MAKALAH
KIMIA ORGANIK
ALKIL HALIDA
Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Angga Oktyashari 021150053
2. Nada Julian Raif 021150058
3. Salma Zulfa Afifah 021150061
4. Krissa Pria Dwi P 021150072
5. Antonius Supriadi 021150075
6. Muh Dzikra Afnanta 021150084
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini kami susun untuk menyelesaikan tugas kimia organik yang
berjudul “Alkil Halida”. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, hal ini karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada
dalam keterbatasan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan dalam makalah ini yang akan datang.
Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan :
1. Ir. Dyah Tri Retno, MM, selaku dosen mata kuliah “Kimia Organik”,
3. Bapak dan ibu kami tercinta atas semua do’a, dukungan, perhatian dan kasih
sayang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 3
D. Manfaat .......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Tata Nama dan Klasifikasi Alkil Halida ........................................................ 4
B. Sifat Fisika Alkil Halida ................................................................................ 5
C. Reaksi Substitusi dan Eliminasi ...................................................................11
D. Reaksi SN-2 ................................................................................................... 14
E. Reaksi SN-1 ................................................................................................... 16
F. Reaksi E1 ..................................................................................................... 19
G. Reaksi E2 ..................................................................................................... 20
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 22
A. Kesimpulan .................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Alkil halida (RX): CH3I CH3CH2Cl
Iodometana kloroetana
Aril halida (ArX):
Klorobenzena
Br
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan
D. Manfaat
3
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut sistem IUPAC alkil halida diberi nama dengan awalan halo-.
Sedangkan menurut sistem trivial didahului oleh nama gugus alkil, diikuti nama
halidanya.
Contoh : Cl
Br
CH3CH2CHCH3
IUPAC : 2-klorobutana bromosikloheksana
Trivial : sec-butil klorida sikloheksil bromida
Dalam reaksi kimia, struktur alkil halida sangat berperanan. Oleh karenanya
perlu dibedakan empat tipe alkil halida (RX) : metil, primer, sekunder, dan tersier.
H3C X RCH2 X R2CH X R3 C X
metil halida RX primer RX sekunder RX tersier
1o RX 2o RX 3o RX
4
Alkil halida sekunder (2oRX) : halida terikat pada C yang terikat pada 2 gugus
alkil.
Contoh :
Alkil halida tersier (3oRX) : halida terikat pada C yang terikat pada 3 gugus
alkil.
Contoh :
1. Titik didih
Titik didih alkil halida lebih tinggi (dengan jumlah atom C yang sama)
karena berat atom C lebih besar dari berat atom C ataupun H. Pada jumlah
atom C yang sama, titik didih alkil halida meningkat dengan kenaikan berat
molekul.
Dengan bertambah panjangnya gugus alkil, maka titik didih alkil halida
semakin tinggi pula.
5
Grafik berikut menunjukkan titik didih dari beberapa alkil halida sederhana.
Perhatikan bahwa ada tiga dari alkil halida pada gambar yang memiliki
titik didih di bawah suhu kamar (sekitar 20°C). Ketiga alkil halida tersebut
akan berwujud gas pada suhu kamar. Semua alkil halida yang lain
kemungkinan ditemukan dalam wujud cair.
Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul lebih panjang dan
memiliki lebih banyak elektron. Ini dapat meningkatkan besarnya dipol-dipol
sementara yang terbentuk. Inilah sebabnya mengapa titik didih meningkat
apabila jumlah atom karbon dalam rantai meningkat. Mari kita ambil contoh
untuk tipe halida tertentu, misalnya klorida. Gaya-gaya dispersi akan menjadi
semakin kuat apabila jumlah atom karbon semakin bertambah dalam rantai
6
(misalnya dari 1 menjadi 2, 3 dan seterusnya). Dibutuhkan lebih banyak energi
untuk mengatasi gaya dispersi tersebut, sehingga titik didih meningkat.
7
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pada isomer-isomer alkil
halida, titik didih semakin berkurang dari alkil halida primer ke alkil halida
sekunder ke alkil halida tersier. Penurunan titik didih ini adalah akibat dari
menurunnya efektifitas gaya-gaya dispersi. Dipol-dipol temporer paling besar
untuk molekul yang terpanjang. Gaya-gaya tarik juga lebih kuat jika
molekul-molekul bisa saling berdekatan. Alkil halida tersier memiliki struktur
yang sangat pendek dan besar sehingga tidak bisa berdekatan dengan molekul
tetangganya.
Agar alkil halida bisa larut dalam air, maka gaya tarik antara
molekul-molekul alkil halida harus diputus (gaya dispersi van der Waals dan
gaya-tarik dipol-dipol) demikian juga dengan ikatan hidrogen antara
molekul-molekul air. Pemutusan kedua gaya tarik ini memerlukan energi.
Energi akan dilepaskan apabila gaya tarik terbentuk antara alkil halida dengan
molekul-molekul air. Gaya-gaya tarik yang terbentuk ini hanya gaya dispersi
dan gaya tarik dipol-dipol. Kedua gaya ikatan ini tidak sama kuatnya dengan
ikatan hidrogen sebelumnya terdapat dalam air, sehingga energi yang
dilepaskan lebih kecil dibanding yang digunakan untuk memisahkan
molekul-molekul air. Energi yang terlibat tidak cukup banyak sehingga
halogenalkana hanya sedikit larut dalam air.
8
Kelarutan dalam pelarut-pelarut organik
Alkil halida cenderung larut dalam pelarut organik karena gaya tarik
antar-molekul yang baru terbentuk memiliki kekuatan yang sama dengan
kekuatan ikatan yang diputus dalam halogenalkana dan pelarut.
9
4. Pengaruh polaritas ikatan
Salah satu reaksi penting yang dialami oleh alkil halida melibatkan
penggantian halogen oleh sesuatu yang lain – yakni reaksi substitusi.
Reaksi-reaksi ini melibatkan salah satu dari mekanisme berikut:
10
C. Reaksi Substitusi dan Eliminasi
Reaksi ini merupakan reaksi substitusi yaitu reaksi dalam mana satu
atom ion atau gugus disubstitusi oleh atom, ion atau gugus lain. Ion
hidroksida adalah nukleofil yang menggantikan ion bromida dari bromoetana.
Nukleofil dilambangkan dengan Nu-; yang tertarik ke suatu pusat positif.
Nukleofil adalah anion atau molekul netral yang memiliki pasangan elektron
menyendiri. Substitusi oleh nukleofil disebut substitusi nukleofilik. Ion
bromida dinamakn gugus pergi.
Dalam reaksi jenis ini, suatu ikatan kovalen putus dan terbentuk ikatan
kovalen baru. Gugus pergi (bromida) mengambil kedua elektron ikatan C-Br
dan nukleofil OH- memasok kedua elektron untuk ikatan karbon – oksigen
yang baru.
Nu:- + R:X R-Nu + X-
anion produk gugus pergi
11
2. Reaksi Eliminasi
Bila alkil halida direaksikan dengan basa kuat, dapat terjadi reaksi
eliminasi. Dalam reaksi ini molekul kehilangan atom H dan X. Oleh
karenanya disebut juga reaksi dehidrohalogenasi.
3. Reaksi-reaksi Bersaingan
Bila ion hidroksida atau alkoksida (RO-) bereaksi dengan alkil halida,
maka dapat bertindak sebagai nukleofil dalam reaksi substitusi maupun
sebagai basa dalam reaksi eliminasi. Tipe reaksi yang terjadi bergantung pada
berbagai faktor, salah satu faktornya adalah struktur alkil halida. Metil dan
alkil halida primer cenderung menghasilkan produk substitusi. Pada kondisi
yang setara, alkil halida tersier terutama menghasilkan produk eliminasi.
Sedangkan alkil halida sekunder bersifat diantaranya.
CH3CH2OH
-
Primer : CH3CH2Br+ CH3CH2O CH3CH2CH3
hampir 100%
CH3CH2OH
CH3CH2OH
Karena dapat terjadi lebih dari satu reaksi (substitusi dan eliminasi,
maka disebut reaksi bersaingan.
12
4. Nukleofilitas Lawan Kebasaan
Pada suasana yang sesuai semua basa dapat bertindak sebagai nukleofil.
Sebaliknya, semua nukleofil dapat bertindak sebagai basa. Dalam masa-masa
kasus, pereaksi (reagent) bereaksi dengan cara menyumbangkan sepasang
elektronnya untuk membentuk suatu ikatan sigma baru. Kebasaan (basicity)
ialah ukuran kemampuan pereaksi untuk menerima sebuah proton dalam suatu
reaksi asam-basa. Oleh karena itu kuat basa relatif dari sederet pereaksi
ditentukan dengan membandingkan letak relatif kesetimbangan mereka dalam
suatu reaksi asam-basa, seperti misalnya derajat ionisasi air.
Basa kuat
I– – Br– – Cl– – ROH – H2O – C ≡ N– – OH– – –OR
Naiknya kebasaan
13
H2O
–
( CH3)2CHBr + OH (CH3)2CHOH + CH2=CHCH3
D. Reaksi SN-2
14
Pada mekanisme ini terjadi inversi konfigurasi.
15
Variabel yang diperhatikan pada pembahasan ini adalah konsentrasi dan
struktur pereaksi.
a. Pengaruh konsentrasi pada laju reaksi
Menambah konsentrasi pereaksi akan menambah seringnya
tabrakan antar molekul, sehingga menambah laju terbentuknya produk.
Nu- + RX Rnu + X-
Laju reaksi SN-2 dipengaruhi oleh konsentrasi Nu dan RX.
Laju reaksi SN-2 = k[RX][Nu]
b. Pengaruh struktur pada laju reaksi
Reaksi SN-2 adalah reaksi serempak.dengan bertambahnya jumlah
gugus alkil yang terikat pada karbon yang mengikat halogen, keadaan
transisinya bertambah berjejal dengan atom. Jejalan dalam ruang disebut
rintangan sterik. Dalam reaksi SN-2, energi suatu keadaan transisi yang
berjejal lebih tinggi dari pada energi keadaan transisi dengan rintangan
sterik rendah. Karena itu laju reaksi makin menurun dari metil, primer,
sekunder dan tersier.
E. Reaksi SN-1
Karena rintangan sterik, t-butil bromida tidak bereaksi secara SN-2, namun
bila t-butil bromida direaksikan dengan nukleofil berupa basa lemah terbentuk
produk substitusi bersama-sama dengan produk eliminasi.
16
Produk substitusi terbentuk karena alkil halida mengalami substitusi dengan
mekanisme yang berbeda yang disebut dengan reaksi SN-1 (reaksi substitusi
nukleofilik unimolekuler).
Contoh reaksi SN-1 dari t-butil bromida dengan air.
(CH3)3CBr + H2O (CH3)3COH + H+ + Br-
17
Laju reaksi SN-1 = k [RX]; disebut juga reaksi orde satu. Reaksi ini
unimolekuler.
18
larutan menghasilkan kedua produk teramati, yaitu produk normal dan produk
penataan ulang suatu produk dimana kerangka atau posisi gugus fungsional
berbeda dari kerangka.
F. Reaksi E1
Suatu karbokation dapat mengalami bereaksi lebih lanjut dengan lebih dari
satu cara. Salah satu cara adalah bereaksi dengan nukleofil. Ada alternatif lain
yaitu karbokation memberikan satu proton pada suatu basa, reaksi ini disebut
eliminasi (E1), membentuk sebuah alkena.
Mekanisme reaksi E1
Tahap pertama dalam reaksi E1 identik dengan tahap pertama reaksi SN-1,
yaitu ionisasi alkil halida. Tahap ini berlangsung lambat, menjadi penentu laju dari
reaksi keseluruhan.
Tahap 2 : cepat
Tahap kedua, basa merebut sebuah proton dari sebuah atom karbon yang
terletak berdampingan dengan karbon positif, terbentuk sebuah alkena. Kondisi
reaksi E1 sama dengan reaksi SN-1, oleh karen itu reaksi E1 dan SN-1 adalah reaksi
bersaingan.
19
G. Reaksi E2
20
Bila alkil halida memiliki satu macam Hβ maka bila mengalami
eliminasi hanya diperoleh satu macam produk, namun jika ad lebih dari satu
macam maka akan diperoleh produk lebih dari satu produk.
Satu macam Hβ
Dua macam Hβ
Kestabilan bertambah
2. Produk Hofmann
Reaksi dehidrohalogenasi tunduk pad aturan Saytseff, namun dalam
suatu keadaan, produk utama dari suatu dehidrohalogenasi justru berlawanan
dengan aturan Saytseff, dikatakan reaksi menghasilkan produk Hofmann.
Alkena yang kurang tersubstitusi merupakan produk yang melimpah
terjadi karena rintangan sterik. Rintangan sterik disebabkan oleh:
a. Ukuran basa yang menyerang
b. Meruahnya gugus yang mengelilingi gugus pergi
c. Gugus pergi besar dan meruah
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
22
substitusi nukleofil atau pergantian nukleofil. Menurut kinetikanya, reaksi
substitusi nukleofilik dapat dikelompokkan menjadi reaksi SN-1 dan SN-2.
7. Mekanisme reaksi SN-2 melibatkan tubrukan antara kedua spesies dalam tahapan
yang lambat (dalam hal ini, satu-satunya tahapan yang ada) dari reaksi. Reaksi
SN-1 tahapannya lambat dari reaksi dan hanya melibatkan satu spesies, yakni
alkil halida.
8. Pada reaksi eliminasi, molekul senyawa berikatan tunggal berubah menjadi
senyawa berikatan rangkap dengan melepas molekul kecil. Eliminasi
merupakan reaksi yang mengubah jumlah substitusi dalam atom karbon, dan
membentuk ikatan kovalen. Dalam mekanisme E1, gugus lepas terlebih dahulu
melepas dan membentuk karbokation. Selanjutnya, pembentukan ikatan ganda
terjadi melalui eliminasi proton (deprotonasi). Dalam mekanisme E1cb, urutan
pelepasan terbalik: proton dieliminasi terlebih dahulu. Dalam mekanisme ini
keterlibatan suatu basa harus ada. Mekanisme E2 juga memerlukan basa. Akan
tetapi, pergantian posisi basa dan eliminasi gugus lepas berlangsung secara
serentak dan tidak menghasilkan zat antara ionik.
23
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Sri Wahyuni Murni. 2015. Bahan Ajar Mata Kuliah Kimia Organik.
Yogyakarta : UPN”Veteran” Yogyakarta.
Satria Wirayudha. 2015. Makalah Kimia Organik Alkil Halida Doni,
http://dokumen.tips/documents/makalah-kimia-organik-alkil-halida-doni.ht
ml, (diakses 13 Maret 2016).
24