Anda di halaman 1dari 33

Studi Kasus Prediabetes

Kasus:
Ny. Y umur 55 tahun memeriksakan diri pada hari Senin, tanggal 30 Maret 2020, pukul
08.00 WIB di Puskesmas Pahandut Kota Palangka Raya. Ny. Y merasa kurang enak badan
dan mudah lelah. Ny. Y selalu sibuk berjualan ikan di pasar. Ny. Y mengatakan biasanya
setelah pulang dari bekerja dan jika merasa tidak enak badan, maka akan meminta anak
tertuanya untuk mengerok punggungnya. Ny. Y juga mengeluh mudah merasa lapar,
mudah haus, dan sering kencing. Ny. Y mengatakan ayahnya mempunyai riwayat Diabetes
Melitus Tipe 2 dan meninggal karena serangan jantung. Ny. Y juga mengeluh kurang tidur
karena sering kencing dan merasa lelah. Ny. Y tinggal serumah bersama suami dan ketiga
orang anaknya di dekat Pelabuhan Rambang. Ny. Y tampak bingung saat ditanya tentang
kondisi penyakitnya dan penanganannya. Ny. Y dilakukan pemeriksaan TTGO dan besok
harinya Selasa, tanggal 31 Maret 2020, hasil pemeriksaan TTGO-nya yaitu 180 mg/dl.
Berat badan Ny. Y saat ini 70 kg dan tinggi badan 150 cm, TD 140/80 mmHg, Nadi 88
x/mnt teratur, RR 12 x/mnt, dan Suhu 36,8C.

Pertanyaan:
1. Identifikasi analisa data pada kasus di atas!
Data Fokus
Masalah Kemungkinan Penyebab
(Subjektif dan Objektif)
S:
1. Ny. Y juga mengeluh
mudah merasa lapar, mudah
haus, dan sering kencing
2. Ny. Y mengatakan ayahnya
mempunyai riwayat
Diabetes Melitus Tipe 2 dan Gangguan toleransi glukosa darah
Ketidakstabilan Kadar
meninggal karena serangan dan resistensi insulin
Glukosa Darah
jantung
3. Ny. Y juga mengeluh
kurang tidur karena sering
kencing dan merasa lelah
O:
1. Hasil pemeriksaan TTGO
yaitu 180 mg/dl
S:-
O: Kurang aktivitas fisik harian,
1. TB : 150 cm Obesitas kelebihan konsumsi gula dan
2. BB : 70 gangguan kebiasaan makan
3. IMT : 31,1 kg/m2
S: Defisit Pengetahuan Kurang terpapar informasi
1. Ny. Y mengatakan biasanya
setelah pulang dari bekerja
dan jika merasa tidak enak
badan, maka akan meminta
anak tertuanya untuk
mengerok punggungnya
O:
1. Ny. Y tampak bingung saat
ditanya tentang kondisi
penyakitnya dan
penanganannya
S:
1. Ny. Y juga mengeluh kurang
tidur karena sering kencing
Gangguan Pola Tidur Proses perjalanan penyakit
dan merasa lelah.

O : - 

2. Buatlah daftar diagnosis keperawatan berdasarkan kasus tersebut!

a. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan gangguan toleransi


glukosa darah dan resistensi insulin dibuktikan dengan merasa lelah, mudah
merasa lapar, mudah haus, dan sering kencing
b. Obesitas berhubungan kurang aktivitas fisik harian, kelebihan konsumsi gula dan
gangguan kebiasaan makan dibuktikan dengan IMT=31,1 kg/m2
c. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan proses perjalanan penyakit (poliuria)
dibuktikan dengan mengeluh kurang tidur karena sering kencing dan merasa lelah
d. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
dengan tampak bingung saat ditanya tentang kondisi penyakitnya dan
penanganannya
3. Susunlah rencana keperawatan pada kasus tersebut berdasarkan diagnosis keperawatan
yang sudah dibuat!

Nomor
Diagnosis Tujuan/ Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
Dx. 1  Setelah dilakukan tindakan  Observasi 1. Mengetahui penyebab
Ketidakstabilan keperawatan selama 1 x 30 1. Identifikasi keluhan yang sedang
Kadar Glukosa menit diharapkan kadar kemungkinan di derita klien
Darah glukosa darah dalam batas penyebab 2. Mengetahui kondisi
berhubungan normal dengan kriteria Hiperglikemia glukosa dalam darah
dengan hasil: 2. Monitor kadar apakah mengalami
gangguan 1. Klien dan keluarga glukosa darah peningkatan ataupun
toleransi glukosa dapat mematuhi terapi 3. Monitor tanda dan penurunan
darah dan 2. Klien dan keluarga gejala hiperglikemia 3. Tanda-tanda seperti
resistensi mampu mengontrol Terapeutik poliuria, polidipsia,dan
insulin glukosa darah secara 4. Konsultasi medis jika polifagia dapat
dibuktikan mandiri tanda gejala menyebabkan tingkat
dengan merasa hiperglikemia tetap keletihan berlebih
lelah, mudah ada atau memburuk pada tubuh klien
merasa lapar, Edukasi karena pengontrolan
mudah haus, dan 5. Anjurkan monitor fungsi tubuh yang
sering kencing kadar glukosa darah tidak sesuai
mandiri 4. Keadaan gawat
  6. Anjurkan kepatuhan hipergilkemi harus
terhadap diet dan segera di tangani
olahraga dengan tepat
7. Ajarkan pengelolaan 5. Agar dapat
diabetes (mis. memanajemen
Penggunaan insulin, diabetes yang dialami
obat oral) oleh klien dan
Kolaborasi mengetahui cara
8. Kolaborasi pemberian penanganan terhadap
Insulin 6. Diet dan olahraga
yang tepat dapat
  membuat kadar gula
  darah menjadi normal
  7. Klien harus
mengetahui cara
pengelolaan diabetes
secara mandiri agar
keadaan hiperglikemia
tidak semakin
memburuk
8. OHO dan Isulin dapat
menurunkan kadar
glukosa darah
Dx. 2 Setelah dilakukan tindakan  Observasi 1. Mengetahui jumlah
Obesitas keperawatan selama 1 x 30 1. Identifikasi nutrisi yang di
berhubungan menit diharapkan berat kebutuhan kalori dan perlukan agar nutrsi
kurang aktivitas badan dalam rentang ideal nutrien klien seimbang
fisik harian, dengan kriteria hasil: 2. Monitor berat badan 2. Mengetahui
kelebihan 1. IMTmasuk dalam Terapeutik perkembangan berat
konsumsi gula ketegori ideal 3. Hitung berat badan badan klien
dan gangguan 2. Terjadi penurunan ideal klien dan 3. Berat badan ideal
kebiasaan makan berat badan fasilistasi menetukan mempengarhui
dibuktikan 3. Klien mengerti target berat badan kesehatan klien
dengan bagaimana cara yang realistis 4. Asupan makanan
IMT=31,1 kg/m2 menjaga pola makan Edukasi berlebih dapat
dan berat bedan 4. Jelaskan hubungan menyebabkan
  asupan makanan, peningkatan kadar
latihan, peningkatan glukosa darah
dan penurunan BB 5. Mengetahui penyakit
5. Jelaskan kondisi terkait kondisi pasien
medis yang dapat 6. Gaya hidup dan faktor
mampengaruhi berat herediter dapat
badan mempengaruhi
6. Jelaskan kebiasaan, terjadinya penyakit
tradisi dan budaya, 7. Mengetahui
serta faktor genetik kemungkinan penyakit
yang mempengaruhi yang diderita
BB 8. Olahraga dapat
7. Jelaskan resiko menurunkan kadar
kondisi kegemukan glukosa darah
(overweighr) dan 9. Pola diet sesuai
kurus (underweight) anjuran dapat
8. Anjurkan olahraga menurunkan berat
sesuai toleransi badan sehingga klien
9. Jelaskan tujuan tidak mengalami
kepatuhan diet obesitas dan
terhadap kesehatan peningkatan glukosa
Kolaborasi darah
10. Kolaborasi dengan 10. Nutrisi yang tepat
ahli gizi untuk sesuai anjuran ahli gizi
menetukan jumlah dapat memenuhi
kalori dan nutrisi kebutuhan asupan
yang dibutukan, jika yang dibutuhkan tubuh
perlu 
Dx. 3 Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Memantau pola tidur
Gangguan Pola keperawatan selama 1 x 30 1. Identifikasi pola klien
Tidur menit diharapkan masalah aktivitas dan tidur 2. Mengetahui faktor-
berhubungan keperawatan gangguan 2. Identifikasi faktor faktor yang
dengan proses pola tidur teratasi dengan penganggu tidur (fisik menyebabkan tidur
perjalanan kriteria hasil: dan/atau psikologis) klien terganggu
penyakit 1. Klien tidak mengeluh 3. Identifikasi makanan 3. Apabila klien makan
(poliuria) kurang tidur karena dan minuman yang mendekati waktu tidur
dibuktikan sering kencing dan menganggu tidur serta minum banyak air
dengan tidak merasa lelah (misal: kopi, teh, sebelum tidur dapat
mengeluh alkohol, makan menyebabkan klien
kurang tidur mendekati waktu sering melakukan
karena sering tidur, minum banyak eliminasi
kencing dan air sebelum tidur) 4. Obat tidur yang tidak
merasa lelah 4. Identifikasi obat tidur tepat dapat
yang di konsumsi menyebabkan klien
Terapeutik susah untuk tidur atau
5. Modifikasi bahkan tidur yang
lingkungan (misal: terlalu lama
pencahayaan, 5. Lingkungan yang
kebisingan, suhu, dan nyaman dapat
tempat tidur) membuat klien cepat
6. Batasi waktu tidur untuk beristirahat
siang, jika perlu 6. Apabila klien terlalu
7. Fasilitasi lama tidur siang hari,
menghilangkan stres maka ketika malam
sebelum tidur hari klien akan susah
8. Tetapkan jadwal tidur atau tidur lebih larut
rutin malam untuk istirahat
9. Lakukan prosedur malam
untuk meningkatkan 7. Salah satu cara yang
kenyamanan (misal: dapat dilakukan untuk
pijat, pengaturan menghilangkan stres
posisi, terapi sebelum tidur yaitu
akupresure) melakukan Doa
10. Sesuaikan jadwal sebelum tidur
pemberian obat 8. Kebiasaan tidur yang
dan/atau tindakan baik dapat membantu
untuk menunjang proses pemulihan
siklus tidur-terjaga kondisi klien
Edukasi 9. Melakukan pijat dan
11. Jelaskan pentingnya pengaturan posisi dapat
tidur cukup selama meningkatkan rasa
sakit rileks pada klien
12. Anjurkan menepati 10. Membantu klien agar
kebiasaan waktu tidur klien dapat beristirahat
13. Anjurkan 11. Agar klien dan
menghindari keluarga memahami
makanan/minuman tentang pentingnya
yang menganggu waktu istirahat tidur
waktu tidur yang baik
14. Anjurkan penggunaan 12. Agar klien
obat tidur yang tidak membiasakan diri
mengandung supresor memiliki waktu
terhadap tidur REM istirahat yang cukup
15. Anjurkan faktor- 13. Sering makan dan
faktor yang minum pada malam
berkontribusi hari dapat
terhadap gangguan meningkatkan
pola tidur (misal: eliminasi pada malam
psikologis, gaya hari
hidup, sering berubah 14. Mempermudah pasien
shift bekerja) tidur dan memenuhi
16. Anjurkan relaksasi kebutuhan tidur pasien
otot autogenik atau 15. Agar klien dapat
cara nonfarmakologis mengatur waktu untuk
lainnya menyempatkan
beristirahat tidur
16. Relaksasi
nonfarmakologis dapat
mengurangi dampak
pemakaian obat
kedalam tubuh secara
terus menerus
Dx. 4 Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengevaluasi tingkat
Defisit keperawatan selama 1 x 30 1. Identifikasi kesiapan pemahaman klien
Pengetahuan menit diharapkan masalah dan kemampuan untuk menerima
berhubungan keperawatan defisit menerima informasi pendidikan kesehatan
dengan Kurang pengetahuan teratasi 2. Identifikasi faktor- 2. Mengidentifikasi cara
terpapar dengan kriteria hasil: faktor yang dapat agar penkes dapat di
informasi 1. Klien dan keluarga meningkatan dan pahami dengan baik
dibuktikan dapat memahami menurunkan motivasi 3. Agar memudahkan
dengan tampak tentang kondisi perilaku hidup bersih perawat
bingung saat penyakitnya dan dan sehat menyampaikan
ditanya tentang penanganannya Terapeutik informasi kesehatan
kondisi 3. Sediakan materi dan 4. Agar antara perawat
penyakitnya dan media pendidikan dan klien dapat
penanganannya kesehatan menyediakan waktu
4. Jadwalkan yang tepat
pendidikan kesehatan 5. Agar klien maupun
sesuai kesepakatan keluarga klien dapat
5. Berikan kesempatan menanyakan lebih
untuk bertanya jelas mengenai
Edukasi informasi masalah
6. Jelaskan faktor risiko kesehatan yang di
yang dapat alami klien
mempengaruhi 6. Agar klien dapat
kesehatan menjauhi faktor yang
7. Ajarkan perilaku memperburuk
hidup bersih dan kesehatan klien
sehat 7. PHBS merupakan hal
8. Ajarkan strategi yang yang wajib di lakukan
dapat digunakan oleh semua orang
untuk meningkatkan 8. Agar klien serta
perilaku hidup bersih keluarga klien
dan sehat memiliki kebiasaan
9. Jelaskan hubungan wajib melakukan
asupan makanan, PHBS
latihan, peningkatan, 9. Asupan makanan yang
dan penurunan BB seimbang, latihan fisik
10. Jelaskan kondisi rutin, dan penurunan
medis yang dapat BB dapat mengontrol
mempengaruhi BB berat badan klien
11. Jelaskan risiko 10. Klien dengan bedat
kegemukan badan tidak normal
(overweight) dan sangat berisiko
kurus (underweight) mengalami
12. Jelaskan kebiasaan, komplikasi jangka
tradisi dan budaya, panjang maupun
serta faktor genetik jangka pendek
yang mempengaruhi 11. Salah satu risiko
BB overweight dapat
13. Ajarkan cara memperparah keadan
mengelola BB yang prediabetes klien, dan
efektif salah satu keadaan
underweight dapat
beresiko tinggi
mengalami cidera
12. Indonesia memiliki
bermacam-macam
suku, bahasa, adat
istiadat, budaya,
makanan khas, dll
sehingga hal tersebut
menjadi kebiasaaan
yang akan sulit di
hilangkan. Tetapi
klien dan keluarga di
anjurkan agar
mengontrol makanan
dan BB
13. Agar BB klien
menurun, klien dapat
melakukan PHBS,
serta keluhan klien
berkurang dan
menurunkan faktor
risiko keparahan
kondisi klien

