering Inkontinentia alvi dan urin 1
skor total

Risiko dekubitus jika skor total ≤ 14

KOMPLIKASI

1. Infeksi
2. keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubin
6. Kematian
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan
luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit
yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal
pada klien dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan
dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau
sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan
suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan terjadilah
lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa
nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya
pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal
paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,
intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan
serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah
dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya
seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati.
4. Riwayat Personal dan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi
( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini
untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi
dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM.
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat
yaitu:  Kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya minum
obat.
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang
dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah
terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat
mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat
menyebabkan penyakit kulit.

8. Riwayat Kesehatan, seperti :


- Bed-rest yang lama
- Immobilisasi
- Inkontinensia
- Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien
yaitu:  Perasaan depresi , Frustasi , Ansietas/kecemasan ,Keputusasaan.
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada
daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak
banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan
peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi
paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah),
penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit
sensori pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas
akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna
rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut,
menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka,
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran
vena jugularis dan kelenjar limfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,
perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika
dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi
nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan
kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit
kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,
kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang
harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
- Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen.
- Edema, Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna
dari daerah edema.
- Kelembaban, Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan
aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok,
intake cairan yang inadekuat, proses menua.
- Integritas, Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi,
apakah ada drainase atau infeksi.
- Kebersihan kulit
- Vaskularisasi, Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.
- Palpasi kulit, Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban,
suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan


luka.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, ketidak mampuan memasukkan makanan melalui mulut.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari
jaringan sekunder akibat tekanan dan gesekan.
4. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman,
penurunan kekuatan dan tahanan.
5. Koping individu inefektif  berhubungan dengan luka kronis, relaksasi tidak
adekuat, metode koping tidak efektif.
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit,
kecacatan, nyeri.
7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi,
salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
kulit, pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal
hygiene yang kurang.
Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


.
1. Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan  Tutup luka sesegera
dengan kerusakan kulit keperawatan selama 3 x mungkin.
atau jaringan, 24 jam, diharapkan nyeri  Tinggikan ekstremitas yang
perawatan luka pasien berkurang dengan terdapat luka secara
KH : periodik.
- Klien melaporkan nyeri  Beri tempat tidur yang dapat
berkurang atau diubah ketinggiannya.
terkontrol  Ubah posisi dengan sering
- Menunjukkan ekspresi dan ROM secara pasif
wajah atau postur maupun aktif sesuai
tubuh rileks indikasi.
 Perhatikan lokasi nyeri dan
intensitas(skala 0-10).
 Berikan tindakan
kenyamanan seperti pijatan
pada area yang tidak
sakit,perubahan posisi
dengan sering.
 Dorong penggunaan tehnik
manajemen stress. Seperti
relaksasi progresif,napas
dalam.
 Tingkatkan periode tidur
tanpa gangguan.
 Kolaborasi dalam pemberian
analgesik sesuai indikasi.

2. Kerusakan integritas Setelah diberikan asuhan  Observasi ukuran, warna,


kulit berhubungan keperawatan selama 3 x kedalaman luka, jaringan
dengan kerusakan 24 jam, diharapkan nekrotik dan kondisi sekitar
mekanis dari jaringan integritas kulit pasien luka.
sekunder akibat teratasi dengan KH :  Pantau/ evaluasi tanda-
tekanan dan gesekan. - Menunjukkan tanda vital dan perhatikan
regenerasi jaringan. adanya demam.
- Menunjukkan  Identifikasi derajat
penyembuhan perkembangan luka tekan
decubitus (ulkus).
 Lakukan perawatan luka
dengan tehnik aseptik dan
antiseptik.
 Bersihkan jaringan nekrotik.
 Kolaborasi:
· Irigasi luka.
· Beri antibiotik
oral,topical, dan intra
vena sesuai indikasi.
· Ambil kultur luka.

3. Kerusakan mobilitas Setelah diberikan asuhan  Anjurkan keluarga


fisik bergubungan keperawatan selama 3 x membantu klien mobilisasi.
dengan nyeri atau tak 24 jam, diharapkan  Atur posisi klien tiap 2 jam.
nyaman, penurunan kerusakan mobilitas fisik  Bantu klien untuk latihan
kekuatan dan tahanan. pasien teratasi dengan rentang gerak secara
KH : konsisten yang diawalai
- Klien mampu dengan pasif kemudian
beraktivitas, miring aktif.
kanan miring kiri  Dorong partisipasi klien
dengan dibantu oleh dalam semua aktivitas
keluarga sesuai kemampuannya.
- Keadaan luka  Buat jadwal latihan secara
membaik teratur.
 Tingkatkan latihan ADL
melalui fisioterapi,
hidroterapi, dan perawatan.
 Kolaborasi dengan
fisioterapi
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E., Moorhouse, Frances Mary., Aice C. 2010. Nursing Diagnosis
Manual , Planning, Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia: Davis
Company.
Heardman, T. Heather (Editor). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses : Definition
and Classification 2011 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwel

Hidayat, Alimul. 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyaki.
(ed.6). (vol.2). Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai