1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer C.
Suzanne, 2002)
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya
tanpa peringatan, dan yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau
kematian, akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun non
perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002)
Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang disebabkan
oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddart, 2002)
Stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelainan
otak ba secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh system pembuluh darah
otak. (Marilyn E & Doenges, 2000)
2. Etiologi
a) Trombosist adalah gumpalan darah yang ada didalam dinding pembuluh
darah, perlahan akan menutup akibat penyimpanan kolesterol dalam dinding
arteri. Tanda-tanda trombosit bervariasi, misal : sakit kepala, pusing kejang
dan kehilangan bicara sementara, paralysis dan tanda ini tidak terjadi secara
tiba-tiba.(Brunner dan Suddarth, 2001)
b) Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain) Kebanyakan emboli
serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung sehingga masalah yang
dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan dari penyakit jantung.
c) Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak).(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
d) Hemorragic Serebral
Adalah perdarahan pada otak akibat pecahnya pembuluh darah serebral
sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak atau disekitar otak.
.
3. Patofisiologi
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus.Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,
aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang menyebabkan iskemia
kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan
otak.Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia
yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal.
Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh
emboli.Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang
bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di
samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga
terjadi nekrosis jaringan otak.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan
sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut.Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut.
Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti
aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi
peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau
infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia
A. Price dan Wilson, 2006)
Menurut (Lany Sustiyani Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto, 2003)
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cidera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke bagian otak
tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan
iskhematik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian rupa hebatnya, dapat
menimbulkan nekrosis (infark)
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan hancurnya darah ke
jaringan (hemorrhage)
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Rdema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstisiel
jaringan otak.
4. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan.dengan
terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme
pembuluh darah serebral, edema serebral.
5. Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan.dengan
terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme
pembuluh darah serebral, edema serebral
Tujuan dan kriteria hasil :
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000.
Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC
2. ISI LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL NAPAS
1. Definisi
Gagal nafas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk
melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran
karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan
untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal
napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.
(Bruner and Suddart 2002).
Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan
karbondioksida (Price& Wilson, 2005).
Gagal nafas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh
ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang
karbon dioksida secara adekuat (Kapita Selekta Penyakit, 2011).
2. Etiologi
1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi
tidak adekuat. Saraf pusat pernafasan yang mengendalikan pernafasan,
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan
lambat dan dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan
intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi
kelainan pada saluran nafas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah
kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut
maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada
pasien tidak sadar, spasme laring, atau oedema laring, epiglotis akut, dan
tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis
kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai
dengan sepsis.
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) :
Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema,
dan bronkhiektasis.
3. Patofisiologi
Indikator gagal nafas setelah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
pernafasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang
dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi
sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20
ml/kg). Penyebab terpenting gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernafasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien
dengan anestesi, cedera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis,
hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan.
Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif
dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen
menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan
efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut.
4.
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sumbatan jalan nafas dan kurangnya
ventilasi sekunder terhadap retensi lendir
2) Gangguan pertukaran gas b/d abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
3) Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
4) Kelebihan volume cairan b/d edema pulmo
5) Resiko cidera b/d penggunaan ventilasi mekanik
5. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sumbatan jalan nafas dan kurangnya
ventilasi sekunder terhadap retensi lender.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam bersihan
jalan nafas teratasi.
Kriteria hasil : tidak ada suara nafas tambahan, secret berkurang/hilang
Intervensi :
a. Auskultasi paru untuk mengetahui adanya suara nafas tambahan
b. Catat reflek batuk dan secret yang keluar
c. Lakukan suction jika diperlukan
d. Monitor status hidrasi untuk mencegah kekentalan pada secret
e. Berikan cairan garam faal sesuai indikasi untuk membuang secret yang
lengket
f. Berikan fisioterapi dada
1. Definisi
Menurut Alwi, I di dalam buku Ilmu Penyakit Dalam (2014), ST Elevasi Infark
Miokard adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard
dan dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti
pelepasan biomarker nekrosis miokard. Mortalitas selama perawatan (5-6%) dan
mortalitas 1 tahun (7-18%) cenderung menurun dikaitkan dengan peningkatan
terapi medis sesuai pedoman dan intervensi. Tanda dan gejala umum pada
penderita STEMI sendiri yaitu, nyeri pada dada kiri yang menyebar smpai ke
bahu, leher dan lengan. Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk, ditekan, rasa
terbakar,rasa terpelintir, rasa tertindih benda berat. Selain nyeri, klien juga
mersakan mual, muntah, berkeringat dingin, cemas terhadap penyakit yang
dirasakannya, bada tersa lemas, kadang sulit bernafas.
2. Etiologi
Nurarif dan Kusuma (2013) mengemukakan bahwa etiologi Infark Miokard Akut
dengan STEMI yaitu:
Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh tiga faktor:
1) Faktor pembuluh darah: Arterosklerosis, spasme, arteritis
2) Faktor sirkulasi: Hipotensi, stenosus aorta, insufiensi
3) Faktor darah: Anemia, hipoksemia, polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat
1) Aktivitas berlebihan
2) Emosi
3) Makanan terlalu banyak
4) Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada:
1) Kerukaskan miokard
2) Hypertropimiokard
3) Hypertensi diastolik.
Faktor resiko biologis
3. Patofisiologi
Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi oleh refleks simpatik dapat
memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola menyeluruh akan
mempertinggi resistensi perifer total, dengan demikian tekanan rata-rata artena
akan meningkat. Penyempitan pembuluh vena akan mengurangi kapasitas vena,
akan meningkatkan alir balik vena ke jantung dan pengisian ventrikel. Pengisian
ventrikel yang meningkat akan meningkatkan daya kontraksi dan volume ejeksi.
Dengan menurunnya fungsi ventrikel maka dipadukan tekanan pengisian diastolik
yang lebih tinggi agar curah sekuncup dapat dipertahankan. Peningkatan tekanan
pengisian diastolik dan volume ventrikel akan menegangkan serabut miokardium,
dan dengan demikian meningkatkan kekuatan kontraksi sesuai hukum Starling.
Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lebih lanjut lewat retensi natrium
dan air oleh ginjal. Akibatnya, infark miokardium biasanya disertai pembesaran
ventrikel kiri sementara akibat dilatasi kompensasi jantung. Bila perlu, dapat
terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya
kontraksi dan pengosongan ventrikel (Price, Silvia. 2006).
4.
Diagnosa Keperawatan
1) penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor
listrik, penurunan karakteristik miokard
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot
jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
3) Gg. pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli
atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolarkapiler
( atelektasis , kolaps jalan nafas! alveolar edema paru/efusi, sekresi
berlebihan / perdarahan aktif)
4) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri
5) Risiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium l retensi air , peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard
ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas,
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
1 Nyeri berhubungan Tujuan : 1. Observasi karakteristik, lokasi, waktu,
dengan iskemia Setelah dilakukan dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
jaringan sekunder intervensi 2. Anjurkan pada klien menghentikan
terhadap sumbatan keperawatan aktifitas selama ada serangan dan
arteri ditandai selama 3x24 jam istirahat.
dengan : diharapkan nyeri 3. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi,
a. nyeri dada berkurang. mis nafas dalam, perilaku distraksi,
dengan / tanpa visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
penyebaran Kriteria Hasil: 4. Pertahankan Oksigenasi dengan bikanul
wajah meringis a. Nyeri dada contohnya ( 2-4 L/menit )
b. gelisah berkurang 5. Monitor tanda-tanda vital ( Nadi &
c. delirium misalnya dari tekanan darah ) tiap dua jam.
d. perubahan nadi, skala 3 ke 2, 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam
tekanan darah. atau dari 2 ke 1 pemberian analgetik.
b. tidak gelisah
c. nadi 60-100
x/menit
d. TD 120/ 80
mmHg
Putri & Wijaya. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika
1. Definisi
3. Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun
otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi
tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.Dalam mekanisme cedera
kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre coup dan coup
pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang
mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup
disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena
sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah
benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada
keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada
mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari
tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang.
Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke
belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari
tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak
bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak
terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah
menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut.
Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya
bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah yang
memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian
sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
4. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan
atau vena terputus,
2. Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik,
3. Resiko terjadinya peningkatan intra cranial b/d adanya proses desak
ruang akibat penumpukan cairan / darah dalam otak
5. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan kriteria hasil
1 Ketidakefektifan NOC: Monitor Tekanan Intra
perfusi jaringan1. Status sirkulasi Kranial
( serebral) b.d2. Perfusi jaringan 1. Catat perubahan respon
aliran arteri dan serebral klien terhadap stimulus /
atau vena rangsangan
terputus. Setelah dilakukan 2. Monitor TIK klien dan
tindakan respon neurologis
keperawatan selama terhadap aktivitas
….x 24 jam, klien 3. Monitor intake dan output
mampu men-capai : 4. Pasang restrain, jika perlu
1. Status sirkulasi 5. Monitor suhu dan angka
dengan indikator: leukosit
· Tekanan darah 6. Kaji adanya kaku kuduk
sis-tolik dan 7. Kelola pemberian
diastolik dalam antibiotik
rentang yang 8. Berikan posisi dengan
diharapkan kepala elevasi 30-40O
· Tidak ada dengan leher dalam posisi
ortostatik hipotensi netral
· Tidak ada tanda 9. Minimalkan stimulus dari
tan-da PTIK lingkungan
2. Perfusi jaringan 10. Beri jarak antar tindakan
serebral, dengan keperawatan untuk
indicator : meminimalkan
· Klien mampu peningkatan TIK
berko-munikasi 11. Kelola obat obat untuk
dengan je-las dan mempertahankan TIK
sesuai ke-mampuan dalam batas spesifik
· Klien
menunjukkan Monitoring Neurologis
perhatian, konsen- (2620)
trasi, dan orientasi 1. Monitor ukuran,
· Klien mampu kesimetrisan, reaksi dan
mem-proses bentuk pupil
informasi 2. Monitor tingkat
· Klien mampu kesadaran klien
mem-buat keputusan 3. Monitor tanda-tanda vital
de-ngan benar 4. Monitor keluhan nyeri
· Tingkat kesadaran kepala, mual, dan muntah
klien membaik 5. Monitor respon klien
terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik
klien
Aditya, Dwi Priasojo. 2017. Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cedera
Kepala Berat (Ckb) Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Perfusi
Jaringan Cerebraldi Ruang Igd Rsud Prof.Dr.Margono Soekarjo
Purwokerto. Purwokerto: http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/id/eprint/671.
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-
2008. Jakarta: EGC.
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease
Processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC.