Kelompok : (4)
DisusunOleh:
1. Aliatur .R
2. Bela Mutiara .A
3. Ikrammullah
4. Galang yoga .P
Jurusan : SI Keperawatan
STIKES HafshawatyZainulHasanGenggong
PROBOLINGGO
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapa tmenambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………..i
KATA PENGANTAR……………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang………………………………………………1
1.2 Tujuan………………………………..…………………… 1
1.3 Manfaat………………….…………………………………1
2.1 DefinisiHipertensi……………………………………………2
2.2 Etiologi .............……………………………………………2
2.3 Epidemiolog............................................................................3
2.4 Patogenesis/patofiologi...........................................................4
2.5 Manifestasi klinis (Tanda dan Gejala)……………………….4
2.6 Komplikasi ....................................................……….………4
2.7 Pencegahan ………………………………………….…........5
2.8 Penatalaksanaan ………………….………………………….5
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA………………………………...............................14
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan,antara lain:
1) Mengetahui konsep dari peyakit dermatitis yang menyerang kulit
2) Mempelajari patofisiologi gambaran penyakit dermatitis secara menyeluruh
3) Mengetahui implikasi patofisiologi penyakit dermatitis dalam bidang keperawatan dan
peranan keperawatan terhadap penyakit tersebut.
1.3 MANFAAT
1) Dapat memahami konsep dermatitis yang menyerang kulit
2) Dapat memahami patofisiologi gambaran penyakit dermatitis secara menyeluruh.
3) Dapat menjalankan implikasi dermatitis dalam bidang keperawatan dan dapat
memahami peranan keperawatan dalam menghadapi penyakit tersebut.
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis berasal dari kata dermo- (kulit) -itis (radang/inflamasi), sehingga dermatitis
dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi.
Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis yang dalam
perkembangannya memberikan gambaran klinik berupa efloresensi polimorf dan pada
umumnya memberikan gejala subjektif gatal. (Mulyono :1986)
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang memberikan gejala subjektif
gatal dan dalam perkembangannya memberikan efloresensi yang polimorf. (Junaidi
Purnawan : 1982)
Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif
tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi, dan pembentukan sisik. Tanda-tanda
polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan
menjadi kronis. Sinonim dermatitis adalah eksem. Ada yang membedakan antara dermatitis
dan eksem, tetapi pada umumnya menganggap sama.
Eksim atau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana kulit
tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja namun yang paling
sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling sering dijumpai adalah eksim
atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan mulai muncul pada masa anak anak terutama
saat mereka berumur diatas 2 tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang dengan
bertambahnya usia, namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya. Dengan
pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik sehingga mengurangi
angka kekambuhan.
Dermatitis ada yang didasari oleh faktor endogen, misalnya dermatitis atopik,
dermatitis kontak, dan sebagainya. Tetapi kebanyakan penyebab dermatitis ini belum
diketahui secara pasti. Sedangkan bila ditinjau dari jenis kelainannya, maka dermatitis
atopik adalah dermatitis yang paling sering dibahas, mengingat insidensnya yang cenderung
terus meningkat dan dampak yang dapat ditimbulkannya pada kualitas hidup pasien maupun
keluarganya.
Imunitas seluler menurun pada 80% penderita dermatitis alergi. Sehingga pada
umumnya penderita ini mudah mengalami infeksi. Oleh karena itu, sebaiknya penderita
menjaga kondisi tubuhnya agar selalu vit dengan berolah raga teratur, makan yang bergizi
(bisa ditambahkan madu), istirahat yang cukup serta yang terpenting menjauhi stress
emosional. Penderita juga sebaiknya jangan berdekatan dengan penderita cacar air, herpes
zoster atau penyakit kulit lainnya karena akan mudah tertular. Untuk pemilihan obat
dermatitis yang tepat sebaiknya anda periksakan diri dan konsultasi ke dokter spesialis kulit.
2.2 Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia, fisik
(contoh : sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui pasti. Banyak macam dermatitis yang belum
diketahui patogenesisnya, terutama yang penyebabnya fakktor endogen. Yang telah banyak
dipelajari adalah tentang dermatitis kontak, baik yang tipe alergik maupun iritan primer.
