Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kepemimpinan


Secara etimologi pemimpin berasal dari kata pimpin yang berarti bimbing
atau tuntun. Dari kata pimpin lahirlah kata kerja memimpin yang memilik arti
orang yang membimbing atau menuntun. Dalam hal ini menunjukkan bahwa
memimpin dan pimpinan adalah dua hal yang berbeda. K epemimpinan
pendidikan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu mempengaruhi
orang lain untuk diajak bekerja sama dalam meningkkatkan mutu pendidikan.
Sumber dari pengaruh tersebut dapat diperoleh secara formal, yaitu dengan
menduduki suatu jabatan manajerial yang didudukinya dalam
suatuorganisasi(Kurniadin &Machali, 2016).
Menurut House dalam Gary Yukl, (2009) mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi,
dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan
keberhasilan organisasi. Jadi dari pendapat House dapat dikatakan bahwa
kepemimpinan merupakan cara mempengaruhi dan memotivasi orang lain agar
orang tersebut mau berkontribusi untuk keberhasilan organisasi.

2.2 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan


Rivai (2014) menyatakan Gaya Kepemimpinan adalah sekumpulan ciri
yang digunakan pimpinan untuk memengaruhi bawahan agar sasaran organisasi
tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola
perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang
pemimpin.Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara langsung maupun
tidak langsung, tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan
bawahannya.Artinya gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai
hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan
seorang pemimpin ketika ia mencoba memengaruhi kinerja bawahannya.
1. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis berorietasi pada manusia dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada pengikutnya. Terdapat
koordinasi pekerjaan pada semua bawaha, dengan penekanan pada tanggung
jawab internal dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan
demokratis ini bukan terletak pada person atau individu pimpinan, melaikan
kekuatannya terletak pada partisipasi aktif dari setiap kelompok (Kurniadin
& Machali, 2016).
Tipe yang Demokratik adalah Seorang pemimpin yang demokratik
dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena perilakunya dalam
kehidupan organisasional. Perilakunya mendorong para bawahannya
menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya.
Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan
kritik orang lain terutama bawahannya (Mardiana, 2014).
Suatu kepemimpinan pendidikan tidaklah dapat dikatakan berciri
demokratis jika kegiatan pimpinan dan situasi kerja yang dihasilkannya tidak
menunjukkan secara nyata penerapan prinsip-prinsipkepemimpinansebagai
berikut dibawah ini:
a. Prinsip partisipasi
Dalam suatu kepemimpinan pendidikan yang demokratis masalah
partisipasi setiap anggota staf pada setiap usaha lembaga tersebut
dipandang sebagai suatu kepentingan yang mutlak harus
dibangkitkan.Pemimpin dengan berbagai usaha mencoba
membangkitkan dan memupuk subur kesadaran setiap anggota stafnya
agar mereka merasa rela ikut bertanggung jawab, dan selanjutnya secara
aktif ikut serta memikirkan dan memecahkan masalah-masalah juga
menyangkut perencanaan dan pelaksanaan program pendidikandan
pengajaran. Berhasilnya pemimpin menimbulkan minat, kemauan dan
kesadaran bertanggungjawab daripada setiap anggota staf dan bahkan
individu diluar staf yang ada hubungan langsung dan tidak langsung
dengan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada lembaga
kerjanya itu, dan yang selanjutnya menunjukkan partisipasi mereka
secara aktif, berarti satu fungsi kepemimpinan telah dapat
dilaksanakannya dengan baik.
b. Prinsip Kooperasi
Adanya partisipasi anggota staf belum berarti bahwa kerjasama diantara
mereka telah terjalin dengan baik. Partisipasi juga bisa terjadi dalam
bentuk spesialisasi bentuk tugas-tugas, wewenang tanggung jawab
secara ketat diantara anggota-anggota, dimana setiap anggota seolah-
olah berdiri sendiri-sendiri dan berpegang teguh pada tugastugas,
tanggungjawab dan wewenang masing-masing individu. Partisipasi
harus ditingkatkan menjadi kerjasama yang dinamis, dimana setiap
individu bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diperuntukkan
khusus bagi dirinya, merasa berkepentingan pula pada masalah-masalah
yang menyangkut suksesnya anggota-anggota lain, perasaan yang
timbul karena kesadaran bertangung jawab untuk mensukseskan
keseluruhan program lembaga kerjanya. Adanya perasaan dan kesadaran
semacam itu memungkinkan mereka untuk bantu membantu,
bekerjasama pada setiap usaha pemecahan masalah yang timbul didalam
lembaga, yang mungkin bisa menghambat keberhasilan dalam
pencapaian tujuan program lembagakerja secara keseluruhan yang telah
disepakati dan ditetapkan bersama-sama.
c. Prinsip Hubungan kemanusiaan yang Akrab
Suasana kerjasama demokratis yang sehat tidak akan ada, tanpa adanya
rasa persahabatan dan persaudaraan yang akrab, sikap saling hormat
menghormati secara wajar diantara seluruh warga lembaga-lembaga
kerja tersebut. Hubungan kemanusiaan seperti itu yang disertai unsur-
unsur kedinamisan, merupakan pelicin jalan kearah pemecahansetiap
masalahyang timbuldan sulit yang dihadapi. Pemimpin harus menjadi
sponsor utama bagi terbinanya hubungan-hubungan sosial dan situasi
pergaulan seperti tersebut diatas didalam lembaga kerja yang
dipimpinnya itu.pemimpin tidak berlaku sebagai majikan atau mandor
terhadap pegawai dan buruhnya, tetapi ia sejauh mungkin menempatkan
diri sebagai sahabat terdekat daripada semua anggota staf dan
penyumbang-penyumbang diluar staf dengan tidak pula
meninggalkanunsur-unsur formal jabatan.

2. Gaya Kepimpinan Otoriter


Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang,
sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu
menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan
kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak
diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan. Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya
untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan kurang
memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan (Hasibuan, 2007).
Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak
pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang
lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin
yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karateristik yang biasanya
dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik
adalah seorang yang egois. Seorang pemimpin otokratik akan menunjukan
sikap yang menonjolakan keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan
bawahan dalam proses pengambilan keputusan, tidak mau menerima saran
dan pandangan bawahannya (Sutikno, 2014.)
Pemimpin sangat mengatur kelompok dan membuat keputusan pada
kelompok, kurang melibatkan kelompok sehingga kelompok kurang kreatif.
Tanggung jawab dan pengambilan keputusan banyak ditentukan pemimpin.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri perilaku antara lain:
a. Pengawasan ketat dipertahankan pada kelompok kerja
b. Memotivasi orang lain dengan paksaan
c. Mengarahkan orang lain dengan perintah
d. Alur komunikasi dari atas kebawah
e. Pengambilan keputusan tidak melibatkan orang lain
f. Menekankan pada perbedaan status (“saya” dan “anda”)
g. Menilai bahwa kritik adalah hukuman
Kepemimpinan otoriter menghasilkan efek yang baik bagi kinerja
kelompok, yaitu mudah diprediksi, menurunkan frustasi dalam kelompok
kerja, dan memberikan perasaan aman bagi anggotanya. Produktivitas tinggi,
tetapi kreativitas motivasi diri rendah dan otonomi berkurang.
Kepemimpinan otoritas berguna dalam situasi krisis, seringkali ditemukan
dalam birokrasi yang sangat besar, seperti pada tentara kesatuan.

3. Gaya kepemimpinan Partisipatif


Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya
dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi,
menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin
memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Bawahan harus
berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong
kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pimpinan
akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih
besar (Hasibuan, 2007).
Menurut Simamora, 2012 menyatakan gaya kepemimpinan partisipatif
merupakan gabungan gaya demokratis dan otoriter yang mengemukakan
analisis masalah dan mengajukan alternatif penyelesaian serta meminta
tanggapan, saran dan kritik dari staff kemudian pimpinan memutuskan
sesuai masukan staff, dampak positif pada staff. Kewenangan manager untuk
mengontrol bawahan tinggi.
Ciri-ciri kepemimpinan partisipatif :
a. pemimpin memberikan dukungan tinggi dan sedikit/rendah
pengarahan.
b. Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan dipegang secara berganti antara peimpin dan bawahan.
Komunikasi dua arah ditingkatkan.
c. Pemimpin mendengarkan bawahan secara aktif.
d. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
sebagian besar pada bawahan.

4. Gaya Kepemimpinan Laisez Faire


Menurut Sitorus dan Panjaitan, (2011) Gaya Kepemimpinan Laisez
Faire merupakan pemimpin kurang atau tidak mengatur kelompok tetapi
diberi kebebasan sesuai tanggung jawab dan kreatifitas anggota untuk
melakukan tugasnya, namun pada kelompok yang sudah matur, gaya
kepemimpinan ini mendorong pencapaian tujuan.
Gaya kepemimpinan laisses faire mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a. Permisif dengan sedikit atau sama sekali tanpa pengawasan
b. Memotivasi dengan dukungan jika diminta oleh kelompok atau individu
c. Sedikit atau tidak memberikan arahan
d. Menggunakan komunikasi keatas dan kebawah antar
e. anggota kelompok
f. Membagi pengambilan keputusan pada kelompok
g. Menempatkan penekanan pada kelompok
h. Tidak mengkritik
Gaya Kepemimpinan Laisses Faire dapat membuat frustasi, kelompok
dapat membuat frustasi, kelompok dapat apatis dan menunjukkan
ketidaktertarikan. Gaya kepemimpinan ini menghasilkan kreativitas dan
produktivitas. Kepemimpinan ini dibutuhkan untuk curah pendapat dalam
membuat alternative pemecahan masalah.
Menurut Sulaeman, (2011) gaya kepemimpinan otoriter digunakan
pemimpin untuk memecahkan masalah, mempunyai waktu pendek dan
pegawai termotivasi baik, efektif untuk tingkat kematangan bawahan
rendah, dimana pegawai tidak mampu dan tidak mau memikul tugas dan
tanggung jawab. Sementara satu gaya kepemimpinan akan kurang efektif
jika diterapkan pada semua situasi, maka dikembangkan gaya
kepemimpinan kombinasi akan menghasilkan gaya kepemimpinan
multikratik (kombinasi dari lebih dari satu gaya kepemimpinan), dimana
gaya kepemimpinan ini untuk menghadapi berbagai situasi.

Anda mungkin juga menyukai