RSUD TARAKAN
Nama Penyusun
Dimas Prianggodo
NPM
2019740026
2019-2020
1. PROSEDUR TINDAKAN : SUCTION
A. Definisi
Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir yang dilakukan dengan
memasukkan selang kateter suction melalui hidung, mulut atau selang endotrakeal .
Prosedur tersebut dilakukan untuk mempertahankan jalan napas, memudahkan
penghilangan sekret jalan napas, agar suplai oksigen terpenuhi, dan mencegah terjadinya
pneumonia. Suction harus dilakukan dengan prosedur yang tepat untuk mencegah
terjadinya infeksi, luka, spasme, edema serta perdarahan jalan nafas (Putri
Kristyaningsih, 2017).
B. Tujuan
1. mempertahankan jalan napas
2. agar suplai oksigen terpenuhi
3. memudahkan penghilangan sekret jalan napas
4. mencegah terjadinya pneumonia
C. Peralatan
1. Selang kateter suction steril
2. Duk alas
3. Sarung tangan steril
4. Mesin alat penghisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan
5. Pinset steril
6. Kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9 % dan larutan desinfektan
7. Kassa steril
8. Kertas tisu
9. Stetoskop
10. Bengkok
D. Persiapan pasien
Jelaskan prosedur kepada pasien, sesuaikan tempat tidur dengan posisi kerja yang
nyaman, persiapkan tekanan suction. Lakukan pemeriksaan fisik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Hindari tindakan suction bila terdapan cedera kepala / fraktur
basis kranii.
F. Pendokumentasian
Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret, dan respon pasien terhadap
prosedur yang dilakukan.
G. Komplikasi
1. Hipoksemia
2. Disritmia
3. bradikardi, hipotensi
4. Bronkospasme
5. pneumonia
6. Peningkatan (TIK)
7. Trauma mukosa trakea
8. Perdarahan
9. Infeksi nosokomial
DAFTAR PUSTAKA
Kurniati, A. Yanny, T & Siwi, I. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy Edisi
Indonesia Pertama. Jakarta : Elsevier
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi dalam
praktek. Jakarta: EGC.
A. Definisi
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel. Kekurangan
oksigen akan berdampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Karenanya,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi
dengan baik. Untuk itu setiap perawat harus paham dengan manifestasi tingkat
pemenuhan oksigen pada pasien serta mampu mengatasi berbagai masalah terkait dengan
pemenuhan kebutuhan tersebut (I. Putu Gede Nova Indra, 2017).
B. Tujuan
1. Mencegah hipoksia
2. Memenuhi kebutuhan oksigenisasi pasien
3. Meningkatkan rasa nyaman pasien
C. Peralatan
1. Nasal kanul atau masker O2
2. Selang O2
3. Humidifier
4. Air steril atau aquades untuk humidifier
5. O2 portable atau O2 sentral
6. Plester
D. Persiapan pasien
1. Mengkonfirmasi identitas pasien
2. Mengkaji tanda-tanda vital, suara nafas, SaO2, upaya nafas, capillary refill dan tingkat
kesadaran
3. Mengecek program terapi
4. Mencuci tangan
5. Menyiapkan alat.
G. Komplikasi
Efek samping pemberian terapi oksigen (O2) terhadap sistem pernapasan, di antaranya
dapat menyebabkan terjadinya depresi napas, keracunan oksigen (O2) dan nyeri
substernal.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Arief, Nurul Hidayah, and Amana Ajeng. "Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen
pada Pasien Gangguan Sistem Pernafasan." Jurnal Keperawatan Terapan. Volume 1 (2015).
Maya, I. Putu Gede Nova Indra. "Terapi Oksigen (O2). Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan
Klinik Madia Bagian/ Smf Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Rsup Sanglah Denpasar 2017.
Pamungkas, P. N., Istiningtyas, A., & Wulandari, I. S. (2015). Manajemen terapi oksigen oleh
perawat di ruang instalasi gawat darurat RSUD Karanganyar. Jurnal Keperawatan, hlm, 3.
3. PROSEDUR TINDAKAN : JAHIT LUKA (HECTING)
A. Definisi
Jahitan merupakan hasil penggunaan bahan berupa benang untuk mengikat atau ligasi
pembuluh darah menghubungkan antara dua tepi luka. Penjahitan luka merupakan
tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk mencegah
pendarahan dengan menggunakan benang (Hammond Belinda B, 2018).
B. Tujuan
1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Membantu proses penyembuhan luka
3. Mencegah terjadinya syok hipovolemi
4. Mengendalikan perdarahan
C. Peralatan
1. Bak instrumen
a. Spuit irigasi 50 cc
b. Soft koteker
c. Pinset anatomis
d. Pinset chirrugis
e. Gunting jaringan
f. Arteri klem
g. Knop sonde
h. Container untuk cairan irigasi
i. Naal foulder
2. Kassa dan depres dalam tromol
3. Handschone / gloves steril
4. Neerbeken (bengkok)
5. Kom kecil/ sedang
6. Heacting set
7. Spuit 3 cc
8. Pembalut sesuai kebutuhan
a. Kasa
b. Kasa gulung
c. Sufratul
9. Topical terapi
a. Oxytetraciclin salep /
b. Gentamicin salep 0,3 %
c. Lidokain ampul
10. Cairan pencuci luka dan disinfektan
a. Cairan NS / RL hangat sesuai suhu tubuh 34 0 -37 0 C
b. Betadine
11. Persiapan Alat :Non Streril
1. Schort / Gown
2. Perlak + Alas Perlak / Underpad
3. Sketsel / Tirai
4. Gunting Verband
5. Neerbeken / Bengkok
6. Plester (Adhesive) Atau Hipafix Micropone
7. Tempat Sampah
D. Persiapan pasien
1. Mengkonfirmasi identitas pasien
2. Mengkaji tanda-tanda vital, suara nafas, SaO2, upaya nafas, capillary refill dan
tingkat kesadaran
3. Mengecek program terapi
4. Mencuci tangan
5. Menyiapkan alat.
G. Komplikasi
1. Infeksi
2. Perdarahan
3. kecacatan
DAFTAR PUSTAKA
Hammond, Belinda B. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy edisi
Indonesia. Singapore: Elsevier.
Zuhan, Arif, Hadian Rahman, and Januarman Januarman. "Profil Penanganan Luka pada Pasien
Trauma di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat." Jurnal
Kedokteran 5.3 (2016): 21-21.
4. PROSEDUR TINDAKAN : PEMERIKSAAN EKG
A. Definisi
Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu grafik yang menggambarkan kegiatan listrik
jantung dalam tubuh dan di rekam serta dicatat melalui elektroda-elektroda yang
dipasang pada permukaan tubuh tepatnya di dada.(Andika Pratama, 2016).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui aktivitas listrik jantung dan otot jantung yang menunjukan
indikasi abnormal atau normal.
2. Untuk mengetahui adanya gangguan hantaran (Aritmia) dan pembesaran ruang-ruang
jantung, atrium, dan ventrikel.
3. Untuk mengetahui efek dari obat-obatan seperti (Digitalis, anti Aritmia).
4. Unruk mengetahui gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium.
5. Untuk mengetahui penilaian fungsi jantung.
C. Peralatan
1. Handscoen jika diperlukan.
2. Kapas/kasa dan alcohol swab atau gel.
3. Mesin EKG beserta elektroda-elektrodanya.
4. Kertas grafik garis horizontal dan vertikal dengan jarak 1 mm. Garis lebih tebal
terdapat pada setiap 5 mm.
5. Lembar pelaporan hasil EKG.
D. Persiapan pasien
1. Mengidentifikasi dan mengkonfirmasi identitas pasien.
2. Bila pasien menggunakan perhiasan/logam/gawai supaya dilepas dan diletakkan tidak
dekat/menempel pada pasien.
3. Mencuci tangan.
4. Menyiapkan alat EKG.
F. Pendokumentasian
Setelah selesai, catatat hasil rekam jantung untuk menentukan hasil yang didapatkan
G. Komplikasi
indakan EKG biasanya tidak memiliki komplikasi. Proses pemeriksaan EKG adalah
proses perekaman aktivitas listrik jantung, tidak memberikan atau mengalirkan listrik.
Pada kondisi yang lebih jarang, dapat terjadi alergi pada pasien berupa gatal atau ruam
merah akibat penggunaan elektroda yang melekat di kulit. Namun, pada saat ini sudah
banyak alat EKG dengan elektroda berbahan hipoalergik.
DAFTAR PUSTAKA
Sari, Sari, et al. "KEJADIAN DEVIASI SEGMEN ST PADA GAMBARAN EKG PASIEN
HIPERKOLESTEROLEMIA." Indonesian Journal for Health Sciences 3.1 (2019): 20-23.
1. PROSEDUR TINDAKAN : PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE (NGT)
A. Definisi
Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu grafik yang menggambarkan kegiatan listrik
jantung dalam tubuh dan di rekam serta dicatat melalui elektroda-elektroda yang
dipasang pada permukaan tubuh tepatnya di dada.(Andika Pratama, 2016).
B. Tujuan
1. Sebagai alternatif dalam memberikan makanan berupa cairan ataupun obat-obatan
2. Mengirigasi atau mengeluarkan isi lambung karena keracunan/perdarahan
3. Sebagai drainase cairan lambung
4. Mengurangi respon mual muntah
5. Sebagai alternatif pengambilan spesimen di lambung.
C. Peralatan
1. Selang
2. Jelly
3. Sudip Lidah
4. Penligt / senter
5. Syringe / alat suntuk ukuran 50 – 100 cc
6. Plester yang tidak menyebabkan iritasi
7. Bengkok
8. Gelas untuk mengisi air
9. Tissue
10. Normal Saline
11. Sarung tangan nonsteril / steril
12. Stetoskop
D. Persiapan pasien
1. Salam, perkenalkan diri, jelaskan TWT (tempat, waktu dan topik) dalam melakukan
tindakan NGT, inform consent, posisikan klien posisi datar ekstensi, cuci tangan.
F. Pendokumentasian
Setelah selesai, catatat cairan keluar dari lambung meliputi karakteristik, warna, dan
banyak nya cairan yg keluar dari lambung.
G. Komplikasi
Jika selang NGT atau sonde memasukkannya ke duodenum atau jejunum dapat
menyebabkan diare dan dapat menyebabkan kesulitan bernapas hingga aspirasi
DAFTAR PUSTAKA
B. Tujuan
Tujuan dilakukan resusitasi jantung paru adalah berusaha memberikan bantuan sirkulasi
sistemik, beserta ventilasi dan oksigenisasi tubuh secara efektif dan optimal sampai dapat
dilakukan kembali sirkulasi sistemik secara spontan (Dinkes, 2018)
C. Peralatan
1. Alat Bantu Nafas : Sungkup Mask, BVM, Oksigen
2. Alat Defribilator
3. Papan keras dan datar ( jika tidak ada permukaan yang datar dan keras)
4. Obat obatan: Adrenalin, lidokain, ppropanolol, sulfat atropine.
5. EKG
D. Persiapan pasien
Observasi status kesadaran klien GCS, 3A aman pasien aman diri aman lingkungan,
letakan pasien di tempat datar beralas keras.
3. Meminta pertolongan
Pasien tidak merespon maka penolong harus segera mengaktifkan SPGDT dengan
menelpon Ambulans Gawat Darurat, atau ambulans rumah sakit terdekat.
Mengaktifkan SPGDT penolong harus siap dengan jawaban mengenai lokasi
kejadian, kejadian yang sedang terjadi, jumlah pasien dan bantuan yang dibutuhkan.
Rangkaian tindakan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan apabila pada lokasi
kejadian terdapat lebih dari satu penolong, misalnya penolong pertama memeriksa
respon pasien kemudian melanjutkan tindakan BLS sedangkan penolong kedua
mengaktifkan SPGDT dengan menelpon ambulans terdekat dan mengambil alat kejut
jantung otomatis (AED), jika penolong hanya seorang diri, setelah memeriksa respon
kesadaran, penolong segera menghubungi rumah sakit terdekat atau ambulans dan
melakukan pertolongan awal kompresi dengan cepat dan kuat.
4. Resusitusi Jantung Paru (RJP)
Sebelum melakukan komplesi dada penderita, penolong melakukan pemeriksaan
denyut arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik, pemeriksaan ini dilakukan
dengan memegang leher pasien dan mencari trakea dengan 2 – 3 jari, selanjutnya
dilakukan perabaan dengan menggeser ke lateral sampai menemukan batas trakea
dengan otot samping leher ( tempat arteri karotis berada).
Kemudian lakukan RJP, RJP terdiri dari penekanan dada dan bantuan napas dengan
perbandingan 30:2 berarti 30 kali penekanan dada kemudian dilanjutkan dengan
memberikan 2 kali bantuan napas
a) Kompresi dada
Penekanan dada yang dilakukan dengan prinsip tekan kuat, tekan cepat
mengembang sempurna, dan berirama. Penolong meletakan pangkal telapak
tangan disetengah bawah sternum pasien dan meletakan tangan yang lain diatas
tangan yang pertama dengan jari-jari saling mengunci dan lengan tetap lurus
Komponen yang perlu dilakukan saat melakukan kompresi dada :
a. Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras
b. Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang
telah saling berkaitan di bagian bawah sternum, 2 jari diatas processus
xyphoideus, penolong melakukan kompresi dalam keadaan berlutut.
c. Berikan kompresi dengan frekuensi yang mencukupi ( minimal 100x)
d. Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inci (5cm)
e. Penolong awam melakukan kompresi 100x/menit tanpa interupsi. Penolong
terlatih tanpa alat bantu napas, lakukan kompresi dengan perbandingan 30:2
berarti 30 kali penekanan dada kemudian dilanjutkan dengan memberikan 2
kali bantuan napas.
f. Evaluasi penderita dengan melakukan pemeriksaan denyut arteri karotis setelah
5 siklus kompresi.
b) Bantuan Nafas
Setelah dilakukan tindakan kompresi sebanyak 30x maka dilakukan pemberian 2x
bantuan nadas dengan membuka jalan nafas.
a. Posisikan penderita dalam posisi terlentang dengan dasar keras dan
datar,posisi penolong berada disamping penderita
b. Buka jalan nafas dengan metode head tilt chin lift maneuver ( dorong kepala
kebelakang sampil mengangkat dagu), tindakan ini dilakukan bila penderita
tidak dicurigai mengalami trauma leher. Bila penderita dicurigai mengalami
trauma leher, maka tindakan yang dilakukan dengan cara menekan ranhang
bawah kea rah belakang/ posterior (jaw thrust).
c. Berikan bantuan nafas 2 kali dalam waktu 1 detik setiap tiupan, berikan
bantuan nafas dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk
memperlihatkan pengangkatan dinding dada, pemberian nafas dapat dilakukan
dengan metode :
1. Mulut ke mulut
Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan penolong, car
melakukan pertolongan :
- mempertahankan posisi head tilt chin lift, dilanjutkan dengan menjepit
hidung penderita menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan
- buka sedikit mulut pasien, tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat setiap tiupan
1 detik dan pastikan dada sampai terangkat, tetap pertahankan posisi head
tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut pasien, lihat apakan dada
pasien turun sewaktu ekshalasi.
2. Kantung pernafasan
Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang
menempel pada sungkup muka, volume kantung nafas 1600ml, alat ini
digunakan dengan sumber oksigen. Bila alat telah disambungkan ke
oksigen, kecepatan aliran adalah 12 L/menit. Penolong memompa sekitar
400- 6ml dalam 1 detik ke pasien. Caranya dengan menempatkan tangan
untuk membuka jalan nafas dengan meletakkan sungkuo menutupi muka
dengan teknik E – C Clamp yaitu ibu jari dan jari telunjuk penolong
membentuk huruf C dan mempertahankan sungkup di muka pasien, jari-
jari ke 3, 4, 5 membentuk huruf E dengan meletakkan di rahang bawah
untuk mengangkat dagu dan rahang bawah.
6. Posisi pemulihan
dilakukan jika korban sudah bernapas dengan normal. Tidak ada standar baku untuk
melakukan posisi pemulihan, yang terpenting adalah korban dimiringkan agar tidak
ada tekanan pada dada korban yang bias menggangu pernapasan. Rekomindasi posisi
pemulihan adalah meletakan tangan kanan korban keatas, tekuk kaki kiri korban,
kemudian tarik korban sehingga korban miring kearah lengan dibawah kepala korban
atau yangbiasa disebut dengan posisi mantap.
F. Pendokumentasian
Identitas pasien, kejadian, tindakan : berapa kali melaukan resusitasi jantung paru
( berapa siklus ( kompresi dada : bantuan nafas), berapa lama dilakukan resusitsi jantung
paru, obat – obatan yang diberikan oleh petugas medis, jika pasien tidak tertolong maka
catat kapan pasien dinyatakan meninggal dan penyebab pasien menginggal.
DAFTAR PUSTAKA
Anderas, dkk. 2018. Module BTCLS Basic Trauma Cardiac Life Support AGD DINKES.
Jakarta : AGD Dinken Provinsi DKI Jakarta
Hammond, Belinda B. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy edisi
Indonesia. Singapore: Elsevier
Widyarani, Linda. "Analisis Pengaruh Pelatihan Resusitasi Jantung Paru RJP Dewasa terhadap
Retensi Pengetahuan dan Ketrampilan RJP pada Mahasiswa Keperawatan di
Yogyakarta." Jurnal keperawatan soedirman 12.3 (2018): 143-149.
7. PROSEDUR TINDAKAN : PEMASANGAN KATETER URIN
A. Definisi
Eliminasi merupakan salah satu pemenuhan kebutuhan fisologis manusia. Terganggunya
eliminasi menandakan terjadinya gangguan pada bagian sistem perkemihan sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan dalam kehidupan sehari – hari dan dapat mengganggu
aktivitas. Pemasangan kateter urin merupakan suatu tindakan invasif dengan
memasukkan selang ke dalam kandung kemih yang mana bertujuan untuk membantu
dalam mengeluarkan urin. Tindakan ini dapat menyelamatkan kehidupan, khususnya bila
saluran kemih tersumbat atau pasien tidak dapat melakukan pengeluaran urin (Reza Dwi
Prastia, 2015).
B. Tujuan
Untuk menyalurkan urin Pasien yang mengalami Retensi Urin, Untuk memonitor saluran
urin secara akurat, pasien dengan kehilangan kendali kandung kemih, pasien yang akan
menjalani operasi, pasien dengan multiple trauma
C. Peralatan
1. Sarung tangan (tambahan sarung tangan sebagai opsi tambahan)
2. Duk
3. Lubrikan
4. Larutan pembersih antiseptic
5. Bola kapas
6. Forceps
7. Tabung suntik yang telah diisi air steril untuk mengembangkan balon pada kateter
dengan ukuran dan jenis yang sesuai dengan prosedur
8. Selang drainase steril dengan kantung penampung dan pemegang selang serbaguna,
peniri, tali elastis untuk mengikat selang ke tempat tidur
9. Wadah penampung atau baskom
10. Penampung specimen
11. Benda lain yang dibutuhkan:
1. Sarung tangan bersih untuk membersihkan perineum
2. Selimut mandi
3. Pencahayaan yang cukup atu lampu tambahan seperti lampu pemeriksaan
D. Persiapan pasien
Kaji output urin klien, jaga privasi klien, perineal hygine, posisikan klien posisi supin
untuk laki-laki dan dorsal recumbent perempuan.
F. Pendokumentasian
Catat karakteristik urin klien warna, jumlah, dan bau
G. Komplikasi
1. Retensi urine.
2. Infeksi saluran kemih berulang.
3. Hematuria kotor.
4. Batu kandung kemih.
DAFTAR PUSTAKA
Prastia, Reza Dwi. "Perbandingan Respon Nyeri Pada Prosedur Kateterisasi Urin Pria Dengan
Teknik Pengolesan Jelly Pada Kateter Dan Penyemprotan Jelly Langsung Ke Dalam Urethra Di
Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Soedarso." Jurnal ProNers 3.1.(2015).
Akhmad, Rizky Subki. Identifikasi Bakteri Pada Urin Kateter Pasien Di Bangsal Saraf Rsup Dr.
M. Djamil Padang/Identification Of Bacteria In Urine Catheters Patients In Neurology Ward
Dr. M. Djamil General Hospital Padang. Diss. Universitas Andalas, 2016.
8. PROSEDUR TINDAKAN : PEMASANGAN INFUS
A. Definisi
Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan
sebagai tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-
bahan larutan ke dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek
pengobatan secara cepat. Bahan yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau obat-
obatan. Istilah khusus untuk infus darah adalah transfusi darah. Indikasi infus adalah
menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi karena panas atau akibat
suatu penyakit, kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.
B. Tujuan
C. Peralatan
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang
infus untuk mengatur kecepatan tetesan. Jenis infus set berdasarkan penggunaannya : a.
Macro drip set b. Micro drip set c. Tranfusion Set
3. Kateter intravena (IV catheter) : 3. Kateter intravena (IV catheter) Penggunaan ukuran
kateter intravena tergantung dari pasien dan tujuan terapi intravena itu sendiri.Ukuran
Kateter intravena
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
12. Sarung tangan steril yang tidak mengandung bedak
13. Masker
14. Tempat sampah medis
D. Persiapan pasien
1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan dan prosedur
tindakan, minta informed consent dari pasien atau keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infus : - Pilih lengan
yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien tidak kidal, tangan kanan bila
pasien kidal). - Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi. -
Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk.
G. Komplikasi
Resiko infeksi, resiko perdarahan, emboli udara.
DAFTAR PUSTAKA
Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, Kayley J, Malster M, Scales K, et al. Standards for infusion
therapy (third edition). Royal College of Nursing; 2010.
Moniung, F., Rompas, S., & Lolong, J. (2016). Hubungan lama kerja dengan kepatuhan
perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus di RSU GMIM pancaran kasih
Manado. JURNAL KEPERAWATAN, 4(2).
9. PROSEDUR TINDAKAN : ANALISA GAS DARAH (AGD)
A. Definisi
Merupakan pemeriksaan darah laboratorium yang diambil melalui pembuluh darah arteri
untuk mengukur atau mengetahui status kadar oksigen, karbondioksida, status
metabolisme, tingkat asam basa (pH) di dalam darah dan fungsi paru.
B. Tujuan
1. Memeriksan fungsi paru yang menjadi tempat sel darah merah mengalirkan oksigen
dan karbondioksida dari sel ke seluruh tubuh.
2. Memeriksan kondisi organ jantung dan ginjal, serta gejala yang disebabkan oleh
gangguan distribusi oksigen, karbondioksida, atau keseimbanhgan pH dalam darah.
3. Pada pasien penurunan kesadaran, gagal nafas, gangguan metabolik berat.
4. Tes ini dilakukan pada pasien yang menggunakan alat bantu nafas untuk memonitor
efektivitasnya.
C. Peralatan
1. Spuit 3cc
2. Tabung vacutainer
3. Nierbeken/bengkok
4. Kapas alkohol/alkohol swab
5. Plester
6. Kain pengalas
D. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus dalam prosedur ini, sebelum melakukan tindakan pemeriksa
harus menjaga privasi klien, menjelaskan tujuan prosedur tindakan dan memberikan
posisi yang nyaman serta aman bagi klien.
F. Pendokumentasian
Pendokumentasian hasil agd. Cara membaca hasil analisa gas darah (AGD) :
1. Jika pH darah rendah (Asidosis), maka perhatikan nilai pCO2, jika tinggi berarti
respiratorik dan jika rendah berarti metabolik.
2. Jika pH darah tinggi (alkalosis), maka perhatikan nilai bikarbonat, jika tinggi berarti
metabolik dan jika rendah berarti respiratorik.
G. Komplikasi
Efek samping yang dialami pasien adalah rasa nyeri, iritas, perdarahan atau
pembengkakan di area suntikan ketika proses pengambilan darah dan mengalami
penggumpalan darah dibawah kulit(hematoma), pusing, pingsan, infeksi pada area kulit
yang disuntik.
DAFTAR PUSTAKA
Gallo dan Hudak. 2010. Keperawatan Krisis, Edisi 6 Vol. I. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC