Anda di halaman 1dari 14

RESUME PKN

Pancasila dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


Disusun oleh:
Istiana Ayu Sri Rikmaratri
(P1337430218006)
Nilai–nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala
sebelumbangsa Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia melalui
proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya kerajaan-
kerajaan pada abad ke-IV sampai pada zaman merebut kemerdekaan Republik Indonesia.
   
     `1. Kerjaan Kutai ( 400 M )
Kerajaan kutai berdiri di Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai mahakam
desa Tenggarang pada abad ke-5, atau 400M. Kerajaan kutai merupakan kerajaan
hindu tertua. Rajanya bernama Kudungga yang memiliki anak bernama
Asmawarman, serta memiliki cucu yang bernama Mulawarman. Masyarakat kutai
yang membuka zaman sejarah Indonesia pertama kali menampilkan nilai-nilai sosial
politik dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para
Brahmana. Zaman kuno sekitar 400 – 1500 terdapatnya dua buah kerajaan yang
berhasil mencapai integrasi dengan wilayah hampir sepatuh Indonesia, dan seluruh
wilayah Indonesia. Kerajaan tersebut adalah kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan
Majapahit yang berpusat di Jawa.

2. Kerajaan Sriwijaya ( 650 M )


Abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatera yaitu kerajaan Sriwijaya
yang dibawah kekuasaan wangsa Syilendra. Kerajaan ini adalah kerajaan maritime
yang mengandalkan kekuatan lautnya seperti selat Sunda, selat Malaka. Dalam sistim
pemerintahannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda. Pada saat itu,
kerajaan dalam menjalankan system negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai
ketuhanan.

3. Kerjaan Majapahit ( 1365 M )

Pada tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman


keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada
yang di bantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai
nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang dari
semenanjung Melayu(Malaysia sekarang) sampai  Irian  Barat
melalui Kalimantan Utara.

Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai


dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama. Dalam kitab tersebut
telah telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu tantular mengarang buku Sutasoma, dan
didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional, yaitu
“Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi lengkapnya
“Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda ,
namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki tuhan yang berbeda.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gaja Mada dalam sidang ratu
dan menteri-menteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi
cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan
berhentui berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah
kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali,
Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan” (Yamin, 1960 : 60).
Dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat
seperti Rakryan I Hino , I Sirikan, dan I Halu yang bertugas memberikan nasehat
kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh
sistem pemerintahan kerajaan Majapahit

A. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


a. Kebangkitan Nasional
Dengan kebangkitan dunia timur pada abad XX di panggung politik
internasional tumbuh kesadaran akan kekuatan sendiri, seperti Philipina (1839)
yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsunia (1905),
adapun Indonesia diawali dengan berdirinya Budi Utomo yang dipelopori oleh dr.
Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei 1908. Kemudian berdiri Sarekat Dagang
Islam (SDI) tahun 1909, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh
Soekarno, Cipto Mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Sejak itu perjuangan
nasional Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka.
Perjuangan nasional diteruskan dengan adanya gerakan Sumpah Pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan satu bahasa, satu bangsa dan satu
tanah air Indonesia.
b. Penjajahan Jepang
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah suatu kebohongan
belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan sampai akhir penjajahan Belanda
tanggal 10 Maret 1940. Kemudian penjajah Jepang masuk ke Indonesia dengan
propaganda “Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Pada
tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah Jepang
akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, janji ini diberikan karena
Jepang terdesak oleh tentara Sekutu. Bangsa Indonesia diperbolehkan
memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk mendapatkan simpati dan dukungan
bangsa Indonesia maka Jepang menganjurkan untuk membentuk suatu badan yang
bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau Dokuritsu Zyumbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan sebagai Ketua
(Kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian mengusulkan bahwa
agenda pada siding BPUPKI adalah membahas tentang dasar negara.
c. Kronologi Perumusan Pancasila, Naskah Proklamasi dan Pembacaan
Teks Proklamasi
Tanggal Peristiwa 29 Mei 1945 Perumusan materi Pancasila oleh Mr. M.
Yamin
(sidang I BPUPKI)
1. 31 Mei 1945 (sidang I BPUPKI)
2. 1 Juni 1945 (sidang I BPUPKI)
3. 22 Juni 1945 10 - 16 Juni 1945 (sidang II PUPKI) 16 Agustus 1945 Jam
04.30
Perumusan materi Pancasila oleh Mr. Supomo Ir. Soekarno pertama kali
mengusulkan nama/istilah Pancasila untuk dasar Negara Indonesia. Beliau
mengatakan bahwa nama Pancasila itu atas petunjuk teman kita ahli bahasa.
Piagam Jakarta disusun oleh Panitia Kecil yang terdiri 9 orang yaitu : M.Hatta,
A.Soebardjo, A.A.Maramis, Soekarno, Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasjim,
Abikusno Tjokrosujoso, A.Salim, M. Yamin.
Dibentuk Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Soekarno dan
beranggotakan 19 orang yaitu: Soekarno, AA. Maramis, Otto Iskandardinata, Purbojo,
A. Salim, A. Soebardjo, Soepomo, Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasjim, Parada
Harahap, J.Latuharary, Susanto Tirtoprodjo, Sartono,
Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan
Wongsonegoro, Wuryaningrat, RP. Singgih, Tan Eng Hoat, Hoesein Djajadiningrat,
Sukiman.
Panitia Perancang UUD kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang
beranggotakan 7 orang yaitu : Soepomo, Wongsonegoro, Soebardjo, AA. Maramis,
RP.Singgih, A.Salim, Sukiman.
1. Dibentuk Panitia Penghalus Bahasa, terdiri dari Soepomo dan Hosein Djajadiningrat.
2. Perumusan terakhir materi Pancasila disahkan Jam 18.00 Jam 23.30 17 Agustus 1945
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai bagian dari
Pembukaan UUD 1945.
3. Pengamanan (“penculikan”) Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta ke Rengasdengklok
oleh tokoh-tokoh pemuda dengan tujuan menghindari pengaruh dan siasat Jepang dan
mendesak bangsa Indonesia harus segera merdeka. Tokoh pemuda terdiri : Sukarni,
Winoto Danu Asmoro, Abdulrochman dan Yusuf Kunto. Rombongan yang terdiri dari
Mr. A.Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto tiba di Rengasdengklok dengan tujuan
untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Rombongan
dari Rengasdengklok tiba di Jakarta langsung menuju rumah Laksamana Maeda di jln.
Imam Bonjol no. 1. Di tempat ini tokoh-tokoh bangsa Indonesia berkumpul untuk
menyusun teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Teks versi terakhir proklamasi
yang telah diketik ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.Moh Hatta. Pembacaan
teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang gedung
Pola). Sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menghasilkan keputusan sebagai
berikut :
a) mengesahkan berlakunya UUD 1945
b) memilih Presiden dan Wakil Presiden
c) menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
sebagai badan musyawarah darurat. Pembentukan KNIP dalam masa
transisi dari pemerintah jajahan kepada pemerintah nasional seperti
yang diatur dalam pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Definisi pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu satu kesatuan yang saling
berhubungan untuk satu tujuan tertentu, dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu
dengan yang lainnya. Jadi pancasila pada dasarnya satu bagian atau unit-unit yang berkaitan
satu sama lain, dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia
Pancasila pada hakikatnya adalah system nilai (value system) yang merupakan
kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsure-
unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi
kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari proses terjadinya pancasila yaitu
melalui suatu proses yang disebut kausa materialism karena nilai-nilai dalam pancasila sudah
ada dan hidup sejak zaman dulu yang tercermin dari kehidupan sehari haripandangan yang
diyakinikebenarannya itu menimbulkan tekad bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan
dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya. Disisi lain, pandangan itu menjadi motor
penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya
RESUME

