PENDAHULUAN
A. Latar belakang
dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih kembali seperti keadaan sebelum
hamil di sebut dengan masa nifas. Masa nifas berlangsung selama 6-8 minggu.
Selma masa nifas perlu diperhatikan ibu, karena angka kematian pada ibu 359
per 100.000 kelahiran terjadi pada masa nifas (kementrian kesehatan RI, 2014).
disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstretri masih buruk,
salah satu angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu 420 per 100.000 kelahiran
yang dialami oleh ibu. Berdasarkan laporan WHO (2013), kematian ibu di dunia
disebabkan pre-eklamsi 28%, perdarahan 27%, eklampsi 14%, aborsi tidak aman
8%, infeksi 11%, penyulit persalinan 9%, dan emboli 14%. Menurut Profil
penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya diikuti dengan kehamilan
yang berakhir abortus (26%). Penyebab kematian terbesar adalah pre eklampsi
dan eklampsi dengan case fatality rate (CFR) 2,35%, proporsi kasusnya 49 %
dari keseluruhan kasus obstetri. Di Indonesia angka kejadian operasi sesar juga
terus meningkat baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta.
sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8 persen. Persalinan sesar di kota jauh lebih tinggi
tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan metode operasi sesar sebesar 9,8
persen dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2013,
Tenggara (3,3%).
masa nifas mencakup berbagai aspek mulai dari pengaturan dalam mobilisasi,
anjuran untuk kebersihan diri , pengaturan diet, pengaturan miksi dan defekasi,
pemberian air susu ibu guna pemenuhan nutrisi bayi, serta kondisi psikologis ibu.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Menggambarkan pengelolaan kasus atau asuhan keperawatan pada klien
dengan Post Partum Sectio Caesarea di Ruang kebidanan Rumah Sakit Umun
Depati Hamzah Pangkalpinang tahun 2019.
b. Tujuan Khusus
1) Mampu mengkaji klien dengan Post Partum Sectio Caesarea di Ruang
kebidanan Rumah Sakit Umun Depati Hamzah.
2) Mampu merumuskan rencana tindakan selama memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Post Partum Sectio Caesarea di Ruang
kebidanan Rumah Sakit Umun Depati Hamzah.
3) Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien Post Partum
Sectio Caesarea di Ruang kebidanan umah Sakit Umun Depati Hamzah.
4) Mampu melakukan evaluasi pada klien Post Partum Sectio Caesarea di
Ruang kebidanan Rumah Sakit Umun Depati Hamzah.
c. Ruang Lingkup
Asuhan keperawatan pada klien Ny.V dengan Post Partum Sectio
Caesarea di Ruang kebidanan Rumah Sakit Umun Depati Hamzah
Pangkalpinang, yang dilaksanakan pada tanggal 27 November sampai 29
November 2019.
d. Metode Penulisan
dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskripsi dengan
cara :
1. Teknik anamnesa
Yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung
pada pasien dan keluarga untuk memperoleh data yang lengkap dan valid.
2. Teknik Observasi
Yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan penulisan
secara langsung dan menggunakan panca indra dalam mencari data
penunjang masalah kesehatan pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
Yaitu metode pengumpulan data dengan cara memeriksa kondisi kesehatan
pasien melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
4. Study keperpustakaan
Yaitu mempelajari buku-buku literature untuk mendapatkan konsep dasar
dalam penyususnan makalah ini secara teoritis yang kemudian
diaplikasikan dalam bentuk kasus kelolaan.
5. Study Dokumentasi
Yaitu mengumpulkan data dari status klien, catatan keperawatan, dan
catatan perkembangan yang berhubungan dengan pasien.
e. Sistematis Penulisan
Sistematis penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab, yaitu :
1. Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan makalah, ruang
lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab II Landasan Teoritis, terdiri dari definisi, anatomi dan fisiologi,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan medis, konsep asuhan keperawatan
teoritis meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan.
3. Bab III Asuhan keperawatan dengan kasus Efusi Pleura terdiri dari
identitas pasien, riwayat keperawatan, pengkajian fisik, pemeriksaan
penunjang, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi
4. Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, dibawah
dan di belakang tuba falopii.Dua ligamen mengikat ovarium
pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar
uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis
lateral kira-kira setinggi Krista iliaka antero superior, dan
ligamentum ovari proprium.
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon.Saat lahir, ovarium wanita normal
mengandung sangat banyak ovum primordial
(primitif).Ovarium juga merupakan tempat utama produksi
hormon seks steroid (estrogen, progesterone, dan androgen)
dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi wanita normal.
Hormone estrogen adalah hormone seks yang di produksi
oleh rahim untuk merangsangpertumbuhan organ seks seperti
payudara dan rambut pubikserta mengatur sirkulasi
manstrubasi.Hormone estrogen juga menjaga kondisi kesehatan
dan elasitas dinding vagina.Hormone ini juga menjaga teksture
dan fungsi payudara.pada wanita hamil hormone estrogen
membuat puting payudara membesar dan
merangsangpertumbuhan kelenjar ASI dan memperkuat
dinding rahim saat terjadi kontraksimenjelang persalinan.
Hormone progesterone berfungsi untuk menghilangkan
pengaruh hormone oksitoksin yang dilepaskan oleh kelenjar
pituteri.Hormone ini juga melindungi janin dari serangan sel-
sel kekebalan tubuh dimana sel telur yang di buahi menjadi
benda asing dalam tubuh ibu.hormon androgen berfungsi untuk
menyeimbangkan antara hormon estrogen dan progesterone.
Tuba Falopii (Tuba Uterin)
Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm.
Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar,
lapisan otot tipis di bagian tengah, dan lapisan mukosa di
bagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar,
beberapa di antaranya bersilia dan beberapa yang lain
mengeluarkan secret. Lapisan mukosa paling tipis saat
menstruasi.Setiap tuba dan lapisan mukosanya menyatu dengan
mukosa uterus dan vagina.
Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muscular, pipih,
cekung yang tampak mirip buah pir terbalik. Pada wanita
dewasa yang belum pernah hamil, ringan uterus ialah 60 g.
Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan,
licin dan teraba padat. Derajat kepadatan ini bervariasi
bergantung kepada beberapa faktor.Misalnya, uterus
mengandung lebih banyak rongga selama fase sekresi.
Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan
peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.Fungsi-
fungsi ini esensial untuk reproduksi, tetapi tidak diperlukan
untuk kelangsungan fisiologis wanita.
Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium,
miometrium, dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau
leher.Tempat perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi
serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan bagian
vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3
cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil.
Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta
sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastis.
Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan
rectum dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang
dari introitus (muara eksterna di vestibulum di antara labia
minora vulva) sampai serviks.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat
melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan
serviks ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina
hanya sekitar7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior
sekitar 9 cm. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang
menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan
posterior.
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap
stimulasi estrogen dan progesterone.Sel-sel mukosa tanggal
terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-
sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk
mengukur kadar hormon seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau
bawah.Cairan sedikit asam.Interaksi antara laktobasilus vagina
dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di
atas lima, insiden infeksi vagina meningkat (Bobak,
Lowdermilk, Jensen, 2004).
Anatomi Fisiologi Kulit berhubungan dengan Insisi pada Sectio Caesare
a. Kulit
Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat.Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungandibentuk
oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika
didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh
gesekan.Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk. Jaringan ini
tidak memiliki pembuluh darah dan selselnya sangat rapat.
Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa
dan elastin.Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa
sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan
subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf.
Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak
pembuluh darah dan ujung syaraf.Lapisan ini mengikat kulit secara
longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya.Dalam
hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organ-
organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.Organ-organ di abdomen
dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium.Dalam tindakan
SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai
dinding uterus.
b. Fasia
c. Otot Perut
1. Otot dinding perut anterior dan lateral
2. Otot dinding perut posterior
Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang
abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca.
3. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
Kelainan pada letak kepala
- Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
4. KLASIFIKASI ( Jenis-Jenis)
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
1. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2. Bahaya peritonitis tidak besar.
3. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak
seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan
ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada
halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda.
Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan
terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan.
Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin
berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1. Atonia uteri
2. Plasenta accrete
3. Myoma uteri
4. Infeksi intra uteri berat
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita Pre Eklamsi Ringan menurut
(Bobak, Lowdermilk, Jansen 2004):
a. Pre Eklamsi Ringan
Bila tekanan sistolik > 140 mmHg kenaikan 30 mmHg diatas tekanan
biasa, tekanan distolik 90 mmHg, kenaikann 40 mmHg diatas tekanan
biasa, tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan
jarak 6 jam
Proteinuria sebesar 300 mg/dl dalam 25 jam atau > 1 gr/dl secara
random dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan
pada dua waktu dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah
bervariasi
Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak
terdengar. Edema timbul dengan didahului penambahan ringan badan
½ kg dalam seminggu atau lebih. Tambahan ringan badan yang banyak
ini disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian baru
edema nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat.
6. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
e. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinata
7. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak
yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.(Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002)
8. PENATALAKSANAAN
A. Perawatan awal
Letakan pasien dalam posisi pemulihan
Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
Transfusi jika diperlukan
Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan
pasca bedah
B. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
C. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
D. Fungsi gastrointestinal
Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
E. Perawatan fungsi kandung kemih
Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam
Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
J. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
L. TEKNIK PENATALAKSANAAN
Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis
tengah korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi
dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin
dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui
irisan tersebut.
Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat)
dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
- Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
- Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur
horizontal (lambert) dengan benang yang sama.
- Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-
sisa darah dan air ketuban
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
otak.
e. Uji laboratorium
- Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
- Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
- Panel elektrolit
- Skrining toksik dari serum dan urin
- AGD
- Kadar kalsium darah
f. Kadar natrium darah
g. Kadar magnesium darah
I. DATA DEMOGRAFI
Nama klien : Ny.V
Umur klien : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Nama suami : Tn.J
Umur suami : 31 Tahun
Alamat : Jl. Fatmawati dalam
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Diagnosa medic : Post Partum Sectio Caesarea
Tgl masuk RS : 27 November 2019
No RM : 122420
Tgl pengkajian : 27 November 2019
Selain itu, klien juga mengeluh bahwa tidak bisa menyusui karena puting terlalu
besar, bayinya selalu menolak dan menangis. Klien mengatakan sudah BAB sejak
1 hari post operasi dan klien tampak BAK lancar.
Kondisi bayi setelah lahir sehat : bayi berjenis kelamin laki-laki dengan BBL:
2700gr, PB : 47cm, LK/LD: 30cm/32cm. A/s : __/___
Plasenta membulat : ukuran cm. berat 500gr, panjang tali pusat: 50cm.
JKEP Mater jumlah Perdarahan : ±200 cc
V. DATA BAYI SAAT INI
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan lahir : 2700 gram
Lingkar kepala : 47 cm
Lingkar dada : 30 cm
Panjang badan : 32 cm
Lingkar lengan atas : 12 cm
X. PEMERIKSAAN FISIK
Penampilan umum : klien tampak tenang
Kesadaran : compos mentis
Tinggi badan : 148 cm
Berat badan : 80 kg (selama hamil) sebelum hamil (61kg)
Vital sign :TD 175/70 mmHg N : 99x/menit S : 36,7 o C RR : 20 x/menit
Komponen Review of system Pemeriksaan fisik
Kulit, rambut, kuku Pertumbuhan rambut merata, bersih,
kuku dan kulit tampak bersih,
CRT<3 detik
Komponen Hasil
Pola persepsi kesehatan.
Pola nutrisi dan metabolik Klien mengatakan nafsu makan klien seperti biasa, 3x
sehari, makanan yang disediakan dapat dihabiskan.
Klien mengatakan minum ± 8-10 gelas sehari
Pola eliminasi Klien mengatakan belum BAB setelah operasi
Pola aktivitas latihan Klien mengatakan rentang gerak klien terbatas karena masih
terpasang kateter
Pola istirahat dan tidur Klien mengatakan istirahat tidur terganggu karena nyeri
luka operasi
Pola persepsi-kognitif
Pola persepsi diri
Pola hubungan - peran
Pola seksualitas - reproduksi Klien mengatakan tidak ada gangguan/masalah pada system
reproduksi dan seksualitas
Pola stress - koping
Pola kepercayaan dan nilai-nilai
Ceftriaxone 1x1 gr
Metronidazole 1x1
ketoprofen 2x1
asam tranexamat
2x1
IV. ANALISA DATA
No Data Senjang Masalah
Keperawatan
1 DS : Klien mengatakan nyeri pada luka operasi Nyeri Akut
P : luka post operasi sc
Q: seperti teriris-iris
R: pada abdomen
S: skala nyeri 6
T: Timbul Terus menerus
DO:
Pasien mengeluh nyeri Wajah tampak meringis
Vital sign :TD 175/70 mmHg N : 99x/menit
S : 36,7 o C RR : 20 x/menit