Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah
Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat
tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah
yang mengalami hiperplasia (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar
prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka
dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat,
tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai (Purnomo 2000)
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu
1. Apa pengertian dari BPH?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem perkemihan?
3. Apa saja etiologi dari BPH?
4. Bagaimana perjalanan penyakit BPH?
5. Apa saja tanda dan gejala BPH?
6. Apa saja komplikasi dari BPH?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk BPH?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita BPH?
9. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien BPH?
C. Tujuan
Adapun penulisan makalah ini,yaitu
1. Untuk memenuhi tugas kelompok pada Blok Perkemihan Tingkat 2
Semester 4 Prodi S1 Keperawatan Tahun Akademik 2012/2013.
2. Untuk mengetahui pengertian dari BPH
3. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem perkemihan
4. Untuk mengetahui etiologi dari BPH
5. Untuk mengetahui perjalanan penyakit BPH
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala BPH
7. Untuk mengetahui komplikasi dari BPH
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk BPH
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk penderita BPH
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk pasien BPH
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat


membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah
Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat
tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah
yang mengalami hiperplasia (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat
sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam
literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi
hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B. Anatomi fisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut
akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada
jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan
kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya


perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika
dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh
sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem
simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi
resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian
detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih
kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat
aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang
besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi
otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat
digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga
kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus,
menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi.
Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesika urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter
dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid.

C. Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada
beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang
rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan
testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai
mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan
reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan
meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan
berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian
masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis
protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar
adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan
bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga
terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi
prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga
pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara
pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :

a) Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan


estrogen pada usia lanjut;

b) Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu


pertumbuhan stroma kelenjar prostat;
c) Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel
yang mati;
d) Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel
kelenjar prostat menjadi berlebihan.
D.Manifestasi Klinis
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan benigna
prostat hipertropi.
a.Retensi urin
b.Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
c.Miksi yang tidak puas
d.Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari(nokturia)
e.Pada malam hari miksi harus mengejan
f.Terasa panas nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
g.Massa pada abdomen bagian bawah
h.Hematuria
i.Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin)
j.Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
k.Kolik renal
l.Berat badan turun
m.Anemia
E.Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan


bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu
terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang
kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini
dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer,
2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi
penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat
mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah
prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau
terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal
ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
F.Pathway BPH
G.Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
Meliputi ureum (BUN),kreatinin,elktrolit, tes sensitivitas dan
biakannurin
2.Radiologis
Intravena pyligrafi, BNO, sistrogram, retrograd, USG, CT-
Scan,Cystoscopy, poto polos abdomen. Indikasisistrorgam retrogras di lakukan
apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans
abdominal atau tran rektal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk
mengetahui pembesaran prostat ultrasonografi dapat pula menentukan volume
buli-buli, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti divartikel, tumor
dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 2000).
3.Prostatektomi Retro Pubis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak
di buka, hanya di tarik dan jaringan adematous prostat di angkat melalui insisi
pada anterior kapsula prostat.
4.Prostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat di buang perinium.

H.Penatalaksanaan
Non Operatif
a.Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b.Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c.Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.

Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
f.TUR (Trans Uretral Resection)
g.STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
h.Retropubic Extravesical Prostatectomy)
i. Prostatectomy Perineal

Daftar Puastaka
Purnomo, 2000. Buku ajar keperawatan.Jakarta:Kapita Selekta

Nursalim, Safrudin Agus dan anis, M madkan, 2006. Keperwatan


Sistem Perkemiha.KMB. Gombong

Anda mungkin juga menyukai