Anda di halaman 1dari 5

Nama : Devi Yulia Pramae Sella

NPM : 19.0607.0030
Prodi : D3 Keperawatan

Analisa Jurnal Tentang Fisiologi Penyembuhan Luka

Kulit merupakan bagian eksternal dan organ terluas pada tubuh manusia maupun hewan
dengan fungsi penting antara lain proteksi fisik, sensasi, term regulator dan insulasi. Gangguan
atau cedera pada kulit mengganggu integritas kulit (LAUT, NDAONG, UTAMI, JUNERSI, &
SERAN, 2019)

Luka merupakan salah satu gangguan yang menyebabkan kulit kehilangan struktur
kompleksnya. Trauma fisik maupun kimiawi dapat menyebabkan terjadinya luka.(Putri, Hakim,
& Rezeki, 2017). Luka didefinisikan sebagai kerusakan atau gangguan pada struktur dan fungsi
anatomi normal.3 Ini dapat berkisar dari istirahat sederhana dalam integritas epitel kulit atau bisa
lebih dalam, meluas ke jaringan subkutan dengan kerusakan pada struktur lain. seperti tendon,
otot, pembuluh, saraf, organ parenkim dan bahkan tulang. Luka dapat timbul dari proses
patologis yang dimulai secara eksternal atau internal dalam organ yang terlibat. Mereka dapat
memiliki etiologi disengaja atau disengaja atau mereka dapat menjadi hasil dari proses penyakit.
Luka, terlepas dari penyebab dan bentuk apa pun, merusak jaringan dan mengganggu lingkungan
lokal di dalamnya. Respons fisiologis terhadap faktor berbahaya menghasilkan perdarahan,
kontraksi pembuluh darah dengan koagulasi, aktivasI komplemen, dan respons inflamasi.
(Velnar, Bailey, & Smrkolj, 2009)
Penyembuhan luka merupakan respons fisiologis tubuh untuk mengembalikan
kontinuitas, struktur dan fungsi jaringan yang mengalami cedera (Yunanda & Rinanda, 2017).
Proses ini bertujuan untuk mengembalikan dan mengoptimalkan fungsi proteksi dan fungsi
penting lain dari kulit. Regenerasi dan perbaikan merupakan dua proses penting dalam
penyembuhan luka. Regenerasi memerlukan penggantian jaringan yang rusak dengan sel – sel
normal dari jenis yang hilang dan hanya mungkin dalam jaringan dengan populasi sel yang aktif
membelah seperti epitel, tulang dan hati. Sebaliknya, perbaikan merupakan reaksi “stop-gap”
yang direncanakan untuk mengembalikan kelangsungan jaringan yang cedera dengan jaringan
parut yang tidak terdiferensiasi. Luka yang mengalami komplikasi akan menghambat proses
penyembuhan luka dan bahkan memperburuk kondisi luka. (Singh, Young, & McNaught, 2017)

Penyembuhan luka berlangsung dalam 4 fase utama yaitu: fase hemostasis, fase
inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi atau remodelling. Tahap hemostasis dimulai segera
setelah terjadinya luka sebagai upaya untuk mencegah pendarahan lebih lanjut. Fase inflamasi
terjadi segera setelah perlukaan dan mencapai puncaknya pada hari ketiga. Fase proliferasi
berlangsung pada hari keempat hingga hari ketujuh ditandai dengan adanya fibroblas yang
jumlahnya terus meningkat selama fase ini berlangsung. Fase maturasi merupakan fase
kesembuhan luka yang berlangsung dalam jangka waktu lama (3-6 bulan bahkan sampai tahun)
(Suwito, 2016). Sasaran dalam proses biologis tubuh menkompensasi luka adalah komponen-
komponen yang berperan dalam tahapan penyembuhan luka. Fibroblas merupakan salah satu
komponen penyembuhan luka berupa sel yang terdistribusi secara luas di jaringan ikat,
memproduksi substansi precursor kolagen, serat elastis, dan serat retikuler.4 Dalam tahapan
penyembuhan luka, fibroblas berperan penting dalam proses fibroplasia. Fibroplasia merupakan
suatu proses perbaikan luka yang melibatkan jaringan ikat yang memiliki empat komponen:
pembentukan pembuluh darah baru, migrasi dan proliferasi fibroblas, deposisi ECM
(extracelluler matrix), dan maturasi serta organisasi jaringan fibrous (remodelling). Dalam empat
komponen tersebut, fibroblas berperan dalam proses fibrosis yang melibatkan dua dari
komponen di atas, yaitu migrasi dan proliferasi fibroblas serta deposisi ECM oleh fibroblast.
(Masir, Manjas, Eka Putra, & Agus, 2012)

Perawatan luka dapat dilakukan dengan menggunakan terapi pengobatan. Salah satunya
adalah menggunakan selulosa mikrobial yang dapat digunakan untuk luka maupun ulser kronik.
Selulosa mikrobial dapat membantu proses penyembuhan, melindungi luka dari cedera lebih
lanjut, dan mempercepat proses penyembuhan.17 Selulosa mikrobial yang diperoleh dari bakteri
Acetobacter xylinum menunjukkan potensi yang baik dalam sistem penyembuhan luka.
Kekuatan mekanik yang tinggi dan sifat fisik yang luar biasa dihasilkan dari struktur nano
membran.18 Metode perawatan luka lainnya dengan balutan madu untuk pasien trauma dengan
luka terbuka, dimana pasien tidak merasakan nyeri dibandingkan dengan penggunaan balutan
normal salinpovidon iodin.19 Selain itu dapat juga dilakukan modifikasi sistem vakum dalam
perawatan luka. Pemberian tekanan negatif dapat meningkatkan pengeluaran cairan dari luka,
sehingga dapat mengurangi populasi bakteri dan udema, serta meningkatkan aliran darah dan
pembentukkan jaringan yang tergranulasi. Melalui metode ini, kondisi pasien dapat ditingkatkan
karena memberikan rasa nyaman yang lebih baik sebelum prosedur operasi. (Pricilia & Saptarini,
2016)