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas, penyebarannya dapat setempat,
generalisata, bahkan universalis. Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema,
vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (medidans). Stadium subakut,
eritema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis tampak
lesi kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul, mungkin juga terdapat erosi
atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal
suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian
pula jenis efloresensinya tidak selalu harus polimorfi, mungkin hanya oligomorfi.
Tiap tiap orang mempunyai pencetus eksim yang berbeda beda. Ada orang yang
setelah memegang sabun atau deterjen akan merasakan gatal yang luar biasa, ada pula yang
disebabkan oleh bahan atau alat rumah tangga yang lain. Gejala yang timbul pun bervariasi,
ada yang gatalnya ringan tetapi rasa panas yang dominan, ada pula yang sebaliknya. Infeksi
saluran nafas bagian atas atau flu juga bisa menjadi pencetus timbulnya eksim. Stress yang
dialami penderita akan membuat gejala menjadi lebih buruk.
Meskipun penyembuhan eksim sangat sulit dilakukan, namun pada banyak kasus,
pasien dapat mengurangi terjadinya kekambuhan dengan melakukan pengobatan yang tepat
dan menghindari iritan/alergen yang menyebabkan eksim. Perlu diingat, penyakit ini tidak
menular dan tidak akan menyebar dari satu orang ke orang yang lain.
Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanaman dan klasifikasi
dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya yang multi faktor, tetapi juga karena seseorang
dapat menderita lebih dari satu jenis dermatitis pada waktu yang bersamaan atau bergantian.
Ada yang memberi nama berdasarkan etiologi (contoh : dermatitis kontak, radiodermatitis,
dermatitis medikamentosa), morfologi (contoh : dermatitis papulosa, dermatitis vesikulosa,
dermatitis medidasns, dermatitis eksfoliativa), bentuk (contoh : dermatitis
numularis), lokalisasi (contoh : dermatitis interdigitalis, dermatitis intertriginosa, dermatitis
manus, dermatitis generalisata), dan ada pula yang berdasarkan lama atau stadium penyakit
(contoh : dermatitis akut, dermatitis subakut, dermatitis kronis).
Perubahan histopatologi dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung
pada stadiumnya. Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula,
spongiosis, edema intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuklear. Dermis sebab,
pembuluh darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuklear; eosinofil kadang
ditemukan, bergantung pada penyebab dermatitis.
Kelainan pada stadium subakut hampir seperti stadium akut, jumlah vesikel di
epidermis berkurang, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis;
edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas, demikian pula sebukan sel
radang.
Epidermis pada stadium kronis, hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete
ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan; vesikel tidak ada lagi. Papila dermis
memanjang (papilamatosis), dinding pembuluh darah menebal, dermis terutama di bagian
atas bersebukan sel radang mononuklear, jumlah fibroblas dan kolagen bertambah. Eksema
dapat dipicu oleh beberapa hal, antara lain:
1. Keringnya kulit
2. Iritasi oleh sabun, detergen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain
3. Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak
dengan pakaian berlapis-lapis
4. Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu
5. Alergi terhadap tungau debu, serbuk sari tanaman, atau bulu hewan
6. Virus dan infeksi lain
7. Perjalanan ke negara dengan iklim berbeda
2.3 Epidemiologi
Di Indonesia menurut laporan dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK Unsrat
Manado dari tahun1988-1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di RSUD
Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat, pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden
dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak
pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak
40,05%. Di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di
poliklinik alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak, dan dari
bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%)
diantaranya menderita dermatitis kontak.
2.4 Patogenesis/patofiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun epidermis
yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan.
Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada
kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap
suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah
12-48 jam. Bahan iritan ataupun allergen yang masuk ke dalam kulit merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Keadaan ini akan merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan
kulit atau dermatitis.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis adalah gesekan,
tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan
adanya penyakit kulit lain.
2.6 Komplikasi
Eksema yang terinfeksi oleh bakteri adalah komplikasi yang umum terjadi. Hal ini
harus dicurigai jika ada eksema yang berkerak, basah berair, kemerahan, pecah-pecah,
mengeluarkan nanah, atau mengalami ekskoriasi. Bakteri penyebab infeksi pada keadaan ini
umumnya adalah Staphylococcus aureus. Selain oleh bakteri, eksema juga dapat terinfeksi
oleh virus. Infeksi virus Herpes Simplex 1 (HSV 1) ditandai dengan munculnya bintik-bintik
kecil yang berkelompok secara tiba-tiba, berisi cairan bening atau putih, nyeri, dan gatal.
Bintik-bintik ini kemudian dapat bernanah atau terkikis.
2.7 Pencegahan
Munculnya eksim dapat dihindari dengan melakukan beberapa hal dibawah ini :
1. Jaga kelembaban kulit.
2. Hindari perubahan suhu dan kelembaban yang mendadak.
3. Hindari berkeringat terlalu banyak atau kepanasan.
4. Kurangi Stress.
5. Hindari pakaian yang menggunakan bahan yang menggaruk seperti wool dan lain
lain.
6. Hindari sabun dengan bahan yang terlalu keras, deterjen dan larutan lainnya.
7. Hindari faktor lingkungan lain yang dapat mencetuskan alergi seperti serbuk bunga,
debu, bulu binatang dan lain lain.
8. Hati hati dalam memilih makanan yang bisa menyebabkan alergi.
2.8 Penatalaksanaan
Kortikosterid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal
akan memghambat reaksi eferen dan eferen dari dermatitis kontak alergi. Steroid
menghambat aktivitas dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek
langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit
menyebabkan hilangnya molekul CDI dan HLE-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans
kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pernafasan IL-2 oleh sel T,dengan
demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meiadakan respon imun yang
terjadi dalam efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5%,
halcinonid dan triamsinolon asetonik. Cara pemakaian topikal dengan menggosk secara
lembut. Untuk meningkatkan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan
secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya
efek samping berupa potensiasi,atrofi kulit dan erupsi akneiformis
Asuhan Keperawatan
Pengkajian :
1) Anamnesis
Tanggal dan waktu pengkajian harus dicantumkan guna mengetahui perkembagan penyakit.
Biodata, tanyakan nama, umur (penting untuk mengetahui angka prevalensi) jenis kelamin,
pekerjaan (pada beberapa kasus penyakit kulit banyak terkait dengan faktor pekerjaan)
2) Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama: gatal-gatal,rasa terbakar
b) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya. Dalam mengkaji riwayat
kesehatan sekarang, pola PQRST dapat digunakan untuk menanyakan keluhan klien.
Misalnya pada klien dengan keluhan gatal, dapat dikembangkan pengkajiannya sebagai
berikut.
P : Provocative (pencetus)
-apa penyebab rasa gatal tersebut?
Q : Quality/Quantity (kualitas)
-bagaimana gambaran rasa gatal tersebut (seperti membakar, hilang itmbul,
atau bercampur nyeri?)
R : Region (lokasi)
-rasa gatal tersebut terasa dimana? Apakah menjalar? Jika menjalar sampai dimana?
S : Severity Scale (tingkat keparahan)
-berapa lama berlangsungnya dan apakah menggangu aktivitas sehari-hari?
T : Timing (waktu)
-kapan pertama kali dirasakan? Apakah timbul setiap saa atau sewaktu-waktu?
c) Riwayat kesehatan dahulu
Untuk informasi riwayat kesehatan yang dahulu, misalnya demam, penyakit kulit
yang pernah diderita penyakit pernapasan atau pencernaan, riwayat alergi, dan lain-lain.
1). Diagnosa Keperawatan :
1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi lokal.
2. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.
3. Perubahan pola tidur b.d pruritus
4. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
5. Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d perubahan struktur kulit.
6. Kebutuhan pemenuhan informasi b.d tidak adekuatnya sumber informasi, ketidaktahuan
program perawatan dan pengobatan
2). Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi lokal.
Tujuan : Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal.
Kriteria hasil : Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoarisis berkurang.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi Menjadi data dasar untuk memberikan informasi
pada klien. intervensi perawatan yang digunakan
Lakukan tindakan peningkatan integritas Untuk menghindari cedera kulit, pasien harus
jaringan. dinasehati agar tidak mencubit atau menggaruk
daerah yang sakit. Tindakan untuk mencegah
kekeringan kulit perlu di anjurkan karena kulit
yang kering akan memperburuk keadaan perosiasi.
Tindakan membasuh lesi yang terlalu sering akan
menambah rasa sakit dan pembentukan sisik. Air
yang dipakai harus hangat dan tidak panas, kulit
harus dikeringkan dengan cara menepuknya
memakai handuk dan bukan menggososknya kuat
kuat. Prefaratemolien memiliki efek pelembab
dengan menimbulkan lapisan oklusif pada
permukaan kulit sehingga kehilangan air yang
normalnya akan terjadi dapat dihambat, dengan
demikian air yang terperangkap tersebut akan
menciptakan hidrasi stratumkorneum. Larutan
pembersih emolien atau bath oil dapat menambah
rasa nyaman pada luka dan mengurangi
pembentukan sisik. Pelunakan kulit dapat
mencegah timbulnya fissura.
Tingkatkan asupan nutrisi Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan asupan
dari kebutuhan pertumbuhan jaringan.
Evaluasi kerusakan jaringan dan Apabila masih belum mencapai dari kriteria
perkembangan pertumbuhan jaringan evaluasi 5x 24 jam, maka perlu dikaji ulang faktor
– faktor menghambat pertumbuhan dan perbaikan
dari lesi.
Lakukan pencegahan artritis psoriatik Diagnosa psoriasis, khusunya jika disertai dengan
komplikasi artritis, biasanya sulit ditegakkan .
artritis psoriatik yang mengenai sendi sendi sakro
iliaka dan distal jari-jari tangan mungkin
terlewatkan, khususnya jika pasien ditemukan
dengan diagnosis lesi, psioriatik tipikal yang sudah
ditegakkan.sebaliknya.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Menjadi parameter dasar untuk mengetahui
sejauh mana intervensi yang diperlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi
manajmen nyeri keperawatan.
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
tindakan pereda nyeri non farmakologi non farmakologi lainnya telah menunjukan
dan non invasif keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Jaga kamar tidur agar tetap memiliki fentilasi Udara kering akan membuat kulit terasa gatal
dan kelembaban yang baik Lingkungan yang nyaman meningkatkan
relaksasi
Cegah dan obati kulit yang kering Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang
normal
Anjurkan kepada klien menjaga kulit selalu tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit
lembab yangkering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan
Anjurkan klien menghindari minuman kafein Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam
menjelang tidur dimalam hari sesudah di konsumsi
Anjurkan klien mengerjakan hal hal yang Tindakan ini memudahkan peralihan dari
ritual dan rutin menjelang tidur keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.
4. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
Tujuan : Dalam 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas
jaringan lunak.
Kriteria hasil :
- Lesi akan menutup pada hari ke 7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area lesi.
- Leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan
serta apakah adanya order khusus dari tim dari tujuan yang diharapkan.
dokter dalam melakukan perawatan luka.
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih Kondisi bersih dan kering akan menghindari
dan kering kontaminasi komensal, serta akan menyebabkan
respon inflamasi lokal dan akan memperlambat
penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka : Perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap hari
Lakukan perawatan luka steril setiap hari. untuk membersihkan debris dan menurunkan
Bersihkan luka dan drainase dengan cairan kontak kuman masuk ke dalam lesi. Intervensi
nacl 0,9% atau antiseptic jenis iodine dilakukan dalam kondisi steril sehingga
providum dengan cara swabbing dari arah mencegah kontaminasi kuman ke lesi pemfigus.
dalam ke luar. Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan
Bersihkan bekas sisa iodine providum mati) dan kuman sekitar luka dengan
dengan normal saline dengan cara swabbing mengoptimalkan kelebihan dari iodine
dari arah dalam keluar providum sebagai antiseptic dan dengan arah
Tutup luka dengan kassa steril dan jangan dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi
menggunakan dengan plester adhesif kuman kejaringan luka.
Antiseptik iodine providum mempunyai
kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi
jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan
luka, maka harus dibersihkan dengan alkohol
atau normal saline.
Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda atau udara
yang bersentuhan dengan lesi pemfigus.
Kolaborasi penggunaan antibiotik Antibiotik injeksi diberikan untuk mencegah
aktifitas kuman yang bisa masuk. Peran perawat
mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi
antibiotik, serta memberikan antibiotik sesuai
pesenan dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Elizabeth, J Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran (EGC)
Kowalak, dkk. 2012. Patofisiologi. Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan
(KDT).
Mutaqqin Arief dan Sari Kumala. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : Salemba Medika.
Rahariyani, Loetfia Dwi. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Integumen. Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT).
Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : FKUI
http://sobodadjian.blogspot.com/2012/12/kti-bab-1-dermatitis.html?m=1