4. Dokumentasikan implementasi keperawatan pada kasus tersebut!

No.Diagnosis Pelaksanaan/Tindakan Evaluasi Nama


No. Tanggal/jam
Keperawatan Keperawatan Tindakan/Respons Klien mhs
1 30/3/2020 Dx. 1 1. Mengidentifikasi 1.  Klien tampak Anshari
08.10 WIB kemungkinan penyebab kooperatif
Hiperglikemia 2. Klien tampak
2. Memonitor kadar kooperatif
glukosa darah 3. Klien tampak
3. Memonitor tanda dan kooperatif
gejala hiperglikemia 4. Klien tampak
4. Mengkonsultasikan kooperatif
tanda gejala 5. Klien tampak
hiperglikemia apakah mengikuti anjuran
tetap ada atau bertambah 6. Klien tampak
buruk mengikuti anjuran
5. Menganjurkan monitor 7. Klien tampak
kadar glukosa darah mengikuti ajaran
mandiri yang diberikan
6. Menganjurkan 8. Kolaborasi dengan
kepatuhan terhadap diet dokter berjalan
dan olahraga dengan baik
7. Mengajarkan
pengelolaan diabetes
(mis. Penggunaan
insulin, obat oral)
8. Berkolaborasi pemberian
Insulin
2 30/3/2020 Dx. 2 1. Mengidentifikasi 1. Klien tampak Anshari
08.20 WIB kebutuhan kalori dan kooperatif
nutrien 2. Klien mengikuti
2. Memonitor berat badan anjuran dan tampak
3. Menjelaskan hubungan kooperatif
asupan makanan, latihan, 3. Klien tampak
peningkatan dan memperhatikan dan
penurunan BB kooperatif
4. Menjelaskan kondisi 4. Klien tampak
medis yang dapat memperhatikan dan
mempengaruhi berat kooperatif
badan 5. Klien tampak
5. Menjelaskan kebiasaan, memperhatikan dan
tradisi dan budaya, serta kooperatif
faktor genetik yang 6. Klien tampak
mempengaruhi BB memperhatikan dan
6. Menjelaskan resiko kooperatif
kondisi kegemukan 7. Klien mengikuti
(overweight) dan kurus anjuran
(underweight) 8. Klien tampak
7. Menganjurkan olahraga memperhatikan dan
sesuai toleransi kooperatif
8. Menjelaskan tujuan 9. Kolaborasi berjalan
kepatuhan diet terhadap dengan baik, klien
kesehatan tampak mengikuti
9. Berkolaborasi dengan anjuran
ahli gizi untuk
menetukan jumlah kalori
dan nutrisi yang
dibutukan
3 30/3/2020 Dx. 3 1. Mengidentifikasi pola 1. Klien tampak Anshari
08.40 WIB aktivitas dan tidur kooperatif
2. Mengidentifikasi faktor 2. Klien tampak
penganggu tidur (fisik kooperatif
dan/atau psikologis) 3. Klien tampak
3. Mengidentifikasi kooperatif
makanan dan minuman 4. Klien tampak
yang menganggu tidur kooperatif
(misal: kopi, teh, 5. Klien tampak
alkohol, makan kooperatif dan
mendekati waktu tidur, mengikuti anjuran
minum banyak air 6. Klien tampak
sebelum tidur) kooperatif dan
4. Mengidentifikasi obat mengikuti anjuran
tidur yang di konsumsi 7. Klien tampak
5. Memodifikasi kooperatif dan
lingkungan (misal: mengikuti anjuran
pencahayaan, 8. Klien tampak
kebisingan, suhu, dan kooperatif dan
tempat tidur) mengikuti anjuran
6. Memfasilitasi 9. Klien tampak
menghilangkan stres kooperatif dan
sebelum tidur mengikuti anjuran
7. Menetapkan jadwal tidur 10. Klien tampak
rutin kooperatif dan
8. Melakukan prosedur tampak
untuk meningkatkan memperhatikan
kenyamanan (misal: 11. Klien tampak
pijat, pengaturan posisi, kooperatif dan
terapi akupresure) mengikuti anjuran
9. Menyesuaikan jadwal 12. Klien tampak
pemberian obat dan/atau kooperatif dan
tindakan untuk mengikuti anjuran
menunjang siklus tidur- 13. Klien tampak
terjaga kooperatif dan
10. Menjelaskan pentingnya mengikuti anjuran
tidur cukup selama sakit
11. Menganjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
12. Menganjurkan
menghindari
makanan/minuman yang
menganggu waktu tidur
13. Menganjurkan
penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur
REM
4 30/3/2020 Dx. 4 1. Mengidentifikasi 1. Klien tampak Anshari
09.00 WIB kesiapan dan kooperatif
kemampuan menerima 2. Klien tampak
informasi kooperatif
2. Mengidentifikasi faktor- 3. Materi disajikan
faktor yang dapat dalam bentuk Leaflet
meningkatan dan 4. Klien tampak
menurunkan motivasi kooperatif
perilaku hidup bersih 5. Klien tampak
dan sehat kooperatif dan
3. Menyediakan materi dan tampak sering
media pendidikan bertanya
kesehatan 6. Klien tampak
4. Menjadwalkan kooperatif dan
pendidikan kesehatan memperhatikan
sesuai kesepakatan 7. Klien tampak
5. Memberikan kesempatan kooperatif dan
untuk bertanya mengikuti anjuran
6. Menjelaskan faktor 8. Klien tampak
risiko yang dapat kooperatif dan
mempengaruhi mengikuti anjuran
kesehatan 9. Klien tampak
7. Mengajarkan perilaku kooperatif dan
hidup bersih dan sehat memperhatikan
8. Mengajarkan strategi penjelasan yang
yang dapat digunakan diberikan
untuk meningkatkan 10. Klien tampak
perilaku hidup bersih kooperatif dan
dan sehat memperhatikan
9. Menjelaskan hubungan penjelasan yang
asupan makanan, latihan, diberikan
peningkatan, dan 11. Klien tampak
penurunan BB kooperatif dan
10. Menjelaskan kondisi memperhatikan
medis yang dapat penjelasan yang
mempengaruhi BB diberikan
11. Menjelaskan risiko 12. Klien tampak
kegemukan (overweight) kooperatif dan
dan kurus (underweight) memperhatikan
12. Menjelaskan kebiasaan, penjelasan yang
tradisi dan budaya, serta diberikan
faktor genetik yang 13. Klien tampak
mempengaruhi BB kooperatif dan
13. Mengajarkan cara memahami
mengelola BB yang pengajaran yang
efektif diberikan

5. Dokumentasikan catatan perkembangan (S.O.A.P./S.O.A.P.I.E.R.) pada kasus tersebut!

Nomor Diagnosis Nama mhs


Tanggal/Jam Catatan Perkembangan (S.O.A.P./ S.O.A.P.I.E.R)
Keperawatan
02-04- Dx. 1 S:
2020/08.00   1. Ny. Y juga sudah tidak mengeluh merasa
WIB   lapar, tidak mudah haus, dan tidak sering
kencing
2. Ny. Y juga tidak mengeluh kurang tidur

O:
Hasil pemeriksaan TTGO yaitu 120 mg/dl Anshari
 
A:
Masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa
Darah teratasi

P:
Hentikan Intervensi
02-04- Dx. 2  S : -
2020/08.00
WIB O:
Berat badan 70 kg dan tinggi badan 150 cm
  IMT >27kg/m2 (hasil IMT=31,1 kg/m2)
  Anshari
 A :
Masalah Obesitas belum teratasi
 
 P :
Lanjutkan intervensi di rumah secara mandiri
02-04- Dx. 3 S: Anshari
2020/08.00 Ny. Y sudah tidak mengeluh kurang tidur
WIB
O:-

A:
Masalah Gangguan Pola Tidur Teratasi
P:
Hentikan Intervensi
02-04- Dx. 4 S:
2020/08.00 Ny. Y mampu menyebutkan kondisi penyakitnya
WIB dan penanganan Diabetes Melitus

O:
Ny. Y sudah tidak tampak bingung saat
ditanya tentang kondisi penyakitnya dan
penanganannya 
Anshari
A:
Masalah Defisit Pengetahuan Teratasi

P:
Hentikan Intervensi

6. Buatlah Satuan Acara Penyuluhan (SAP) pada Ny. Y tersebut!


(Terlampir)
7. Buatlah Laporan Pendahuluan tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Prediabetes yang meliputi Konsep Dasar Prediabetes dan Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan pada Prediabetes!
(Terlampir)

***Selamat Mengerjakan & Semoga Sukses***


KONSEP DASAR
PREDIABETES

A. Pengertian
Menurut definisi dari the American Diabetes Association and US Department of
Health and Human Services, prediabetes adalah suatu tahapan dimana kadar glukosa
diatas normal tetapi masih di bawah kadar glukosa darah untuk diagnosis diabetes.
Kondisi ini mencakup toleransi glukosa terganggu (TGT) dan / ataupun glukosa puasa
terganggu (GPT). American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan prediabetes
sebagai GPT yaitu kadar glukosa puasa 100 mg/dl (5,6 mmol/L) – 125 mg/dl (7,0
mmol/L) atau bila kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa 75 gram 140-199
mg/dl (7,8 – 11 mmol/L) yang sering disebut dengan TGT ( Meddy Setiawan, 2011;
Tjokroprawiro, A., 2011).
Menurut consensus of Management and Prevention of Diabetes Mellitus Type- 2
di Indonesia,yang dilakukan oleh Indonesian Society for Endocrinologist, Penegakan
TGT dan GPTditegakkan sesuai dengan algoritma diagnostik standar. Untuk pasien
dengan keluhan diabetes klasik, jika setelah dua kali uji dari satu kali glukosa darah
dan glukosa darah puasa, kita mendapatkan hasil yang meragukan (di atas normal,
tetapi tidak sampai pada kriteria diabetes), pasien akan diminta untuk melakukan tes
beban OGTT (Uji Glukosa Toleransi Oral). Bila hasil darah dua jam beban glukosa
pasca glukosa 140 - 199 mg / dL , pasien akan dimasukkan dalam kriteria toleransi
glukosa terganggu (Meddy Setiawan, 2011).
Definisi diabetes dan prediabetes berdasarkan penilaian resiko penyakit serta
distribusi populasi plasma glukosa. Data menunjukkan bahwa level glukosa plasma di
atas nilai ambang batas memiliki insidensi retinopati meningkat secara signifikan dan
telah digunakan untuk membantu mendefinisikan diabetes (Meddy Setiawan, 2011).

Normal Pre-Diabetes Diabetes


Gula darah Puasa 80-99 100-125 ≥126
Gula darah Sewaktu 80-139 140-199 ≥200
TTGO 80-139 140-199 ≥200

B. Etiologi
Penyebab pasti pradiabetes tidak diketahui, meskipun para peneliti telah
menemukan beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin. Kelebihan lemak
terutama lemak perut dan tidak beraktivitas juga tampaknya menjadi faktor penting
dalam perkembangan pradiabetes. Yang jelas adalah bahwa orang yang memiliki
pradiabetes, tubuhnya tidak bisa megelolah gula (glukosa) dengan baik lagi. Hal ini
menyebabkan gula dalam aliran darah lebih banyak dari pada gula yang melakukan
fungsi yang normal yaitu memicu sel yang membentuk otot-otot dan jaringan lain.
Sebagian besar glukosa dalam tubuh berasal dari makanan yang kita makan,
khususnya makanan yang mengandung karbohidrat. Setiap makanan yang
mengandung karbohidrat dapat mempengaruhi kadar gula darah, tidak hanya makanan
manis (Nasrul E. Dan Sofitri. 2012).
Selama pencernaan, gula memasuki aliran darah dan dengan bantuan insulin
kemudian diserap ke dalam sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi. Insulin adalah
hormon yang berasal dari pankreas. Ketika kita makan, pankreas mengeluarkan insulin
ke dalam aliran darah. Insulin beredar merupakan seperti sebuah kunci yang membuka
pintu mikroskopis yang memungkinkan gula memasuki sel. Insulin menurunkan
jumlah gula dalam aliran darah. Apabila tingkat gula darah turun, maka sekresi insulin
dari pankreas juga akan berkurang. Bila menderita pradiabetes, proses ini mulai
bekerja tidak normal. Gula darah akan meningkat dari pada melaksanakan fungsinya
untuk membuka sel-sel. Hal ini terjadi ketika pankreas tidak membuat cukup insulin
atau sel-sel menjadi resisten terhadap tindakan insulin atau keduanya (Nasrul E. Dan
Sofitri. 2012; Tjokroprawiro, A., 2011).
Patofisiologi prediabetes umumnya didasari atas perubahan sensitivitas insulin
dan fungsi β-pancreas, biasanya karena peningkatan adiposit. Sensitivitas insulin
berbanding terbalik dengan kadar glikemik, bahkan dalam rentang glukosa puasa
normal. Peningkatan konsentrasi glukosa plasma puasa dari 70 – 125 mg/dL (3,9 – 6,9
mmol/L) berkaitan dengan suatu penurunan sensitivitas insulin > 3 kali. Individu
dengan isolated GPT menunjukkan penurunan sensitivitas insulin sekitar 25 %, dan
individu yang mengalami kombinasi GPT dan TGT menunjukkan penurunan
sensitivitas insulin sekitar 80 % dibandingan dengan individu yang kadar glukosa
puasanya berada dalam interval referensi (Nasrul E. Dan Sofitri, 2012; Tjokroprawiro,
A., 2011; National Diabetes Information Clearinghouse, 2012).