INFLAMMASI DALAM PENYEMBUHAN WOUND

Cedera jaringan terkait erat dengan timbulnya peradangan akut dan kedatangan granulosit
neutrofil polimorfnuklear (neutrofil), yang pada hari 1 setelah cedera jaringan, merupakan
hampir 50% dari semua sel di lokasi luka. Dalam kondisi penyembuhan luka fisiologis, monosit /
makrofag menyerang ke daerah luka secara bersamaan. Setelah hari ke-2 dengan penutupan luka
dan epitelisasi dan penurunan jumlah neutrofil berturut-turut, mereka mewakili populasi sel
darah yang paling sering. Karena kapasitasnya untuk memproduksi sitokin inflamasi dan baterai
faktor pertumbuhan, makrofag dianggap memainkan peran sentral dalam perbaikan luka.
Khususnya, limfosit tertarik ke lokasi luka pada jumlah yang hampir sama dengan monosit dan,
setelah 14 hari, bagian leukosit yang mendominasi. Karena limfosit tidak hanya sel-sel efektor
dalam tungkai antigen spesifik dari sistem kekebalan tubuh tetapi juga menghasilkan faktor-
faktor pertumbuhan, mereka mungkin berkontribusi pada remodeling jaringan selama fase akhir
penyembuhan luka. Selain makrofag, neutrofil, dan limfosit, sel mast semakin dianggap sebagai
sumber mediator penting selama penyembuhan luka dan terdeteksi pada frekuensi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kulit yang tidak terluka. Karena rekrutmen himpunan bagian
leukosit secara spasial, tepat waktu, dan diatur secara berbeda, mediator penarik leukosit umum
terdeteksi dalam matriks sementara sebagai fibroopeptida dan produk degradasi — bersamaan
dengan faktor kaskade komplemen, leukotrien, formil metionil peptida yang dipisahkan dari
bakteri. protein, dan molekul adhesi — mungkin mendukung tetapi tidak dapat menjamin
kemoatstraksi selektif dan regio-spesifik makrofag, neutrofil, dan subtipe leukosit lainnya
(Gillitzer & Goebeler, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Gillitzer, R., & Goebeler, M. (2001). Chemokines in cutaneous wound healing. Journal of
Leukocyte Biology, 69(4), 513–521. https://doi.org/10.1189/jlb.1106655
LAUT, M., NDAONG, N., UTAMI, T., JUNERSI, M., & SERAN, Y. B. (2019). Efektivitas
Pemberian Salep Ekstrak Etanol Daun Anting-Anting (Acalypha Indica Linn.) Terhadap
Kesembuhan Luka Insisi Pada Mencit (Mus Musculus). Jurnal Kajian Veteriner, 7(1), 1–
11. https://doi.org/10.35508/jkv.v7i1.01

Masir, O., Manjas, M., Eka Putra, A., & Agus, S. (2012). Pengaruh Cairan Cultur Filtrate
Fibroblast (CFF) Terhadap Penyembuhan Luka; Penelitian eksperimental pada Rattus
Norvegicus Galur Wistar. Jurnal Kesehatan Andalas, 1(3), 112–117.
https://doi.org/10.25077/jka.v1i3.78

Pricilia, D. D., & Saptarini, N. M. (2016). Teknil Isolasi Dan Identifikasi Kurkumonoid Dalam
Curcuma Longa. Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, 4, 1–13.
https://doi.org/10.24198/JF.V15I2.13366

Putri, R. R., Hakim, R. F., & Rezeki, S. (2017). Pengaruh Ekstrak Daun Tapak Dara
(Catharanthus Roseus) Terhadap Jumlah Fibroblas Pada Proses Penyembuhan Luka Di
Mukosa Oral. Journal Caninus Denstistry, 2(1), 20–30.

Singh, S., Young, A., & McNaught, C. E. (2017). The physiology of wound healing. Surgery
(United Kingdom), 35(9), 473–477. https://doi.org/10.1016/j.mpsur.2017.06.004

Suwito, A. (2016). Penggunaan Balutan Modern (Hydrocoloid) Untuk Penyembuhan Luka


Diabetes Mellitus Tipe Ii. Jurnal Iptek Terapan, 10(1), 18–23.
https://doi.org/10.22216/jit.2016.v10i1.392

Velnar, T., Bailey, T., & Smrkolj, V. (2009). The wound healing process: An overview of the
cellular and molecular mechanisms. Journal of International Medical Research, 37(5),
1528–1542. https://doi.org/10.1177/147323000903700531

Yunanda, V., & Rinanda, T. (2017). Aktivitas Penyembuhan Luka Sediaan Topikal Ekstrak
Bawang Merah (Allium cepa) terhadap Luka Sayat Kulit Mencit (Mus Musculus) (THE
ACTIVITY OF TOPICAL EXTRACT OF ONIONS (ALLIUM CEPA) ON WOUND
HEALING PROCESS IN MICE (MUS MUSCULUS)). Jurnal Veteriner, 17(4), 606–614.
https://doi.org/10.19087/jveteriner.2016.17.4.606

Anda mungkin juga menyukai