Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN LUNG TUMOR

DI RUANG 26I RS SAIFUL ANWAR


MALANG

Di Susun Oleh:

SITI FATIMAH DWI WULAN SARI A.

(2019.04.071)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN

DI RUANG 26I RS SAIFUL ANWAR MALANG

Tanggal :

Mahasiswa

(Siti Fatimah Dwi Wulan Sari A, S.Kep)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns) (Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)

Kepala Ruangan

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)


LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN

DI RUANG 26I RS SAIFUL ANWAR MALANG

Tanggal :

Mahasiswa

(Siti Fatimah Dwi Wulan Sari A, S.Kep)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns) (Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)

Kepala Ruangan

(DIAN WAHYUNI, S.KEP, NS)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga
dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC ( Small Cell Lung
Cancer ) dan NSLC ( Non Small Cell Lung Cancer / Karsinoma Skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma sel besar ). Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor
jinak (5 %) antara lain adenoma, hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma
bronkogenik.
Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah Tumor paru atau karsinoma
bronkogenik. Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor
ganas paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson dan
June Thompson, 1990, Tumor paru adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari
sel anaplastik dalam paru.

B. Etiologi
Seperti Tumor pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum diketahui,
namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan factor
utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga
ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak
disorot adalah rokok
1. Pengaruh Rokok
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen
terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik
(CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok.
Kandungan zat yang bersifat karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat
mengakibatkan perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.
Menurut Irawan (2011), rokok yang dihirup juga mengandung komponen gas dan
partikel yang berbahaya Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan
dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi
pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin,
merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang
terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf.
Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk
mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin
yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar, mengandung zat
kimia sebagai penyebab terjadinya Tumor dan menganggu mekanisme alami
pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel di paru-paru
dan saluran bronchial. Tar dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu
gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus.
2. Pengaruh paparan industri
a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos dapat
meningkatkan risiko Tumor 6-10 kali
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium mempunyai
resiko menderita Tumor paru 4 kali lebih besar daripada populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
d. Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam Tumor paru,
yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme.Teori
Onkogenesis. Terjadinya Tumor paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan
cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan
pasangan basanya, tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti
apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death)
Pcrubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru
berubah menjadi sel Tumor dengansifat pertumbuhan yang otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler
menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan
terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi umumnya tidak
memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan lebih cepat meninggal
(Alsagaff&mukty, 2002)
3. Diet.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena Tumor
paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A
dapat menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-sel Tumor. Hal ini berkaitan dengan
fungsi utama vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
4. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru
melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari karsinoma
bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis. Data
dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari kasus karsinoma bronkogenik
berasal dari jaringan parut. Dari 1186 karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari
bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana
insiden tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di Indonesia
(Alsagaff&mukty, 2002).

C. Patofisiologi
Sebab – sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya
tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation
yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan
yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati
agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan
bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ).
Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan
berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama
meingguan sampai tahunan.
Tumor paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada Tumor paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa),
karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan
adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan
napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di
cabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat
tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel
skuamosa dan adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.
D. Pathway
- Asap rokok
- Polusi Udara
- Pemajanan Okupasi

Iritasi mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak terkendali

Karsinoma paru

Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru


Nyeri Peningkatan Kerusakan membran alveoli
Sekresi mukus Gangguan pertukaran gas
Penurunan ekspansi paru
Batuk Sesak nafas

Pola nafas tidak efetkif

Bersihan jalan nafas tidak efektif malaise


Intoleran aktivitas

E. Gejala klinis
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan
infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2 minggu
sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea, hemoptoe, febris,
berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah berlanjut akan ada
gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava superior syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan Tumor paru mulai dari diagnosis awal 2 – 5
tahun. Alasannya adalah pada saat Tumor paru terdiagnosa, sudah metastase ke
daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien lansia dan pasien dengan kondisi penyakit
lain, lama hidup mungkin lebih pendek.

F. Klasifikasi/Pentahapan Klinik (Clinical staging)


Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : Tidak tampak tumor primer
T1 : Diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : Diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis,
namun berjarak lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada
efusi pleura.
T3 : Tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah
dekat karina dan atau disetai efusi pleura.
2. N : N0 : Tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : Terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : Terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau
kontralateral
N3 : Terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M : M0 : Tidak terdapat metastase jauh
M1 : Sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.
G. Studi Diagnostik
a. Chest x – ray ( pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi dada dan CT
scanning.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
Tumor paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan
massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.
Pada Tumor paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk
menilai doubling time-ny*. Dilaporkan bahwa, kebanyakan Tumor paru
mempunyai doubling time antara 37-465 hari. Bila doubling time > 18 bulan,
berarti tumoraya benigna. Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi
berbentuk bulat konsentris, solid dan adanya kalsifikasi yang tegas.
Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang
kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat
memastikan keberadaan tumor. Pemeriksaan penunjang radiologis lain yang
kadang-kadang diperlukan juga adalah bronkografi, fluoroskopi, superior vena
cavografi, ventilation/perfusion scanning, ultrasound sonography.
Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitif daripada pemeriksaan foto
dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal
3 mm, walaupun positif palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai 25-60%.  Bila
fasilitas ini memungkinkan,  pemeriksaan CT Scan bisa sebagai pemeriksaan
skrining kedua setelah foto dada biasa. Pemeriksaan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan, karena ia hanya terbatas untuk menilai
kelainan tumor yang menginvasi kedalam vertebra, medula spinal, mediastinum,
di samping biayanya juga cukup mahal.
Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan torak. Saat
ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni Positron
Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan tumor jinak dan ganas
berdasarkan perbedaan biokimia dalam metabolisme zat-zat seperti glukosa,
oksigen, protein, asam nukleat Cootoh zat yang dipakai: methionine 11C dari F-18
Jluorodeoxyglucose (FD6).
Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil
tersebut kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan spesifisitas cara
PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90% spesifik. Beberapa positif palsu
untuk tanda mahgnan ditemukan juga pada iesi inflamasi dan infeksi seperti
aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun begitu dari beberapa studi diketahui
pemeriksaan PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT
Scan.
b. Bone scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke
tulang.Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLQ ke tulang dilaporkan
sebesar 15%.
c. Tes laboratorium
1) Pengumpulan sputum untuk sitologi, bronkoskopi dengan biopsi, hapusan dan
perkutaneus biopsy
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada
kehihan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil
positif karena ia tergantung dari: Letak tumor terhadap bronkus, Jenis tumor,
Teknik mengeluarkan sputum, Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan
pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut, Waktu pemeriksaan sputum (sputum
harus segar).
Pada Tumor paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik
dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.
Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan
skrining untuk diagnosis dini Tumor paru, dan saat ini sedang dikembangkan
diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb
dengan antibodi 624H untuk antigen SCLC (small cell lung cancer) dan
antibodi 703 D. untuk antigen NSCLC (non small cell lung cancer). Laporan
dari National Cancer Institute USA tehnik ini memberikan hasil 91% sensitif
dan 88% spesifik.
Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik Tumor paru dapat dilakukan pada
cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan
dan sikatan bronkus pada bronkoskopi.
2) Mediastinoskop
H. Manajemen medis
a. Manajemen umum : terapi radiasi
Radioterapi radikal, digunakan pada kasus Tumor paru bukan sel kecil yang
tidak bisa dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan
hanya menyembuhkan sedikit diantaranya. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis,
batuk, sesak napas atau nyeri lokal
b. Pembedahan : Lobektomi, pneumonektomi, dan reseksi.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya <
25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya (5% dari semua kasus)
yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada
lobektomi dan 6% pada pneumonektomi. Pembedahan pada Tumor paru bertujuan
untuk mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya.
Hal ini biasanya dilakukan pada Tumor paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu
stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada Tumor paru jenis SCLS. Luas
reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru.
Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih
efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita Tumor paru dapat menjadi lebih
baik. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumoktomi.
Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk
lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa
batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi
sistematis, serta diperiksa secara patologis anatonis (PDPI, 2003).
c. Terapi obat : kemoterapi
Kemoterapi, digunakan pada Tumor paru sel kecil, karena pembedahan tidak
pernah sesuai dengan histologi Tumor jenis ini. Peran kemoterapi pada Tumor
bukan sel kecil belum jelas. Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk Tumor
paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan
sebagai terapi paliatif untuk Tumor paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK)
stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau
menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel Tumor tersebut
sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi
akhir-akhir ini berbagai penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi
untuk KPKBSK sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti
tunggal maupun bersama modiliti lain, yaitu radioterapi dan atau pembedahan.
Indikasi pemberian kemoterapai pada Tumor paru ialah:
a. Penderita Tumor paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau dengan
gejala.
b. Penderita Tumor jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang inoperabel
(stage IIIB dan IV), jika  memenuhi syarat dikombinasi dengan radioterapi,
secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.
c. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita Tumor paru jenis
karsinoma bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.
d. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan
beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan.
Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.
Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani
pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut
(Yusuf, 2012)
1) Diagnosis hispatologis telah dipastikan
Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena
itu diagnosis histologis perlu ditegakkan.
2) Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama:
a) Leukosit > 4.000/mm3
b) Trombosit > 100.000/mm3
c) Hemoglobin> 10 g%. bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum
pemberian obat.Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai di
atas itu lebih rendah maka beberapa obat masih dapat diberikan dengan
penyesuaian dosis
3) Sebaiknya faal hati dalam batas normal
4) Faal ginjal dalam batas normal (creatini clearence lebih dari 70 ml/menit)
Evaluasi  hasil pengobatan
Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikus, bila penderita menunjukkan
respon yang memadai. Evaluasi respon terpai dilakukan dengan melihat
perubahan ukuran tumor pada foto thorax PA setelah pemberian (siklus)
kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks
setelah 4 kali pemberian (PDPI, 2003).
d. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent dapat
memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkial yang
signifikan.
e. Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea.
Steroid membantu mengurangi gejala non spesifik dan memperbaiki selera makan.
 
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Ø  Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaansebagai berikut :
·         Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar
perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus
inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,
posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian
tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus),
terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
·         Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan
dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan
data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi,
ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :
· Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
· Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
· Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
· Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
·         Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan
tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri
kanan) dengan tujuan menghasilkan suara.
Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan
konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat
untuk menghasilkan suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru
pada pneumonia.
Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung,
perkusi daerah hepar.
Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong,
misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.
·         Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara
nafas, dan bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah:
 Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran
halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar).
Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
 Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi
maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien
batuk. Misalnya pada edema paru.
 Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
 Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara
gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan
pleura.
1). Aktivitas/ istirahat.
·         Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
·         Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
·         Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial
(menunjukkan efusi), Takikardi/ disritmia, Jari tabuh.
3). Integritas ego.
·         Gejala : Perasaan takut. Takut hasil pembedahan,Menolak kondisi yang
berat/ potensi keganasan.
·         Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
·         Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
·         Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan.
·         Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
·         Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan
posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
·         Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industri,
Serak, paralysis pita suara, Riwayat merokok
 Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja. Peningkatan fremitus taktil
(menunjukkan konsolidasi). Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi
(gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area
yang mengalami lesi). Hemoptisis.
8). Keamanan.
·         Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
·         Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar). Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
10). Penyuluhan.
·         Gejala : Faktor resiko keluarga, Tumor(khususnya paru), tuberculosis,
Kegagalan untuk membaik.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang berlebih
2) Nyeri akut b.d agen cedera
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
4) Intoleran aktivitas b.d ketidaksimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
c. Intevensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
Ketidak NOC: NIC:
efektifan - Respiratory status: ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
bersihan - Respiratory status: airway 2. Berikan O2....l/menit, metode.....
jalan patency 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
nafas b.d - Aspiration control 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan vantilasi
produksi 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sputum Setelah dilakukanasuhan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
yang keperawatan 1x24 jam pasien 7. Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara tambahan
berlebih menunjukkan keefektifan jalan 8. Berikan bronkodilator
nafas dengan kriteria hasil: 9. Monitor status dinamik

- Mendemonstrasikan batuk 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
efektif dan suara nafas yang 11. Atur intake untuk ciran mengoptimalkan

bersih, tidak ada sianosis dan keseimbangan

dyspneu 12. Monitor respirasu dan status O2

- Menunjukkan jalan nafas yang 13. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk

paten mengencerkan sekret

- Saturasi O2 dalam batas 14. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang

normal penggunaan peralata: suction, o2, inhalasi

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Nyeri akut NOC : NIC : PAIN MANAGEMENT
b.d agen - Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
injury - Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(fisik) - Comfort level kualitas dan faktor presipitasi

Setelah dilakukantindakan 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan


keperawatan selama 1 x 24 jam 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nyeri dapat berkurang, dengan menemukan dukungan

kriteria hasil: 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

- Mampu mengontrol nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


(tahu 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
- penyebab nyeri, mampu 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
menggunakan tehnik intervensi
nonfarmakologi untuk 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
mengurangi nyeri, mencari relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
bantuan) 8. Tingkatkan istirahat
- Tanda vital dalam rentang 9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
normal nyeri
- Tidak mengalami gangguan Kolaborasi :
tidur 1. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri bila perlu

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Deficit NOC: NIC: NUTRITION MANAGEMENT
nutrisi - Nutritional status: adequacy 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kurang dari of nutrient jumlah kalori yang di butuhkan pasien
kebutuhan - Nutrional status: food and 2. Monitor adanya penurunan berat badan
tubuh fluaid intake 3. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb
b.d faktor - Weight control dan kadar Ht
biologis Setelah dilakukan tindakan 4. Monitor mual dan muntah
keperawatan selama 2x24 5. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
nutrisi kuran teratasi dengan konjungtiva
kriteria hasil: 6. Monitor intake nutrisi

- Albumin serum 7. Atur posisi semi fowler atau fowler selama makan

- Hematokrit 8. Anjurkan banyak minum

- Hemoglobin 9. Pertahankan terapi iv line


10. Beri makan sedikit tapi sering
- Total iron binding capasity
11. Kolaborasi pemberian antiemetik: Ranitidin
- Jumlah limfosit
- Tidak terjadi penurunan
berat badan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Intoleran NOC: NIC:
aktivitas - Self care: ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
b.d - Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
ketidaksi - Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
mbangan Setelah dilakukan asuhan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
antara keperawatan selama 3x24 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
suplai jam. Pasien bertoleransi 5. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
dan terhadap aktivitas dengan 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
kebutuha kriteria hasil: pasien
n oksigen - Berpartisipasi dalam 7. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
aktivitas fisik tanpa mampu dilakukan
disertai peningkatan 8. Bantu untuk memiih aktivitas konsisten yang
tekanan darah, nadi, dan sesuai dengan kemampuan fisik
RR 9. Bantu kien/keluarga untuk mengidentifikasi
- Mampu melakukan kekurangan dalam aktivitas
aktivitas sehari-hari 10. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
secara mandiri
- Keseimbangan aktivitas
dengan istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta:
EGC.
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa
Suharyati S, volume 1, EGC, Jakarta
Carpenito, Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai