This research was conducted at the coral reefs area in the eastern part of Bunaken from the 22nd
to 28th May 2018 using PIT (Point Intercept Transect) method as long as 25 meters placed in
the depth of 5 meters. The result of the research showed that the average level of coral reef
health in the eastern part of Bunaken Island was 41.2 % with the average number of unhealthy
coral reefs was 15 colonies for each transect. This indicated that the condition of coral reef
health in the area was good enough.
Key words: Healthy coral, Point Intercept Transect, Fair Category.
Penelitian ini telah dilaksanakan di daerah terumbu karang bagian timur Pulau Bunaken pada
tanggal 22-28 Mei 2018. Dengan menggunakan metode PIT (Point Intercept Transect)
sepanjang 25 meter yang diletakkan pada kedalaman 5 meter. Hasil penelitian mendapatkan
bahwa secara umum persentase tingkat kesehatan karang di daerah terumbu karang Pulau
Bunaken bagian timur sebesar 41,2 % dengan jumlah karang yang tidak sehat rata-rata di atas
15 koloni setiap transek. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kesehatan karang di daerah
tersebut berada pada kategori cukup.
Kata kunci. Karang sehat, Point Intercept Transect, kategori cukup
PENDAHULUAN
Taman Nasional Bunaken terletak di Propinsi Sulawesi Utara Indonesia, berada di pusat
segitiga terumbu karang, taman ini menjadi kawasan konservasi yang penting secara global
dengan cakupan luas dari berbagai ekosistem pesisir dan lautan yang menyediakan habitat bagi
390 spesies terumbu karang maupun banyak spesies ikan, moluska, reptil dan mamalia laut.
Dengan cakupan luasan total sebesar 79,057 ha, taman ini terdiri dari bagian utara dan selatan:
bagian utara terdiri dari lima pulau,yaitu Bunaken, Siladen, Manado Tua, Mantehage dan Naen;
dan sebuah kawasan pesisir antara Molas dan Tiwoho (Pantai Molas – Wori) dan bagian selatan
yang terdiri dari kawasan pesisiran antara Desa Poopoh dan Desa Popareng (Pesisir Arakan –
Wawontulap) (Mehta, 1999). Sebaran terumbu karang yang indah dan unik mengakibatkan
Taman Nasional Bunaken (TNB) ini menjadi destinasi wisata bahari, terutama para penyelam
dari seluruh dunia dan merupakan destinasi wisata utama di Sulawesi Utara. Pulau Bunaken
sebagai bagian dari TNB merupakan tujuan utama wisatawan baik domestik maupun manca
negara karena letaknya yang sangat stategis dan pada umumnya para wisatawan terkonsentrasi
di Pulau ini. Dengan hamparan terumbu karang yang luas, diiringi dengan topografi bawah laut
yang menarik menjadikan pulau ini sebagai ikon utama destinasi di Sulawesi Utara. Banyaknya
kunjungan wisatawan di Pulau ini, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap terumbu
karangnya, terutama dari segi persentase tutupan dan kesehatannya. Oleh karena itu maka
dilakukanlah penelitian untuk menilai kesehatan terumbu karang di TNB yang lebih difokuskan
pada terumbu karang Pulau Bunaken pada sisi timur dari Pulau tersebut.
KAJIAN TEORETIK
Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang yang terkenal di dunia adalah ekosistem terumbu karang yang
terdapat di Kawasan Taman Nasional BunakenSulawesi Utara. Kawasan ini telah ditetapkan
sejak tahun 1991 melalui SK Menteri Kehutanan no 730/kpts-II/1991 dan terdiri dari Pulau
Bunaken, Pulau Manado Tua, Pulau Siladen, Pulau Mantehage, Pulau Nain dan kawasan
tanjung pisok dibagian utara serta ditambah kawasan Poopoh, Arakan, Wawontulap pada
bagian selatan. Keseluruhan kawasan Taman Nasional Bunaken ini memiliki luas areal sebesar
89.065 Ha (Kambey, 2014). Terumbu karang adalah organisme yang hidup di dasar perairan
laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang
jenis anthozoa dari klas Scleractinia, yang mana termasuk hermatipic corals atau jenis-jenis
karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (Vaughan
dan Wells (1943) dalam Supriharyono (2000). Struktur bangunan batuan kapur tersebut
(CaCO3) cukup kuat, sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut.
Sedangkan asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup di sini disamping Scleractinian
corals adalah algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur (Dawes, 1981 dalam
Supriharyono 2000). Terumbu karang memainkan peranan penting dalam perlindungan garis
pantai dari abrasi gelombang, terutama mengurangi dampak gelombang dan gelombang badai
tropis. Fungsi perlindungan dari terumbu karang ini penting terutama untuk masa depan
(Rangkuti dkk, 2017). Terumbu karang sangat peka terhadap pengaruh lingkungan yang
bersifat fisik dan kimia. Pengaruh tersebut dapat menyebabkan perubahan komunitas karang
serta menjadi penghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Pada dasarnya kerusakan
terumbu karang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi faktor fisik, biologi dan
aktivitas manusia (Rangkuti dkk, 2017). Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara
lain: sebagai gudang keanekaragaman hayati biota-biota laut. Tempat tinggal sementara atau
tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan dan tempat berlindung bagi hewan laut
lainnya. Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus biologi,
kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi.
Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan
sumber obat obatan. Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan
sumber utama bahan-bahan konstruksi (Suharsono, 1996).
Kesehatan Karang
Kesehatan terumbu karang dapat dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor manusia. Aktivitas
pembangunan di daerah pesisir terutama reklamasi akan menyebabkan gangguan kesehatan
pada karang. Sedimentasi dan polusi yang tinggi serta pencemaran sampah baik padat maupun
cair turut juga berperan pada menurunnya tingkat kesehatan terumbu karang. Selain itu juga
penurunan kesehatan karang bisa disebabkan oleh faktor alam, misalnya terjadinya kenaikan
suhu perairan, perubahan pH, salinitas, pestisida, spesies invasive, badai, pariwisata dan
pemangsaan di mana ada beberapa jenis ikan yang menjadikan karang sebagai menu utamanya.
Selain itu juga kompetisi untuk mendapatkan ruang dengan hewan lain, terserang penyakit dan
pigmentasi menyebabkan kesehatan terumbu karang akan menurun. Perubahan iklim global
menjadi ancaman yang besar terhadap terumbu karang. Peningkatan suhu permukaan laut
menyebabkan seringnya terjadi pemutihan karang (coral bleaching) dengan tingkat kerusakkan
yang lebih besar (Rangkuti dkk, 2017). Kusen dkk (2016) menyatakan bahwa peningkatan 2-3
o
C di atas suhu rataan tahunan selama 1-2 bulan dapat menyebabkan pemutihan pada sejumlah
karang seperti Acropora dan Pocillopora. Ikan ikan memakan alga, akan tetapi hal ini secara
tidak langsung dapat memperlambat pertumbuhan karang. Pengaruh grazing oleh bulu babi
seperti Diadema dan Eucidaris pada kepadatan yang tinggi akan memakan semua organisme,
dan dengan demikian akan menghalangi pertumbuhan karang (Nybakken, 1992). Penyakit
karang didefinisikan sebagai semua bentuk gangguan terhadap kesehatan karang yang
berdampak terhadap perubahan fungsi fisiologis. Penyakit karang timbul akibat kombinasi dan
interaksi antara karang sebagai inang, media penularan dan tekanan dari lingkungan. Infeksi
oleh virus, bakteri, fungi dan Protista adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor biotis,
sedangkan gangguan kesehatan karang secara abiotis disebabkan oleh tekanan lingkungan
seperti suhu, sedimen, toksik dan radiasi ultra violet (Raymundo et al, 2008 dalam Abrar dkk
(2012).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Kegiatan
Penelitian ini telah dilakukan di daerah terumbu karang Pulau Bunaken Sulawesi Utara
(Gambar 1) pada bulan Mei sampai Juli 2018. Pengambilan data dilakukan pada 5 titik
penelitian pada daerah terumbu karang Bunaken bagian timur yang meliputi Bunaken Timur,
Bunaken Timur 2, Pangalisang, Pangalisang 2 dan depan Kuskus Resort.
Tim peneliti terdiri dari 4 orang personel, yang terdiri atas 2 orang untuk survei karang dan
karang yang diduga tidak sehat, 1 orang sebagai penarik meter dan 1 orang untuk mengambil
data kondisi fisik perairan. Kedalaman ditentukan antara 3-5 meter dan transek ditarik sejajar
garis pantai. Roll meter diletakkan pada dasar subtrat kemudian ditarik sepanjang 25 meter.
Kemudian peneliti pertama mencatat jumlah kehadiran tiap bentik per titik yang berada
dibawah transek setiap interval 50 cm (0,5 m) sampai pada titik terakhir yaitu 2.500 cm (25 m)
sehingga didapatkan total 50 titik. Jumlah titik yang dibawahnya terdapat koloni karang batu,
atau biota lain atau substrat masing-masing dikelompokkan dan dihitung persentase
tutupannya. Pengamatan karang yang dianggap tidak sehat seperti terkena penyakit, bleaching,
ditumbuhi sponge dan lain-lain oleh peneliti ke dua di lokasi transek dengan mengunakan
metode Underwater Visual Census (UVC) pada bidang pengamatan seluas 2 x 25 m, yaitu
dengan cara peneliti berenang sepanjang garis transek kemudian mencatat dan menghitung
karang yang tidak sehat.
Analisis Data
a. Persentase tutupan karang, menggunakan perhitungan menurut Manuputty dan Djuwariah
(2009), yaitu:
Jumlah Tiap
Komponen
% Tutupan Komponen = ------------------ x 100%
Jumlah Total
Komponen
IM = KM / KM+KH
Dimana:
IM = Indeks kematian karang
KM = Karang Mati
KH = Karang Hidup
47% 41%
CORAL
ALGAE
SOFT CORAL
OTHER FAUNA
DEAD CORAL
4%
2% ABIOTIK
2% 5%
19% 12%
0%
0%
67% 2%
Stasiun Pangalisang 2
Stasiun ini berada pada bagian timur dari Pulau Bunaken dengan titik koordinat pengambilan
data pada 01036’09,0” LU dan 124046’58,9” BT. Dari hasil penelitian yang didapatkan
(Gambar 4), bahwa persentase tutupan karang hidup sebesar 38 % hal ini menandakan bahwa
terumbu karangnya berada pada kategori cukup, sehingga dapat dikatakan bahwa kesehatan
karangnya berada pada level yang cukup. Akan tetapi jumlah persentase tutupan alga juga
dapat dikatakan cukup besar yaitu 4 % dan komponen abiotik sebesar 48 % mengindikasikan
bahwa terumbu karang di daerah ini mengalami ancaman kerusakkan dan akan berdampak
pada tingkat kesehatannya. Kehadiran persentase tutupan alga (4%), akan mempengaruhi
proses peletakan larva karang dan pertumbuhan karang itu sendiri. Karang yang kurang sehat
akan cepat mati karena ditutupi alga. Persentase tutupan pecahan karang yang hancur
berantakan (unconsolidated rubble) sebesar 42% akan menyebabkan semakin rendah potensi
pemulihan terumbu karang kerusakkan karang.
38%
48%
4%
1% 9% 0%
Hal ini berimbas pada kesehatan terumbu karang di daerah Pangalisang 2. Walaupun persentase
tutupan karangnya sebesar 38 %, namun ada 68 koloni karang yang mengalami gangguan
kesehatan. Gangguan kesehatannya berupa karang yang ditempati organisme lain, bleaching
dan koloni karang yang mengalami “eroded” pada jaringannya, gigitan ikan, akibat
sedimentasi, ditutupi oleh alga (algae overgrowth) dan ditumbuhi sponge. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa pada umumnya di daerah ini karang massive adalah karang yang sering
kali mengalami gangguan kesehatan. Kondisi perairan berupa temperatur masih berada pada
kondisi yang baik untuk pertumbuhan karang, dimana suhu perairannya adalah 28 0C.
Stasiun Pangalisang
Titik pengambilan data pada lokasi ini yaitu 01036’19,4” LU dan 124046’58,3” BT. Hasil
penelitian (Gambar 5) bahwa karang pada daerah ini berada pada kategori “cukup” dengan
persentase tutupan karang batu sebesar 42%, tutupan alga sebesar 2% dengan karang lunak
(soft coral) sebesar 3%, fauna lain 8% dan persentase abiotik sebesar 45%. Hasil penelitian
juga menunjukkan bawah persentase tutupan karang mati adalah 0%, artinya tidak ditemukan
karang yang mati.
CORAL ALGAE SOFT CORAL
0%
8% 3% 2%
Dengan persentase tutupan karang 42% dapat dikatakan bahwa kesehatan terumbu pada daerah
ini masih “cukup”. Namun ada 27 koloni karang batu yang mengalami gangguan atau terancam
kesehatannya. Beberapa gangguan kesehatan yang dijumpai yaitu adanya bleaching, ulterative
white spot, ditumbuhi ascidian, christmas tree, alga dan crinoid, kerusakkan dan kematian pada
jaringan karang, perubahan warna yang mulai memucat, patah dan sudah tidak menempel pada
substratnya lagi, pemangsaan oleh moluska Drupella cornus dan pigmentasi. Suhu perairan
pada daerah ini sebesar 28 0C dan sangat baik dalam menunjang pertumbuhan karang batu.
56%
3%
5%
1% 2%
Dengan persentase tutupan karang 56 % dapat dikatakan bahwa kesehatan terumbu pada daerah
ini masih “baik”. Namun ada 69 koloni karang batu yang mengalami gangguan atau terancam
kesehatannya. Gangguan-gangguan tersebut yaitu koloni karang yang ditumbuhi cacing
Christmas tree, ascidian, alga dan sponge. Kemudian ada koloni karang juga yang mengalami
eroded dan bleaching.
CORAL ALGAE
SOFT CORAL OTHER FAUNA
DEAD CORAL ABIOTIK
41% 51%
2%
1% 5% 0%
SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat kesehatan
terumbu karang Pulau Bunaken bagian timur berada pada kategori cukup/fair. Tingkat
kesehatan karang stasiun depan kuskus resort berada pada kategori baik. Tingkat kesehatan
karang pada stasiun Pangalisang berada pada kategori cukup/fair. Tingkat kesehatan karang
pada stasiun Pangalisang 2 berada pada kategori cukup/fair. Tingkat kesehatan karang pada
stasiun Bunaken Timur berada pada kategori sangat buruk. Tingkat kesehatan karang pada
stasiun Bunaken Timur 2 berada pada kategori baik.
DAFTAR RUJUKAN
Abrar, M., I, Bachtiar dan A. Budiyanto. (2012). Struktur Komunitas dan Penyakit Pada
Karang (Scleractinia) di Perairan Lembata, Nusa Tenggara Timur. Ilmu Kelautan Juni
2012. Vol. 17 (2): 109-118. ISSN 0853-7291.
Gomez, E.D., P.M. Alino., H.T. Yap and W.Y. Licuanan., (1994). A Review of The Status of
Philippine Reef. Marine Pollution Bulletin Vol. 29 No. 1-3; 62-68 p.
Kambey, A. (2014). Kondisi Terumbu Karang Pulau Bunaken Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal
Ilmiah Platax. Vol 2:(1), Januari 2014 ISSN: 2302-3589.
Kusen, J., L.J.L. Lumingas dan M. Rondo, 2016. Ekologi Laut Tropis. Penerbit FPIK
UNSRAT. 378 halaman.
Lalamentik, L.Th.X. (1991). Karang dan Terumbu Karang. Laporan Fakultas Perikanan
UNSRAT. Manado.66 hal
Manuputty, A.E.W. dan Djuwariah. (2009). Panduan Metode Point Intercept Transect (PIT)
untuk Masyarakat. Studi Baseline dan Monitoring Kesehatan Karang di Lokasi Daerah
Perlindungan Laut. Coral Reef Rehabilitation and Management Program. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. COREMAP II – LIPI. Jakarta. 66 halaman.
Mehta, A. (1999). Buku Panduan Lapangan Taman Nasional Bunaken (Bunaken National
Park History Book). Supported by USAID melalui Program NRM/EPIQ. 271 halaman.
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT Gramedia
Jakarta. 459 halaman.
Rangkuti, A.M., M.R. Cordova, A. Rahmawati, Yulma dan H.E. Adimu, (2017). Ekosistem
Pesisir dan Laut Indonesia. Penerbit Bumi Aksara. 482 hal.
Suharsono, (1996). Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai Di Perairan Indonesia.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi.
Proyek Penelitian dan Pengembangan Daerah Pantai. 116 halaman.
Supriharyono, M.S. (2000). Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan,