Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pancasila di anggap sesuatu yang sakral yang setiap
warganya harus hafal dan mematuhi segala isi pancasila tersebut.
Namun sebagian besar warga negara indonesia hanya
menganggap pancasila sebagai dasar negara/ideologi semata
tanpa memperdulikan makna dan manfaatnya dalam kehidupan.
Tanpa manusia sadari nilai-nilai makna yang terkandung dalam
pancasila sangat berguna dan bermanfaat.
Banyaknya terjadi penyimpangan atau kesalahan tertentu
sebenarnya berakar dari tidak mengamalkannya nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila itu sendiri. Maka dari itu pentingnya
memahami pancasila tidak hanya mengerti namun juga
mengamalkan dan melaksanakan nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila sebagai pendidikan karakter.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan nilai-nilai pancasila di indonesia?
2. Adakah nilai-nilai pancasila yang bertentangan dengan agama?
3. Bagaiman pesoalan integrasi nilai-nilai pancasila dengan agama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pelaksanaan nilai-nilai pancasila di indonesia.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pancasila yang bertentangan dengan
agama.
3. Untuk mengetahui persoalan integrasi nilai-nilai pancasila dengan
agama.

BAB II
PEMBAHASAN

1
A. Pelaksanaan Nilai-nilai Pancasila di Indonesia
Nilai sila pertama yang terkandung dalam pancasila bersifat
luhur, berfungsi sebagai ungkapan dan jawaban dalam kehidupan
keagamaan, kemanusiaan, keadilan, dan kenegaraan. Yang
artinya adalah bahwa agama yang sesungguhnya menjadikan
dasar orientasi hidup yang mantap dan mapan. Namun
pemahaman yang demikian sering gagal dimaknai dengan
keyakinan yang menjadi akar ruh agama serta penggerak hidup
yang bermutu sering tercerabut dari nurani. Hal demikian bisa
terjadi, akibatnya hidup hanya dibingkai ritual keberagamaan
secara formal dan tidak menyentuh esensi lebih mengutamakan
inisial dari pada hakiki. Inilah salah satu penyebab mengapa nilai-
nilai sila pertama diterjemahkan dan diaktualisasikan secara fisik
dan fanatic sempit. Permasalahan-permasalahan tersebut terjadi
karena kurang adanya kesadaran dan tanggung jawab
keagamaan.1
Nilai sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Nilai sila
kedua ini dapat dirumuskan bahwa nilai hormat kepada orang
lain, walaupun berbeda keyakinan. Nilai-nilai kemanusiaan ini
terkait pula dengan hak asasi manusia serta hak-hak dan
kewajiban kewarganegaraan serta hak-hak berkeadilan yang
mencakup persamaan, dan pemerataan. Dimensi kemanusiaan
yang tercangkup dalam nilai sila kemanusiaan ini secara ringkas
dapat disebutkan bahwa sikap saling menghormati terhadap
keyakinan sesama maupun berbeda, hormat terhadap martabat
manusia.2
1
Tim Pusat Studi Pancasila UGM, Membangun Kedaulatan Bangsa
Berdasarkan Nilai-nilai:Pemberdayaan Masnyarakat Dalam Kawasan Terluar,
Terdepan, dan Tertinggi (3T), (Yogyakarta : Pusat Studi Pancasila Universitas
Gadjah Mada, 2015), hlm. 139
2
Tim Pusat Studi Pancasila UGM, Membangun Kedaulatan Bangsa
Berdasarkan Nilai-nilai:Pemberdayaan Masnyarakat Dalam Kawasan Terluar,
Terdepan, dan Tertinggi (3T), (Yogyakarta : Pusat Studi Pancasila Universitas
Gadjah Mada, 2015), hlm. 139
2
Perwujudan Persatuan Indonesia dalam hubungan hidup
bersama yang secara alamiyah manusia sebagai bawaan individu
mempunyai persamaan dan perbedaan dengan manusia lainnya.
Oleh sebab itu, perlu diperhatikan dalam pembawaan dan
perwujudan bahwa setiap individu harus mengusahakan
peniadaan atau pengurangan perbedaan-perbedaan yang mungkin
mengakibatkan suasana perselisihan dan perpecahan. Di sisi lain
sila persatuan mengandung nilai untuk menghidupkan perbedaan-
perbedaan yang mengandung daya tarik kearah kerjasama dan
saling bantu membantu sehingga terbangun kerukunan hidup
gotong royong. Untuk merealisir nilai-nilai Pancasila Persatuan
Indonesia ini haruslah diawali dengan kesadaran, kecakapan dan
menuju ketertiban, perdamaian dalam rangka persatuan untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Bangsa Indonesia yang mempunyai sifat gotong royong, suka
bekerja sama adalah salah satu bentuk perwujudan yang
menggambarkan betapa sila persatuan memberi ruang yang
leluansa untuk mempertahankan nilai kebangsaan Indonesia ini.3
Perwujudan dari nilai sila keempat yaitu kerakyatan berarti
kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, atau kedaulatan
rakyat. Istilah yang sering digunakan adalah demokrasi. Istilah
demokrasi ini tidak hanya di bidang pemerintahan atau politik
saja, tetapi meliputi juga di bidang ekonomi, sosial, dan
kebudayaan. Kerakyatan atau demokrasi ini pada masa kini
merupakan sistem pemerintahan yang baik dan ditetapkan di
Indonesia, rakyat adalah yang menentukan dan mengendalikan
pemerintahan, sehingga pemerintah tersebut tidak dapat berbuat
sekehendak hatinya. Sistem demokrasi bagi setiap negara adalah
3
Tim Pusat Studi Pancasila UGM, Membangun Kedaulatan Bangsa
Berdasarkan Nilai-nilai:Pemberdayaan Masnyarakat Dalam Kawasan Terluar,
Terdepan, dan Tertinggi (3T), (Yogyakarta : Pusat Studi Pancasila Universitas
Gadjah Mada, 2015), hlm. 139-140

3
berbeda, tergantung pada adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan
atau agama, dan pandangan hidup masing-masing. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka setiap negara akan mempunyai nilai
demokrasi yang berbeda tergantung kepada kondisi sosial
masyarakat masing-masing negara. Bagi negara yang berdasarkan
Pancasila seperti Indonesia, demokrasi merupakan sistem
tersendiri, yaitu demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi yang di
pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau
perwakilan. Tujuan dari demokrasi Pancasila adalah untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
sebagaimana yang tercantum dan telah dirumuskan dalam
pembukaan UUD 1945. Rumusan ini juga mengandung makna
kesejahteraan bersama, bukan kesejahteraan suatu golongan, dan
bukan kesejahteraan bagi kelompok partai politik saja.4
Perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
yaitu bahwa masyarakat indonesia mempunyai harkat dan
martabat yang sama, terutama sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Untuk itulah masyarakat indonesia menghendaki
adanya perlakuan yang sama sesuai dengan kedudukannya dan
semua manusia mempunyai hak yang sama yaitu hak untuk
merdeka dan mendapatkan perlakuan yang adil. Di sisi lain
adanya kehidupan yang religious dan adanya kehidupan
beragama yang mengjarkan bahwa manusia haruslah memuliakan
dan menghargai manusia yang lain, tidak saling menghina apalagi
membinasakan. Keadilan sosial ini adalah adil terhadap sesama
manusia yang didasari dan dijiwai oleh adil terhadap diri sendiri
dan adil terhadap Tuhan. Perbuatan adil menyebabkan seseorang
memperoleh apa yang menjadi haknya, dan dasar dari hak ini

4
Tim Pusat Studi Pancasila UGM, Membangun Kedaulatan Bangsa
Berdasarkan Nilai-nilai:Pemberdayaan Masnyarakat Dalam Kawasan Terluar,
Terdepan, dan Tertinggi (3T), (Yogyakarta : Pusat Studi Pancasila Universitas
Gadjah Mada, 2015), hlm. 140-141
4
adalah pengakuan kemanusiaan yang mendorong perbuatan
manusia memperlakukan sesamanya sebagaimana mestinya.
Artinya pelaksanaan keadilan selalu berkaitan dengan kehidupan
bersama, berhubungan dengan pihak lain dalam hidup
bermasyarakat yang bekerjasama.5
B. Nilai-nilai Pancasila Yang Bertentangan Dengan Agama
Pancasila merupakan hasil perpaduan unsur-unsur cipta, rasa,
dan karya bangsa Indonesia. Causa materialis dari Pancasila
adalah bangsa Indonesia sehingga tidak ada satu pun dari sila
Pancasila yang bertentangan dengan keragaman adat istiadat,
kebiasaan, dan agama yang dianut bangsa Indonesia. Semestinya
tidak ada alasan dari segi apapun untuk tidak setuju Pancasila
atau mempertentangkan nilai-nilai Pancasila dengan adat istiadat,
kebiasaan, terutama agama. Kenyataannya saat ini ancaman
terbesar Pancasila adalah pemikiran dan gerakan sekularisasi
Pancasila. Pemikiran yang ingin memisahkan Pancasila dari nilai-
nilai agama, dan yang membenturkan seolah-olah ada
pertentangan yang hebat antara Pancasila dan agama (terutama
islam). Namun, ancaman ini hampir tidak kita rasakan karena
serangannya sangat halus. Pembudayaan nilai-nilai Pancasila
sebagai sistem nilai dalam bernegara, dapat dibudayakan dengan
baik justru dengan menjalankan aturan agama secara kaffah dan
benar bagi para pemeluknya. Nilai-nilai agama (khususnya islam)
yang mengandung nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
musyawarah dan keadilan telah terartikulasikan dengan rapi dan
indah di dalam nilai-nilai Pancasila. Pengamalan keagamaan
dalam konteks bernegara di Indonesia, berarti mengamalkan

5
Tim Pusat Studi Pancasila UGM, Membangun Kedaulatan Bangsa
Berdasarkan Nilai-nilai:Pemberdayaan Masnyarakat Dalam Kawasan Terluar,
Terdepan, dan Tertinggi (3T), (Yogyakarta : Pusat Studi Pancasila Universitas
Gadjah Mada, 2015), hlm. 141

5
nilai-nilai Pancasila dalam segala tindakan etika dan moral
bernegara.6
Bentuk hubungan antara agama dan negara adalah tidak
dapat di pisahkan. Sejauh ini memang ada tiga pendapat tentang
hal tersebut yaitu tidak memisahkan, dipisahkan, pisah tapi saling
membutuhkan, maka untuk masa yang akan datang ketiga model
tersebut tidak dapat diterapkan. Sebab, model pertama
mengindikasikan sikap yang apatis terhadap Barat yang pada
gilirannya posisi umat islam pada titik subordinat. Adapun model
kedua, juga tidak dapat diterima, selain sekularisasi digugat,
model demikian menyebabkan agama sering berada dalam posisi
dilematis. Manakala terjadi gejolak, agama disalahkan, sebab ia
menjadi anutan umat negara tersebut. Demikian juga, negara akan
sering “memusuhi” agama yang pada urutannya mengambil
kebijakan yang merugikan agama. Akibat, umat beragama
menjadi tidak peduli dengan negara. Kenyataan tersebut sudah
dapat dirasakan sekarang di Indonesia. Ketika Pancasila
ditetapkan sebagai dasar negara, maka pemahamannya adalah
bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan agama. Sebab
Pancasila menjadi “agama baru” bagi Indonesia. Semua perilaku
anak bangsa bukannya tidak boleh berlawanan dengan agama,
tetapi tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Imbasnya,
ketika reformasi dikumandangkan, “agama baru” tersebut digugat
dan malah kehilangan kredibilitas.7
C. Persoalan Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dengan Agama
Konflik yang kerap mencuat di masyarakat kita merupakan
konsekuensi dari realitas masyarakat Indonesia yang plural.

6
Mohammad Jafar Hafsah, dkk, Strategi Pembudayaan Nilai-nilai dalam
Menguatkan Semangat ke-Indonesia-an, (Yogyakarta : RSP Press, 2013), hlm.
176
7
Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Relasi Islam dan Negara Perspektif
Modernis dan Fundamentalis, (Magelang : Yayasan Indonesiatera, 2001), hlm.
129
6
Masyarakat Indonesia secara demografis maupun sosiologis
merupakan wujud dari bangsa yang majemuk. Ciri yang
menandai sifat kemajemukan ini adalah adanya keragaman
budaya yang terlihat dari perbedaan bahasa, suku bangsa (etnis)
dan keyakinan agama serta kebiasaan-kebiasaan kultural lainnya.
Pada satu sisi, kemajemukan budaya ini merupakan kekayaan
bangsa yang sangat bernilai, namun pada sisi yang lain
keragaman kultural memiliki potensi bagi terjadinya disintegrasi
atau perpecahan bangsa. Pluralitas budaya ini seringkali dijadikan
alat untuk memicu munculnya konflik suku bangsa, agama, ras,
dan antargolongan [SARA], meskipun sebenarnya faktor-faktor
penyebab dari pertikaian tersebut lebih pada persoalan-persoalan
politik, ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi.
Pada titik tertentu, jika konflik dan pertikaian itu tidak
dikelola dan diselesaikan secara komprehensif akan berakibat
terancamnya integrasi bangsa. Sebagaimana yang kita sadari, kini
benih-benih disintegrasi itu telah meledak di berbagai daerah.
Gerakan separatisme yang sempat mengguncang Aceh, dan kini
masih terjadi di Papua merupakan bukti nyata terjadinya
disintegrasi bangsa. Tentu, fenomena ini terjadi akibat banyak
sebab yang kompleks, baik persoalan ekonomi, politik, hukum,
dan lain sebagainya. Namun, apapun penyebabnya yang pasti
telah terjadi peluhuran komitmen kebangsaan. Berbagai persoalan
tersebut menyadarkan kepada kita tentang semakin meluruhnya
komitmen kebangsaan, karakter keindonesiaan, serta terkikisnya
nilai-nilai keagamaan. Padahal bangsa ini memiliki nilai-nilai
luhur yang tertuang dalam Pancasila. Namun, nilai-nilai Pancasila
itu kini seakan hanya di atas kertas. Pada kehidupan nyata,

7
perilaku masyarakat, baik kalangan elite maupun masyarakat
umum sudah jauh dari nilai-nilai Pancasila.8
Integrasi nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu
dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal dari
integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya
menyatukan persepsi, keinginan dan harapan yang ada antara elite
dan massa atau antara pemerintah dengan rakyat. Jadi integrasi
vertikal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan
menjembatani perbedaan-perbedaan antara integrasi dengan
rakyat. Integrasi nasional dalam dimensi yang berkenaan dengan
upaya mewujudkan persatuan diantara perbedaan-perbedaan yang
ada dalam masyarakat itu sendiri, baik perbedaan wilayah tempat
tinggal, perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya dan
perbedaan-perbedaan lainnya. Jadi integrasi horizontal
merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjembatani
perbedaan antar kelompok dalam masyarakat. Integrasi nasional
dalam dimensi ini bisa disebut dengan integrasi teritorial.9
Pengertian integrasi nasional mencakup baik dimensi vertikal
maupun dimensi horizontal. Dengan demikian persoalan integrasi
nasional menyangkut keserasian hubungan antara pemerintah dan
rakyat, serta keserasian hubungan diantara kelompok-kelompok
dalam masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya.
Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia,
tantangan yang dihadapi datang dari keduanya. Dalam dimensi
horizontal tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan
horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan
geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal tantangan yang ada
adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, dimana

8
Dra. Hj. Ida Fauziyah, M.Si., Geliat Perempuan Pasca-Reformasi, (Yogyakarta :
PT. LkiS Pelangi Aksara, 2015), hlm 208-209
9
Jimmy Hasoloan, dkk, Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta :
Penerbit Deepublish, 2016), hlm. 198-199
8
latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite
berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional.
Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering
muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal,
sehingga memberikan kesan bahwa dalam kasus Indonesia
dimensi horizontal lebih menonjol daripada dimensi vertikalnya.
Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan
dengan melemahnya otoritas pemerintahan di pusat.10

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

10
Jimmy Hasoloan, dkk, Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta :
Penerbit Deepublish, 2016), hlm. 199-200
9
1. Pelaksanaan nilai-nilai pancasila di Indonesia yaitu sesuai dengan
urutan pancasila yang ada 5 diantarnya yaitu pelaksanaan sila
pertama adalah ungakapan dan jawaban dalam kehidupan
keagamaan, kemanusiaan, keadilan dan kenegaraan. Begitu juga
seterusnya terutama pada persatuan Indonesia, meskipun
masyarakat Indonesia terdapat banyak perbedaan seperti perbedaan
suku, agama, dan adat istiadat tapi masyarakat Indonesia harus
tetap bersatu, saling menghargai satu sama lain, saling membantu
dan berbaur antara satu dengan yang lain. Asalkan semua itu tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang telah menjadi dasar
negara Indonesia.
2. Bentuk hubungan antara negara dan agama adalah tidak dapat di
pisahkan. Demikian juga, negara akan sering memusuhi agama
yang pada urutannya mengambil kebijakan yang sering merugikan
agama. Akibatnya, umat beragama menjadi tidak peduli dengan
negaranya. Ketika pancasila ditetapkan sebagai dasar negara maka
pemahamannya adalah bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan
agama sebab Pancasila menjadi agama baru bagi Indonesia.
3. Pengertian integrasi nasional mencakup baik dimensi vertikal
maupun dimensi horizontal. Dengan demikian persoalan integrasi
nasional menyangkut keserasian hubungan antara pemerintah dan
rakyat, serta keserasian hubungan diantara kelompok-kelompok
dalam masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya.
Integrasi nasional dalam dimensi yang berkenaan dengan upaya
mewujudkan persatuan diantara perbedaan-perbedaan yang ada
dalam masyarakat itu sendiri, baik perbedaan wilayah tempat
tinggal, perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya dan
perbedaan-perbedaan lainnya.
B. Saran
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari bahwa masih
banyak yang harus direvisi dari makalah ini. Kritik dan saran
10
yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

11

Anda mungkin juga menyukai