Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Persalinan merupakan fase terakhir dalam kehamilan. kelahiran plasenta

dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih kembali seperti keadaan sebelum

hamil di sebut dengan masa nifas. Masa nifas berlangsung selama 6-8 minggu.

Selma masa nifas perlu diperhatikan ibu, karena angka kematian pada ibu 359

per 100.000 kelahiran terjadi pada masa nifas (kementrian kesehatan RI, 2014).

KI merupakan sebagai pengukuran untuk menilai keadaan pelayanan obstretri

disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstretri masih buruk,

sehingga memerlukan perbaikan. Dari laporan WHO di Indonesia merupakan

salah satu angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu 420 per 100.000 kelahiran

hidup, bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Penyebab dari meningkatnya angka kematian ibu yaitu adanya komplikasi

yang dialami oleh ibu. Berdasarkan laporan WHO (2013), kematian ibu di dunia

disebabkan pre-eklamsi 28%, perdarahan 27%, eklampsi 14%, aborsi tidak aman

8%, infeksi 11%, penyulit persalinan 9%, dan emboli 14%. Menurut Profil

Kesehatan Indonesia (2012) kasus obstetrik terbanyak (56,06%) disebabkan oleh

penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya diikuti dengan kehamilan

yang berakhir abortus (26%). Penyebab kematian terbesar adalah pre eklampsi

dan eklampsi dengan case fatality rate (CFR) 2,35%, proporsi kasusnya 49 %

dari keseluruhan kasus obstetri. Di Indonesia angka kejadian operasi sesar juga

terus meningkat baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta.

Menurut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan

terjadi kecenderungan peningkatan operasi sesar di Indonesia dari tahun 1991

sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8 persen. Persalinan sesar di kota jauh lebih tinggi

dibandingkan di desa yaitu 11 persen dibandingkan 3,9 persen. Hasil Riskesdas

tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan metode operasi sesar sebesar 9,8
persen dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2013,

dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi

Tenggara (3,3%).

Perawatan pada ibu postpartum perlu diperhatikan. Perawatan Perawatan

masa nifas mencakup berbagai aspek mulai dari pengaturan dalam mobilisasi,

anjuran untuk kebersihan diri , pengaturan diet, pengaturan miksi dan defekasi,

perawatan payudara (mamma) yang ditujukan terutama untuk kelancaran

pemberian air susu ibu guna pemenuhan nutrisi bayi, serta kondisi psikologis ibu.

Perawatan pada postpartum ini sangat berfungsi untuk peningkatan kesehatan

pada ibu sehingga lebih mudah dalam merawat anaknya.

B. Tujuan

a. Tujuan Umum
Menggambarkan pengelolaan kasus atau asuhan keperawatan pada klien
dengan Post Partum Sectio Caesarea di Ruang kebidanan Rumah Sakit Umun
Depati Hamzah Pangkalpinang tahun 2019.

b. Tujuan Khusus
1) Mampu mengkaji klien dengan Post Partum Sectio Caesarea di Ruang
kebidanan Rumah Sakit Umun Depati Hamzah.
2) Mampu merumuskan rencana tindakan selama memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Post Partum Sectio Caesarea di Ruang
kebidanan Rumah Sakit Umun Depati Hamzah.
3) Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien Post Partum
Sectio Caesarea di Ruang kebidanan umah Sakit Umun Depati Hamzah.
4) Mampu melakukan evaluasi pada klien Post Partum Sectio Caesarea di
Ruang kebidanan Rumah Sakit Umun Depati Hamzah.

c. Ruang Lingkup
Asuhan keperawatan pada klien Ny.V dengan Post Partum Sectio
Caesarea di Ruang kebidanan Rumah Sakit Umun Depati Hamzah
Pangkalpinang, yang dilaksanakan pada tanggal 27 November sampai 29
November 2019.
d. Metode Penulisan
dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskripsi dengan
cara :
1. Teknik anamnesa
Yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung
pada pasien dan keluarga untuk memperoleh data yang lengkap dan valid.
2. Teknik Observasi
Yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan penulisan
secara langsung dan menggunakan panca indra dalam mencari data
penunjang masalah kesehatan pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
Yaitu metode pengumpulan data dengan cara memeriksa kondisi kesehatan
pasien melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
4. Study keperpustakaan
Yaitu mempelajari buku-buku literature untuk mendapatkan konsep dasar
dalam penyususnan makalah ini secara teoritis yang kemudian
diaplikasikan dalam bentuk kasus kelolaan.
5. Study Dokumentasi
Yaitu mengumpulkan data dari status klien, catatan keperawatan, dan
catatan perkembangan yang berhubungan dengan pasien.

e. Sistematis Penulisan
Sistematis penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab, yaitu :
1. Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan makalah, ruang
lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab II Landasan Teoritis, terdiri dari definisi, anatomi dan fisiologi,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan medis, konsep asuhan keperawatan
teoritis meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan.
3. Bab III Asuhan keperawatan dengan kasus Efusi Pleura terdiri dari
identitas pasien, riwayat keperawatan, pengkajian fisik, pemeriksaan
penunjang, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi
4. Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat
badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

2. Anatomi dan Fisiologi


 Anatomi dan Fisiologi sistem reproduksi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ
eksterna berfungsi dalam berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ
interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan
perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan
berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
a. Struktur Eksterna
b. Struktur Internal

 Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, dibawah
dan di belakang tuba falopii.Dua ligamen mengikat ovarium
pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar
uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis
lateral kira-kira setinggi Krista iliaka antero superior, dan
ligamentum ovari proprium.
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon.Saat lahir, ovarium wanita normal
mengandung sangat banyak ovum primordial
(primitif).Ovarium juga merupakan tempat utama produksi
hormon seks steroid (estrogen, progesterone, dan androgen)
dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi wanita normal.
Hormone estrogen adalah hormone seks yang di produksi
oleh rahim untuk merangsangpertumbuhan organ seks seperti
payudara dan rambut pubikserta mengatur sirkulasi
manstrubasi.Hormone estrogen juga menjaga kondisi kesehatan
dan elasitas dinding vagina.Hormone ini juga menjaga teksture
dan fungsi payudara.pada wanita hamil hormone estrogen
membuat puting payudara membesar dan
merangsangpertumbuhan kelenjar ASI dan memperkuat
dinding rahim saat terjadi kontraksimenjelang persalinan.
Hormone progesterone berfungsi untuk menghilangkan
pengaruh hormone oksitoksin yang dilepaskan oleh kelenjar
pituteri.Hormone ini juga melindungi janin dari serangan sel-
sel kekebalan tubuh dimana sel telur yang di buahi menjadi
benda asing dalam tubuh ibu.hormon androgen berfungsi untuk
menyeimbangkan antara hormon estrogen dan progesterone.
 Tuba Falopii (Tuba Uterin)
Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm.
Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar,
lapisan otot tipis di bagian tengah, dan lapisan mukosa di
bagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar,
beberapa di antaranya bersilia dan beberapa yang lain
mengeluarkan secret. Lapisan mukosa paling tipis saat
menstruasi.Setiap tuba dan lapisan mukosanya menyatu dengan
mukosa uterus dan vagina.
 Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muscular, pipih,
cekung yang tampak mirip buah pir terbalik. Pada wanita
dewasa yang belum pernah hamil, ringan uterus ialah 60 g.
Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan,
licin dan teraba padat. Derajat kepadatan ini bervariasi
bergantung kepada beberapa faktor.Misalnya, uterus
mengandung lebih banyak rongga selama fase sekresi.
Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan
peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.Fungsi-
fungsi ini esensial untuk reproduksi, tetapi tidak diperlukan
untuk kelangsungan fisiologis wanita.
 Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium,
miometrium, dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
 Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau
leher.Tempat perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi
serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan bagian
vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3
cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil.
Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta
sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastis.
 Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan
rectum dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang
dari introitus (muara eksterna di vestibulum di antara labia
minora vulva) sampai serviks.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat
melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan
serviks ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina
hanya sekitar7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior
sekitar 9 cm. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang
menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan
posterior.
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap
stimulasi estrogen dan progesterone.Sel-sel mukosa tanggal
terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-
sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk
mengukur kadar hormon seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau
bawah.Cairan sedikit asam.Interaksi antara laktobasilus vagina
dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di
atas lima, insiden infeksi vagina meningkat (Bobak,
Lowdermilk, Jensen, 2004).
 Anatomi Fisiologi Kulit berhubungan dengan Insisi pada Sectio Caesare
a. Kulit

Lapisan Kulit pada Abdomen

 Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat.Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungandibentuk
oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika
didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh
gesekan.Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk. Jaringan ini
tidak memiliki pembuluh darah dan selselnya sangat rapat.
 Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa
dan elastin.Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa
sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan
subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf.
 Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak
pembuluh darah dan ujung syaraf.Lapisan ini mengikat kulit secara
longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya.Dalam
hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organ-
organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.Organ-organ di abdomen
dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium.Dalam tindakan
SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai
dinding uterus.

b. Fasia

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang


dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia profunda
terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan
ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia
membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan
terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis.
Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel
lapisan lemak. Fasia adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama
meliputi struktur tubuh.

c. Otot Perut
1. Otot dinding perut anterior dan lateral
2. Otot dinding perut posterior
Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang
abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca.
3. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
 Kelainan pada letak kepala
- Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
 Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
 Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
 Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
4. KLASIFIKASI ( Jenis-Jenis)
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
1. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2. Bahaya peritonitis tidak besar.
3. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak
seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan
ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada
halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda.
Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan
terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan.
Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin
berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1. Atonia uteri
2. Plasenta accrete
3. Myoma uteri
4. Infeksi intra uteri berat

5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita Pre Eklamsi Ringan menurut
(Bobak, Lowdermilk, Jansen 2004):
a. Pre Eklamsi Ringan
 Bila tekanan sistolik > 140 mmHg kenaikan 30 mmHg diatas tekanan
biasa, tekanan distolik 90 mmHg, kenaikann 40 mmHg diatas tekanan
biasa, tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan
jarak 6 jam
 Proteinuria sebesar 300 mg/dl dalam 25 jam atau > 1 gr/dl secara
random dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan
pada dua waktu dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah
bervariasi
 Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak
terdengar. Edema timbul dengan didahului penambahan ringan badan
½ kg dalam seminggu atau lebih. Tambahan ringan badan yang banyak
ini disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian baru
edema nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat.

b. Pre Eklamsi berat


 Tekanan Darah sistolik >160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg pada
dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan posisi ibu
tirah baring.
 Proteinuria >5 gram dalam urin 24 jam atau lebih dari +3 pada
pemeriksaan diagnostik setidaknya pada 2x pemeriksaan
acakmenggunakan contoh urin yang diperoleh cara bersih dan berjarak
setidaknya 4 jam
 Oliguria < 400 mml dalam 24 jam
 Gangguan otak atau gangguan penglihatan
 Nyeri Ulu ati
 Edema Paru/ sianosis
c. Eklamsia
 Kejang – kejang / koma
 Nyeri pada daerah frontal
 Nyeri epigastrium
 Penglihatan semakin kabur
 Mual, muntah.

6. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
e. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinata

7. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak
yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.(Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002)
8. PENATALAKSANAAN
A. Perawatan awal
 Letakan pasien dalam posisi pemulihan
 Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
 Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
 Transfusi jika diperlukan
 Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan
pasca bedah
B. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

C. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
D. Fungsi gastrointestinal
 Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
 Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
 Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
 Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
E. Perawatan fungsi kandung kemih
 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam
 Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
 Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
 Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas
 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

F. Pembalutan dan perawatan luka


 Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
 Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
 Ganti pembalut dengan cara steril
 Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
 Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan
kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC

G. Jika masih terdapat perdarahan


 Lakukan masase uterus
 Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik
atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin

H. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai


pasien bebas demam selama 48 jam :
 Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
I. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
 Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
 Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
 Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
 Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu

J. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

K. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan


 Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
 Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
 Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan
lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
 Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
 Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
 Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
 Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
 Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila
terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang
mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik,
narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi
dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-
15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri
dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
 Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
 Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia;
regional atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan
sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan
pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan
ditandatangani. Pemasangan kateter fole

L. TEKNIK PENATALAKSANAAN
 Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
 Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis
tengah korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi
dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
 Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin
dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui
irisan tersebut.
 Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat)
dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
 Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
 Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
- Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
- Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur
horizontal (lambert) dengan benang yang sama.
- Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
 Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-
sisa darah dan air ketuban
 Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

 Bedah Caesar Transperitoneal Profunda


 Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan
secara melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah
bawah dan samping.
 Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah
rahim kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina.
Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih
sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua
jari operator.
 Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin
dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan
tersebut.
 Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
 Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua
tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
 Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
 Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
- Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
- Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur
horizontal (lambert) dengan benang yang sama.
- Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
 Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-
sisa darah dan air ketuban
 Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

 Bedah Caesar Ekstraperitoneal


 Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum.
Peritoneum kemudia digeser kekranial agar terbebas dari
dinding cranial vesika urinaria.
 Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah
Caesar transperitoneal profunda demikian juga cara
menutupnya.

 Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)


 Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar
klasik/corporal demikian juga cara melahirkan janinnya.
 Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan
menggunakan klem secukupnya.
 Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
 Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di
klem (2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga
ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
 Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama.
Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
 Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan
benang sutera no. 2.
 Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan
chromic catgut (no.1 atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan
antiseptic)
 Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada
tunggul serviks uteri.
 Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul
dan visera abdominis.
 Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
otak.
e. Uji laboratorium
- Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
- Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
- Panel elektrolit
- Skrining toksik dari serum dan urin
- AGD
- Kadar kalsium darah
f. Kadar natrium darah
g. Kadar magnesium darah

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register  , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
- Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
- Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
- Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
- Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
- Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
- Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
- Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
- Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
- Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
- Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
- Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi 
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
- Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
 Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
 Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
 Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
 Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
 Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
 Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi
areola mamae dan papila mamae
 Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
 Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
 Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
 Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
f. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC


Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan  kurangnya pengetahuan
ibu tentang cara menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan  injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar
dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan  kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan  luka operasi
BAB III
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.V
DENGAN POST SECTIO CAESAREA DI RUANG KEBIDANAN
RUMAH SAKIT DEPATI HAMZAH TAHUN 2019

I. DATA DEMOGRAFI
Nama klien : Ny.V
Umur klien : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Nama suami : Tn.J
Umur suami : 31 Tahun
Alamat : Jl. Fatmawati dalam
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Diagnosa medic : Post Partum Sectio Caesarea
Tgl masuk RS : 27 November 2019
No RM : 122420
Tgl pengkajian : 27 November 2019

II. KELUHAN UTAMA SAAT INI


Klien mengatakan nyeri pada area post operasi
P : luka post operasi sc
Q: seperti teriris-iris
R: pada abdomen
S: skala nyeri 6
T: Timbul Terus menerus

Selain itu, klien juga mengeluh bahwa tidak bisa menyusui karena puting terlalu
besar, bayinya selalu menolak dan menangis. Klien mengatakan sudah BAB sejak
1 hari post operasi dan klien tampak BAK lancar.

III. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu

IV. RIWAYAT PERSALINAN DAN KELAHIRAN SAAT INI

Kondisi Kehamilan ……………………… : P4A0, HPM: klien mengatakan


semenjak klien berhenti KB klien tidak menstruasi , HPL : ______________, UK:
menurut tafsiran dokter usia kehamilan 37 minggu TFU:__cm,TBJ:____gr,
Proses Persalinan melalui operasi caesarea
Dengan anestesi + analgetik: lidocain 100mg

Kondisi bayi setelah lahir sehat : bayi berjenis kelamin laki-laki dengan BBL:
2700gr, PB : 47cm, LK/LD: 30cm/32cm. A/s : __/___
Plasenta membulat : ukuran cm. berat 500gr, panjang tali pusat: 50cm.
JKEP Mater jumlah Perdarahan  : ±200 cc
V. DATA BAYI SAAT INI
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Berat badan lahir : 2700 gram
 Lingkar kepala :  47 cm
 Lingkar dada : 30 cm
 Panjang badan : 32 cm
 Lingkar lengan atas : 12 cm

APGAR SCORE 1 Menit 5 menit


Denyut jantung 2 2
Pernafasan 2 2
Tonus otot 2 2
Peka rangsang 1 2
Warna kulit 2 2
Jumlah 9 10

VI. KEADAAN PSIKOLOGIS IBU


klien tampak bahagia atas kehadiran anak ke empat mereka

VII. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga

VIII. RIWAYAT GINEKOLOGI


Klien mengatakan tidak ada riwayat ginekologi

IX. RIWAYAT OBSTETRI


Usia menarche : pada umur 11 tahun
Siklus menstruasi : 28 hari
Lamanya menstruasi : 7 hari
G4 P4 A0                   
Umur kehamilan                      : minggu
Riwayat pemakaian kontrasepsi : klien mengatakan pernah menggunakan alat
kontrasepsi suntik 3 bulan sekali

X. PEMERIKSAAN FISIK
Penampilan umum : klien tampak tenang
Kesadaran : compos mentis
Tinggi badan : 148  cm
Berat badan : 80 kg (selama hamil) sebelum hamil (61kg)
Vital sign :TD 175/70 mmHg    N : 99x/menit S : 36,7 o C  RR : 20 x/menit
Komponen Review of system Pemeriksaan fisik
Kulit, rambut, kuku Pertumbuhan rambut merata, bersih,
kuku dan kulit tampak bersih,
CRT<3 detik

Kepala, mata, dan Kepala simetris,


leher Mata : konjungtiva merah muda
Leher : tidak tampak dan tidak
teraba pembesaran kelenjar getah
bening
Telinga Telinga tampak bersih, klien masih
mampu mendengar dengan baik
Mulut, tenggorokan Mulut bersih, mukosa merah muda,
dan hidung tenggorokan tidak tampak benjolan,
hidung tidak ada kelainan/sumbatan.
Penciuman dan pengecapan klien
baik
Thoraks dan paru Thoraks Simetris, Tidak ada nyeri
tekan, sonor, vasikuler

Payudara Puting menonjol, aerola mamae


meluas, tidak ada varies, ASI belum
keluar
Jantung Tidak teraba pembengkakan, suara
jantung teratur

Abdomen Abdomen simetris , terdapat striac


Bising usus (+), Tympani, TFU 2cm
dibawah balotemen, tampak adanya
luka operasi

Genetalia terpasang kateter, bersih, tidak ada


infeksi, perdarahan normal

Anus dan rectum Tidak terdapat hemoroid, tidak


terdapat iritasi

Muskuloskeletal Kekuatan otot 5 sama kuat baik


ekstremitas atas dan bawah
I. RIWAYAT KESEHATAN

Komponen Hasil
Pola persepsi kesehatan.

Pola nutrisi dan metabolik Klien mengatakan nafsu makan klien seperti biasa, 3x
sehari, makanan yang disediakan dapat dihabiskan.
Klien mengatakan minum ± 8-10 gelas sehari
Pola eliminasi Klien mengatakan belum BAB setelah operasi
Pola aktivitas latihan Klien mengatakan rentang gerak klien terbatas karena masih
terpasang kateter
Pola istirahat dan tidur Klien mengatakan istirahat tidur terganggu karena nyeri
luka operasi
Pola persepsi-kognitif
Pola persepsi diri
Pola hubungan - peran
Pola seksualitas - reproduksi Klien mengatakan tidak ada gangguan/masalah pada system
reproduksi dan seksualitas
Pola stress - koping
Pola kepercayaan dan nilai-nilai

II. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


LAINNYA
Tanggal pemeriksaan 27/11/2019
 
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Golongan B+
darah
Darah Rutin
Hemoglobin 11,1 13.5 – 17.5 9 / dl
Lekosit 10,3 4 – 10 Ribu
Eritrosit 3,79 4.5 – 6.8 Juta
Hematrokit 32 40 – 50 %
MCV 84
MCH 29
MCHC 35
Trombosit 22,5 150 – 400 ribu
RDW.CV 14,8
GDS 129

III. TERAPI MEDIS

Tanggal Jenis terapi Dosis


27/11/2019 IVFD RL + 2 ampul 20 tpm
oxytocin

Ceftriaxone 1x1 gr

Metronidazole 1x1
ketoprofen 2x1
asam tranexamat
2x1
IV. ANALISA DATA
No Data Senjang Masalah
Keperawatan
1 DS : Klien mengatakan nyeri pada luka operasi Nyeri Akut
P : luka post operasi sc
Q: seperti teriris-iris
R: pada abdomen
S: skala nyeri 6
T: Timbul Terus menerus

DO:
 Pasien mengeluh nyeri Wajah tampak meringis
 Vital sign :TD 175/70 mmHg    N : 99x/menit
S : 36,7 o C  RR : 20 x/menit

2. Ds: klien mengatakan ASI belum keluar Menyusui tidak efektif


Do :
-

3. Ds: klien mengatakan nyeri post operasi sc Resiko infeksi


Do:
- Tampak adanya perban luka post operasi

Anda mungkin juga menyukai