Anda di halaman 1dari 27

HALAMAN JUDU L

MAKALAH
KIMIA ORGANIK

ALKIL HALIDA

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Angga Oktyashari 021150053
2. Nada Julian Raif 021150058
3. Salma Zulfa Afifah 021150061
4. Krissa Pria Dwi P 021150072
5. Antonius Supriadi 021150075
6. Muh Dzikra Afnanta 021150084

FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI


JURUSAN D3 TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NEGERI “VETERAN” YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini kami susun untuk menyelesaikan tugas kimia organik yang
berjudul “Alkil Halida”. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, hal ini karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada
dalam keterbatasan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan dalam makalah ini yang akan datang.
Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan :
1. Ir. Dyah Tri Retno, MM, selaku dosen mata kuliah “Kimia Organik”,

2. Rekan-rekan mahasiwa yang telah memberikan masukan untuk makalah ini.

3. Bapak dan ibu kami tercinta atas semua do’a, dukungan, perhatian dan kasih
sayang.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi pengembangan


ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi kami dan kelompok kami.

Yogyakarta, 13 Maret 2016


Penyusun,

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 3
D. Manfaat .......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Tata Nama dan Klasifikasi Alkil Halida ........................................................ 4
B. Sifat Fisika Alkil Halida ................................................................................ 5
C. Reaksi Substitusi dan Eliminasi ...................................................................11
D. Reaksi SN-2 ................................................................................................... 14
E. Reaksi SN-1 ................................................................................................... 16
F. Reaksi E1 ..................................................................................................... 19
G. Reaksi E2 ..................................................................................................... 20
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 22
A. Kesimpulan .................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Senyawa organohalogen digunakan secara meluas dalam masyarakat


modern. Sebagai pelarut, insektisida dan bahan-bahan dalam sintesis senyawa
organik. Kebanyakan senyawa organohalogen adalah sintetik. Senyawa
organohalogen agak jarang dijumpai di alam. Tiroksina (thyroxine), suatu
penyusun dari hormone tiroid tiroglobulin, adalah suatu senyawa iod yang
terdapat di alam. Senyawa halogen agak lebih lazim dalam organisme laut, seperti
ganggang dan rumput laut. Zat warna ungu tirius adalah suatu senyawa brom yang
diperoleh dalam jumlah kecil dari jenis langka siput di pulau Kreta. Ungu tirius
digunakan sebagai zat warna oleh keluarga raja Pheonix dan sesudah itu bangsa
Romawi (di negeri barat dikenal ungkapan: “ungu kerajaan” atau “keturunan
ungu”).
Banyak senyawa organohalogen bersifat racun (toxic) dan harus digunakan
dengan hati-hati. Misalnya, pelarut-pelarut karbon tetraklorida (CCl4) dan
kloroform (CHCl3) mengakibatkan kerusakan hati bila dihirup berlebihan.
Insektisida yang mengandung halogen-halogen (seperti DDT) digunakan secara
meluas dalam pertanian, namun penggunaan itu merosot akhir-akhir ini karena
efek yang merusak lingkungan. Dipihak lain beberapa senyawa halogen
tampaknya sangat aman dan beberapa digunakan sebagai pematirasa hirupan.
Contoh anestetika ini adalah halotana (CF3CHBrCl) dan metoksi flurana
(CH3OCF2CHCl2). Senyawa yang mengandung hanya karbon, hidrogen, dan
suatu atom halogen dapat dibagi dalam tiga kategori: alkil halida, aril halida
(dalam mana sebuah halogen terikat pada sebuah karbon dari suatu cincin
aromatik), dan halida vinilik (dalam mana sebuah halogen terikat pada sebuah
karbon berikatan rangkap). Berikut ini beberapa contoh:

1
Alkil halida (RX): CH3I CH3CH2Cl
Iodometana kloroetana
Aril halida (ArX):

Klorobenzena
Br

Halida vinilik : CH2Cl=CHCl CH3CH=CCH3


Kloroetana 2-bromo-2-butena
R telah didefinisikan sebagai lambang umum untuk sebuah gugus alkil. Atom
halogen (F. Cl, Br atau I) dapat diwakili oleh X. Dengan menggunakan lambang
umum maka alkil halida adalah RX.
Senyawa halogen sangat penting karena berbagai sebab. Alkil dan aril halida
sederhana, terutama klorida dan bromida, adalah cikal bakal sintesis kimia
organik. Melalui reaksi subtitusi, yang akan dipaparkan dalam bab ini, halogen
dapat digantikan dengan gugus fungsi lain. Halida-halida organik juga dapat
dirubah menjadi senyawa-senyawa jenuh eliminasi. Akhirnya, banyak
senyawa-senyawa organik mempunyai kegunaan praktis, sebagai ansektisida,
herbisida, pencegah api, cairan pembersih dan refrigeran, dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana tata nama dan klasifikasi alkil halida?
2. Apa saja sifat fisika alkil halida?
3. Bagaimana reaksi substitusi dan eliminasi?
4. Bagaimana reaksi SN-2 dan SN-1?
5. Bagaimana reaksi E1 dan E2?

2
C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Dapat menjelaskan tata nama dan klasifikasi alkil halida.
2. Dapat menjelaskan sifat fisika alkil halida.
3. Dapat menjelaskan reaksi substitusi dan eliminasi.
4. Dapat menjelaskan reaksi SN-2 dan SN-1.
5. Dapat menjelaskan reaksi E1 dan E2.

D. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah:


1. Pembaca bisa memiliki pemahaman lebih tentang alkil halida.
2. Pembaca dapat menentukan tata nama dari alkil halida.
3. Pembaca dapat mengetahui sifat-sifat alkil halida.
4. Pembaca dapat mengetahui tentang reaksi-reaksi alkil halida.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tata Nama dan Klasifikasi Alkil Halida

Menurut sistem IUPAC alkil halida diberi nama dengan awalan halo-.
Sedangkan menurut sistem trivial didahului oleh nama gugus alkil, diikuti nama
halidanya.
Contoh : Cl
Br
CH3CH2CHCH3
IUPAC : 2-klorobutana bromosikloheksana
Trivial : sec-butil klorida sikloheksil bromida

Dalam reaksi kimia, struktur alkil halida sangat berperanan. Oleh karenanya
perlu dibedakan empat tipe alkil halida (RX) : metil, primer, sekunder, dan tersier.
H3C X RCH2 X R2CH X R3 C X
metil halida RX primer RX sekunder RX tersier
1o RX 2o RX 3o RX

Metil halida : halida terikat pada ujung metil


CH3F (fluorometana), CH3Cl (klorometana), CH3Br (bromometana), CH3I
(iodometana).
Alkil halida primer (1oRX) : halida terikat pada C yang terikat pada 1 gugus
alkil.
Contoh : CH3-CH2-CH2-CH2-Cl

4
Alkil halida sekunder (2oRX) : halida terikat pada C yang terikat pada 2 gugus
alkil.
Contoh :

Alkil halida tersier (3oRX) : halida terikat pada C yang terikat pada 3 gugus
alkil.
Contoh :

B. Sifat Fisika Alkil Halida

1. Titik didih

Titik didih alkil halida lebih tinggi (dengan jumlah atom C yang sama)
karena berat atom C lebih besar dari berat atom C ataupun H. Pada jumlah
atom C yang sama, titik didih alkil halida meningkat dengan kenaikan berat
molekul.

Dengan bertambah panjangnya gugus alkil, maka titik didih alkil halida
semakin tinggi pula.

Titik didih alkil halida ( R-X )

Gugus alkil Klorida Bromida Iodida

BM = 35.5 BM = 79.9 BM = 126,9


Metil -24° C 5° C 42° C
Etil 13° C 38° C 72° C
n-propil 46° C 71° C 102° C

5
Grafik berikut menunjukkan titik didih dari beberapa alkil halida sederhana.

Perhatikan bahwa ada tiga dari alkil halida pada gambar yang memiliki
titik didih di bawah suhu kamar (sekitar 20°C). Ketiga alkil halida tersebut
akan berwujud gas pada suhu kamar. Semua alkil halida yang lain
kemungkinan ditemukan dalam wujud cair.

Perlu diingat bahwa:

a. Satu-satunya metil halida yang berwujud cair adalah iodometana;


b. Kloroetana merupakan sebuah gas.

Pola-pola titik didih mencerminkan pola-pola gaya tarik antar-molekul.

Gaya-gaya dispersi van der Waals

Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul lebih panjang dan
memiliki lebih banyak elektron. Ini dapat meningkatkan besarnya dipol-dipol
sementara yang terbentuk. Inilah sebabnya mengapa titik didih meningkat
apabila jumlah atom karbon dalam rantai meningkat. Mari kita ambil contoh
untuk tipe halida tertentu, misalnya klorida. Gaya-gaya dispersi akan menjadi
semakin kuat apabila jumlah atom karbon semakin bertambah dalam rantai

6
(misalnya dari 1 menjadi 2, 3 dan seterusnya). Dibutuhkan lebih banyak energi
untuk mengatasi gaya dispersi tersebut, sehingga titik didih meningkat.

Semakin meningkatnya titik didih dari klorida ke bromida sampai ke


iodida (utuk jumlah atom karbon tertentu) juga disebabkan oleh semakin
meningkatnya jumlah elektron yang menimbulkan gaya dispersi yang lebih
besar. Sebagai contoh, terdapat lebih banyak elektron dalam iodometana
dibanding yang terdapat dalam klorometana.

Gaya tarik dipol-dipol van der Waals

Ikatan karbon-halogen (selain ikatan karbon-iodin) bersifat polar, karena


pasangan elektron tertarik lebih dekat ke atom halogen dibandng ke atom
karbon. Ini disebabkan karena halogen (kecuali iodin) lebih elektronegatif
dibanding karbon. Ini berarti bahwa selain gaya-gaya dispersi, ada juga
gaya-gaya lain yang ditimbulkan oleh gaya tarik antara dipol-dipol permanen
(kecuali pada iodin).

Besarnya gaya-tarik dipol-dipol akan berkurang apabila ikatan menjadi


semakin tidak polar (misalnya semakin ke bawah mulai dari klorida sampai
bromida terus ke iodida). Meski demikian, titik didih tetap meningkat! Ini
menujukkan bahwa efek gaya tarik dipol-dipol permanen jauh lebih tidak
penting dibanding efek dipol-dipol temporer yang menimbulkan gaya-gaya
dispersi. Besarnya peningkatan jumlah elektron pada iodin melebihi
kehilangan dipol-dipol permanen dalam molekul.

Titik didih beberapa isomer

7
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pada isomer-isomer alkil
halida, titik didih semakin berkurang dari alkil halida primer ke alkil halida
sekunder ke alkil halida tersier. Penurunan titik didih ini adalah akibat dari
menurunnya efektifitas gaya-gaya dispersi. Dipol-dipol temporer paling besar
untuk molekul yang terpanjang. Gaya-gaya tarik juga lebih kuat jika
molekul-molekul bisa saling berdekatan. Alkil halida tersier memiliki struktur
yang sangat pendek dan besar sehingga tidak bisa berdekatan dengan molekul
tetangganya.

2. Kelarutan Alkil halida

Kelarutan dalam air

Alkil halida sangat sedikit larut dalam air.

Agar alkil halida bisa larut dalam air, maka gaya tarik antara
molekul-molekul alkil halida harus diputus (gaya dispersi van der Waals dan
gaya-tarik dipol-dipol) demikian juga dengan ikatan hidrogen antara
molekul-molekul air. Pemutusan kedua gaya tarik ini memerlukan energi.
Energi akan dilepaskan apabila gaya tarik terbentuk antara alkil halida dengan
molekul-molekul air. Gaya-gaya tarik yang terbentuk ini hanya gaya dispersi
dan gaya tarik dipol-dipol. Kedua gaya ikatan ini tidak sama kuatnya dengan
ikatan hidrogen sebelumnya terdapat dalam air, sehingga energi yang
dilepaskan lebih kecil dibanding yang digunakan untuk memisahkan
molekul-molekul air. Energi yang terlibat tidak cukup banyak sehingga
halogenalkana hanya sedikit larut dalam air.

8
Kelarutan dalam pelarut-pelarut organik

Alkil halida cenderung larut dalam pelarut organik karena gaya tarik
antar-molekul yang baru terbentuk memiliki kekuatan yang sama dengan
kekuatan ikatan yang diputus dalam halogenalkana dan pelarut.

3. Kereaktifan kimiawai alkil halida

Pentingnya kekuatan ikatan

Pola kekuatan dari keempat ikatan karbon-halogen ditunjukkan pada


gambar berikut:

Perlu diperhatikan bahwa kekuatan ikatan semakin berkurang ketika kita


berpindah dari C-F ke C-I, dan juga perhatikan bahwa ikatan C-F jauh lebih
kuat dibanding lainnya. Agar zat lain bisa bereaksi dengan alkil halida, maka
ikatan karbon-halogen harus diputus. Karena pemutusan semakin mudah
dilakukan semakin ke bawah (mulai dari fluoride sampai iodin), maka
senyawa-senyawa semakin ke bawah golongan halogen akan semakin reaktif.
Iodoalkana merupakan alkil halida yang paling reaktif dan fluoroalkana
merupakan yang paling tidak reaktif.

9
4. Pengaruh polaritas ikatan

Dari keempat halogen, fluorin merupakan unsur yang paling


elektronegatif dan iodin yang paling tidak elektronegatif. Ini berarti bahwa
pasangan elektron dalam ikatan karbon-fluorin akan tergeser ke ujung halogen.

Perhatikan metil halida sebagai contoh-contoh sederhana berikut ini:

Keelektronegatifan karbon dan iodin sama sehingga tidak akan ada


pemisahan muatan pada ikatan (pasangan elektron berada pada posisi netral).

Salah satu reaksi penting yang dialami oleh alkil halida melibatkan
penggantian halogen oleh sesuatu yang lain – yakni reaksi substitusi.
Reaksi-reaksi ini melibatkan salah satu dari mekanisme berikut:

a. Ikatan karbon-halogen terputus menghasilkan ion positif dan ion


negatif.Ion yang memiliki atom karbon bermuatan positif selanjutnya
bereaksi dengan sesuatu yang bermuataSn negatif (baik negatif penuh
maupun negatif parsial).
b. Sesuatu yang bermuatan negatif penuh atau parsial tertarik ke atom karbon
yang sedikit bermuatan positif dan melepaskan atom halogen.

Yang mengendalikan kereaktifan adalah kekuatan ikatan yang harus


diputus, sementara cukup sulit untuk memutus sebuah ikatan karbon-fluorin,
tapi cukup mudah untuk memutus ikatan karbon-iodin.

10
C. Reaksi Substitusi dan Eliminasi

1. Reaksi Substitusi Nukleofilik


Karbon yang terikat langsung atom halogen dalam suatu alkil halida
bermuatan positif parsial. Karbon ini mudah diserang oleh anion dan spesi
apa saja yang mempunyai pasangan elektron menyendiri (unshared). Ditinjau
reaksi bromoetana dengan ion hidroksida sebagai berikut :

Reaksi ini merupakan reaksi substitusi yaitu reaksi dalam mana satu
atom ion atau gugus disubstitusi oleh atom, ion atau gugus lain. Ion
hidroksida adalah nukleofil yang menggantikan ion bromida dari bromoetana.
Nukleofil dilambangkan dengan Nu-; yang tertarik ke suatu pusat positif.
Nukleofil adalah anion atau molekul netral yang memiliki pasangan elektron
menyendiri. Substitusi oleh nukleofil disebut substitusi nukleofilik. Ion
bromida dinamakn gugus pergi.
Dalam reaksi jenis ini, suatu ikatan kovalen putus dan terbentuk ikatan
kovalen baru. Gugus pergi (bromida) mengambil kedua elektron ikatan C-Br
dan nukleofil OH- memasok kedua elektron untuk ikatan karbon – oksigen
yang baru.
Nu:- + R:X R-Nu + X-
anion produk gugus pergi

Nu: + R:X R-Nu+ + X-


netral

Reaksi berjalan ke arah kanan dengan memilih nukleofil yang lebih


kuat daru pada gugus pergi.
H2O – ROH – Cl– – Br– – OH– – –OR – I– – C ≡ N–
Naiknya nukleofilisitas

11
2. Reaksi Eliminasi
Bila alkil halida direaksikan dengan basa kuat, dapat terjadi reaksi
eliminasi. Dalam reaksi ini molekul kehilangan atom H dan X. Oleh
karenanya disebut juga reaksi dehidrohalogenasi.

3. Reaksi-reaksi Bersaingan
Bila ion hidroksida atau alkoksida (RO-) bereaksi dengan alkil halida,
maka dapat bertindak sebagai nukleofil dalam reaksi substitusi maupun
sebagai basa dalam reaksi eliminasi. Tipe reaksi yang terjadi bergantung pada
berbagai faktor, salah satu faktornya adalah struktur alkil halida. Metil dan
alkil halida primer cenderung menghasilkan produk substitusi. Pada kondisi
yang setara, alkil halida tersier terutama menghasilkan produk eliminasi.
Sedangkan alkil halida sekunder bersifat diantaranya.
CH3CH2OH
-
Primer : CH3CH2Br+ CH3CH2O CH3CH2CH3
hampir 100%

CH3CH2OH

Sekunder : (CH3)2CHBr + CH3CH2O -


(CH3)2CHOCH2CH3 + CH2=CHCH3
(20%) (80%)

CH3CH2OH

Tersier : (CH3)3CBr + CH3CH2O- (CH3)3COCH2CH3 + CH2=C(CH3)2


(5%) (95%)

Karena dapat terjadi lebih dari satu reaksi (substitusi dan eliminasi,
maka disebut reaksi bersaingan.

12
4. Nukleofilitas Lawan Kebasaan

Pada suasana yang sesuai semua basa dapat bertindak sebagai nukleofil.
Sebaliknya, semua nukleofil dapat bertindak sebagai basa. Dalam masa-masa
kasus, pereaksi (reagent) bereaksi dengan cara menyumbangkan sepasang
elektronnya untuk membentuk suatu ikatan sigma baru. Kebasaan (basicity)
ialah ukuran kemampuan pereaksi untuk menerima sebuah proton dalam suatu
reaksi asam-basa. Oleh karena itu kuat basa relatif dari sederet pereaksi
ditentukan dengan membandingkan letak relatif kesetimbangan mereka dalam
suatu reaksi asam-basa, seperti misalnya derajat ionisasi air.
Basa kuat
I– – Br– – Cl– – ROH – H2O – C ≡ N– – OH– – –OR
Naiknya kebasaan

Kontras dengan kebasaan, nukleofisilitas ialah ukuran kemampuan suatu


pereaksi untuk menyebabkan (terjadinya) suatu reaksi subtitusi. Nukleofilisitas
relatif dari sederet.
CH3CH2 - Br + OH CH3CH2 - OH + Br
H2O – ROH – Cl– – Br– – OH– – –OR – I– – C ≡ N–
Naiknya nukleofilisitas

Data daftar nukleofilisitas relative tidak paralel secara eksak dengan


daftar kuat basa; suatu basa lebih kuat biasanya juga nukleofili yang lebih baik
dari suatu basa lebih lemah.misalnya, OH- (suatu basa kuat) adalah nukleofilik
yang lebih baik dari pada atau H2O (basa lemah). Karena beberapa alkil halida
dapat menjalani reaksi subtitusi dan eliminasi.pereaksi seperti OH- dapat
bertindak baik sebagai nukleofil dalam suau bejana reaksi.

13
H2O

( CH3)2CHBr + OH (CH3)2CHOH + CH2=CHCH3

Terbentuk oleh OH- terbentuk oleh OH-


sebagai nukleofil sebagai basa

sekunder substitusi eliminasi

D. Reaksi SN-2

Reaksi bromoetana dengan ion hidroksida yang menghasilkan etanol dan


ion bromida adalah suatu reaksi SN-2 yang khas. SN-2 berarti substitusi nukleofilik
bimolekular.
1. Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi adalah uraian terinci tentang bagaimana reaksi
berlangsung. Syarat supaya terjadi reaksi adalah molekul saling bertabrakan,
dengan energi kinetik ≥ energi potensial untuk mematahkan ikatan (E
aktivasi) dan dengan sikap (orientasi) tertentu yang tepat.
Pada reaksi SN-2 antara bromoetana dan ion hidroksida, ion hidroksida
menabrak bagian belakang karbon ujung dan menggantikan ion bromida.
Jika nukleofil menabrak dari sisi belakang suatu karbon ujung yang
terikat pada halogen, dua peristiwa terjadi sekaligus yaitu (1) suatu ikatan
baru terbentuk dan (2) ikatan C-X mulai patah. Proses ini disebut proses
serempak (satu tahap).
Pereaksi diubah menjadi produk harus melalui suatu keadaan antara
yang disebut keadaan transisi atau kompleks teaktifan. Keadaan transisi
melibatkan dua spesi yaitu Nu- dan RX, maka reaksi SN-2 disebut reaksi
bimokuler.

14
Pada mekanisme ini terjadi inversi konfigurasi.

2. Energi pada Reaksi SN-2


Molekul bertabrakan membutuhkan energi untuk bisa bereaksi. Molekul
yang bergerak di dalam suatu larutan memiliki sejumlah tertentu energi
potensial dalam ikatan mereka dan sejumlah tertentu energi kinetik dalam
gerakan mereka. Bila dipanasi, molekul mendapat tambahan energi kinetik,
bertabrakan lebih sering dan lebih bertenaga dan mengubah energi kinetik
menjadi energi potensial.
Agar reaksi dapat mulai terjadi, beberapa molekul dan ion yang
bertabrakan harus mempunyai cukup energi untuk mencapai keadaan transisi.
Agar alkil halida dan nukleofil yang bertabrakan dapat mencapai keadaan
transisi, diperlukan sejumlah energi pengaktifan (Eakt). Pada keadaan transisi
molekul-molekul mempunyai pilihan yang sama mudahnya, kembali menjadi
pereaksi atau terus menjadi produk. Selisih anatara energi potensial rata-rata
pereaksi dan produk adalah perubahan entalpi (∆H) untuk reaksi itu.

3. Laju Reaksi SN-2


Tiap molekul yang bereaksi dan menghasilkan produk harus melewati
keadaan transisi, baik struktur maupun energinya, karena energi molekul
tidak sama, maka diperlukan waktu agar semua molekul itu bereaksi. Laju
reaksi kimia adalah ukuran seberapa cepat reaksi itu berlangsung.

15
Variabel yang diperhatikan pada pembahasan ini adalah konsentrasi dan
struktur pereaksi.
a. Pengaruh konsentrasi pada laju reaksi
Menambah konsentrasi pereaksi akan menambah seringnya
tabrakan antar molekul, sehingga menambah laju terbentuknya produk.
Nu- + RX Rnu + X-
Laju reaksi SN-2 dipengaruhi oleh konsentrasi Nu dan RX.
Laju reaksi SN-2 = k[RX][Nu]
b. Pengaruh struktur pada laju reaksi
Reaksi SN-2 adalah reaksi serempak.dengan bertambahnya jumlah
gugus alkil yang terikat pada karbon yang mengikat halogen, keadaan
transisinya bertambah berjejal dengan atom. Jejalan dalam ruang disebut
rintangan sterik. Dalam reaksi SN-2, energi suatu keadaan transisi yang
berjejal lebih tinggi dari pada energi keadaan transisi dengan rintangan
sterik rendah. Karena itu laju reaksi makin menurun dari metil, primer,
sekunder dan tersier.

4. Pengaruh Energi Aktivasi (Ea) pada Laju Reaksi dan Produk


Energi aktivasi adalah energi keadaan transisi relatif terhadap pereaksi.
Apabila suatu reaksi merupakan reaksi bersaing denfan pereaksi yang sama,
maka reaksi dengan Ea lebih rendah adalah reaksi yang lebih cepat dan akan
menghasilkan produk lebih banyak.

E. Reaksi SN-1

Karena rintangan sterik, t-butil bromida tidak bereaksi secara SN-2, namun
bila t-butil bromida direaksikan dengan nukleofil berupa basa lemah terbentuk
produk substitusi bersama-sama dengan produk eliminasi.

16
Produk substitusi terbentuk karena alkil halida mengalami substitusi dengan
mekanisme yang berbeda yang disebut dengan reaksi SN-1 (reaksi substitusi
nukleofilik unimolekuler).
Contoh reaksi SN-1 dari t-butil bromida dengan air.
(CH3)3CBr + H2O (CH3)3COH + H+ + Br-

Mekanisme reaksi SN-1


Tahap 1 : lambat. Pembentukan karbokation (ionisasi).

Tahap 2 : cepat. Penggabungan karbokation dengan nukleofil.

Tahap 3 : cepat. Reaksi asam-basa. H+ lepas/deprotonisasi.

1. Laju reaksi SN-1


Reaksi antara karbokation (R+) dan Nu berlangsung sangat cepat
sehingga tahap penentu laju atau tahap pembatas laju adalah reaksi lambat
atau ionisasi. Laju reaksi SN-1 tergantung pada konsentrasi alkil halida (RX),
tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil (Nu).

17
Laju reaksi SN-1 = k [RX]; disebut juga reaksi orde satu. Reaksi ini
unimolekuler.

Tahap penentu laju : R+ + X-

2. Pengaruh stabilitas karbokation terhadap laju reaksi SN-1


Karbokation adalah gugus yang tidak stabil dan dengan cepat bereaksi
lebih lanjut, namun demikian masih mungkin membahas stabilitas relatifnya.
Stabilitas karbokation mempengaruhi laju reaksi SN-1.
Yang dapat meningkatkan stabilitas muatan positif adalah apa saja yang
dapat menyebarkan muatan positif. Dalam kation alkil yang menyebarkan
muatan adalah efek induktif yaitu polarisasi ikatan oleh atom-atom
elektronegatif atau elektropositif didekat muatan itu.
Faktor lain yang mungkin meningkatkan kestabilan karbokation tersier
adalah bantuan sterik. Tolak-menolak antara gugus-gugus dalam suatu alkil
halida menambah energi pada molekul netral.

3. Penataan ulang karbokation


Alkil bromida sekunder (2oRX) dapat mengalami reaksi pelarutan
dengan metanol. Contoh :

Rendemen total produk substitusi tidak 100% karena terbentuk juga


alkena dari reaksi eliminasi. Terjadinya penataan ulang karbokation dapat
dijelaskan sebagai berikut: adanya karbokation sekunder dan primer dalam

18
larutan menghasilkan kedua produk teramati, yaitu produk normal dan produk
penataan ulang suatu produk dimana kerangka atau posisi gugus fungsional
berbeda dari kerangka.

F. Reaksi E1

Suatu karbokation dapat mengalami bereaksi lebih lanjut dengan lebih dari
satu cara. Salah satu cara adalah bereaksi dengan nukleofil. Ada alternatif lain
yaitu karbokation memberikan satu proton pada suatu basa, reaksi ini disebut
eliminasi (E1), membentuk sebuah alkena.

Mekanisme reaksi E1
Tahap pertama dalam reaksi E1 identik dengan tahap pertama reaksi SN-1,
yaitu ionisasi alkil halida. Tahap ini berlangsung lambat, menjadi penentu laju dari
reaksi keseluruhan.

Tahap 1 : ionisasi (lambat)

Tahap 2 : cepat

Tahap kedua, basa merebut sebuah proton dari sebuah atom karbon yang
terletak berdampingan dengan karbon positif, terbentuk sebuah alkena. Kondisi
reaksi E1 sama dengan reaksi SN-1, oleh karen itu reaksi E1 dan SN-1 adalah reaksi
bersaingan.

19
G. Reaksi E2

Reaksi eliminasi RX yang paling berguna adalah reaksi E2 (eliminasi


bimolekuler). Reaksi cenderung dominan bila digunakan basa kuat seperti OH-
dan –OR dan suhu tinggi, secara khas reaksi E2 dilaksanakan dengan
memanaskan RX dengan KOH atau NaOC2H5 dalam etanol. Mekanismenya
adalah reaksi serempak dan satu tahap seperti pada reaksi SN-2:

(1) basa membentuk ikatan dengan i=hidrogen


(2) pembentukan ikatan pi C-C
(3) brom bersama sepasang elektron meninggalkan ikatan sigma C-Br

Naiknya laju reaksi E2


primer sekunder tersier
laju reaksi E2 meningkat
1. Campuran Alkena
Reaksi E1 dan E2 sering disebut sebagai eliminasi beta (β). Istilah ini
menunjukkan pada hidrogen yang dibuang dalam reaksi ini. Karbon yang
mengikat gugus fungsional utama disebut karbon alfa (α) dan karbon
berikutnya adalah karbon beta (β). Hidrogen yang terikat pada kabon α
disebut hidrogen α, hidrogen yang terikat pada karbon β disebut hidrogen
beta β. Dalam eliminasi β, sebuah atom hidrogen β dibuang dan terbentuk
alkena. Alkil halida yang tidak memiliki atom Hβ tidak dapat melangsungkan
reaksi eliminasi β.
Karbon dan hidrogen β dilingkari :

20
Bila alkil halida memiliki satu macam Hβ maka bila mengalami
eliminasi hanya diperoleh satu macam produk, namun jika ad lebih dari satu
macam maka akan diperoleh produk lebih dari satu produk.
Satu macam Hβ

Dua macam Hβ

Saytseff (1875) : alkena yang memiliki gugus alkil terbanyak pada


atom karbon berikatan rangkap terdapat dalam jumlah terbesar dalam
campuran produk eliminasi. Ini dikarenakan alkena yang tersubstitusi lebih
tinggi, lebih stabil dari pada yang kurang tersubstitusi.

Kestabilan bertambah
2. Produk Hofmann
Reaksi dehidrohalogenasi tunduk pad aturan Saytseff, namun dalam
suatu keadaan, produk utama dari suatu dehidrohalogenasi justru berlawanan
dengan aturan Saytseff, dikatakan reaksi menghasilkan produk Hofmann.
Alkena yang kurang tersubstitusi merupakan produk yang melimpah
terjadi karena rintangan sterik. Rintangan sterik disebabkan oleh:
a. Ukuran basa yang menyerang
b. Meruahnya gugus yang mengelilingi gugus pergi
c. Gugus pergi besar dan meruah

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :


1. Senyawa alkil halida merupakan senyawa hidrokarbon baik jenuh maupun tak
jenuh yang satu unsur H-nya atau lebih digantikan oleh unsur halogen (X = Br,
Cl, I). Struktur Alkil Halida : R-X
2. Ada 4 penggolongan alkil halida, yaitu metil halida, alkil halida primer,
sekunder dan tersier. Suatu metil halida ialah suatu struktur dalam mana satu
hydrogen dari metana telah digantikan oleh sebuah halogen. Suatu alkil halida
primer (1°)(RCH2X) mempunyai satu gugus alkil terikat pada karbon ujung.
Suatu alkil halida sekunder (2°) (R2CHX) mempunyai dua gugus alkil yang
terikat pada karbon ujung, dan suatu alkil halida tersier (3°) (R3CX) mempunyai
tiga gugus alkil yang terikat pada karbon ujung.
3. Dalam sistem IUPAC, suatu alkil halida diberi nama dengan suatu awalan halo-.
Banyak alkil halida yang lazim, mempunyai nama gugus-fungsional trivial.
Dalam nama-nama gugus alkil disebut lebih dahulu, diikuti nama halidanya.
4. Titik didih alkil halida lebih tinggi ( dengan jumlah atom C yang sama ) karena
berat atom C lebih besar dari berat atom C ataupun H. Pada jumlah atom C yang
sama, titik didih alkil halida meningkat dengan kenaikan berat molekul. Dengan
bertambah panjangnya gugus alkil, maka titik didih alkil halida semakin tinggi
pula.
5. Kebasaan (basicity) ialah ukuran kemampuan pereaksi untuk menerima sebuah
proton dalam suatu reaksi asam-basa. Nukleofisilitas ialah ukuran kemampuan
suatu pereaksi untuk menyebabkan (terjadinya) suatu reaksi subtitusi.
6. Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut
nukleofil, sering dilambangkan dengan Nu-. Substitusi oleh nukleofil disebut

22
substitusi nukleofil atau pergantian nukleofil. Menurut kinetikanya, reaksi
substitusi nukleofilik dapat dikelompokkan menjadi reaksi SN-1 dan SN-2.
7. Mekanisme reaksi SN-2 melibatkan tubrukan antara kedua spesies dalam tahapan
yang lambat (dalam hal ini, satu-satunya tahapan yang ada) dari reaksi. Reaksi
SN-1 tahapannya lambat dari reaksi dan hanya melibatkan satu spesies, yakni
alkil halida.
8. Pada reaksi eliminasi, molekul senyawa berikatan tunggal berubah menjadi
senyawa berikatan rangkap dengan melepas molekul kecil. Eliminasi
merupakan reaksi yang mengubah jumlah substitusi dalam atom karbon, dan
membentuk ikatan kovalen. Dalam mekanisme E1, gugus lepas terlebih dahulu
melepas dan membentuk karbokation. Selanjutnya, pembentukan ikatan ganda
terjadi melalui eliminasi proton (deprotonasi). Dalam mekanisme E1cb, urutan
pelepasan terbalik: proton dieliminasi terlebih dahulu. Dalam mekanisme ini
keterlibatan suatu basa harus ada. Mekanisme E2 juga memerlukan basa. Akan
tetapi, pergantian posisi basa dan eliminasi gugus lepas berlangsung secara
serentak dan tidak menghasilkan zat antara ionik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Dra. Sri Wahyuni Murni. 2015. Bahan Ajar Mata Kuliah Kimia Organik.
Yogyakarta : UPN”Veteran” Yogyakarta.
Satria Wirayudha. 2015. Makalah Kimia Organik Alkil Halida Doni,
http://dokumen.tips/documents/makalah-kimia-organik-alkil-halida-doni.ht
ml, (diakses 13 Maret 2016).

24

Anda mungkin juga menyukai