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN INDONESIA

A. Ketatanegaraan Republik Indonesia


Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Tata
Negara adalah seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah,
bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara.”
“Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata Negara”. Menurut hukumnya, “tata
negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut
sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap
pemerintah atau sebaliknya”. 
Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila bukan
berdasarkan kekuasaan. Tentunya Sistem ketatanegaraan Indonesia mengikuti konsep negara
hukum .Ciri-ciri suatu negara hukum adalah:
a. Pengakuan adan perlindungan hak-gak asasi yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b.   Perlindungan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekyuatan lain dan
tidak memihak
c. Jaminan kepastian hokum pada setiap warga negaranya
Sedangkan konsep negara hukum (Rechtsstaat), ketatanegaraan negara hukum
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan negara berdasar Konstitusi.
b. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.
c. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
d. Kekuasaan yang dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan
dan kebijakannya harus berdasarkan ketentuan hukum (due process of law).
Sebagai Negara hukum, tentunya ada yang mendasari suatu hukum itu. Undang-undang
dasar merupakan hukum dasar yang menjadi sumber hukum. Setiap produk hukum seperti
undang-undang, peraturan, atau keputusan pemerintah. bahkan setiap kebijaksanaan
pemerintah harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan
berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR,
Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota,
sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan
rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik
kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan
penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia, memerlukan sebuah Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 demi berlangsungnya sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dan
terciptanya tujuan negara republik Indonesia.
B. Peran Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem Konstitusi (hukum dasar) republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar
yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu
diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa terdapat juga pada berbagai peaturan
ketatanegaraan lainnya seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah konvensi atau
kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan
yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “discretionary
powers”
Directionary Powers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang
semata-mat didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu
sendiri.
Hal di atas yang mula-mula mengemukakan adalah Dicey di kalangan sarjana di Inggris,
pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memerinci konvensi ketatanegaraan
merupakan hal-hal sebagai berikut:
a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti
dan ditaai dalam praktek penyelenggaraan negara.
b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui)
pengadilan.
c. Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam
penyelenggaraan negara.
d. Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya discretionary
powers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, di sini meuncul
pertanyaan yaitu : “apakah negara itu?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam
“Teori Kekelompokan” yang dikemukakan oleh Prof. Mr. R. Kranenburg adalah sebagai
berikut:
“Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organissasi kekuasaan yang diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan
kepentingan mereka bersama”.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan
bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu: Monarki dan
Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka
bentuk negara disebut Monarki dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala
negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik dan
kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tubuh dapat
diketahui pada  pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam
menggunakan istilah bentuk negara (alinea ke-4), “...... maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,...... dan seterusnya.
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.”
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan
(convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusimengandung dua hal yaitu :
Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan
tentang sumber hukum melelui ilmu hukum yang membedakan dalam arti material adalah
sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum dalam arti formal adalah hukum
yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum,
contoh dari hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum
kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam
praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan
mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik
Indonesia diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu: Pembukaan,
Batng Tubuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan
dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan
peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/2000, tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966 TAP MPR NO III/MPR/2000
Tata urutannya sebagai berikut: Tata urutannya sebagai berikut:
       UUD 1945        UUD 1945

       TAP MPR        TAP MPR RI

       Undang-Undang / Peraturan Pemerintah        Undang-Undang

Pengganti Undang-Undang        Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

       Peraturan Pemerintah Undang (Perpu)


       Keputusan Presiden        Peraturan Pemerintah

       Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:        Keputusan Presiden

Peraturan Menteri        Peraturan Daerah

Instruksi Menteri

Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singakt namun supel, namun harus ingat kepada
dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi
kepada penyelenggaraan negara dan pimpinan pemerintah untuk:
1. Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
2. Mewujudkan kesejahteraan sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni
Undang-Undang, yang lebih cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam
praktek pelaksanaan
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan
dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan untuk
menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” serta membuatnya
operasional.
e.  Dapat kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasikan setelah
ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung nilai-
nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok di dalam UUD 1945 yang ada
kaitannya dengan pokok-pokok pokiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945.
Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu
(TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan
perundang-undangan di bawahnya apakah bertentangan dengan UUD di samping juga
merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan
dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang
ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-
bangsa di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam alinea 4
itu, setiap alinea mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai
yang dijunjung bangsa-bangsa beradab, kemudian di dalam pembukaan tersebut dirumuskan
menjadi alinea 4.
Alinea pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan
melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang
paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan
perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang
melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur”, makna yang terkandung di sini adalah:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi
bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa
Indonesia.
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang
menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk
menyatakan kemerdekaan.
3.  Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus
diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita –
cita bangsa Indonesia ( cita –cita nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Maknanya adalah:
1. Motivasispiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan
di dunia dan akhirat.
3.   Penguuhan dari proklamasi kemerdekaan
Alinea ke-empat berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi,
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar
kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu:
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3.   Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila–sila yang terkandung
di dalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa yang
telah dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu: Pancasila merupakan landasan ideal
bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan spiritual di dalam Negara
Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelmu menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan pada
umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan di sini adalah terjemahan dari istilah Inggris “The
Structure of Government”. Pada umunya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi dua
suasana, yaitu: supra struktur politik dan infra struktur politik. Yang dimaksud supra struktur
politik dan infra struktur di sini adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang
disebut alat-alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-
hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini adalah : mengenai kedudukannya,
kekuasaan dan wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-alat
perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi lima macam
komponen, yaitu : komponen Partai Politik, komponen golongan kepentingan, komponen alat
komunikasi politik, komponen golongan penekan, komponen tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945
dapat diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh berpendapat,
UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan. Upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara
lain tidak  memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya tersebut diatur sebagai
berikut:
MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum
dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan
serta akan melaksanakan secara murni dan konsekuen.”
Diperkenalkannya “referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak MPR untuk
mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum
kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur
tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata. Lembaga ini justru bertujuan untuk
mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi
konsideran TAP MPR No. IV/MPR/1983 yang berbunyi “Bahwa dalam rangka
makinmenumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau
ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar
pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD 1945.”
Kata “melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan
tidak mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa
UUD 1945 seperti yang terdapat di dalam penjelasan adalah sebagai berikut:
“Memang sifat auran itu mengikat, oleh karena itu makin “supel” (elastic) sifatnya
aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya siatem UUD jangan sampai
ketinggalan jaman.”
Dari uraian di atas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang
pertama, berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua, menyatakan UUD
jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti
perkembangan jaman. Dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atas
kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan
yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi merupakan
keadaan sesungguhnya untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau
mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis dari
upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan di atas, kehadiran konvensi dalm sistem ketatanegaraan RI,
didorong pula oleh:
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan
salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Di dalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia, pada UUD 1945 sebelum
amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri, dan setelah UUD 1945 dilakukan
amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18
Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus
2002, dari amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan
RI yang selanjutnya di dalam struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu
Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur ke dalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B
ayat 1-5 yang intinya adalah menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Apabila
Presiden dan Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, seperti melakukan korupsi, penyuapan, dan lainlain harus diajukan terlebih dahulu ke
Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputuskan seadil-adilnya. Dalam hal ini,
DPR mengajukan masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya diserahkan kepada MPR
untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah
bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga
negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa “Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit.
Ada yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam ide tetapi ada juga yang
menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan
dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk ke dalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30,
31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah setiap pribadi untuk berbuat agar
eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara memiliki
kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan
hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir, terlihat dari uraian di atas mengenai
hubungan antar warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
C.  Kedudukan Pancasila sebagai Sumber Hukum Dasar Negara Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau
Dasar Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari Negara, ideologi Negara atau
(Staatsidee). Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma
untuk mengatur pemerintahan Negara atau dengan kata lain perkataan. Pancasila
merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya
seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara terutama segala peraturan
perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini
dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai pancasila. Maka pancasila merupakan
Sumber dari segala sumber hukum , pancasila merupakan sumber kaidah hukum
Negara yang secara konstitusional mengatur Negara Republik Indonesia beserta
seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat wilatah, beserta pemerintah Negara.
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang
meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber
nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum
dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau
Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum.
    Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib
hukum Indonesia maka  Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu
Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam
pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada
akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum positif
lainnya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta idiologi
bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian kata- kata yang indah
namun semua itu harus kita wujudkan dan di aktualisasikan di dalam berbagai bidang
dalam kehidupan bermasarakat, berbangsa dan bernegara. 
Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan bahwa Pancasila itu sebagai
sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari seluruh tertib hukum yang ada di
Negara RI.
Berarti semua sumber hukum atau peraturan2, mulai dari UUD`45, Tap MPR,
Undang-Undang, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2), PP (Peraturan
Pemerintah), Keppres (Keputusan Presiden), dan seluruh peraturan pelaksanaan yang
lainnya, harus berpijak pada Pancasila sebagai landasan hukumnya.
Semua produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak boleh
bertentangan dengannya.
Oleh sebab itu, bila Pancasila diubah, maka seluruh produk hukum yang ada di
Negara RI sejak tahun 1945 sampai sekarang, secara otomatis produk hukum itu tidak
berlaku lagi. Atau dengan kata lain, semua produk hukum sejak awal sampai akhir,
semuanya, ‘Batal Demi Hukum’. Karena sumber dari segala sumber hukum yaitu
Pancasila, telah dianulir. Oleh sebab itu Pancasila tidak bisa diubah dan tidak boleh
diubah.
Dalam kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar negara sebagai negara
Republik Indonesia, maka kedudukan pancasila sebagai mana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum indonesia.
Dengan demikian seluruh peraturan perudang- undangan di Indonesia harus bersumber
pada pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung asas kerohanian negara atau
dasar filsafat negara RI.
Dalam alinia ke empat pembukaan UUD 1945, termuat unsur- unsur yang
menurut ilmu hukum di syaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia (rechts
orde) atau (legai orde) yaitu suatu kebulatan dan keseluruhan peraturan- peraturan hukum.
Dengan di cantumkanya pancasila secara formal didalam pembukaan UUD 1945, maka
pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif, dengan demikian
tata kehidupan benegara tidak hanya bertopang pada asas- asas sosial, ekonomi, politik,
akan tetapi dalam perpaduanya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya yaitu
panduan asas- asas kultural.

Anda mungkin juga menyukai