THALASSEMIA
Oleh:
Addelin Sildferisa 1840312776
Preseptor:
Prof. dr. Darfioes Basir, Sp.A(K)
Dr. dr. Finny Fitry Yani, Sp.A(K)
1
DAFTAR ISI
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)…… 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan penatalaksanaan thalasemia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Thalasemia merupakan gangguan pembentukan hemoglobin yang diturunkan
melalui orang tua sehingga terjadi kegagalan pembentukan salah satu dari empat
rantai asam amino yang membentuk hemoglobin, akibatnya hemoglobin yang
dibentuk mejadi tidak sempurna.1
2.2 Epidemiologi
Angka kematian akibat thalasemia cukup banyak pada tahun 2013, yaitu sebesar
25.000 kasus kematian di dunia. Beberapa tipe thalasemia lebih umum terdapat pada
area tertentu di dunia. Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara
Mediterania seperti Yunani, Itali, dan Spanyol. Pulau-pulau di Mediterania seperti
Ciprus (14%), Sardinia (10%), dan Malta (10%), memiliki insidens thalassemia-β
mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika
Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia-α lebih sering
ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.5
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak
lahir di dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000
anak kecil menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait
jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang. Di Indonesia thalassemia merupakan
penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik dengan penyebab
intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah
thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia β–HbE sebanyak 45%.
Rekuensi pembawa sifat thalassemia untuk Indonesia ditemukan berkisar antara 3-
10%. Bila frekuensi gen thalassemia 5% dengan angka kelahiran 23‰ dan jumlah
populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta, diperkirakan akan lahir 3000 bayi
pembawa gen thalassemia setiap tahunnya.6
3
2.3 Patofisiologi
Thalasemia merupakan kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan
produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu
(α, β, γ, δ) akan menghentikan sintesis Hb sehingga menghasilkan ketidakseimbangan
produksi rantai globin lain yang normal.5
Dalam pembentukan Hb normal, dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan
satu sama lain dengan rasio hampir 1:1, maka akan terjadi produksi berlebihan dari
rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel, yang
menyebabkan sel menjadi tidak stabil sehingga memudahkan terjadinya destruksi sel.
Ketidakseimbangan tersebut merupakan tanda khas pada semua bentuk thalasemia.
Karena alasan inilah, pada sebagian besar thalasemia kurang sesuai disebut sebagai
hemoglobinopati karena pada tipe-tipe thalasemia tersebut didapatkan rantai globin
normal secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi
dari rantai globin tertentu.5
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi
bervariasi dari mulai sedi kit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete
absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-
nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan
bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari
gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel
darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi
lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia mikrositik
hipokrom. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh
adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin.
Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan
indeks sel darah merah berada dalam batas normal.5
4
2.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Thalassemia
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalassemia, dimana masing-masingnya
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk
bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling
penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik sintesis rantai α
maupun β.
2.4.1 Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak
ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi
gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin- α
pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui
sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.5
5
satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia
Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan
pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar
Hb A2 dan HbF secara khas normal. 5,7
3. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan
thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus,
dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai
dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh
rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.5,7
4. Thalassemia-α mayor
Merupakan bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua
gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb
A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini
terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4
memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat.
Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland =
ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.5,7
6
2.4.2 Thalassemia-β
Seperti thalassemia-α, tahalssemia-β juga memiliki beberapa bentuk klinis, yaitu:
1. Silent carrier thalassemia-β
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-
β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia
intermediet.7
2. Trait thalassemia-β
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis
Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama
waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai
peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga
mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang
benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai
15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ. 7
3. Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β
Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat
thalassemia-β mayor. Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom
mirip anemia Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas
skelet dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka
biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi. Kebanyakan bentuk thalassemia-β
heterozigot terkait dengan anemia ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah
dari nilai normal menurut umur.7
Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan
seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak
mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan
7
MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga
dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal
atau meningkat.7
4. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Gejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.7
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum
tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur
patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.7
Gambar 2.1 Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
8
kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas
mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif
kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian
terminal.7
Kelainan morfologi eritrosit ekstrem pada penderita thalassemia-β° homozigot
yang tidak ditransfusi. Terdapat hipokromia dan mikrositosis berat, poikilosit yang
terfragmentasi, adanya sel bizarre dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti
ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan
presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara
cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan
saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang
nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.7
2.5 Tatalaksana
Tatalaksana pada penderita thalasemia adalah:
1. Transfusi darah
Tranfusi hanya diberikan bila saat diagnosa ditegakkan Hb < 8g/dl atau > 8 g/dl
dengan keadaan umum kurang baik, anoreksia, gangguan aktivitas, gangguan
pertumbuhan, adanya pembesaran limpa yang cepat, dan perubahan pada tulang.
Selanjutnya, sekali diputuskan untuk diberi tranfusi darah, Hb harus selalu
dipertahankan di atas 12g/dl.6 Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler,
maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan
tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis.7
2. Terapi Khelasi/ Pengikat Besi
Terapi pengikatan besi digunakan untuk mencegah kelebihan besi. Ekskresi Fe
dapat ditingkatkan dengan pemberian chelating agent yaitu desferioxamin (DFO),
dosis 2 gram dengan setiap unit darah transfusi. Dan dapat juga dengan dosis 25 mg/Kg
BB/hari dan diberikan selama 5 hari dalam seminggu secara intravena atau
intramuskular. Besi yang diikat (chelated) banyak diekskresi dalam urine sebagai
ferioksamin dan pada kasus kelebihan besi hebat, kecepatan ekskresi sampai 200 mg
9
besi setiap hari dapat dicapai. Obat khelasi besi itu akan diberikan seumur hidupnya,
apabila kadar feritin darah telah melebihi 2000-2500 ng/ml atau mereka yang telah
mendapat tranfusi lebih dari 10 kali. Selain itu pemberian vitamin C 200 mg setiap hari
sebelum terapi kelasi besi dapat meningkatkan ekskresi besi yang dihasilkan
desferoksamin.6,8
3. Splenektomi
Splenektomi dianjurkan untuk anak usia 2 tahun ke atas. Splenektomi
diindikasikan pada kondisi:6
Splenomegali sangat besar (Schuffner IV-VIII atau >6cm), sehingga
mengganggu duduk dan tidur.
Hipersplenisme yang dimanifestasikan dengan meningkatnya jumlah darah yang
ditransfusikan (>250 ml/kgBB/tahun). Hipersplenisme adalah suatu tipe penyakit
yang disebabkan oleh aktivitas lien yang berlebih yang merusak sel darah
sebelum waktunya. Ditandai dengan gejala lien yang membesar, pansitopeni
yaitu anemia, Hb< 10 g/dl; leukopenia, leukosit < 3500/mm3; trombositopeni,
trombosit <100.000/mm3.
2.6 Prognosis
Prognosis thalasemia bergantung pada tipe dan tingkat keparahan. Kondisi klinis
penderita thalasemia sangat bervariasi dari asimtomatik, ringan hingga berat dan
mengancam jiwa, tergantung juga pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan
thalassemia α mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam
beberapa jam. Anak dengan thalasemia dengan transfuse darah biasanya hanya
bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.8
10
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. NS
No.MR : 01078019
Umur/ Tanggal Lahir : 4 tahun 8 bulan/ 7 Juli 2015
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Minang
Nama Ibu : Ny. R
Alamat : Sungai Beremas, Pasaman Barat
Keluhan Utama :
Anak mengalami demam yang terus menerus sejak 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit.
11
- Pasien tinggal di pemukiman yang menggunakan pestisida
- Sianosis tidak ada
- Buang air kecil warna, jumlah dan frekuensi biasa
- Buang air besar warna, konsistensi dan frekuensi biasa
- Anak telah berobat ke RSUD Pasaman sejak 3 bulan yang lalu dan diberikan
ceftriaxone
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan dengan ditolong oleh bidan, cukup bulan, dengan berat
badan lahir 5000 gram, panjang badan lahir 52 cm, langsung menangis.
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Umur 40 tahun 38 tahun
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan Petani Petani
Penghasilan Rp 2.000.000,- Rp 2.000.000,-
Perkawinan Pertama Pertama
13
Penyakit yang pernah di derita Tidak Ada Tidak Ada
Saudara Kandung Umur Keadaan sekarang
1. Laki-laki 19 tahun Sehat
2. Laki-laki 16 tahun Sehat
3. Laki-laki 14 tahun Sehat
4. Perempuan 9 tahun Sehat
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 100/55 mmHg
Nadi : 98x/menit
Napas :22x/menit
Suhu : 37,5º C
BB : 12 kg
TB : 95 cm
BB/U : 75 %
TB/U : 95 %
BB/TB : 85 %
Status gizi : gizi kurang
Kulit : teraba hangat, turgor kembali cepat
15
Pemeriksaan Laboratorium Darah (24/02/2020)
Hb : 5,8 g/dl
Ht : 21%
Leukosit : 27.700/mm3
Trombosit :197.000/mm3
Retikulosit : 3,17 %
MCV : 75 fL
MCH : 21 pg
MCHC : 27%
Hitung jenis : 0/0/5/80/10/4
Sel patologis : mielosit 1%
Gambaran darah tepi
Eritrosit : mikrositik hipokrom, polikrom (+)
Basophillic strippling (+)
Poikilositosis : tear drop cell (+), cigar cell (+), burr cell (+)
Leukosit : jumlah meningkat, neutrofilia shift to the right hingga mielosit
Trombosit : jumlah cukup, morfologi normal
Kesan: anemia, leukositosis, neutrofilia
Diagnosis Kerja
Anemia gravis ec susp thalasemia
Prolonged fever ec susp infeksi bakteri
Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi
Leukemia
Tatalaksana
- IVFD KaEN 1B 4 tpm makro
- Transfusi PRC 250cc
- Paracetamol syr 3x 1 cth
- Ceftriaxon 2x 300 mg IV
16
Resume Pasien
Anak perempuan usia 4 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djamil dengan keluhan
demam yang terus menerus sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Orang tua pasien
mengatakan bahwa demam yang dialami anaknya tidak tinggi, tidak berkeringat, tidak
menggigil, dan tidak disertai kejang. Demam hilang dengan pemberian obat antipiretik
yaitu sirup paracetamol. Kemudian anak mengalami batuk dan pilek sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, tidak produktif, dan tidak berdahak. Anak juga mengalami
sesak napas 2 hari yang lalu. Anak tinggal di pemukiman yang menggunakan pestisida.
Anak telah berobat ke RSUD Pasaman sejak 3 bulan yang lalu dan diberikan
ceftriaxone.
Pada pemeriksaan fisik saat pasien datang (24 Februari 2020):
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan darah : 100/55
Nadi : 98x/menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 37,5
Pada pemeriksaan laboraturium darah (21 Februari 2020):
Hb: 5,8 g/dl
Ht : 21%
Leukosit : 27.700/mm3
Trombosit : 197.000/mm3
17
- Batuk tidak ada
- Intake makan dan minum baik, tidak ada muntah
O/ - KU: sedang
- Kes: CM
- TD: 110/65 mmHg
- Nadi: 90x/menit
- Napas: 25x/menit
- Suhu: 37,9° C
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)
Thorax : retraksi (-), Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak
ada. Bunyi jantung I dan II regular
Abdomen : distensi (-), timpani, bising usus (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2 detik
A/ - Anemia gravis ec susp thalassemia
- Prolonged fever ec susp. Tb
P/ - Paracetamol syr 3x 1 cth
- Ceftriaxon 2x 300 mg IV
- BTA
18
BAB IV
DISKUSI
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria;
IDG Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga.
Penerbit Badan Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84
2. Behrman Richard E., Kliegman Robert., Arvin Ann M, 2013. Kelainan
Hemoglobin: Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume
2. Edisi ke-15. Jakarta: EGC. Hlm 1708-1712.
3. Hasan, R dan Alatas, H. Hematologi. Dalam: Rusepno H., Hasan A., Ed.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta: FKUI, 1985; 444-449.
4. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal
Medicine, volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006,
page 134-138.
5. Sharma DC, Arya A, Woike P. Overview on thalassemias: A Review Article.
Med Research Chron.2017;4(3):325-31.
6. Mansjoer, A., Kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiek S. Talasemia.
Dalam: Arif Mansjoer et al., Ed. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi ke-
3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2000; 420-425.
7. Ari K, Valizadeh Ardalan P, Abbaszadehdibavar M, Atashi A, Jalili A,
Gheidishahran M. Thalassemia an update: molecular basis, clinical features
and treatment. Int J Biomed Public Heal. 2018;1(1):48–58.
8. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and
Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/
McGraw Hill Publishing Division, 2009. Hal 841-845.
20