C. Patofisiologi
Regulasi glukosa post prandial tergantung pada stimulasi sekresi insulin pada sel
beta pancreas yang akan mensupresi glukoneogenesis hepar dan menekan
glikogenolisis. Insulin dilepaskan untuk meningkatkan ambilan glukosa di otot dan
jaringan perifer. Kadar glukosa puasa tergantung pada produksi glukosa hepar
(glikogenolisis dan glukoneogenesis), kadar insulin puasa dan sensitivitas insulin.
Dalam keadaan normal insulin bekerja mempertahankan kadar glukosa plasma supaya
selalu dalam batas normal (normoglikemia) saat puasa ataupun post prandial.
Hipoglikemia tidak terjadi saat puasa karena hati memproduksi glukosa melalui
glikogenolisis dan glukoneogenesis, sebaliknya sesudah makan glukosa plasma tidak
terlalu meningkat karena sel beta pankreas menghasilkan insulin yang meningkatkan
asupan glukosa pada otot dan jaringan adiposa. Perjalanan menjadi diabetes melitus
(pra diabetes) awalnya masih terjadi normoglikemia, pada tahap lanjut akan terjadi
kenaikan kadar glukosa plasma puasa dan post prandial. Insulin yang disekresikan
tidak efektif menghambat glukoneogenesis hati dan kemampuannya meningkatkan
ambilan glukosa di otot dan adiposa berkurang. Selain itu juga ditandai dengan
gangguan respons terhadap fisiologi insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid dan
protein serta pengaruh terhadap fungsi endotel. Glucose transporter 2/GLUT-2
merupakan transporter glukosa yang terdapat terutama di hepar dan sel beta pancreas
yang berespons cepat dalam menjaga kadar glukosa dalam plasma. Glucose
transporter 4/GLUT 4 terdapat pada otot dan jaringan adiposa yang berperan dalam
ambilan glukosa. Gangguan transpor glukosa inilah yang tejadi pada pasien dengan
resistensi insulin.Peningkatan insulin plasma (hiperinsulinemia) yang terjadi untuk
mengompensasi resistensi insulin yang terjadi akan berefek pada sel beta pankreas dan
akhirnya kelelahan sehingga tidak mampu menormalkan kadar glukosa menjadi
normoglikemia lagi. Beberapa kepustakaan menyebutkan pada tahap pra diabetes
sebenarnya sudah mulai terjadi defek sel beta pankreas hingga 70%. Pada saat itu
kadar glukosa plasma berkisar 100-125 mg/dL disebut sebagai glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) dan kadar glukosa plasma setelah pembebanan 75 gram glukosa
140-199 mg/dL disebut sebagat toleransi glukosa terganggu(TGT) (Nasrul E. dan
Sofitri, 2012).
Peningkatan kadar glukosa plasma pada GDPT dan TGT menduga terdapat
mekanisme yang berbeda dalam patogenesisnya. Glukosa darah puasa terganggu dan
TGT berbeda pada tingkat dan lokasi dominan terjadinya resistensi insulin. Individu
dengan GDPT predominan mempunyai resistensi insulin di hepar tetapi normal
sensitivitas insulin di otot.Sedangkan individu dengan TGT memiliki sensitivitas
insulin hepar yang normal atau sedikit menurun dan resistensi insulin sedang sampai
berat di otot. Pada subjek yang sekaligus mengalami GDPT dan TGT sudah terjadi
resistensi insulin baik pada otot maupun hepar (Nasrul E. dan Sofitri, 2012).
Setelah puasa 8-10 jam di hati akan terjadi glikogenolisis untuk mencegah
hipoglikemia. Setelah itu insulin fase awal (3-5 menit) pertama akan berespons
mensupresi glikogenolisis supaya mempertahankan darah dalam keadaan
normoglikemia. Proses ini terganggu pada individu yang mengalami GDPT. Hal ini
dapat menjelaskan bagaimana terjadinya peningkatan glukosa darah puasa pada
GDPT. Respons insulin fase lambat (50- 120 menit) setelah post prandial normal pada
GDPT, sehingga glukosa darah 2 jam setelah pembebanan 75 Gram glukosa oral
normal. Respons sekresi insulin fase awal pada TGT juga terganggu dan setelah 2 jam
pemberian glukosa oral sudah terjadi defek berat pada sekresi insulin fase lambat. Hal
ini dapat menerangkan peningkatan glukosa plasma setelah 2 jam pembebanan
glukosa oral tetapi peningkatannya belum bisa dikategorikan sebagai DM (Nasrul E.
dan Sofitri, 2012).

D. Manifestasi Klinis
Seringkali, pradiabetes tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Adanya suatu
area kulit yang gelap, suatu kondisi yang disebuta canthosis nigricans, adalah salah
satu dari beberapa tanda-tanda yang menunjukkan risiko untuk diabetes. Daerah
umum yang mungkin akan terkena meliputi leher, ketiak, siku, lutut, dan buku-buku
jari. Gejala klasik diabetes tipe 2 yang harus dipantau meliputi: Peningkatan rasa haus,
sering buang air kecil, kelelahan dan penglihatan kabur (Meddy Setiawan, 2011).

E. Faktor Risiko
Faktor resiko terjadinya prediabetes sama dengan faktor resiko terjadinya DM
tipe 2. Faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi faktor resiko yang dapat dirubah
(obesitas, aktivitas fisik, nutrisi) dan yang tidak dapat dirubah ( genetik, usia, diabetes
gestasional). Faktor yang dapat dirubah yang penting adalah obesitas ( terutama perut)
dan kurangnya aktivitas fisik (Setiawan, Meddy, 2011).
1. Faktor genetik
Gen yang berhubungan dengan resiko terjadinya DM, sampai saat ini belum
bias diidentifikasikan secara pasti. Adanya perbedaan yang nyata kejadian DM
antara grup etnik yang berbeda meskipun hidup di lingkungan yang sama
menunjukkan adanya kontribusi gen yang bermakna terjadinya DM. Meskipun
tidak jelas sebabnya, orang-orang dari ras tertentu termasuk Afrika-Amerika,
Hispanik, Indian Amerika, Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik lebih mungkin
untuk menjad prediabetes (Setiawan, Meddy. 2011).
2. Usia
Prevalensi DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam dekade
terakhir ini, usia terjadinya DM semakin muda. Resiko pradiabetes meningkat
seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 45 tahun. Ini mungkin karena
orang cenderung kurang berolahraga, kehilangan massa otot dan menambah berat
badan dengan bertambahnya usia mereka. Namun, orang tua bukanlah satu-
satunya beresiko prediabetes dan diabetes tipe 2. Insiden gangguan ini juga
meningkat di kelompok usia yang lebih muda (Setiawan, Meddy. 2011).
3. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini
meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena
dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Pada
diabetes gestasional toleransi glukosa biasanya kembali normal setelah
melahirkan akan tetapi wanita tersebut memiliki resiko menderita DM di
kemudian hari. Bila pernah menderita diabetes gestasional saat kehamilan, maka
resiko menderita diabetes akan meningkat. Apabila pernah melahirkan bayi
dengan berat bada lebih dari 9 pound (4,1 Kg), maka risiko DM juga meningkat.
4. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko yang paling penting. Jaringan lemak lebih
banyak yang dimiliki terutama di dalam dan di antara otot dan kulit di sekitar
perut menyebabkan sel menjadi lebih tahan terhadap insulin. Beberapa studi
jangka panjang menunjukkan bahwa obesitas merupakan prediktor yang kuat
untuk timbulnya DM tipe 2. Lebih lanjut, intevensi yang bertujuan mengurangi
obesitas juga mengurangi insidensi DM tipe 2. Beberapa studi jangka panjang
juga menunjukkan bahwa lingkar pinggang atau rasio pinggang pinggul yang
menunjukkan keadaan lemak visceral ( abdominal), merupakan indikator yang
lebih baik dibandingkan indeks masa tubuh, sebagai faktor resiko prediabetes.
Data tersebut memastikan bahwa distribusi lemak lebih penting dibanding dengan
jumlah total lemak obesitas.
5. Aktivitas Fisik
Berkurangnya intensitas aktivitas fisik memberikan kontribusi yang besar
terhadap peningkatan obesitas. Berbagai studi menunjukan bahwa kurangnya
aktifitas fisik merupakan prediktor bebas terjadinya DM Tipe 2 pada pria maupun
wanita. Semakin sedikit beraktivitas, semakin besar resiko pradiabetes. Aktivitas
fisik membantu mengontrol berat badan, dengan beraktivitas maka glukosa
digunakan sebagai energi dan membuat sel-sel lebih sensitif terhadap insulin
(Setiawan, Meddy. 2011).
6. Nutrisi
Kalori total yang tinggi, diit rendah serat, beban glikemik yang tinggi dan
rasio poly unsaturated fatty acid ( PUFA) dibanding lemak jenuh yang rendah,
merupakan faktor resiko terjadinya DM (Setiawan, Meddy. 2011).

F. Diagnosis
American Diabetes Association, the European Association for the Study of
Diabetes dan the International Diabetes Federation merekomendasikan bahwa test
untuk menegakkan diagnosis pradiabetes meliputi:
1. Hemoglobin A1C atau hemoglobin glikosilasi.
HbA1C adalah  tes yang mengukur kadar glukosa darah rata-rata
seseorang selama 2 sampai 3 bulan terakhir. Hemoglobin adalah bagian dari
sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel dan kadang-kadang bergabung
dengan glukosa dalam aliran darah. Juga disebut hemoglobin A1C atau
hemoglobin glikosilasi, tes ini menunjukkan jumlah glukosa yang menempel
pada sel darah merah, yang proporsional dengan jumlah glukosa dalam darah.
Nilai A1C antara 6 dan 6,5 persen dianggap pradiabetes. Sedangkan bila level 6,5
persen atau lebih tinggi pada dua tes berbeda menunjukkan diabetes. Kondisi
tertentu dapat membuat tes A1C tidak akurat - seperti jika sedang hamil atau
memiliki varian hemoglobin (National Diabetes Information Clearinghouse.
2012). HbA1c telah direkomendasikan oleh ADA sebagai pilihan untuk
mendiagnosis diabetes (> 6,5%) dan juga untuk mendeteksi peningkatan risiko
penyakit diabetes (5,7 – 6,4%). Sekarang ini HbA1c memang dinyatakan sebagai
penanda yang lebih baik dibandingkan glukosa plasma puasa dalam memprediksi
risiko mortalitas dan penyakit kardiovaskular pada individu nondiabetik, namun
kurang baik bila dibandingkan dengan konsentrasi glukosa 2 jam, akan tetapi
tidak semua studi mendukung pernyataan ini (National Diabetes Information
Clearinghouse, 2012).
2. Tes gula darah puasa.
Contoh darah akan diambil setelah berpuasa selama sedikitnya delapan jam
atau semalam. Dengan tes ini, gula darah tingkat yang lebih rendah dari 100 mg /
dL - 5,6 mmol / L adalah normal. Sebuah tingkat gula darah 100-125 mg / dL
(5,6-6,9 mmol / L) dianggap pradiabetes. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai
glukosa puasa terganggu (GPT). Apabila kadar gula darah 126 mg / dL (7.0 mmol
/ L) atau lebih tinggi dapat mengindikasikan diabetes mellitus (National Diabetes
Information Clearinghouse, 2012).
3. Uji FPG
Uji FPG adalah tes pilihan untuk mendiagnosis diabetes karena kenyamanan
dan biaya rendah. Tes FPG yang paling tepat yaitu bila dilakukan di pagi hari.
Hasil dan maknanya ditunjukkan pada Tabel 1. Orang dengan kadar glukosa
puasa 100 sampai 125 mg / dL memiliki bentuk yang disebut pradiabetes glukosa
puasa terganggu (GPT). Memiliki GPT berarti seseorang memiliki peningkatan
risiko berkembang menjadi diabetes tipe 2 tetapi tidak belum diabetes. Apabila
nilai FPG 126 mg / dL atau di lebih, dan sudah dikonfirmasi dengan mengulangi
tes pada hari lain, berarti didiagnosis sebagai diabetes (National Diabetes
Information Clearinghouse, 2012).
Table 1. FPG test
Plasma Glucose result (mg/dL) Diagnosis
≤ 99 Normal
100 – 125 Predibates
≥ 126 Diabetes

4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).


Contoh darah akan diambil setelah berpuasa selama sedikitnya delapan jam
atau semalam. Kemudian pasien akan minum larutan gula, dan tingkat gula darah
akan diukur lagi setelah dua jam. Tingkat gula darah kurang dari 140 mg / dL (7,8
mmol / L) adalah normal. Tingkat gula darah 140-199 mg / dL (7,8-11,0 mmol /
L) dianggap pradiabetes. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai toleransi glukosa
terganggu (TGT). Apabila nilai gula darah 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau
lebih tinggi dapat mengindikasikan diabetes mellitus (National Diabetes
Information Clearinghouse, 2012).
Penelitian telah menunjukkan bahwa OGTT lebih sensitif dibandingkan tes
FPG untuk mendiagnosa pradiabetes, tetapi kurang nyaman untuk mengelola.
TTOG memerlukan berpuasa selama minimal 8 jam sebelum tes. Tingkat glukosa
plasma diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum cairan yang
mengandung 75 gram glukosa dilarutkan dalam air. Hasil dan maknanya
ditunjukkan pada Tabel 2. Jika tingkat glukosa darah adalah antara 140 dan 199
mg / dL 2 jam setelah minum cairan, orang tersebut memiliki bentuk yang disebut
pradiabetes toleransi glukosa terganggu (TGT). Memiliki TGT, seperti memiliki
GPT, berarti seseorang memiliki peningkatan risiko berkembang menjadi diabetes
tipe 2 tetapi belum menjadi DM. Kadar glukosa 2 jam 200 mg / dL atau lebih,
dikonfirmasi dengan mengulangi tes pada hari lain, berarti seseorang memiliki
diabetes (National Diabetes Information Clearinghouse, 2012).
Table 2. OGTT
2-Hour Plasma Glucose Result (mg/dL) Diagnosis
≤ 139 Normal
140 – 199 Predibates
≥ 200 Diabetes

5. Gestasional Diabetes
Gestasional diabetes juga didiagnosis berdasarkan pada nilai-nilai glukosa
plasma diukur selama OGTT, sebaiknya dengan menggunakan 100 gram glukosa
dalam cairan untuk ujian. Kadar glukosa darah diperiksa empat kali selama tes.
Jika kadar glukosa darah yang di atas normal setidaknya dua kali selama
pengujian, wanita memiliki gestational diabetes. Tabel 3 menunjukkan hasil di
atas normal untuk OGTT untuk diabetes gestational (National Diabetes
Information Clearinghouse, 2012).
Table 3. Gestational diabetes: Above-normal results for the OGTT
When Plasma Glucose result (mg/dL)
Fasting ≥95
At 1 hour ≥180
At 2 hours ≥155
At 3 hours ≥140

Jika kadar gula darah Anda normal, dokter anda dapat merekomendasikan
tes skrining setiap tiga tahun. Jika Anda memiliki pradiabetes, pengujian lebih
lanjut mungkin diperlukan. Misalnya, dokter harus memeriksa gula darah puasa
Anda, A1C, kolesterol total, kolesterol HDL, low-density lipoprotein (LDL)
kolesterol dan trigliserida setidaknya sekali setahun, mungkin lebih sering jika
Anda memiliki faktor risiko tambahan untuk diabetes. Dokter mungkin juga
merekomendasikan tes mikroalbuminuria tahunan, yang memeriksa protein dalam
urin Anda - tanda awal kerusakan pada ginjal (National Diabetes Information
Clearinghouse, 2012).
G. Pencegahan
Berbagai studi menunjukan hubungan yang linier status glikemia denga resiko
penyakit kardiovaskuler. Kelompok prediabetes memiliki resiko terjadinya komplikasi
seperti diabetes. Dalam kaitan terjadinya resiko diabetes dan PKV pada kelompok
prediabetes, ternyata TGT lebih terkait dengan kedua resiko tersebut disbanding
dengan GPT. Diperlukan langkah pencegahan yang segera untuk menurunkan jumlah
penderita prediabetes, DMT2 dan PKV yang terkait diabetes (Meddy Setiawan, 2011).
Langkah-langkah pencegahan meliputi:
1. Intervensi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan bagian utama terapi dan diberikan pada
semua pasien dan harus diingat pada setiap kunjungan pasien. Gaya hidup
merupakan pendekatan pengelolaan fundamental yang dapat mencegah atau
menunda berkembangnya prediabetes menjadi diabetes, serta menurunkan resiko
penyakit mikrovaskular dan makrovaskular. Intervensi gaya hidup memperbaiki
semua faktor resiko diabetes dan komponen sindrom metabolik, obesitas,
hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia. Pasien diabetes seharusnya
menurunkan berat badan 5-10% dan mempertahankannya secara berkelanjutan.
Penurunan BB yang moderat tersebut mengahsilkan penurunan masa lemak,
tekanan darah, glukosa, kolesterol (LDL) dan trigliserida. Aktifitas jasmani yang
direkomendasikan adalah aktifitas jasmani intensitas sedang yang teratur 30-60
menit perhari, paling sedikit 4 hari dalam satu minggu (Meddy Setiawan, 2011).
Diit yang dianjurkan adalah pembatasan kalori, peningkatan asupan serat, dan
pembatasan karbohidrat. Khusus untuk penderita hipertensi diit yang disarankan
adalah asupan garam yang dikurangi dan pembatasan alkohol (Meddy Setiawan,
2011).

2. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis untuk pencegahan DM biasanya direkomendasikan
sebagai intervensi sekunder yang diberikan setelah atau bersama-sama dengan
intervensi modifikasi gaya hidup. Jika dengan intervensi gaya hidup belum terjadi
penurunan BB maka harus dipertimbangkan dimulainya penggunaan obat (Meddy
Setiawan, 2011)
a. Metformin
Alasan penggunaan metformin sebagian besar berdasar pada catatan
keamanan obat iniyang telah dipergunakan40 tahun, namun demikian,
metformin tidak direkomendasikan untuk semua orang dengan TGT.
Metformin dapat menyebabkan asidosis laktat (gangguan iskemia pada ginjal
dan hepar). Metformin juga kurang berperan dalam pencegahan DM pada
orang usia tua > 60 tahun. Keterbatasan metformin juga disebakan adanya
efek samping saluran pencernaan yang bisa diatasi dengan peningkatan dosis
secara bertahap (Meddy Setiawan, 2011).
b. Acarbose
Acarbose bekerja dengan cara menghalangi enzim yang mencerna
karbohidrat. Pada studi STP NIDDM, dalam follow up 3,3 tahun, acarbose
menurunkan resiko DM sebesar 25% dan resiko penyakit kardiovaskular
sebesar 31% ( dibandingkan 19% placebo) sehingga membatasi
penggunaannya untuk pencegahan DM. Studi STP NIDDM
merekomendasikan penggunaan acarbose pada orang yang toleran dengan
efek samping saluran pencernaan untuk pencegahan DM dan resiko
kardiovaskular. Acarbose juga menurunkan kadar lipid terutama kadar lipid
dan trigliserida saat puasa sebesar 15%. Acarbose juga menurunkan
aterogenisitas dari LDL pada pasien dengan TGT (Meddy Setiawan, 2011).
c. Orlistat
Orlistat adalah sebuah obat yang bekerja dengan mekanisme
menghalangi enzim yang memecah trigliserida didalam saluran cerna. Hasil
dari sebuah studi menunjukan orlistat dapat menurunkan BB sebesar 3-5 kg
dalam 6 bulan, yang dapat dipertahankan dalam waktu 4 tahun. Pengobatan
pada subjek TGT yang obesitas denga orlistat sebagai gaya hidup dapat
menurunkan resiko terjadinya DMT2 (Meddy Setiawan, 2011).
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan gangguan toleransi
glukosa darah dan resistensi insulin
2. Obesitas berhubungan kurang aktivitas fisik harian, kelebihan konsumsi gula dan
gangguan kebiasaan makan
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
4. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Proses perjalanan penyakit
5. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic
6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan Kurang terpapar informasi
8. Resiko terjadi gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.

C. Intervensi
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan gangguan toleransi
glukosa darah dan resistensi insulin
Tujuan Kadar glukosa darah dalam batas normal dengan
Kriteria hasil :
a. Klien dan keluarga dapat mematuhi terapi
b. Klien dan keluarga mampu mengontrol glukosa darah secara mandiri
Intervensi:
a. Identifikasi kemungkinan penyebab Hiperglikemia
Rasional : Mengetahui penyebab keluhan yang sedang di derita klien
b. Monitor kadar glukosa darah
Rasional : Mengetahui kondisi glukosa dalam darah apakah mengalami
peningkatan ataupun penurunan
c. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
Rasional : Tanda-tanda seperti poliuria, polidipsia,dan polifagia dapat
menyebabkan tingkat keletihan berlebih pada tubuh klien karena pengontrolan
fungsi tubuh yang tidak sesuai
d. Konsultasi medis jika tanda gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
Rasional : Keadaan gawat hipergilkemi harus segera di tangani dengan tepat
e. Anjurkan monitor kadar glukosa darah mandiri
Rasional : Agar dapat memanajemen diabetes yang dialami oleh klien dan
mengetahui cara penanganan terhadap
f. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
Rasional : Diet dan olahraga yang tepat dapat membuat kadar gula darah
menjadi normal
g. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral)
Rasional : Klien harus mengetahui cara pengelolaan diabetes secara mandiri
agar keadaan hiperglikemia tidak semakin memburuk
h. Kolaborasi pemberian Insulin
Rasional : OHO dan Isulin dapat menurunkan kadar glukosa darah

2. Obesitas berhubungan kurang aktivitas fisik harian, kelebihan konsumsi gula dan
gangguan kebiasaan makan
Tujuan : Berat badan dalam rentang ideal
Kriteria hasil :
a. IMTmasuk dalam ketegori ideal
b. Terjadi penurunan berat badan
c. Klien mengerti bagaimana cara menjaga pola makan dan berat bedan
Intervensi:
a. Identifikasi kebutuhan kalori dan nutrien
Rasional : Mengetahui jumlah nutrisi yang di perlukan agar nutrsi klien
seimbang
b. Monitor berat badan
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan klien
c. Hitung berat badan ideal klien dan fasilistasi menetukan target berat badan yang
realistis
Rasional : Berat badan ideal mempengarhui kesehatan klien
d. Jelaskan hubungan asupan makanan, latihan, peningkatan dan penurunan BB
Rasional : Asupan makanan berlebih dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah
e. Jelaskan kondisi medis yang dapat mampengaruhi berat badan
Rasional : Mengetahui penyakit terkait kondisi pasien
f. Jelaskan kebiasaan, tradisi dan budaya, serta faktor genetik yang mempengaruhi
BB
Rasional : Gaya hidup dan faktor herediter dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit
g. Jelaskan resiko kondisi kegemukan (overweighr) dan kurus (underweight)
Rasional : Mengetahui kemungkinan penyakit yang diderita
h. Anjurkan olahraga sesuai toleransi
Rasional : Olahraga dapat menurunkan kadar glukosa darah
i. Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
Rasional : Pola diet sesuai anjuran dapat menurunkan berat badan sehingga
klien tidak mengalami obesitas dan peningkatan glukosa darah
j. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutukan, jika perlu
Rasional : Nutrisi yang tepat sesuai anjuran ahli gizi dapat memenuhi kebutuhan
asupan yang dibutuhkan tubuh

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Berat badan dan tinggi badan ideal.
b. Pasien mematuhi dietnya.
c. Kadar gula darah dalam batas normal.
d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi:
a. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
b. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
c. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
d. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
e. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam
jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat
mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

4. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Proses perjalanan penyakit


Tujuan : Gangguan pola tidur teratasi
Kriteria hasil :
a. Klien tidak mengeluh kurang tidur karena sering kencing dan tidak merasa lelah
Intervensi :
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Rasional : Memantau pola tidur klien
b. Identifikasi faktor penganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
Rasional : Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidur klien terganggu
c. Identifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (misal: kopi, teh,
alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)
Rasional : Apabila klien makan mendekati waktu tidur serta minum banyak air
sebelum tidur dapat menyebabkan klien sering melakukan eliminasi
d. Identifikasi obat tidur yang di konsumsi
Rasional : Obat tidur yang tidak tepat dapat menyebabkan klien susah untuk
tidur atau bahkan tidur yang terlalu lama
e. Modifikasi lingkungan (misal: pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat tidur)
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membuat klien cepat untuk
beristirahat
f. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
Rasional : Apabila klien terlalu lama tidur siang hari, maka ketika malam hari
klien akan susah atau tidur lebih larut malam untuk istirahat malam
g. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
Rasional : Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan stres
sebelum tidur yaitu melakukan Doa sebelum tidur
h. Tetapkan jadwal tidur rutin
Rasional : Kebiasaan tidur yang baik dapat membantu proses pemulihan kondisi
klien
i. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (misal: pijat, pengaturan
posisi, terapi akupresure)
Rasional : Melakukan pijat dan pengaturan posisi dapat meningkatkan rasa
rileks pada klien
j. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus
tidur-terjaga
Rasional : Membantu klien agar klien dapat beristirahat
k. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Rasional : Agar klien dan keluarga memahami tentang pentingnya waktu
istirahat tidur yang baik
l. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Rasional : Agar klien membiasakan diri memiliki waktu istirahat yang cukup
m. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang menganggu waktu tidur
Rasional : Sering makan dan minum pada malam hari dapat meningkatkan
eliminasi pada malam hari
n. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
o. Rasional : Mempermudah pasien tidur dan memenuhi kebutuhan tidur pasien
p. Anjurkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (misal:
psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
Rasional : Agar klien dapat mengatur waktu untuk menyempatkan beristirahat
tidur
q. Anjurkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologis lainnya
Rasional : Relaksasi nonfarmakologis dapat mengurangi dampak pemakaian
obat kedalam tubuh secara terus menerus

5. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic.


Tujuan : kebutuhan cairan dapat terpenuhui.
Kriteria hasil :
a. Nadi perifer dapat diraba
b. Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
c. Kadar elektrolitdalam batas normal
Intervensi :
a. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal
dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
b. Ukur berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
c. Pertahankan untuk memberikan cairanpaling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat
diberikan.
Rasional : mempertahankan dehodrasi/volume sirkulasi.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
c. Kulit sekitar luka teraba hangat.
d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
e. Sensorik dan motorik membaik
intevensi:
a. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
b. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
c. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan Kurang terpapar informasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit diharapkan
masalah keperawatan defisit pengetahuan teratasi
Kriteria hasil :
a. Klien dan keluarga dapat memahami tentang kondisi penyakitnya dan
penanganannya
intervensi:
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Rasional : Mengevaluasi tingkat pemahaman klien untuk menerima pendidikan
kesehatan
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : Mengidentifikasi cara agar penkes dapat di pahami dengan baik
c. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional : Agar memudahkan perawat menyampaikan informasi kesehatan
d. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional : Agar antara perawat dan klien dapat menyediakan waktu yang tepat
e. Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional : Agar klien maupun keluarga klien dapat menanyakan lebih jelas
mengenai informasi masalah kesehatan yang di alami klien
f. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Rasional : Agar klien dapat menjauhi faktor yang memperburuk kesehatan klien
g. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : PHBS merupakan hal yang wajib di lakukan oleh semua orang
h. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
Rasional : Agar klien serta keluarga klien memiliki kebiasaan wajib melakukan
PHBS
i. Jelaskan hubungan asupan makanan, latihan, peningkatan, dan penurunan BB
Rasional : Asupan makanan yang seimbang, latihan fisik rutin, dan penurunan
BB dapat mengontrol berat badan klien
j. Jelaskan kondisi medis yang dapat mempengaruhi BB
Rasional : Klien dengan bedat badan tidak normal sangat berisiko mengalami
komplikasi jangka panjang maupun jangka pendek
k. Jelaskan risiko kegemukan (overweight) dan kurus (underweight)
Rasional : Salah satu risiko overweight dapat memperparah keadan prediabetes
klien, dan salah satu keadaan underweight dapat beresiko tinggi mengalami
cidera
l. Jelaskan kebiasaan, tradisi dan budaya, serta faktor genetik yang mempengaruhi
BB
Rasional : Indonesia memiliki bermacam-macam suku, bahasa, adat istiadat,
budaya, makanan khas, dll sehingga hal tersebut menjadi kebiasaaan yang akan
sulit di hilangkan. Tetapi klien dan keluarga di anjurkan agar mengontrol
makanan dan BB
m. Ajarkan cara mengelola BB yang efektif
Rasional : Agar BB klien menurun, klien dapat melakukan PHBS, serta keluhan
klien berkurang dan menurunkan faktor risiko keparahan kondisi klien

7. Resiko terjadi Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren


pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

Kriteria hasil :
b. Berkurangnya oedema sekitar luka.
c. pus dan jaringan berkurang
d. Adanya jaringan granulasi.
e. Bau busuk luka berkurang.
intervensi:
a. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
b. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

D. Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai
implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan
bagaimana respon pasien.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Nasrul E. Dan Sofitri. 2012. Hiperurisemia pada Pra Diabetes. Jurnal Kesehatan Andalas.
Bagian Patologi Klinik FK Unand

National Diabetes Information Clearinghouse (NDIC). 2012. Diagnosis of Diabetes and


Prediabetes. Diunduh dari URl: http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/diagnosis/.
Diakses pada tanggal 2 Maret 2020.

Setiawan, Meddy. 2011. Prediabetes dan Peran HBA1C dalam Skrining dan Diagnosis
Awal Diabetes Mellitus. Vol 17. Staf pengajar fakultas kedokteran universitas
Muhammadiyah Malang. Diunduh dari URL :
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1087/1169 diakses pada
tanggal 30 Maret 2020.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI.

Tjokroprawiro, A. 2011 Diabetes Mellitus-Caapita Selecta In Daily Clinical Practice.


Diunduh dari URL: http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_diabetes
%20mellitus-capita%20selecta%20in%20daily%20clinical%20practice_39_1716.
Diakses pada tanggal 30 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai