Anda di halaman 1dari 28

LP PROSEDUR TINDAKAN

UNIT GAWAT DARURAT

RSUD TARAKAN

Nama Penyusun

Dimas Prianggodo

NPM

2019740026

PROGRAM STUDI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019-2020
1. PROSEDUR TINDAKAN : SUCTION

A. Definisi
Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir yang dilakukan dengan
memasukkan selang kateter suction melalui hidung, mulut atau selang endotrakeal .
Prosedur tersebut dilakukan untuk mempertahankan jalan napas, memudahkan
penghilangan sekret jalan napas, agar suplai oksigen terpenuhi, dan mencegah terjadinya
pneumonia. Suction harus dilakukan dengan prosedur yang tepat untuk mencegah
terjadinya infeksi, luka, spasme, edema serta perdarahan jalan nafas (Putri
Kristyaningsih, 2017).

B. Tujuan
1. mempertahankan jalan napas
2. agar suplai oksigen terpenuhi
3. memudahkan penghilangan sekret jalan napas
4. mencegah terjadinya pneumonia

C. Peralatan
1. Selang kateter suction steril
2. Duk alas
3. Sarung tangan steril
4. Mesin alat penghisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan
5. Pinset steril
6. Kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9 % dan larutan desinfektan
7. Kassa steril
8. Kertas tisu
9. Stetoskop
10. Bengkok

D. Persiapan pasien
Jelaskan prosedur kepada pasien, sesuaikan tempat tidur dengan posisi kerja yang
nyaman, persiapkan tekanan suction. Lakukan pemeriksaan fisik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Hindari tindakan suction bila terdapan cedera kepala / fraktur
basis kranii.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien kepala sedikit Ekstensi
2. Memberikan Oksigen 2 – 5 menit
3. Meletakkan pengalas di bawah dagu pasien
4. Memakai sarung tangan
5. Menghidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol penampung
6. Memasukkan kanul section dengan hati-hati (hidung ± 5 cm, mulut ±10 cm)
7. Menghisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik keluar perlahan sambil
memutar (+ 5 detik untuk anak, + 10 detik untuk dewasa)
8. Membilas kanul dengan NaCl, berikan kesempatan pasien bernafas
9. Mengulangi prosedur tersebut 3-5 kali suctioning
10. Mengobservasi keadaan umum pasien dan status pernafasannya
11. Mengobservasi secret tentang warna, baud an volumenya
12. Cuci tangan setelah prosedur telah dilakukan

F. Pendokumentasian
Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret, dan respon pasien terhadap
prosedur yang dilakukan.

G. Komplikasi
1. Hipoksemia
2. Disritmia
3. bradikardi, hipotensi
4. Bronkospasme
5. pneumonia
6. Peningkatan (TIK)
7. Trauma mukosa trakea
8. Perdarahan
9. Infeksi nosokomial

DAFTAR PUSTAKA

Kristyaningsih, Putri. "Hubungan Pengetahuan Perawat Terhadap Pelaksanaan Tindakan Suction


di Ruang ICU RSUD Gambiran Kediri." Jurnal Wiyata: Penelitian Sains dan Kesehatan 2.2
(2017): 157-161.

Kurniati, A. Yanny, T & Siwi, I. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy Edisi
Indonesia Pertama. Jakarta : Elsevier

Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi dalam
praktek. Jakarta: EGC.

Subekti, N. 2008. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik Edisi 8 Volume 1.


JakartaEGC
2. PROSEDUR TINDAKAN : PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANUL
/MASKER

A. Definisi
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel. Kekurangan
oksigen akan berdampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Karenanya,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi
dengan baik. Untuk itu setiap perawat harus paham dengan manifestasi tingkat
pemenuhan oksigen pada pasien serta mampu mengatasi berbagai masalah terkait dengan
pemenuhan kebutuhan tersebut (I. Putu Gede Nova Indra, 2017).

B. Tujuan
1. Mencegah hipoksia
2. Memenuhi kebutuhan oksigenisasi pasien
3. Meningkatkan rasa nyaman pasien

C. Peralatan
1. Nasal kanul atau masker O2
2. Selang O2
3. Humidifier
4. Air steril atau aquades untuk humidifier
5. O2 portable atau O2 sentral
6. Plester

D. Persiapan pasien
1. Mengkonfirmasi identitas pasien
2. Mengkaji tanda-tanda vital, suara nafas, SaO2, upaya nafas, capillary refill dan tingkat
kesadaran
3. Mengecek program terapi
4. Mencuci tangan
5. Menyiapkan alat.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Observasi kondisi mulut dan hidung pasien (bila kotor, bersihkan dengan kassa/cotton
bad yang telah dilembabkan dengan cairan isotonic/NaCl 0,9%)
2. Menghubungkan nasal kanul atau masker ke humidifier dan sumber oksigen (O2
portable atau O2 sentral)
3. Isi humidifier dengan aqua atau air steril sampai batas yang telah ditentukan
4. Atur laju aliran oksigen sesuai order atau resep medis
5. Pastikan oksigen mengalir dengan baik
6. Pasang ujung nasal kanul ke lubang hidung pasien dan lakukan fiksasi pada samping
hidung atau pipi pasien
7. Pastikan pasien nyaman (nasal kanul atau masker terpasang dengan benar, tidak terlalu
kendur dan tidak terlalu kencang)
8. Pendokumentasian
9. Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret, dan respon pasien terhadap
prosedur yang dilakukan.
F. Pendokumentasian
Catat kenyamanan klien, catat status respirasi klien, ttv klien, catat dalam catatan
perkembangan keperawatan

G. Komplikasi
Efek samping pemberian terapi oksigen (O2) terhadap sistem pernapasan, di antaranya
dapat menyebabkan terjadinya depresi napas, keracunan oksigen (O2) dan nyeri
substernal.

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Arief, Nurul Hidayah, and Amana Ajeng. "Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen
pada Pasien Gangguan Sistem Pernafasan." Jurnal Keperawatan Terapan. Volume 1 (2015).

Maya, I. Putu Gede Nova Indra. "Terapi Oksigen (O2). Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan
Klinik Madia Bagian/ Smf Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Rsup Sanglah Denpasar 2017.

Pamungkas, P. N., Istiningtyas, A., & Wulandari, I. S. (2015). Manajemen terapi oksigen oleh
perawat di ruang instalasi gawat darurat RSUD Karanganyar. Jurnal Keperawatan, hlm, 3.
3. PROSEDUR TINDAKAN : JAHIT LUKA (HECTING)

A. Definisi
Jahitan merupakan hasil penggunaan bahan berupa benang untuk mengikat atau ligasi
pembuluh darah menghubungkan antara dua tepi luka. Penjahitan luka merupakan
tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk mencegah
pendarahan dengan menggunakan benang (Hammond Belinda B, 2018).

B. Tujuan
1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Membantu proses penyembuhan luka
3. Mencegah terjadinya syok hipovolemi
4. Mengendalikan perdarahan

C. Peralatan
1. Bak instrumen
a. Spuit irigasi 50 cc
b. Soft koteker
c. Pinset anatomis
d. Pinset chirrugis
e. Gunting jaringan
f. Arteri klem
g. Knop sonde
h. Container untuk cairan irigasi
i. Naal foulder
2. Kassa dan depres dalam tromol
3. Handschone / gloves steril
4. Neerbeken (bengkok)
5. Kom kecil/ sedang
6. Heacting set
7. Spuit 3 cc
8. Pembalut sesuai kebutuhan
a. Kasa
b. Kasa gulung
c. Sufratul
9. Topical terapi
a. Oxytetraciclin salep /
b. Gentamicin salep 0,3 %
c. Lidokain ampul
10. Cairan pencuci luka dan disinfektan
a. Cairan NS / RL hangat sesuai suhu tubuh 34 0 -37 0 C
b. Betadine
11. Persiapan Alat :Non Streril
1. Schort / Gown
2. Perlak + Alas Perlak / Underpad
3. Sketsel / Tirai
4. Gunting Verband
5. Neerbeken / Bengkok
6. Plester (Adhesive) Atau Hipafix Micropone
7. Tempat Sampah

D. Persiapan pasien
1. Mengkonfirmasi identitas pasien
2. Mengkaji tanda-tanda vital, suara nafas, SaO2, upaya nafas, capillary refill dan
tingkat kesadaran
3. Mengecek program terapi
4. Mencuci tangan
5. Menyiapkan alat.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Perawat menyiapkan alat kedekat pasien dan menjelasakan kepasien atau keluarga
pasien (informed concern)
2. Perawat memakaia handscoen
3. Dep luka dengan kasa steril, kemudian bersihkan dengan cairan NaCl. Apabila kotor
siram dengan H2O2
4. Olesi daerah luka dengan betadine
5. Olesi dengan kapas alcohol, lalu suntikan lidokain injeksi  2 cc disekitar pingiran
luka  tunggu  5 menit
6. Dep lagi luka dengan kasa steril kemudian bila ada pembuluh darah yang terpotong
diklem diikiat dengan benang catgut
7. Pegang bibir luka dengan pinset chirugis, kalau ada kotoran ambil dengan pinset
anatomi
8. Pasang jarum kulit dan benang kulit dinalvolder, lalu jahit bibir luka dengan rapi,
setelah luka ditutup olesi dengan betadine. Kemudian beri supratul,lalu tutup dengan
kasa steril dan verband.
9. Bersihkan daerah bekas luka
10. duk bolong dibuka
11. konseling pada pasien (anjuran untuk menjaga sterilitas didaerah luka)
F. pendokumentasian
1.catatat karakteristik luka
2.ukur panjang lebar luka
3. lihat adakah tanda-tanda infeksi

G. Komplikasi
1. Infeksi
2. Perdarahan
3. kecacatan

DAFTAR PUSTAKA

Hammond, Belinda B. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy edisi
Indonesia. Singapore: Elsevier.

Zuhan, Arif, Hadian Rahman, and Januarman Januarman. "Profil Penanganan Luka pada Pasien
Trauma di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat." Jurnal
Kedokteran 5.3 (2016): 21-21.
4. PROSEDUR TINDAKAN : PEMERIKSAAN EKG

A. Definisi
Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu grafik yang menggambarkan kegiatan listrik
jantung dalam tubuh dan di rekam serta dicatat melalui elektroda-elektroda yang
dipasang pada permukaan tubuh tepatnya di dada.(Andika Pratama, 2016).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui aktivitas listrik jantung dan otot jantung yang menunjukan
indikasi abnormal atau normal.
2. Untuk mengetahui adanya gangguan hantaran (Aritmia) dan pembesaran ruang-ruang
jantung, atrium, dan ventrikel.
3. Untuk mengetahui efek dari obat-obatan seperti (Digitalis, anti Aritmia).
4. Unruk mengetahui gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium.
5. Untuk mengetahui penilaian fungsi jantung.

C. Peralatan
1. Handscoen jika diperlukan.
2. Kapas/kasa dan alcohol swab atau gel.
3. Mesin EKG beserta elektroda-elektrodanya.
4. Kertas grafik garis horizontal dan vertikal dengan jarak 1 mm. Garis lebih tebal
terdapat pada setiap 5 mm.
5. Lembar pelaporan hasil EKG.

D. Persiapan pasien
1. Mengidentifikasi dan mengkonfirmasi identitas pasien.
2. Bila pasien menggunakan perhiasan/logam/gawai supaya dilepas dan diletakkan tidak
dekat/menempel pada pasien.
3. Mencuci tangan.
4. Menyiapkan alat EKG.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Pakai handscoen (Jika diperlukan)
2. Bersihkan daerah yang akan dipasang elektroda dengan kapas beralkohol.
3. Oleskan gel EKG pada elektroda untuk memperbaiki hantaran listrik.
4. Memasang Lead I,II,III di ekstremitas bipolar dan unipolar (pada ekstremitas tangan
dan kaki)
5. Memasang Lead prekordial
Pasang lead V1 4) Pasang lead V4
Pasang lead V2 5) Pasang lead V5
Pasang lead V3 6) Pasang lead V6
6. Kemudian klik start pada alat EKG untuk memulai rekam EKG dan hasil akan
tampak pada kertas EKG kemudian di print sampai semua lead terbaca dan ter-print.
7. Setelah itu lakukan interpretasi hasil EKG tersebut.
8. Kemudian jika sudah selesai lepas semua LEAD dan bersihkan sisa gel EKG dengan
kapas beralkohol
9. Rapikan kembali lead serta alat yang dipakai.
10. Kemudian jelaskan pada pasien pemeriksaan sudah selesai.
11. Tuliskan keterangan nama pasien, tanggal dan jam pemeriksaan.

F. Pendokumentasian
Setelah selesai, catatat hasil rekam jantung untuk menentukan hasil yang didapatkan

G. Komplikasi
indakan EKG biasanya tidak memiliki komplikasi. Proses pemeriksaan EKG adalah
proses perekaman aktivitas listrik jantung, tidak memberikan atau mengalirkan listrik.
Pada kondisi yang lebih jarang, dapat terjadi alergi pada pasien berupa gatal atau ruam
merah akibat penggunaan elektroda yang melekat di kulit. Namun, pada saat ini sudah
banyak alat EKG dengan elektroda berbahan hipoalergik.

DAFTAR PUSTAKA

Pratama, Andhica. Klasifikasi Kondisi Detak Jantung Berdasarkan Hasil Pemeriksaan


Elektrokardiografi (Ekg) Menggunakan Binary Decision Tree-Support Vector Machine (Bdt-
Svm). Diss. Universitas Brawijaya, 2016.

Sari, Sari, et al. "KEJADIAN DEVIASI SEGMEN ST PADA GAMBARAN EKG PASIEN
HIPERKOLESTEROLEMIA." Indonesian Journal for Health Sciences 3.1 (2019): 20-23.
1. PROSEDUR TINDAKAN : PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE (NGT)
A. Definisi
Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu grafik yang menggambarkan kegiatan listrik
jantung dalam tubuh dan di rekam serta dicatat melalui elektroda-elektroda yang
dipasang pada permukaan tubuh tepatnya di dada.(Andika Pratama, 2016).

B. Tujuan
1. Sebagai alternatif dalam memberikan makanan berupa cairan ataupun obat-obatan
2. Mengirigasi atau mengeluarkan isi lambung karena keracunan/perdarahan
3. Sebagai drainase cairan lambung
4. Mengurangi respon mual muntah
5. Sebagai alternatif pengambilan spesimen di lambung.

C. Peralatan
1. Selang
2. Jelly
3. Sudip Lidah
4. Penligt / senter
5. Syringe / alat suntuk ukuran 50 – 100 cc
6. Plester yang tidak menyebabkan iritasi
7. Bengkok
8. Gelas untuk mengisi air
9. Tissue
10. Normal Saline
11. Sarung tangan nonsteril / steril
12. Stetoskop

D. Persiapan pasien
1. Salam, perkenalkan diri, jelaskan TWT (tempat, waktu dan topik) dalam melakukan
tindakan NGT, inform consent, posisikan klien posisi datar ekstensi, cuci tangan.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Pasang sampiran, pasang handuk, pakai hand scoon. Bersihkan dahulu sekitar hidung
dan lubang hidung dengan kapas alkohol.
2. Siapkan selang NGT lalu ukur terlebih dahulu dari ubun-ubun sampai menuju
lambung atau bisa diukur dari telinga lalu batas diklem.
3. Oleskan jelly pada selang NGT, lalu masukkan NGT dengan pinset sambil
menginstruksikan klien untuk menelan agar membantu masuknya selang menuju
kerongkongan atau esofagus terus menuju lambung sesuai dengan yang kita ukur
sebelumnya.
4. Lalu divalidasi apakah benar selang NGT sudah masuk ke lambung dengan cara
menggunakan stetoskop dan spuit. Pakai stetoskop lalu tempelkan ke daerah perut
sedangkan spuit dimasukkan ke selang NGT sambil disemprotkan udara yang ada di
spuit lalu dengarkan dengan stetoskop.
5. Bisa juga dengan masukkan ujung selang NGT ke mangkuk yang sudah berisi air
jika benar masuk ke lambung maka tidak mengeluarkan gelembung udara. Jika
mengeluarkan gelembung udarah selang NGT masuk ke paru-paru.
6. Selanjutnya fiksasi selang NGT dengan plester di bagian hidung agar selang NGT
tidak keluar.
7. Tutup ujung selang NGT.
8. Evaluasi subjektif (respon klien) dan objektif (NGT sudah terpasang).
9. RTL (menginstruksikan klien jangan sering menggaruk-garuk hidungnya karena
dapat menyebabkan fiksasi selang NGT rusak.
10. Rapihkan pasien dan rapihkan alat.

F. Pendokumentasian
Setelah selesai, catatat cairan keluar dari lambung meliputi karakteristik, warna, dan
banyak nya cairan yg keluar dari lambung.

G. Komplikasi
Jika selang NGT atau sonde memasukkannya ke duodenum atau jejunum dapat
menyebabkan diare dan dapat menyebabkan kesulitan bernapas hingga aspirasi

DAFTAR PUSTAKA

Judith Pamela. Prosedur Pemasangan NGT Sesuai SOP. 2016


https://www.academia.edu/36689524/Prosedur_Pemasangan_NGT_Sesuai_SOP.

Asmirajanti, Mira. "GAMBARAN PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


MENERIMA PASIEN BARU, ORIENTASI PASIEN BARU, PEMENUHAN NUTRISI
MELALUI NGT DAN MEMBERIKAN OBAT MELALUI NEBULIZER DI RUANG
LUKMANUL HAKIM RUMAH SAKIT AL IHSAN BANDUNG”." Indonesian Journal of
Nursing Health Science 1.01 (2016).
6. PROSEDUR TINDAKAN : RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)
A. Definisi
Henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit, atau dikenal dengan istilah Out of Hospital
Cardiac Arrest (OHCA). OHCA didefinisikan sebagai kondisi berhentinya aktivitas
mekanik jantung yang ditandai dengan tidak adanya tanda sirkulasi jantung dan
kejadiannya terjadi di luar rumah sakit . Pasien dengan OHCA umumnya mempunyai
gambaran EKG lethal dengan kriteria ventrikuler takikardia (VT), ventrikuler fibrilasi
(VF), pulseless electrical activity (PEA) dan asystole. Semakin meningkatnya angka
kejadian OHCA dan juga untuk meningkatkan angka kelangsungan hidup pasien
dibutuhkan suatu strategi implementasi penanganan OHCA. Early-RJP merupakan
strategi implementasi bahwa early-RJP terbukti mampu meningkatkan angka
kelangsungan hidup sampai tiga kali lipat pada pasien post OHCA, dibandingkan pasien
yang tidak mendapatkan early-RJP (Linda Widyarani, 2017).

B. Tujuan
Tujuan dilakukan resusitasi jantung paru adalah berusaha memberikan bantuan sirkulasi
sistemik, beserta ventilasi dan oksigenisasi tubuh secara efektif dan optimal sampai dapat
dilakukan kembali sirkulasi sistemik secara spontan (Dinkes, 2018)

C. Peralatan
1. Alat Bantu Nafas : Sungkup Mask, BVM, Oksigen
2. Alat Defribilator
3. Papan keras dan datar ( jika tidak ada permukaan yang datar dan keras)
4. Obat obatan: Adrenalin, lidokain, ppropanolol, sulfat atropine.
5. EKG

D. Persiapan pasien
Observasi status kesadaran klien GCS, 3A aman pasien aman diri aman lingkungan,
letakan pasien di tempat datar beralas keras.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Identifikasi pasien henti jantung dan Aktivasi SPGDT Segera
a) Melakukan 3A (Aman) Sebelum melakukan pertolongan harus diingat bahwa tidak
jarang anda memasuki keadaan yang berbahaya. Selain resiko infeksi anda juga dapat
menjadi pasien jika tidak memperhatikan kondisi sekitar pada saat melakukan
pertolongan. Maka ada beberapa hal yang harus dilakukan penolong pada pasien
yaitu:
a. Memasikan keamanaan anda
Keamanaan sendiri merupakan prioritas utama karena bagaimana kita dapat
melakukan pertolongan jika kondisi kita sendiri berada dalam bahaya.
b. Memastikan keamanan lingkungan
Ingat rumus do no futher harm karena ini meliputi juga lingkungan sekitar
penderita yang belum terkena sedera. Sebagai contoh ketika terjadi kecelakaan
lalu lintas. Ingatlah para penonton untuk cepat-cepat menyingkir karena ada
bahaya seperti ledakan/api.
c. Memastikan keamanan penderita
Prioritas terakhir adalah penderita sendiri, karena penderita ini sudah mengalami
cedera dari awal.

2. Memastikan kesadaran pasien


Penolong juga perlu memeriksa pernafasaan pasien, jika pasien tidak sadarkan diri
dan bernafas secara abnormal (terengah-engah) penolong harus mngasumsikan pasien
mengalami henti jantung. Penolong harus memastikan pasien tidak merespon dengan
cara memanggil pasien dengan jelas sambil menepuk-nepuk pasien atau
menggoyang-goyangkan bahu pasien.

3. Meminta pertolongan
Pasien tidak merespon maka penolong harus segera mengaktifkan SPGDT dengan
menelpon Ambulans Gawat Darurat, atau ambulans rumah sakit terdekat.
Mengaktifkan SPGDT penolong harus siap dengan jawaban mengenai lokasi
kejadian, kejadian yang sedang terjadi, jumlah pasien dan bantuan yang dibutuhkan.
Rangkaian tindakan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan apabila pada lokasi
kejadian terdapat lebih dari satu penolong, misalnya penolong pertama memeriksa
respon pasien kemudian melanjutkan tindakan BLS sedangkan penolong kedua
mengaktifkan SPGDT dengan menelpon ambulans terdekat dan mengambil alat kejut
jantung otomatis (AED), jika penolong hanya seorang diri, setelah memeriksa respon
kesadaran, penolong segera menghubungi rumah sakit terdekat atau ambulans dan
melakukan pertolongan awal kompresi dengan cepat dan kuat.
4. Resusitusi Jantung Paru (RJP)
Sebelum melakukan komplesi dada penderita, penolong melakukan pemeriksaan
denyut arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik, pemeriksaan ini dilakukan
dengan memegang leher pasien dan mencari trakea dengan 2 – 3 jari, selanjutnya
dilakukan perabaan dengan menggeser ke lateral sampai menemukan batas trakea
dengan otot samping leher ( tempat arteri karotis berada).
Kemudian lakukan RJP, RJP terdiri dari penekanan dada dan bantuan napas dengan
perbandingan 30:2 berarti 30 kali penekanan dada kemudian dilanjutkan dengan
memberikan 2 kali bantuan napas
a) Kompresi dada
Penekanan dada yang dilakukan dengan prinsip tekan kuat, tekan cepat
mengembang sempurna, dan berirama. Penolong meletakan pangkal telapak
tangan disetengah bawah sternum pasien dan meletakan tangan yang lain diatas
tangan yang pertama dengan jari-jari saling mengunci dan lengan tetap lurus
Komponen yang perlu dilakukan saat melakukan kompresi dada :
a. Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras
b. Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang
telah saling berkaitan di bagian bawah sternum, 2 jari diatas processus
xyphoideus, penolong melakukan kompresi dalam keadaan berlutut.
c. Berikan kompresi dengan frekuensi yang mencukupi ( minimal 100x)
d. Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inci (5cm)
e. Penolong awam melakukan kompresi 100x/menit tanpa interupsi. Penolong
terlatih tanpa alat bantu napas, lakukan kompresi dengan perbandingan 30:2
berarti 30 kali penekanan dada kemudian dilanjutkan dengan memberikan 2
kali bantuan napas.
f. Evaluasi penderita dengan melakukan pemeriksaan denyut arteri karotis setelah
5 siklus kompresi.

Kompresi dada pada Anak :


a. Periksa denyut nadi pada bayi dan anak sebelum dilakukan kompresi.
Pemeriksaan pada bayi dilakukan pada arteri besar yaitu arteri brakialis atau
arteri femoralis. Sedangkan pada anak lebih dari 1 tahun dilakukan mirip pada
orang dewasa
b. Pada bayi, lakukan kompresi dengan menggunakan teknik kompresi 2 jari atau
2 ibu jari, sedangkan pada anak berumur kurang dari 8 tahun lakukan dengan
teknik satu tangan
c. Kompresi pada anak umur 1 – 8 tahun dilakukan dengan cara meletakkan
tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, menekan sternum sedalam
2.5 – 4 cm kemudian lepaskan dengan ratio menekan : melepas dengan
kecepatam 100x/menit, setelah 30 kali kompresi, buka jalan nafas dan berikan
2 kali nafas buatan sampai dada terangkat untuk satu penolong, jika terdapat 2
penolong lakukan kompresi dan nafas buatan dengan ratio 15 : 2
d. Kompresi pada bayi, dilakukan dengan cara : meletakkan 2 jari pada setengah
bawah sternum, lebar 1 jari berada di bawah gari intermamari, menekan
sternum sedalam 1.25 – 2.5 cm kemudian angkat tanpa melepas jari dari
sternum dengan kecepatan 100 x/ menit, setelah 30x kompresi lakukan
pemberian bantuan nafas 2x sampai dada terangkat untuk satu penolong, jika
terdapat 2 penolong lakukan kompresi dan nafas buatan dengan ratio 15 : 2

b) Bantuan Nafas
Setelah dilakukan tindakan kompresi sebanyak 30x maka dilakukan pemberian 2x
bantuan nadas dengan membuka jalan nafas.
a. Posisikan penderita dalam posisi terlentang dengan dasar keras dan
datar,posisi penolong berada disamping penderita
b. Buka jalan nafas dengan metode head tilt chin lift maneuver ( dorong kepala
kebelakang sampil mengangkat dagu), tindakan ini dilakukan bila penderita
tidak dicurigai mengalami trauma leher. Bila penderita dicurigai mengalami
trauma leher, maka tindakan yang dilakukan dengan cara menekan ranhang
bawah kea rah belakang/ posterior (jaw thrust).
c. Berikan bantuan nafas 2 kali dalam waktu 1 detik setiap tiupan, berikan
bantuan nafas dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk
memperlihatkan pengangkatan dinding dada, pemberian nafas dapat dilakukan
dengan metode :
1. Mulut ke mulut
Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan penolong, car
melakukan pertolongan :
- mempertahankan posisi head tilt chin lift, dilanjutkan dengan menjepit
hidung penderita menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan
- buka sedikit mulut pasien, tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat setiap tiupan
1 detik dan pastikan dada sampai terangkat, tetap pertahankan posisi head
tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut pasien, lihat apakan dada
pasien turun sewaktu ekshalasi.
2. Kantung pernafasan
Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang
menempel pada sungkup muka, volume kantung nafas 1600ml, alat ini
digunakan dengan sumber oksigen. Bila alat telah disambungkan ke
oksigen, kecepatan aliran adalah 12 L/menit. Penolong memompa sekitar
400- 6ml dalam 1 detik ke pasien. Caranya dengan menempatkan tangan
untuk membuka jalan nafas dengan meletakkan sungkuo menutupi muka
dengan teknik E – C Clamp yaitu ibu jari dan jari telunjuk penolong
membentuk huruf C dan mempertahankan sungkup di muka pasien, jari-
jari ke 3, 4, 5 membentuk huruf E dengan meletakkan di rahang bawah
untuk mengangkat dagu dan rahang bawah.

5. Melakukan kejut jantung dengan alat kejut jantung otomatis (AED)


Penolong melakukan penekanan dada dan mengecek denyut nadi setiap 2 menit
sampai alat kejut jantung otomatis (AED) datang dan siap untuk digunakan atau
bantuan dari tenaga kesehatan telah datang.
Alat kejut jantung otomatis (AED) merupakan alat yang dapat memberikan kejutan
listrik pada pasien. Pertama, pasang terlebih dahulu bantalan (pad) alat kejut jantung
otomatis pada dada pasien sesuai instruksi yang ada pada alat, setelah dinyalakan
ikuti instruksi dari alat tersebut yaitu jangan menyentuh pasien karena alat kejut
jantung otomatis akan menganalisis irama jantung pasien. Alat mengidentifikasi
irama jantung yang abnormal dan membutuhkan kejut jantung, minta orang-orang
agar tidak ada yang menyentuh pasien, lalu penolong menekan tombol kejut jantung
pada alat. Penekanan pada dada segera setelah alat memberikan kejutan listrik pada
pasien. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kelistrikan jantung seperti semula.

6. Posisi pemulihan
dilakukan jika korban sudah bernapas dengan normal. Tidak ada standar baku untuk
melakukan posisi pemulihan, yang terpenting adalah korban dimiringkan agar tidak
ada tekanan pada dada korban yang bias menggangu pernapasan. Rekomindasi posisi
pemulihan adalah meletakan tangan kanan korban keatas, tekuk kaki kiri korban,
kemudian tarik korban sehingga korban miring kearah lengan dibawah kepala korban
atau yangbiasa disebut dengan posisi mantap.

F. Pendokumentasian
Identitas pasien, kejadian, tindakan : berapa kali melaukan resusitasi jantung paru
( berapa siklus ( kompresi dada : bantuan nafas), berapa lama dilakukan resusitsi jantung
paru, obat – obatan yang diberikan oleh petugas medis, jika pasien tidak tertolong maka
catat kapan pasien dinyatakan meninggal dan penyebab pasien menginggal.

Kapan RJP dihentikan :


1. Jika penolong sudah melakukan bantuan hidup dasar dan lanjut secara optimal : RJP,
defribilasi pada pasien VT/VF, pemberian vasopressin atau efineprin intravena,
membuka jalan nafas, ventilasi dan oksigenisasi, dan sudah melakukan pengobatan
irama seuai dengan pedoman
2. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracum atau
mengalami overdosis obat yang akan menghambat system saraf pusat.
3. Kejadian henti jantung tidak disaksikan oleh penolong
4. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10
menit
G. Komplikasi
1. Fraktur iga dan sternum
2. Pneumothorax
3. Hemothorax
4. Kontusio paru
5. Laserasi hati dan limpa
6. Emboli Lemak

DAFTAR PUSTAKA

Anderas, dkk. 2018. Module BTCLS Basic Trauma Cardiac Life Support AGD DINKES.
Jakarta : AGD Dinken Provinsi DKI Jakarta
Hammond, Belinda B. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy edisi
Indonesia. Singapore: Elsevier
Widyarani, Linda. "Analisis Pengaruh Pelatihan Resusitasi Jantung Paru RJP Dewasa terhadap
Retensi Pengetahuan dan Ketrampilan RJP pada Mahasiswa Keperawatan di
Yogyakarta." Jurnal keperawatan soedirman 12.3 (2018): 143-149.
7. PROSEDUR TINDAKAN : PEMASANGAN KATETER URIN
A. Definisi
Eliminasi merupakan salah satu pemenuhan kebutuhan fisologis manusia. Terganggunya
eliminasi menandakan terjadinya gangguan pada bagian sistem perkemihan sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan dalam kehidupan sehari – hari dan dapat mengganggu
aktivitas. Pemasangan kateter urin merupakan suatu tindakan invasif dengan
memasukkan selang ke dalam kandung kemih yang mana bertujuan untuk membantu
dalam mengeluarkan urin. Tindakan ini dapat menyelamatkan kehidupan, khususnya bila
saluran kemih tersumbat atau pasien tidak dapat melakukan pengeluaran urin (Reza Dwi
Prastia, 2015).

B. Tujuan
Untuk menyalurkan urin Pasien yang mengalami Retensi Urin, Untuk memonitor saluran
urin secara akurat, pasien dengan kehilangan kendali kandung kemih, pasien yang akan
menjalani operasi, pasien dengan multiple trauma

C. Peralatan
1. Sarung tangan (tambahan sarung tangan sebagai opsi tambahan)
2. Duk
3. Lubrikan
4. Larutan pembersih antiseptic
5. Bola kapas
6. Forceps
7. Tabung suntik yang telah diisi air steril untuk mengembangkan balon pada kateter
dengan ukuran dan jenis yang sesuai dengan prosedur
8. Selang drainase steril dengan kantung penampung dan pemegang selang serbaguna,
peniri, tali elastis untuk mengikat selang ke tempat tidur
9. Wadah penampung atau baskom
10. Penampung specimen
11. Benda lain yang dibutuhkan:
1. Sarung tangan bersih untuk membersihkan perineum
2. Selimut mandi
3. Pencahayaan yang cukup atu lampu tambahan seperti lampu pemeriksaan

D. Persiapan pasien
Kaji output urin klien, jaga privasi klien, perineal hygine, posisikan klien posisi supin
untuk laki-laki dan dorsal recumbent perempuan.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Kaji rekam medis klien, termasuk instruksi penyelenggara kesehatan dan catatan
perawat
2. Periksa status klien.
a) Tanyakan kapan klien terakhir berkemih atau periksa lembaran asupan keluaran atau
lakukan palapasi kandung kemih
b) Tingkat kesadaran atau perkembangan
c) Mobilisasi dan keterbatasan fisik klien
d) Jenis kelamin dan usia klien
e) Lakukan hygine tangan. Pakai sarung tangan bersih, lakukan inspeksi perineum untuk
melihat eritema, secret, dan bau, buka setelah lakukan inspeksi dan lakukan hygine
tangan
f) Lihat kondisi patologis yang dapat mengganggu pemasangan kateter (pembesaran
prostat)
g) Adanya alergi
3. Kaji pengetahuan klien tentang tujuan pemasangan kateter
4. Jelaskan prosedur kepada klien
5. Persiapkan personel keperawatan tambahan untuk memberi bantuan
6. Lakukan hygine tangan
7. Tutup tirai atau pintu
8. Tinggikan tempat tidur sesuai kenyamanan saat bekerja
9. Berdiri pada sebelah kiri pasien jika menggunakan tangan kanan dan sebaliknya
10. Gunakan pembatas yg berlawanan untuk ditinggikan
11. Letakan bantalan air di bawah klien
12. Posisikan klien wanita dengan posisi supinasi dengan lutut tertekuk, posisikan pada
posisi sims atau berbaring disamping tubuh dengan kaki ditekuk jika pasien tidak bisa
supinasi. Klien pria posisikan klien mencapai posisi supinasi dengan paha
diabduksikan sedikit
13. Tutup klien dengan duk
14. Gunakan sarung tangan sekali pakai untuk membersihkan perineum dan keringkan
15. Posisikan cahaya cukup menerangi perineum
16. Buka kemasan berisikan system drainase dan letakan pada tempat tidur dan letakn
selang drainase diantara pembatas matras
17. Buka perlengkapan kateterisasi sesuai instruksi dan jaga agar tetap steril
18. Letakan wadah untuk menaruh alat yang sudah digunakan
19. Kenakan sarung tangan steril
20. Atur peralatan pada area steril. Buka kemasan steril kateter. Tuangkan larutan
antisepstik steril ke dalam wadah yang ada bola kapas steril. Buka kemasan lubrikan.
Ambil wadah specimen dan tabung suntik yang telah terisi dan letakan pada area steril.
Jangan membuka balon pretest
21. Berikan lubrikan pada kateter sepanjang 2,5 sampai 5 cm untuk wanitadan 12,5
sampai 17,7 untuk pria
22. Pasang duk steril yang mengelilingi perineum
23. Letakan baki steril dan isinya diatas duk steril
24. Bersihkan meatus uretra. Wanita: dengan perlahan membuka labia sampai meatus
terpajan, pertahankan menggunakan tangan nondominan, kemudian forceps
menggunakan tangan dominan steril bersihkan perineum dengan ola kapas yang telah
dibasahi kemudian lakukan dari arah depan ke belakang dari klitoris ke anus. Pria :
pegang batang penis nondominan lakukan retraksi meatus uretra. Dengan tangan
dominan bersihkan penis dengan bola kapas steril ulangi samapai 3 kali
25. Pegang kateter dengan tangan dominan steril dengan jarak 7,5 sampai 10 cm dari
ujung kateter
26. Masukan kateter. Wanita: minta klien utnuk mengeda perlahan seakan akan berkemih
dan masukan kateter melalui meatus uretra, masukan kateter sepanjang 5-7,5 cm pada
dewasa sampai urin keluar pada kateter lanjukan 2,5-5 cm, kemudian lepasakan tangan
nondominan dan lakukan pengembangan balon secara perlahan. Pria: angkat penis
posisikan tegak lurus dengan tubuh klien dan tarik sedikit. Minta klien mengedan
seolah ingin berkemih masukan secara perlahan sampai 17-22,5 cm jika ada tahanan
jangan paksakan Tarik kembali, turunkan oenis dan pegang kateter nondominan dan
letakan kateter diujung baki urin dan kembangkan balon.
27. Ambil specimen urin sesuai kebutuhan 20-30 ml
28. Biarkan kandung kemih mengalami pengosongan 800-1000 ml
29. Kembangkan balon sesuai indikasi selang kateter dan coba Tarik perlahan untuk
memastikan terfiksasi secara baik
30. Tempelkan katetr ke ujung selang drainase dan letakan kantung drainase pada posisi
rendah klien
31. Mengamankan letak kateter fiksasi selang kateter pada paha atau ujung paha atau pada
abdomen untuk laki-laki
32. Bantu klien untuk posisi nyaman
33. Bereskan alat
34. Lakukan hand hygine
35. Palpasi kandung kemih
36. Tanyakan kenyamanan klien
37. Perhatikan jumlah urin pada kantung kateter
38. Pastikan tidak ada yg bocor pada selang urin.

F. Pendokumentasian
Catat karakteristik urin klien warna, jumlah, dan bau

G. Komplikasi
1. Retensi urine.
2. Infeksi saluran kemih berulang.
3. Hematuria kotor.
4. Batu kandung kemih.
DAFTAR PUSTAKA

Prastia, Reza Dwi. "Perbandingan Respon Nyeri Pada Prosedur Kateterisasi Urin Pria Dengan
Teknik Pengolesan Jelly Pada Kateter Dan Penyemprotan Jelly Langsung Ke Dalam Urethra Di
Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Soedarso." Jurnal ProNers 3.1.(2015).

Akhmad, Rizky Subki. Identifikasi Bakteri Pada Urin Kateter Pasien Di Bangsal Saraf Rsup Dr.
M. Djamil Padang/Identification Of Bacteria In Urine Catheters Patients In Neurology Ward
Dr. M. Djamil General Hospital Padang. Diss. Universitas Andalas, 2016.
8. PROSEDUR TINDAKAN : PEMASANGAN INFUS
A. Definisi
Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan
sebagai tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-
bahan larutan ke dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek
pengobatan secara cepat. Bahan yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau obat-
obatan. Istilah khusus untuk infus darah adalah transfusi darah. Indikasi infus adalah
menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi karena panas atau akibat
suatu penyakit, kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.

B. Tujuan

C. Peralatan
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang
infus untuk mengatur kecepatan tetesan. Jenis infus set berdasarkan penggunaannya : a.
Macro drip set b. Micro drip set c. Tranfusion Set
3. Kateter intravena (IV catheter) : 3. Kateter intravena (IV catheter) Penggunaan ukuran
kateter intravena tergantung dari pasien dan tujuan terapi intravena itu sendiri.Ukuran
Kateter intravena
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
12. Sarung tangan steril yang tidak mengandung bedak
13. Masker
14. Tempat sampah medis

D. Persiapan pasien
1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan dan prosedur
tindakan, minta informed consent dari pasien atau keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infus : - Pilih lengan
yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien tidak kidal, tangan kanan bila
pasien kidal). - Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi. -
Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang mudah
dijangkau oleh dokter/ petugas. - Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang
disiapkan sudah sesuai dengan identitas atau kebutuhan pasien. 17 - Dilihat kembali
keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari setiap alat, obat dan cairan yang akan
diberikan kepada pasien.
2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus. 3. Memasang infus
set pada kantung infuse : - Buka tutup botol cairan infus. - Tusukkan pipa saluran
udara, kemudian masukkan pipa saluran infus. - Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan
keluar dengan membuka kran selang sehingga tidak ada udara pada saluran infus, lalu
dijepit dan jarum ditutup kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½ penuh. - Gantungkan
kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.
3. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan
dengan handuk bersih dan keringkan Lengan penderita bagian proksimal dibendung
dengan torniket.
4. Kenakan sarung tangan, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat suntikan.
5. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas, membentuk
sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.
6. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir keluar.
7. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet) kira-kira 1
cm ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum agar jarum tidak
melukai dinding vena bagian dalam. Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk
menstabilkannya.
8. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang memfiksasi
bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang berwarna putih ke
dalam vena.
9. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena, Pasang infus
set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung infus atau kantung
darah, Hubungkan infus set dengan kateter vena , Penjepit selang infus dilonggarkan
untuk melihat kelancaran tetesan.
10. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester.Tetesan
diatur sesuai dengan kebutuhan. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril
dan fiksasi dengan plester. Tutup dengan kassa steril, fiksasi dengan plester dan bidai
Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya jarum
tidak mudah bergeser. Bidai untuk fiksasi pada pemasangan infus anak. Buanglah
sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam sharp disposal
(jarum tidak perlu ditutup kembali).Bereskan alat-alat yang digunakan. Cara melepas
infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum dicabut dengan
menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol, kemudian diplester.
F. Pendokumentasian
Catat aliran infus sesuai intruksi, monitor kelancaran infus,

G. Komplikasi
Resiko infeksi, resiko perdarahan, emboli udara.

DAFTAR PUSTAKA

Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, Kayley J, Malster M, Scales K, et al. Standards for infusion
therapy (third edition). Royal College of Nursing; 2010.

Moniung, F., Rompas, S., & Lolong, J. (2016). Hubungan lama kerja dengan kepatuhan
perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus di RSU GMIM pancaran kasih
Manado. JURNAL KEPERAWATAN, 4(2).
9. PROSEDUR TINDAKAN : ANALISA GAS DARAH (AGD)
A. Definisi
Merupakan pemeriksaan darah laboratorium yang diambil melalui pembuluh darah arteri
untuk mengukur atau mengetahui status kadar oksigen, karbondioksida, status
metabolisme, tingkat asam basa (pH) di dalam darah dan fungsi paru.

B. Tujuan
1. Memeriksan fungsi paru yang menjadi tempat sel darah merah mengalirkan oksigen
dan karbondioksida dari sel ke seluruh tubuh.
2. Memeriksan kondisi organ jantung dan ginjal, serta gejala yang disebabkan oleh
gangguan distribusi oksigen, karbondioksida, atau keseimbanhgan pH dalam darah.
3. Pada pasien penurunan kesadaran, gagal nafas, gangguan metabolik berat.
4. Tes ini dilakukan pada pasien yang menggunakan alat bantu nafas untuk memonitor
efektivitasnya.

C. Peralatan
1. Spuit 3cc
2. Tabung vacutainer
3. Nierbeken/bengkok
4. Kapas alkohol/alkohol swab
5. Plester
6. Kain pengalas

D. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus dalam prosedur ini, sebelum melakukan tindakan pemeriksa
harus menjaga privasi klien, menjelaskan tujuan prosedur tindakan dan memberikan
posisi yang nyaman serta aman bagi klien.

E. Langkah – langkah tindakan prosedur


1. Sebelum pemeriksaan lakukan cuci tangan 5 langkah, setelah itu lakukan Allen
test/pemeriksaan kelancaran aliran pembuluh darah dengan menekan pembuluh darah
di pergelangan tangan selama beberapa detik.
2. Tangan pemeriksa meraba untuk mencari pembuluh darah arteri (pembuluh darah
yang berdenyut, biasanya berada di area pergelangan tangan, lipatan siku/ lipatan
paha). Anjurkan klien untuk mengepalkan tangannya.
3. Setelah menemukan pembuluh darah arteri, pemeriksa mensterilkan area titik
pengambilan sampel darah dengan cairan antiseptic.
4. Setelah di sterilkan, pemeriksa menusuk jarum suntik melalui kulit menuju pembuluh
darah arteri dengan posisi jarum suntik 90o, dan sampel darah diambil 1-3mL.
Anjurkan klien untuk relaksasi nafas dalam selama proses pengambilan darah.
5. Setelah sampel darah diambil, jarum suntik dilepaskan secara perlahan dan area suntik
ditutupi perban, untuk mengurangi potensi pembengkakan, tekan area suntik selama
beberapa menit setelah jarum suntik dilepas.
a. Pindahkan sampel darah ke tabung vacutainer yang sudah terisi dengan cairan khusus,
lalu sampel darah segera dibawa ke laboratorium.

F. Pendokumentasian
Pendokumentasian hasil agd. Cara membaca hasil analisa gas darah (AGD) :
1. Jika pH darah rendah (Asidosis), maka perhatikan nilai pCO2, jika tinggi berarti
respiratorik dan jika rendah berarti metabolik.
2. Jika pH darah tinggi (alkalosis), maka perhatikan nilai bikarbonat, jika tinggi berarti
metabolik dan jika rendah berarti respiratorik.

G. Komplikasi
Efek samping yang dialami pasien adalah rasa nyeri, iritas, perdarahan atau
pembengkakan di area suntikan ketika proses pengambilan darah dan mengalami
penggumpalan darah dibawah kulit(hematoma), pusing, pingsan, infeksi pada area kulit
yang disuntik.

DAFTAR PUSTAKA

Gallo dan Hudak. 2010. Keperawatan Krisis, Edisi 6 Vol. I. Jakarta : EGC

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai