Anda di halaman 1dari 17

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan

Oleh

Kelompok 3

1. Ketua:
Muhammad Khomza Rosyid A (181910601040)
2. Anggota:

Rachel Fellensia (162010101042)

Tania Pramesti Salsabilla (171610101054)

Rezza Dwi Ardhita (171610101057)

Maria Evata Krismawati Surya (171610101061)

Dhea Ayu Dewanti (171610101066)

Deri Abdul Aziz (171610101072)

Ahmad Alan Suhaimi (171610101077)

Usykuri Naila Iflachiana (171610101081)

Indah Widyanti (171610101094)

Alfila Dinanti Nilasari (171610101099)


I. Pendahuluan

I.1. Latar Belakang Permasalahan


Pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) menjadi indikator dalam sistem
demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi dalam menentukan pilihan
politiknya terhadap pemerintahan dan negaranya. Melalui pemilu rakyat bisa
memilih para wakilnya untuk duduk dalam parlemen maupun struktur
pemerintahan. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia pemilu menjadi
upaya nyata dalam mewujudkan tegaknya demokrasi dan merea-lisasikan
kedaulatan rakyat dengan prinsip jujur dan adil (jurdil) serta langsung, umum,
bebas dan rahasia (luber).Pemilu juga menjadi sarana lima tahunan pergantian
kekuasaan dan kepemimpinan nasional, dimana partai politik dapat saling
berkompetisi untuk mendapatkan simpati rakyat dalam memperoleh
kekuasaan politik (legislatif, eksekutif) yang legitimasinya sah secara undang-
undang dan konstitusional.
Pelaksanaan pesta demokrasi kembali digelar di Indonesia pada tahun
2018 dan 2019. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik
Indonesia, pada Pemilu 2014, pemilih di 17 provinsi yang akan menggelar
Pilkada 2018 mencapai angka 146,5 juta orang atau 77 persen dari 190,3 juta
pemilih. Untuk pemilihan kepala daerah pada tahun 2018, KPU memprediksi
jumlah pemilih di 17 provinsi tersebut mendekati 160 juta suara. Selain
Pilkada yang diselenggarakan pada tahun 2018, di tahun 2019 akan
dilaksanakan pemilu sebagai sarana pemilihan presiden Indonesia periode
2019-2021. Terlepas dari tingginya antusiasme masyarakat terhadap pemilu,
kesesuaian pelaksanaan pemilu dengan konsep demokrasi di Indonesia masih
perlu dikaji lebih lanjut

I.2. Tujuan dan Manfaat


I.2.1. Tujuan
1. Mengetahui pengertian demokrasi di Indonesia
2. Mengetahui prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia
3. Mengetahui pilar-pilar demokrasi di Indonesia
4. Memahami pelaksanaan demokrasi di Indonesia dan penerapannya
dari masa ke masa
5. Mengkaji kesesuaian pelaksanaan pemilu dengan konsep demokrasi di
Indonesia Manfaat
I.2.2. Manfaat
Memberikan informasi dan pemahaman tentang pelaksanaan demokrasi
di Indonesia

II. Permasalahan

Dari latar belakang permasalahan diatas, dapat diambil permasalahan


sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengertian demokrasi di Indonesia?


2. Bagaimanakah prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia?
3. Apa saja pilar-pilar demokrasi di Indonesia?
4. Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia dari masa ke masa?

III. Pembahasan

III.1. Demokrasi di Indonesia

Demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (Nihaya,dkk. 2011). Demokrasi adalah
suatu metode politik, sebuah mekanisme untuk memilih pemimpin politik.
Warga negara diberi kesempatan untuk memilih salah satu diantara
pemimpin-pemimpin politik yang bersaing meraih suara (Nugroho, Heru.
2012)

Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945


memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam
mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada
MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga
secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara
melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat
mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama
kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian
Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem
pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah
demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto,
Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika
pemerintahan presiden Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi
Indonesia terselenggara pada tahun 2004.

Dalam literatur politik (modern) disebutkan beberapa ciri pokok dari


sebuah sistem politik yang demokratis, adalah :

Pertama, adanya partisipasi politik yang luas dan otonom; demokrasi


pertama-tama mensyaratkan dan membutuhkan adanya keleluasaan bagi siapa pun-
baik individu maupun kelompok-secara otonom. Tanpa perluasan partisipasi politik
yang otonom, demokrasi akan berhenti sebagai jargon politik semata. Oleh karenaitu,
elemen pertama dalam sebuah system politik yang demokratis ialah adanya
partisipasi poltik yang luas dan otonom.

Kedua, terwujudnya kompetisi politik yang sehat dan adil. Dalam konteks
demokrasi liberal, seluruh kekuatan politik (partai politik) atau kekuatan-sosial-
kemasyarakatan (kelompok kepentingan dan kelompok penekan) diakui hak hidupnya
dan diberi kebebasan untuk berkompetisisecara adil sebagai corong masyarakat, baik
dalam pemilihan umum atau dalam kompetisi sosial-politik lainnya.

Ketiga, adanya suksesi atau sirkulasi kekuasaan yang berkala, terkelola, serta
terjaga denagn bersih dan transparan-khususnya melalui proses pemilihan umum.

Keempat, adanya monitoring, control, serta pengawasan terhadap kekuasaan


(eksekutif, legilatif, yudikatif, birokrasi, dan militer) secara efektif, juga terwujudnya
mekanisme checks and balances di antara lembaga-lembaga Negara.
Serta kelima, adanya tatakrama, nilai, norma yang disepakati (bersama)
dalam bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

III.2. Berjalannya demokrasi di Indonesia


Demokrasi di Indonesia mengalami perjalanan yang panjang. Ide
demokrasi telah merasuk ke Indonesia sejak negeri masih menjadi negeri
jajahan. Sekelompok kecil pemuda Indonesia yang menjadi saksi
perkembangan demokrasi di Eropa mencuri ide demokrasi dan membawanya
ke tanah air. Demokrasi kemudian terus mengalami pergumulan dengan cita-
cita kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka pergumulan tersebut terus
berlanjut. Demokrasi mencari bentuknya melalui jalan yang tidak mudah.
Indonesia telah mengalami percobaan-percobaan pelaksanaan
demokrasi. Pertama, sistem demokrasi parlementer. Pada masa ini nyatanya
jatuh bangun kabinet masih saja terjadi. Tidak ada kabinet yang mampu
bertahan sampai dua tahun. Namun ada juga capaian yang patut dibanggakan
yaitu pemilu tahun 1955. Sebuah pemilu yang dikenang sebagai salah satu
pemilu paling demokratis sepanjang sejarah Indonesia. Setelah pemilu itulah
parlemen yang sebenarnya baru terbentuk. Parlemen hasil pemilu ini ternyata
juga cukup beragam dan seringkali terjadi pertentangan yang keras. Kabinet-
kabinet masih juga tidak berusia panjang. Akhirnya, demokrasi parlementer
yang pada mulanya dianut akhirnya harus jatuh karena fragmentasi politik
yang keras.
Indonesia lalu menganut demokrasi terpimpin. Suatu konsep yang
merupakan konsep asli Indonesia tetapi mendapat kritik keras dari banyak
pihak, salah satunya adalah mantan wakil presiden Mohammad Hatta.
Soekarno memulai demokrasi terpimpin dan mengakhiri demokrasi
parlementer dengan dekrit 5 Juli 1959. Demokrasi terpimpin ternyata ambruk
bersama dengan tersingkirnya Soekarno. Lahirlah orde baru yang kemudian
menganut demokrasi Pancasila. Pada prakteknya demokrasi Pancasila bahkan
lebih sentralistik daripada demokrasi terpimpinnya Soekarno. Memasuki masa
orde baru, demokrasi terus berubah. Demokrasi politik secara prosedural
berkembang pesat. Robohnya demokrasi terpimpin sempat membawa harapan
baru, kehidupan demokrasi yang lebih baik. Namun nyatanya demokrasi
belum membawa hasil yang diharapkan. Namun harapan itu kian memudar.
Orde baru dengan segera tumbuh sebagai penafsir tunggal atas Pancasila dan
UUD 1945. Orde baru mulai tumbuh sebagai kekuatan yang ingin mengontrol
segala hal bahkan soal ingatan dan tafsir Pancasila. Kenyataannya setiap
kebijakan orde baru terutama upayanya membangun demokrasi Pancasila
jatuh pada sikap otoriter yang sebenarnya. Demokrasi Pancasila hanya suatu
pulasan tipis untuk pertumbuhan suatu demokrasi yang sebenarnya demi
kepentingan kelompok penguasa. (Dhani, Kurnawan. 2016)
Setelah masa orde baru terlewati, lahirlah masa reformasi. Kebebasan
mulai terbuka dan demokrasi seolah mulai kembali mendapatkan nafasnya.
Dewasa ini pun diskusi tentang demokrasi masih terus berlanjut (Dhani,
Kurnawan. 2016).

III.3. Sistem demokrasi di Indonesia


Saat ini, Indonesia menganut sistem demokrasi pancasila era
reformasi. Demokrasi ini memiliki ciri:
1. Pemilu Langsung
Pelaksanaan pemilu secara langsung untuk memilih presiden dan wakil
presiden serta memilih wakil rakyat yang akan duduk di MPR.
DPR,DPD. Pelaksanaan pemilu ini juga berlaku untuk pemilihan kepala
daerah dan anggota DPRD.  Asas-asas pemilu langsung baru
dilaksanakan dan diperkenalkan pada era ini.
2. Amandemen UUD 1945
Perubahan pada UUD 1945 menjadi lebih terperinci dengan
menghapuskan bab penjelas. Sementara pembukaan UUD 1945 tidak
diubah.
3. Pengembalian tugas ABRI
Pada masa ini tugas ABRI dikembalikan seperti semula, yaitu pertahanan
dan keamanan negara. Tidak ada lagi keterlibatan ABRI secara langsung
dalam politik, mereka harus bersikap netral. ABRI kemudian berganti
nama menjadi TNI dan dipisahkan lembaganya dengan Kepolisian,
dengan tugas dan wewenang masing-masing yang diatur dalam Undang-
Undang.

Dalam pelaksanaannya masih banyak terjadi penyimpangan terhadap


UUD 1945, seperti korupsi yang semakin mengakar kuat di segala bidang.
Pembangunan juga belum merata. Kesenjangan sosial masih sangat dirasakan,
terutama bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

3.4. Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila

Menurut Asshiddiqie(2011) prinsip-prinsip demokrasi Pancasila ialah:


1. Kebebasan/Persamaan (Freedom/Equality)
Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai kamajuan dan
memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa pembatasan dari
penguasa. Dengan prinsip persamaan semua orang dianggap sama,
tanpa dibeda-bedakan dan memperoleh akses dan kesempatan
bersama untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya.
Kebebasan yang dikandung dalam demokrasi Pancasila ini tidak
berarti free fight liberalism yang tumbuh di Barat, tapi kebebasan
yang tidak mengganggu hak dan kebebasan orang lain.
2. Kedaulatan Rakyat (People’s Sovereignity)
Dengan konsep kedaulatan rakyat, hakikat kebijakan yang
dibuat adalah kehendak rajyat dan untuk kepentingan
rakyat.mekanisme semacam ini akan mencapai dua hal. Pertama,
kecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Kedua,
terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas-tugas pemerintahan.
Perwujudan lain konsep kedaulatan adalah pengawasan oleh rakyat.
3. Pemerinthan yang Terbuka dan Bertanggung Jawab
a) Dewan perwaikilan rakyat yang reprensentatif
b) Badan kehakiman/peradilan yang bebas dan
merdeka
c) Pers yang bebas
d) Prinsip negara hukum
e) Sistem dwi partai atau multi partai
f) Pemilihan umum yang demokratis
g) Prinsip mayoritas
h) Jaminan akan hak-hak dasar dan hak-hak minoritas
Dari penjabaran tersebut dapat diambil kesimpulan mengenai makna dari
prinsip demokrasi pancasila yang sesungguhnya. Menurut Wilujeng (2014), adapun
poin-poin mengenai makna demokrasi Pancasila, yaitu:

a) Demokrasi yang Dijalankan Harus Berlandaskan pada Nilai Teositas.


Nilai teositas ialah nilai-nilai religiusitas yang universal. Segala yang
terkait dengan pelaksanaan demokrasi harus dipertanggung jawabkan pada
Tuhan sebagai suatu imperatif atas konsekuensi dari sila pertama Pancasila.
Nilai teositas dalam ddemokratis ini kelihatan idealis dan utopis, namun
bukan berarti tidak mungkin dicapai.
b) Demokrasi yang Dijalankan Harus Berlandaskan Nilai Humanitas.
Hal pokok dalam demokrasi bukan sekedar kebebasan tetapi
meningkatnya penghargaan terhadap kemanusiaan Demokrasi tanpa disertai
dengan penghargaan terhadap kemanusiaan seperti demokrasi tanpa isi, hanya
sekedar demokrasi basa-basi. Suatu pemerintahan demokratis sejati tidak
mungkin mengabaikan nilai fundamental ini. Pemerintahan demokrasi tidak
hanya sekedar mensyaratkan secara yuridis formal adanya beberapa
perangkat- perangkat demokrasi saja. Suatu negara tidak secara otomatis
sebagai negara demokrasi hanya dengan terpenuhinya beberapa peryaratan
formal penyelenggaraan negara yang demokratis.
c) Demokrasi yang Dijalankan Harus Semakin Menguatkan Persatuan dan
Kesatuan Bangsa Indonesia.
Persatuan dan kesatuan bangsa harus diutamakan. NKRI harus tetap
tegak berdiri dalam kerangka demokrasi. Upaya memecah belah persatuan
demi mendapatkan kekuasaan adalah suatu yang etis. Demokrasi Pancasila di
dasarkan pada penerimaan dan penghargaan terhadap pluralism. Pluralisme
adalah realita bukan problematika.
d) Demokrasi Bukanlah Tujuan.
Kekauasaan dalam demokrasi Pancasila bukannlah tujuan. Tujuan
negara Indonesia bukanlah demokrasi. Demokrasi hanyalah sebagai sarana
mencapai tujuan nasional. Selain itu ruh dari demokrasi Pancasila adalah
musyawarah. Musyawarah ini adalah budaya yang seharusnya dikembangkan
dalam proses demokrasi.
e) Nilai Keadilan Sosial Harus Menjadi Tujuan.
Keadilan dalam kemakmuran rakyat harus menjadi tujuan utama dari
proses demokrasi. Tidak akan bermanfaat apabila Indonesia menjadi negara
demokrasi, tetapi kemakmuran rakyat tidak meningkat. Demokrasi dikatakan
berhasil jika kemakmuran rakyat meningkat. Demokrasi dikatakan tidak
berhasil jika tidak ada peningkatan kemakmuran rakyat (stagnan). Demokrasi
dikatakan gagal jika dari proses itu justru menghasilkan kehancuran atau
perpecahan. Demokrasi dengan sistem yang menguras terlalu banyak uang
rakyat yang menyebabkan kehidupan rakyat terpuruk pada dasarnya tidak
sesuai dengan semangat demokrasi Pancasila. Demokrasi harus menghasilkan
produk yang berkualitas, yaitu pemerintahan yang baik dan para wakil rakyat
yang amanah.

Prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia telah disusun sesuai dengan


nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, meski harus dikatakan baru
sebatas demokrasi prosedural, dalam proses pengambilan keputusan lebih
mengedepankan voting dibandingkan musyawarah untuk mufakat, yang
sejatinya merupakan asas sesungguhnya demokrasi Indonesia. Praktik
demokrasi ini tanpa dilandasi pemikiran dasar yang berakar dari nilai-nilai
luhur bangsa merupakan gerakan omong kosong belaka (Agustam, 2011).

3.5. Pilar-pilar Demokrasi Pancasila

Ahmad Sanusi dalam tulisannya yang berjudul Memberdayakan Masyarakat


dalam Pelaksanaan 10 Pilar Demokrasi (2006: 193-205), mengutarakan 10 pilar
demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

1. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa

Demokrasi yang berketuhanan yang maha esa berarti sistem penyelenggaraan


negara harus taat, konsisten dan sesuai dengan nilai  juga kaidah dasar ketuhanan
yang maha esa. Dengan begitu maka diharapkan masyarakat mempunyai pola pikir
dan tindakan yang jauh dari tercela. Sehingga dapat meminimalisir adanya konflik
horizontal maupun penyebab pelanggaran HAM vertikal.

2. Demokrasi dengan kecerdasan

Yang kedua ini berarti aturan dan penyelenggaraan demokrasinya menurut


UUD 1945. Bukan lewat naluri, kekuatan otot atau kekuatan massa. Pelaksanannya
lebih menurut kecerdasan rohani, aqliyah, rasional dan kecerdasan emosional.  Maka
dengan pola pikir tersebut masyarakat bisa melakukan tindakan yang rasional. 

3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat

Demokrasi pancasila kekuasaan tertinggi ada pada tangan rakyat, jadi


prinsipnya rakyatlah yang memiliki kedaulatan. Nah kedaulatan rakyat ini dibatasi
dan dipercayakan kepada wakil rakyat, yaitu MPR (DPR/DPD) dan DPRD. Suara
rakyat dapat ditampung pada satu wadah, untuk kemudian disampaikan secara jelas
dan tepat melalui wakil rakyat.

4. Demokrasi dengan rule of law

Hal ini mempunyai empat makna penting :

 Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia itu harus mengandung,


melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan
demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif.
 Kedua, kekuasaan negara itu memberikan keadilan hukum (legal justice)
bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura.
 Ketiga, kekuasaan negara itu menjamin kepastian hukum (legal security)
bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki.
 Keempat, kekuasaan negara itu mengembangkan manfaat atau kepentingan
hukum (legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan
demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan
perpecahan, permusuhan, dan kerusakan.

5. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara


Demokrasi pancasila menurut UUD 1945 ini mengalami pembagian dan
pemisahan kekuasaan (division  and seperation of power) dengan sistem pengawasan
dan perimbangan (check and balance). Hal ini dilakukan untuk menghindari
penyelewengan kekuasaan yang bisa mengakibatkan kerugian pada pemerintahan dan
juga rakyat.

6. Demokrasi dengan hak asasi manusia


Prinsip yang ke enam ini berarti demokrasi beradsarkan UUD 1945 dimana
mengakui HAM dengan tujuan bukan hanya menghormati hak tersebut,namun juga
meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya. HAM bersifat universal dan
dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat di dunia.

7. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka

Demokrasi pancasila berarti menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan


yang independen atau merdeka dengan memberi kesempatan seluasnya kepada pihak
yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang paling adil. Semua
pihak juga mempunyai hak yang sama untuk mengajukan pertimbangan, dalil, fakta,
saksi, alat bukti dan petitumnya. Pengadilan di Indonesia bersifat bebas artinya tidak
memihak manapun atau bersifat netral memberikan sanksi hukuman tanpa melihat
status sosial, ekonomi, dan popularitas individu yang menjalani proses hukum

8. Demokrasi dengan otonomi daerah

Prinsip yang ke delapan ini berarti demokrasi Pancasila dijalankan dengan


prinsip otonomi dimana pemerintahan membentuk daerah-daerah otonom pada
propinsi dan kabupaten/kota. Tujuannya adalah supaya bisa mengatur dan
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah sebagai urusan rumah tangganya
sendiri yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat. Hal tersebut juga berfungsi untuk
menggali potensi dan memanfaatkannya sebagai instrumen untuk mengembangkan
daerahnya.

9. Demokrasi dengan kemakmuran

Prinsipnya ialah supaya membangun negara yang makmur oleh dan untuk
rakyat Indonesia yang mencakup semua aspek entah hak dan kewajiban, kedaulatan
rakyat, pembagian kekuasaan, otomi daerah ataupun keadilan hukum. Hal ini
berdampak pada menekannya tingkat konflik agama maupun antar ras menjadi lebih
kecil.

10. Demokrasi yang berkeadilan sosial

Prinsip ke sepuluh berarti demokrasi ini menggariskan keadilan sosial di antar


berbagai kelompok, golong dan masyarakat. Artinya, semua masyarakat mendapat
perlakuan yang sama, tanpa melihat tingkat sosial maupun golongan ekonomi
tertentu.

3.6. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dari Masa ke Masa

1. Masa Republik Indonesia I (1945-1959)


Demokrasi yang digunakan pada periode ini adalah demokrasi parlementer, karena
pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia. 
Demokrasi parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan
diproklamirkan dan diperkuat dalam Undang–Undang Dasar 1949 dan 1950.
Penerapan demokrasi tersebut ternyata kurang cocok di Indonesia. Persatuan
masyarakat Indonesia melemah dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan
konstruktif setelah kemerdekaan tercapai.

1. Masa Republik Indonesia II (1959-1965)


Pada periode ini sistem demokrasi yang digunakan adalah demokrasi terpimpin,
dengan ciri-ciri didominasi oleh presiden, terbatasnya peranan partai politik,
berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI  sebagai unsur
sosial-politik. Politik pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tarik ulur yang
sangat kuat antara ketiga kekuatan politik yang utama pada waktu itu, yaitu Soekarno,
PKI dan Angkatan Darat. Pada masa ini juga terjadi politik mercusuar di bidang
hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan
ekonomi bertambah suram.

1. Masa Republik Indonesia III (1965-1998)


Pada Periode ini menunjukkan peranan presiden yang semakin besar, karena
pemusatan kekuasaan berada di tangan Presiden Soeharto yang telah menjelma
sebagai tokoh yang paling dominan dalam sistem politik Indonesia. Masa Republik
Indonesia III menunjukkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilu.  Pada
periode ini telah dilaksanakan enam kali pemilu, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982,
dan 1997.  Namun ternyata nilai-nilai demokrasi tidak diberlakukan dalam pemilu-
pemilu tersebut karena tidak ada kebebasan memilih bagi para pemilih dan tidak ada
kesempatan yang sama bagi ketiga Organisasi Peserta Pemilu (OPP) untuk
memenangkan pemilu. Pada masa ini juga sering terjadi praktek KKN
(Korupsi,Kolusi.Nepotisme). Di bidang politik, dominasi Presiden Soeharto telah
membuat presiden Soeharto menjadi penguasa mutlak karena tidak ada satu lembaga
pun yang dapat menjadi pengawasa presiden dan mencegahnya melakukan
penyelewengan kekuasaan. Akibat dari semua ini adalah semakin menguatnya
kelompok-kelompok yang menentang Presiden Soeharto dan Orde Baru terutama dari
kelompok mahasiswa dan pemuda.  

1. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang)


Pada periode ini Indonesia memasuki era baru yang biasa disebut dengan era
reformasi yaitu era yang menjadi babak baru dalam pelaksanaan demokrasi di
Indonesia.  Jika masa sebelumnya demokrasi di Indonesia diwarnai oleh kekuasaan
presiden yang sangat dominan dan peran lembaga-lembaga lainnya, di era reformasi
ini tampak peran yang sangat proporsional di antara lembaga-lembaga negara yang
ada.  Kemudian jika di masa sebelumnya kebebasan warga masyarakat mendirikan
partai politik sangat dibatasi dengan dalih penciptaan stabilitas nasional yang mantap,
pada era reformasi ini warga masyarakat memiliki kebebasan politik yang sangat
besar untuk mendirikan partai politik. Langkah terobosan yang dilakukan pada
periode ini untuk melakukan perubahan adalah amandemen UUD 1945 yang
dilakukan oleh MPR hasil pemilu 1999 serta pelaksanaan pemilu legislatif dan
pemilihan presiden pada tahun 2004.  Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut,
demokrasi di Indonesia telah mempunyai dasar yang kuat untuk berkembang.

3.7. Realita Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia


Pelaksanaan pesta demokrasi yang lebih berorientasi pada prosedural tidak
dapat dipungkiri selalu terjadi saat ini. Prosedur, persyaratan, ketentuan sebagai
aturan main dalam demokrasi pelaksanaan pemilu dirumuskan oleh dominasi
kekuatan partai. Apalagi juga terdengar adanya suara-suara sumbang bahwa banyak
partai tidak mempunyai dasar ideologi yang jelas, sangat lemah atau kecil dengan
dasar coba-coba, sehinga tidak mampu memperjuangkan kadernya sendiri. Belum
lagi, pelaksanaan demokrasi yang lebih mendasarkan pada tahapan-tahapan, dan
aturan seperti tersebut telah mendegradasikan peran partai lebih sebagai sarana untuk
memperebutkan kekuasaan. Semakin jelas terlihat batas antara kawan dan lawan
dalam politik sangat tipis, tergantung pada kepentingan. Suatu saat bisa menjadi
kawan, dan pada kesempatan lain menjadi lawan, demikian seterusnya. Politik
ideologi secara fondamen sudah tidak lagi menjadi pegangan, dan bahkan menjadi
kutu loncat dari satu partai ke partai lain, keluar dari partai yang satu masuk atau
mendirikan partai baru menjadi hal yang lumrah. Etika politik dan berpolitik dengan
pegangan kuat pada etika menjadi barang langka, antik, dan bahan ketawaan.

Pelaksanaan konsep demokrasi pada masa belakangan ini berbeda dengan


setting para founding fathers, dimana tantangannya adalah berjuang untuk
kemerdekaan, maka dalam menentukan dasar tujuan demokrasi dengan rokh
perjuangan yang kental. Sementara setting pada belakangan ini adalah sebagaimana
dirumuskan oleh Harold Laswell, who get wat, when, how, dan kebiasaan memeras,
menyalahgunakan kekuasaan menjadi hal yang biasa sejauh tidak ketahuan. Menjadi
legislatif dengan dasar motivasi sebagaimana orang bekerja untuk mendapat upah
tampaknya hal lumrah. Partai dengan ideologi yang tidak jelas. Ke depan (ingat
demokrasi parlementer), secara bertahap perlunya penyederhanaan partai politik.
Pelaksanaan demokrasi ”prosedural” kehilangan hakekat substansial perjuangan
untuk bangsa dan negara, rela berkorban menjadi barang langka, justru pamrih yang
dibesar-besarkan

IV. Kesimpulan

4.1. Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan


demokrasi di Indonesia masih banyak ketidaksesuaian denghan konsep demokrasi
pancasila

DAFTAR PUSTAKA

Nihaya,dkk. Demokrasi dan Problematikanya di Indonesia . Jurnal : Jurusan


Pemikiran Islam Fakultas Ushuluddin & Filsafat UIN Alauddin Makassar-Gowa,
2011
Nugroho, Heru. Demokrasi dan Demokratisasi: Sebuah Kerangka Konseptual untuk
Memahami Dinamika Sosial-Politik di Indonesia. Jurnal Pemikiran Sosiologi, Vol .1,
No. 1, 2012

Purnaweni, Hartuti. Demokrasi Indonesia dari Masa ke Masa. Jurnal Administrasi


Publik, Vol. 3, No.2, 2004

Kurniawan, Dhani. Demokrasi Indonesia dalam Lintasan Sejarah yang Nyata dan
yang Seharusnya . Jurnal UNY, Vol. 8, No. 1, 2016

Patta, Abd. Kadir. 2009. Masalah Dan Prospek Demokrasi. Jurnal Academica Fisip
Untad.vol 1

Nihaya, H. 2011. Demokrasi Dan Problematikanya Di Indonesia. Jurnal Sulesana,


Volume 6 Nomor 2.

Jailani. 2015. Sistem Demokrasi Di Indonesia Ditinjau Dari Sudut Hukum


Ketatanegaraan. Jurnal Inovatif, Volume VIII Nomor I
Yugi Al. 2019. Prinsip-Prinsip Demokrasi Pancasila
https://www.eduspensa.id/prinsip-demokrasi-pancasila/#a (diaskses pada 23 Maret
2019)

Utomo, Eddy. (2014, 19 Oktober). Prinsip-Prinsip Demokrasi Pancasila. Dikutip 23


Maret 2019 dari pkn-ips.blogspot : http://pkn-ips.blogspot.co.id/2014/10/prinsip-
prinsip-demokrasi-pancasila.html

Asshiddiqie, J. (2011). Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi Jakarta: Sinar
Grafika.

Agustam. 2011. Konsepsi dan Implementasi Demokrasi Pancasila dalam Sistem


Perpolitikan di Indonesia. Jurnal TAPIs, Vol. 7, No.12:80-90.

Gandamana, A. 2017. Memaknasi Demokrasi Pancasila. UNIMED: PGSD FIP


Wilujeng, S.R. 2014. Meningkatkan Kualitas Hidup Berbangsa Melalui Budaya
Demokrasi. HUMANIKA, Vol. 19, No. 1.

Anda mungkin juga menyukai