Anda di halaman 1dari 14

Profesi

A. Pengertian
 Menurut Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills
Profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut kemampuan intelektual khusus yang
diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai
ketrampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain
dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.

B. Pokok Persamaan Karakteristik jenis Profesi menurut Lieberman


1. A unique, definite, and essential service
 merupakan suatu jenis pelayanan atau pekerjaan yang unik (khas) atau berbeda
dari jenis pekerjaan atau pelayanan apapun yang lainnya.
 bersifat definitif yaitu jelas batas-batas kawasan cakupan bidang garapannya
 merupakan suatu pekerjaan atau pelayanan yang amat penting, dan amat
dibutuhkan oleh pihak penerima jasanya sementara pihaknya sendiri tidak
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukannya sendiri
2. An emphasis upon intellectual technique in performing its service
 Pelayanan itu amat menuntut kemampuan kinerja intelektual,
 terkadang mempergunakan peralatan manual dalam praktek pelayanannya, seperti
seorang dokter bedah misalnya menggunakan pisau operasi, namun proses
penggunaannya dibimbing oleh suatu teori dan wawasan intelektual.
3. A long period of specialized training
 memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai kualifikasi keprofesian
sempurna lazimnya -tidak kurang dari lima tahun lamanya;
 ditambah dengan pengalaman praktek terbimbing hingga tercapainya suatu tingkat
kemandirian secara penuh dalam menjalankan profesinya.
 diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi, dengan proses pemagangannya
sampai batas waktu tertentu dalam bimbingan para seniornya.
4. A broad range of autonomy for both the individual practitioners and the
occupational group as a whole
 kelompok (asosiasi) profesi yang bersangkutan sudah memberikan jaminan bahwa
anggotanya dipandang mampu untuk melakukannya sendiri tugas pelayanan
tersebut,
 Individu-individu dalam kerangka kelompok asosiasinya pada dasarnya relatif
bebas dari pengawasan, dan secara langsung mereka menangani prakteknya.
 Dalam hal menjumpai sesuatu kasus yang berada di luar kemampuannya, mereka
membuat rujukan (referral) kepada orang lain dipandang lebih berwenang, atau
membawanya ke dalam suatu panel atau konferensi kasus (case conference).
5. An acceptance by the practitioners of broad personal responsibility for judgments
made and acts performed within the scope of professional autonomy
 memikul tanggung jawab pribadinya harus secara penuh. Apapun yang terjadi,
seperti dokter keliru melakukan diagnosis atau memberikan perlakuan terhadap
pasiennya atau seorang guru yang keliru menangani permasalah siswanya, maka
kesemuanya itu harus dipertanggungjawabkannya, serta tidak selayaknya
menudingkan atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain.
6. An emphasis upon the service to be rendered, rather than the economic gain to the
practitioners, as the basis for the organization and performance of the social service
delegated to the occupational group.
 kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan kepentingan pelayanan
pemenuhan kebutuhan tersebut, ketimbang untuk kepentingan perolehan imbalan
ekonomis yang akan diterimanya.
 seorang profesional itu hendaknya bersedia memberikan pelayanan tanpa imbalan
sekalipun.
7. A comprehensive self-gouverning organization of practitioners
 maka kelompok (asosiasi) para praktisi itu sendiri satu-satunya institusi yang seyogianya
menjalankan peranan yang ekstra, dalam arti menjadi polisi atau dirinya sendiri, ialah
mengadakan pengendalian atas anggotanya mulai saat penerimaannya dan memberikan
sanksinya bilamana diperlukan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran terhadap
kode etikanya.
8. A code of ethics which has been clarified and interpreted at ambiguous and doubtful
points by concrete cases
 Otonomi yang dinikmati dan dimiliki oleh organisasi profesi dengan para anggotanya
seyogianya disertai kesadaran dan i’tikad yang tulus baik pada organisasi maupun pada
individual anggotanya untuk memonitor prilakunya sendiri.
 mereka bertindak sesuai dengan kewajiban dan tuntunan moralnya baik terhadap klien
maupun masyarakatnya.

C. Syarat Profesi
1. Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas, definitif dan sangat
penting dan dibutuhkan masyarakat.
2. Para pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan tersebut telah memiliki wawasan,
pemahaman dan penguasaan pengetahuan serta perangkat teoritis yang relevan secara
luas dan mendalam; menguasai perangkat kemahiran teknis kinerja pelayanan memadai
persyaratan standarnya; memiliki sikap profesi dan semangat pengabdian yang positif
dan tinggi; serta kepribadian yang mantap dan mandiri dalam menunaikan tugas yang
diembannya dengan selalu mempedomani dan mengindahkan kode etika yang digariskan
institusi (organisasi) profesinya.
3. Memiliki sistem pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan ketentuan persyaratan
standarnya bagi penyiapan (preservice) maupun pengembangan (inservice, continuing,
development) tenaga pengemban tugas pekerjaan profesional yang bersangkutan; yang
lazimnya diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi berikut lembaga lain dan
organisasi profesinya yang bersangkutan.
4. Memiliki perangkat kode etik profesional yang telah disepakati dan selalu dipatuhi serta
dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan profesional yang
bersangkutan. Kode etik profesional dikembangkan, ditetapkan dan diberdayakan
keefektivannya oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
5. Memiliki organisasi profesi yang menghimpun, membina, dan mengembangkan
kemampuan profesional, melindungi kepentingan profesional serta memajukan
kesejahteraan anggotanya dengan senantiasa mengindahkan kode etikanya dan ketentuan
organisasinya.
6. Memiliki jurnal dan sarana publikasi profesional lainnya yang menyajikan berbagai
karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan dan pengembangan para
anggotanya serta pengabdian kepada masyarakat dan khazanah ilmu pengetahuan yang
menopang profesinya.
7. Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik secara sosial (dari
masyarakat) dan secara legal (dari pemerintah yang bersangkutan atas keberadaan dan
kemanfaatan profesi termaksud).

D. Profesi menurut Ornstein dan Levine


1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak
berganti-ganti pekerjaan).
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai.
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru
dikembangkan dari hasil penelitian).
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk
menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya).
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur
oleh orang luar).
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang
ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung
jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang
lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien, dengan penekanan terhadap layanan
yang akan diberikan.
9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi
dalam jabatan.
10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya.
12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan
yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13. Mempunyai kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan
lain).

E. Tingkatan Profesi
(1) profesi yang telah mapan (older professions);
(2) profesi baru (newer professions);
(3) profesi yang sedang tumbuh kembang (emergent professions);
(4) semi-profesi (semiprofessions); dan
(5) tugas jabatan atau pekerjaan yang belum jelas arah tuntutan status keprofesiannya
(occupations that lay unrecognized claim to professional status).
 Perbedaan kategori menunjukkan pada sifat dan hakikat dari pelayanan.
 Perbedaan kebutuhan pelayanan ini khususnya dibedakan atas mendasar dan tidaknya
tumpuan pekerjaan serta besar kecilnya tanggung jawab yang dituntut.
 Sebagai gambaran yang dapat digolongkan ke dalam jenis kategori yang mapan itu antara
lain: hukum, kedokteran, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk kategori yang baru
antara lain: akuntan, arsitek, dsb.
F. Kriteria Jabatan guru
NEA
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan
pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin kuat.

G. Kompetensi Guru
1. Kompetensi Pedagogik (kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik)
7 aspek kemampuannya, yaitu:
a. Mengenal karakteristik anak didik
b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
c. Mampu mengembangan kurikulum
d. Kegiatan pembelajaran yang mendidik
e. Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik
f. Komunikasi dengan peserta didik
g. Penilaian dan evaluasi pembelajaran

2. Kompetensi Profesional (kemampuan guru dalam mengikuti perkembangan ilmu terkini)


Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
a. Konsep, struktur, metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan
materi ajar
b. Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
c. Hubungan konsep antar pelajaran terkait
d. Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
e. Kompetensi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai
dan budaya nasional

3. Kompetensi Sosial (apakah seorang guru bisa bermasyarakat dan bekerja sama dengan
peserta didik serta guru-guru lainnya)
Kompetensi sosial yang harus dikuasai guru meliputi:
a. Berkomunikasi lisan dan tulisan
b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik
d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
e. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia
f. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
g. Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru

4. Kompetensi Kepribadian (terkait dengan guru sebagai teladan)


beberapa aspek kompetensi ini misalnya:
a. Dewasa
b. Stabil
c. Arif dan bijaksana
d. Berwibawa
e. Mantap
f. Berakhlak mulia
g. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
h. Mengevaluasi kinerja sendiri
i. Mengembangkan diri secara berkelanjutan

H. Perbedaan Profesi, Profesional, Profesionalitas, dan Profesionalisme


1. Pengertian Profesi
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau
keterampilan dari pelakunya dan dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup dan dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
2. Pengertian Profesional
Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan
dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi dan berkaitan dengan penampilan atau
performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya. Mengacu kepada
sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan
seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya dimana telah
mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling


A. Nilai-nilai etika profesional
 Meningkatkan perkembangan manusia diseluruh rentang kehidupannya
 Menghormati keragaman menggunakan pendekatan multikultural untuk mendukung
nilai, martabat, potensi dan keunikan individu dalam konteks sosial dan budaya.
 Mempromosikan keadilan sosial melalui layanan advokasi.
 Menjaga integritas pribadi dalam hubungan Konselor – konseli
 Mempraktikan layanan BK dengan cara kompeten dan prilaku etis yang dilandasi oleh
nilai-nilai luhur dan keragaman budaya bangsa (Indonesia).

B. Nilai-nilai profesional
 Adalah nilai yang akan menjadi landasan perilaku etis dalam pengambilan keputusan-
keputusan bantuan. Prinsip dasar perilaku etis profesional sebagai berikut: otonomi,
kebaikan, keadilan, kesetiaan, dan kejujuran.

C. Tujuan kode etik BK Indonesia (ABKIN)


1. Menetapkan kewajiban etis bagi anggota ABKIN dan memberikan panduan praktik
konselor atau guru BK yang profesional
2. Mengidentikasi pertimbangan-pertimbangan etis yang relevan dengan Konselor atau
guru BK yang profesional maupun mahasiswa prodi BK serta penyelenggara pendidikan
Konselor dan guru BK
3. Memungkinkan ABKIN memberikan penjelasan pada anggota, mahasiswa BK, serta
konseli yang dilayani dengan memperhatikan sifat tanggung jawab etis yang dimiliki
para anggota ABKIN.
4. Memberikan dukungan bagi kinerja BK untuk menjalankan misi ABKIN
5. Standar yang terkandung dalam Kode Etik ini berfungsi sebagai dasar untuk mengambil
tindakan suportif bagi pelaku BK yang berhasil, sebaliknya sebagai panduan untuk
mengambil tindakan pelanggaran etika profesi anggota ABKIN.

D. Prinsip-prinsip dasar profesional


1. Setiap individu dipandang atas kemuliaan harkat dan martabat kemanusiaan.
2. Setiap individu mempunyai hak untuk dihargai dan, dilakukan dgn hormat mendapat
kesempatan untuk memperoleh pelayanan BK yang bermutu secara profesional.
3. Profesi BK memberikan pelayanan bagi individu dari berbagai latar belakang kehidupan
yang beragam dalam budaya, etnis, agama dan keyakianan, usia, status sosial ekonomi,
individu berkebutuhan khusus, individu yang mengalami kendala bahasa, intesitas
gender.

E. Kode etik BK Indonesia


1. Norma-norma, sistem nilai dan moral yang merupakan aturan tentang apa yang harus
atau perlu dilakukan, tidak boleh dilakukan, dalam bentuk ucapan atau tindakan oleh
setiap pemangku jabatan profesi layanan BK dalam menjalankan tugas profesi di dalam
kehidupan bermasyarakat
2. Kaidah–kaidah atau nilai dan moral yang jadi rujukan bagi anggota organisasi dalam
melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya melaksanakan layanan BK kepada konseli.
Kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tl profesional yang dijunjung
tinggi, ditegakan, diamalkan, dan diamankan bagi setiap anggota Abkin Indonesia
3. Setiap individu berhak memperoleh iformasi yg mendu- kung pemenuhan kebutuhan
untuk mengembangkan diri.
4. Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari pilihan hidup dan
bagaimana pilihan tsb akan memengaruhi masa depan yang membahagiakan.
5. Setiap individu berhak untuk dijaga kerahasiaan sesuai dengan hak-hak pribadinya,
aturan hukum, kebijakan, dan standar etika pelayanan.
6. Setiap individu berhak memperoleh iformasi yg mendukung pemenuhan kebutuhan
untuk mengembangkan diri
7. Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari pilihan hidup dan
bagaimana pilihan tsb akan memengaruhi masa depan yang membahagiakan
8. Setiap individu berhak untuk dijaga kerahasiaan sesuai dengan hak-hak pribadinya,
aturan hukum, kebijakan, dan standar etika pelayanan
F. Landasan Legal (Landasan Hukum)
1. Pancasila dan UUD 1945 NKRI
2. UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas
3. UU RI No. 16 tahun 2017 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 2
tahun 2017 tentang perubahan atas UU No. 17 tahun 2013 tentang organisasisi
kemasyaratakan menjadi UU.

G. Landasan Legal Kode Etik dalam ranah Kesejarahan BK di Indo


1. 1960 (tanggal 20 – 24 Agustus) FKIP berkembang menjadi IKIP mengadakan
konferensi di Malang dengan tujuan untuk memasukan program layanan bimbingan dan
penyuluhan (sekarang BK) ke dalam sistem pendidikan di Indonesia
2. 1963 berdiri jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang
3. 1968 diberlakukan kurikulum Gaya Baru dalam pelaksanaan kurikulmum tersebut
mulai dirintis penyelenggaraan Guidance and Counseling (GC)
4. 1971 delapan (8) IKIP Negeri penyelenggara PPSP berhasil menyusun buku “Pedoman
Opersional Bimbingan pada PPSP
5. 17 Des 1975 di Malang lahir organisasi profesi BK dengan nama Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI) selajutnya mulalui kongres IPBI tanggal 15 Maret 2001 di
Bandar Lampung IPBI di ubah menjadi ABKIN
6. 1975 mulai pendidikan dasar dan menengah atas diberlakukan kurikulum 1975 (disebut
kurikulum 1975) pengganti kurikulum 1968. Pada 1975 dinyatakan bahwa BP
merupakan bagian integral dalam pendidikan di sekolah yg memuat beberapa pedoman
pelaksanaan kurikulum tersebut salah satu diantaranya adalah pedoman BP (buku/IIIC)
7. 1989 lahir UU RI No. 2 thn 1989 ttg Sisdiknas. Pasal 1 ayat (1) ditegaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar utkmenyiapkan ps didik melaluikegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan bagi peranannya
8. 1990 lahir PP No. 28 dan No. 29 tentang Pendas dan Menengah (SD/sederajat dan
SMA/sederajat), Pada PP No. 28 Bab X Bimbingan, pasal 25 ayat (1) bimbingan
merupakan bantuan yg diberikan pada siswa utk menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan meren-canakan masa depan, pada ayat (2) bimbingan diberikan oleh
guru bimbingan. Pada PP No. 29 pasal ayat (1) dan (2) bunyinya sama dengan ayat (1)
dan (2) pada PP. No. 28
9. 1989 terbit SK Mentri PAN No. 026/Menpan/1989 tentang angka kredit bagi jabatan
guru dalam lingkungan Dep Dikbud. Dlm Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi
adanya kegiatan BP di sekolah
10. UU No.20 tahun 2003 tentang sisdiknas pada pasal (1) ayat (6) “Konselor adalah
pendidik
11. 2003/2004 dikembangkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK ) yang menekankan
layanan BK pada pengembangan diri

---oOo---

Kualifikasi, Kompetensi dan Kegiatan

A. Kualifikasi
Konselor adalah pendidik profesional dgn kualifikasi minimal S.Pd (S1/D4) bidang BK
dan telah lulus pendidikan profesi BK
Guru BK adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal S.Pd (S1/D4) BK,
memiliki kompetensi di bidang BK

B. Kompetensi
Menurut Permen Nasional No.27 Tahun 2008 kompetensi yang harus dikuasai adalah:
1. Kompetensi Pedagogik
a. Menguasai teori dan praksis pendidikan.
b. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis, psikologis, dan prilaku konseli.
c. Menguasai esensi pelayanan BK dalam jalur jenjang pendidikan.

2. Kompetensi Kepribadian
a. Beriman dan bertaqwa kpd Tuhan YME
b. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individu, kebebasan
memilih
c. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
d. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi

3. Kompetensi Sosial
a. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat kerja
b. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis serta prilaku konseli
c. Menguasai esensi pelayananan BK dalam jalur, jenjang dan satuan pendidikan

4. Kompetensi Sosial
a. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat kerja
b. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis serta prilaku konseli
c. Menguasai esensi pelayananan BK dalam jalur, jenjang dan satuan pendidikan

5. Kompetensi Profesional
a. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan dan
masalah konseli
b. Menguasai kerangka teoritik BK
c. Merancang program BK
d. Mengimplementasikan program BK yang komprehensif
e. Menilai proses dan hasil BK
f. Memiliki kedadaran dan komitmen terhadap etika profesional
g. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam BK

C. Kegiatan Profesional
 Praktik Pelayan Secara Umum
a. Dinamika Pelayanan
- Konselor wajib membantu konseli
- Mengimplementasikan program BK yang komprehensif

Anda mungkin juga menyukai