Secara etimologi pemimpin berasal dari kata pimpin yang berarti bimbing atau tuntun. Dari kata pimpin lahirlah kata kerja memimpin yang memilik arti orang yang membimbing atau menuntun. Dalam hal ini menunjukkan bahwa memimpin dan pimpinan adalah dua hal yang berbeda. K epemimpinan pendidikan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu mempengaruhi orang lain untuk diajak bekerja sama dalam meningkkatkan mutu pendidikan. Sumber dari pengaruh tersebut dapat diperoleh secara formal, yaitu dengan menduduki suatu jabatan manajerial yang didudukinya dalam suatuorganisasi(Kurniadin &Machali, 2016). Menurut House dalam Gary Yukl, (2009) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi. Jadi dari pendapat House dapat dikatakan bahwa kepemimpinan merupakan cara mempengaruhi dan memotivasi orang lain agar orang tersebut mau berkontribusi untuk keberhasilan organisasi.
2.2 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Rivai (2014) menyatakan Gaya Kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk memengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya.Artinya gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba memengaruhi kinerja bawahannya. 1. Gaya Kepemimpinan Demokratis Gaya kepemimpinan demokratis berorietasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawaha, dengan penekanan pada tanggung jawab internal dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau individu pimpinan, melaikan kekuatannya terletak pada partisipasi aktif dari setiap kelompok (Kurniadin & Machali, 2016). Tipe yang Demokratik adalah Seorang pemimpin yang demokratik dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan organisasional. Perilakunya mendorong para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik orang lain terutama bawahannya (Mardiana, 2014). Suatu kepemimpinan pendidikan tidaklah dapat dikatakan berciri demokratis jika kegiatan pimpinan dan situasi kerja yang dihasilkannya tidak menunjukkan secara nyata penerapan prinsip-prinsipkepemimpinansebagai berikut dibawah ini: a. Prinsip partisipasi Dalam suatu kepemimpinan pendidikan yang demokratis masalah partisipasi setiap anggota staf pada setiap usaha lembaga tersebut dipandang sebagai suatu kepentingan yang mutlak harus dibangkitkan.Pemimpin dengan berbagai usaha mencoba membangkitkan dan memupuk subur kesadaran setiap anggota stafnya agar mereka merasa rela ikut bertanggung jawab, dan selanjutnya secara aktif ikut serta memikirkan dan memecahkan masalah-masalah juga menyangkut perencanaan dan pelaksanaan program pendidikandan pengajaran. Berhasilnya pemimpin menimbulkan minat, kemauan dan kesadaran bertanggungjawab daripada setiap anggota staf dan bahkan individu diluar staf yang ada hubungan langsung dan tidak langsung dengan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada lembaga kerjanya itu, dan yang selanjutnya menunjukkan partisipasi mereka secara aktif, berarti satu fungsi kepemimpinan telah dapat dilaksanakannya dengan baik. b. Prinsip Kooperasi Adanya partisipasi anggota staf belum berarti bahwa kerjasama diantara mereka telah terjalin dengan baik. Partisipasi juga bisa terjadi dalam bentuk spesialisasi bentuk tugas-tugas, wewenang tanggung jawab secara ketat diantara anggota-anggota, dimana setiap anggota seolah- olah berdiri sendiri-sendiri dan berpegang teguh pada tugastugas, tanggungjawab dan wewenang masing-masing individu. Partisipasi harus ditingkatkan menjadi kerjasama yang dinamis, dimana setiap individu bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diperuntukkan khusus bagi dirinya, merasa berkepentingan pula pada masalah-masalah yang menyangkut suksesnya anggota-anggota lain, perasaan yang timbul karena kesadaran bertangung jawab untuk mensukseskan keseluruhan program lembaga kerjanya. Adanya perasaan dan kesadaran semacam itu memungkinkan mereka untuk bantu membantu, bekerjasama pada setiap usaha pemecahan masalah yang timbul didalam lembaga, yang mungkin bisa menghambat keberhasilan dalam pencapaian tujuan program lembagakerja secara keseluruhan yang telah disepakati dan ditetapkan bersama-sama. c. Prinsip Hubungan kemanusiaan yang Akrab Suasana kerjasama demokratis yang sehat tidak akan ada, tanpa adanya rasa persahabatan dan persaudaraan yang akrab, sikap saling hormat menghormati secara wajar diantara seluruh warga lembaga-lembaga kerja tersebut. Hubungan kemanusiaan seperti itu yang disertai unsur- unsur kedinamisan, merupakan pelicin jalan kearah pemecahansetiap masalahyang timbuldan sulit yang dihadapi. Pemimpin harus menjadi sponsor utama bagi terbinanya hubungan-hubungan sosial dan situasi pergaulan seperti tersebut diatas didalam lembaga kerja yang dipimpinnya itu.pemimpin tidak berlaku sebagai majikan atau mandor terhadap pegawai dan buruhnya, tetapi ia sejauh mungkin menempatkan diri sebagai sahabat terdekat daripada semua anggota staf dan penyumbang-penyumbang diluar staf dengan tidak pula meninggalkanunsur-unsur formal jabatan.
2. Gaya Kepimpinan Otoriter
Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan (Hasibuan, 2007). Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karateristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang egois. Seorang pemimpin otokratik akan menunjukan sikap yang menonjolakan keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan, tidak mau menerima saran dan pandangan bawahannya (Sutikno, 2014.) Pemimpin sangat mengatur kelompok dan membuat keputusan pada kelompok, kurang melibatkan kelompok sehingga kelompok kurang kreatif. Tanggung jawab dan pengambilan keputusan banyak ditentukan pemimpin. Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri perilaku antara lain: a. Pengawasan ketat dipertahankan pada kelompok kerja b. Memotivasi orang lain dengan paksaan c. Mengarahkan orang lain dengan perintah d. Alur komunikasi dari atas kebawah e. Pengambilan keputusan tidak melibatkan orang lain f. Menekankan pada perbedaan status (“saya” dan “anda”) g. Menilai bahwa kritik adalah hukuman Kepemimpinan otoriter menghasilkan efek yang baik bagi kinerja kelompok, yaitu mudah diprediksi, menurunkan frustasi dalam kelompok kerja, dan memberikan perasaan aman bagi anggotanya. Produktivitas tinggi, tetapi kreativitas motivasi diri rendah dan otonomi berkurang. Kepemimpinan otoritas berguna dalam situasi krisis, seringkali ditemukan dalam birokrasi yang sangat besar, seperti pada tentara kesatuan.
3. Gaya kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar (Hasibuan, 2007). Menurut Simamora, 2012 menyatakan gaya kepemimpinan partisipatif merupakan gabungan gaya demokratis dan otoriter yang mengemukakan analisis masalah dan mengajukan alternatif penyelesaian serta meminta tanggapan, saran dan kritik dari staff kemudian pimpinan memutuskan sesuai masukan staff, dampak positif pada staff. Kewenangan manager untuk mengontrol bawahan tinggi. Ciri-ciri kepemimpinan partisipatif : a. pemimpin memberikan dukungan tinggi dan sedikit/rendah pengarahan. b. Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipegang secara berganti antara peimpin dan bawahan. Komunikasi dua arah ditingkatkan. c. Pemimpin mendengarkan bawahan secara aktif. d. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar pada bawahan.
4. Gaya Kepemimpinan Laisez Faire
Menurut Sitorus dan Panjaitan, (2011) Gaya Kepemimpinan Laisez Faire merupakan pemimpin kurang atau tidak mengatur kelompok tetapi diberi kebebasan sesuai tanggung jawab dan kreatifitas anggota untuk melakukan tugasnya, namun pada kelompok yang sudah matur, gaya kepemimpinan ini mendorong pencapaian tujuan. Gaya kepemimpinan laisses faire mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: a. Permisif dengan sedikit atau sama sekali tanpa pengawasan b. Memotivasi dengan dukungan jika diminta oleh kelompok atau individu c. Sedikit atau tidak memberikan arahan d. Menggunakan komunikasi keatas dan kebawah antar e. anggota kelompok f. Membagi pengambilan keputusan pada kelompok g. Menempatkan penekanan pada kelompok h. Tidak mengkritik Gaya Kepemimpinan Laisses Faire dapat membuat frustasi, kelompok dapat membuat frustasi, kelompok dapat apatis dan menunjukkan ketidaktertarikan. Gaya kepemimpinan ini menghasilkan kreativitas dan produktivitas. Kepemimpinan ini dibutuhkan untuk curah pendapat dalam membuat alternative pemecahan masalah. Menurut Sulaeman, (2011) gaya kepemimpinan otoriter digunakan pemimpin untuk memecahkan masalah, mempunyai waktu pendek dan pegawai termotivasi baik, efektif untuk tingkat kematangan bawahan rendah, dimana pegawai tidak mampu dan tidak mau memikul tugas dan tanggung jawab. Sementara satu gaya kepemimpinan akan kurang efektif jika diterapkan pada semua situasi, maka dikembangkan gaya kepemimpinan kombinasi akan menghasilkan gaya kepemimpinan multikratik (kombinasi dari lebih dari satu gaya kepemimpinan), dimana gaya kepemimpinan ini untuk menghadapi berbagai situasi.