Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD

A. KONSEP TEORI
1. Anatomi Fisiologi
1) Anatomi

Gbr. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas.
Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan
oleh bantalan lemak yang tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah
posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan
anteriordilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukurannormal
biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena duapertiga atas
permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katubbawah ginjal kanan yang
berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagaikapsula renis.
Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomendan isinya oleh lapisan
peritoneum. Disebelah posterior organ tersebutdilindungi oleh dinding toraks bawah.
Darah dialirkan kedalam setiapginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam
ginjal melalui venarenalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena
renalismembawa darah kembali kedalam vena kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm(4,7-5,1 inci)
lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) danberatnya sekitar 150 gram.
Permukaan anterior dan posterior katub atasdan bawah serta tepi lateral ginjal
berbentuk cembung sedangkan tepilateral ginjal berbentk cekung karena adanya
hilus.
Gbr. Anatomi Nefron
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak
nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada
setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap
nefron terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu
invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang yang mengandung urine antara
rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal
dengan nama ruang bowmen atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-
sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari
kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula
dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-
tonjolan atau kakikaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan
membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang
bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara pedosit
biasanya disebut celah pori-pori.
2) Fisiologi Ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2007), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu
ekskresi dan fungsi non-ekskresi.
a) Fungsi ekskresi diantaranya adalah:
1. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
3. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembali HCO3
4. Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
b. Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
a) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
b) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi
sel darah merah oleh sumsum tulang.
3) Pembentukan urine
a. Filtrasi (penyaringan): kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah
dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar
(protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di
dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak
berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali): dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam
urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus
(urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
c. Ekskesi (pengeluaran): dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+
dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang
sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan
disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.

2. Definisi
Menurut Mansjoeri, 2009 gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversibel sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat.
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan eloktrolit, menyebabkan uremia (retensi urin
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddart, 2010).
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal
yang bersifat kronik, progresif dan menetap berlangsung. Beberapa tahun pada keadaan
ini ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan cairan tubuh
dalam keadaan asupan diet normal (Rindi Astuti, 2007).
Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk, 2016)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2014).
3. Etiologi
1. Penyebab prerenal yang dapat menimbulkan gagal ginjal, antara lain :
 hypovolemia
 dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh
 asupan cairan kurang
 obat misalnya (diuretic)
 aliran darah yang abnormal.
2. Penyebab renal yang dapat menimbulkan gagal ginjal antara lain: sepsis, obat-
obatan (NSID), Rhabdomyolysis, multiple myeloma, glomerulonephritis akut,
pielonefritis.
3. Penyebab post renal yang dapat menimbulkan gagal ginjal antara lain : obstruksi,
hipertrofi prostat/ kanker prostat, tumor di perut, batu ginjal, batu ureter, batu
vesika urinaria.

4. Klasifikasi
Chronic kidney disease pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan chronic
renal failure, namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, karena dengan CKD di bagi 5 grade,
dengan harapan klien pada kasus secara dini, karena dengan CKD di bagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/merasa masih dalam stage-stage awal yaitu 1 dan 2. Secara konsep
CKD, untuk menentukan derajat menggunakan terminalogi CCT (clearance creatinin test)
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. Sedangkan CRF (chronic renal failure) hanya 3
stage. Secara umum di tentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
terminal stage bila menggunakan istilah CRF:
1. Gagal ginjal kronik/chronic renal failure dibagi 3 stadium
1) Stadium 1: penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimtomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II: insufiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga hemeostatis cairan dan elektrolit
c. Air kemih isoosmotis dengan plasma dengan bunyi jantung 1,010
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Batasan penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
a. Kelainan patologik
b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Klasifikasi CKD (Chronic Kidney Disease) berdasarkan laju filtrasi glomerulus (GFR/
Glomerulus Filtration Rate):
GFR
Stadium Deskripsi
ml/mnt/1,73m2
1 ≥ 90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal/meningkat
2 60-89 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
3 30-59 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang

4 15-29 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat


5 < 15atau dialisis Gagal ginjal
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

5. Manifestasi Klinis
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusiperikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,suara krekels, gagal
nafas.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas
bauammonia.
4. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot –otot ekstremitas.
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipisdan rapuh.
6. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.

7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa


Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangannatrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dantrombositopeni.
(Smeltzer dan Bare, 2010)

6. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerus dan
tubulus) di duga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron – nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak beban bahan yang harus di
larut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguriatimbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala – gejala khas
kegagalan ginjal bila kira – kira fungsi ginjal telah hilang 80 – 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah akan semakin berat.
7. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain
:
1. Pemeriksaan laboratorium darah
- Hematologi
- Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
Ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- Koagulasi studi
- PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- Urine ruti
- Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )
5. Identifikasi perjalanan penyakit
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya:
infrak miokard

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukanmelalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah makadilakukan :

a. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri


b. Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
d) Terapi konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic Renal
Disease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif:
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi
b. Meringankan keluhan – keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Terapi non farmakologi
a. Diet tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
c. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
d. Kontrol berat badan
e. Kontrol antara intak dan output cairan
f. Lakukan mobilisasi ringan setiap hari secara rutin.
g. Berikan kompres hangat jika terjadi oedem ekstermitas
9. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfusio system renin-angiotensin-
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin gastrointestinal, penurunan usia sela darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin DNA kehilangan darah selama
hemodialisa.
5. Penyakit tulang beserta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolik
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hipeuremia
10. Prognosis
Prognosis dengan pasien penyakit ginjal kronis di jaga sebagai data epidemologi
telah menunjukkan bahwa menyebabkan semua kematian. Meningkatkan sebagai
penurunan fungsi ginjal. Penyebab penurunan fungsi ginjal utama adalah penyakit
jantung, terlepas dari apakah ada perkembangan ke tahap 5.
Sementara terapi pengganti ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa batas
waktu dan memperpanjang kehidupan, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh ginjal
transplantasi meningkatkan kelangsungan hidup pasien stadium 5 CKD signifikan bila
dibandingkan dengan terapi pilihan. Namun, hal ini terkait dengan mortalitas jangka
pendek meningkat, transplantasi samping, intensitas tinggi rumah hemodialisa muncul
terkait dengan kelangsungan hidup baik dan yang lebih besar. Jika dibandingkan dengan
tiga kali seminggu konvensi, anal hemodialisa dialisis peritoneal.
ASUHAN KEPERAWATAN
CKD

1. Pengkajian
A. PRIMARY SURVEY
a. Airway
Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anestesi.
meletakan tangan di atas mulut atau hidung, Potency jalan nafas, keadekwatan
expansi paru, kesimetrisan, Auscultasi paru.
b. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa
berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman).
Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan efek anathesi
yang berlebihan.
c. Circulation
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-
tanda vital.
Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan
atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
B. SECONDARY SURVEY
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Sesak napas, kencing sedikit bahkan tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, kembung, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang : diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik.
b. Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benigna
prostatic hyperplasia, prostatektomi.
c. Riwayat penyakit keluarga : adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus atau
hipertensi.
4. Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, napas cepat
dan dalam (kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernapasan (B 1 : Breathing)
Gejala : napas pendek, dispnea nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa
sputum, kental dan banyak.

Tanda ; takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, batuk produktif dengan/tanpa


sputum.

b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak napas, gangguan irama jantung, edema.

Tanda : hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecenderungan perdarahan.

c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolet sampai koma.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing.

Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi.

Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.

e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)


Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan diare

f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.

6. Pola aktivitas sehari-hari


a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan manajemen
kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang
lama. Oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti
pasien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme


Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang
kurang, dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
klien.

Gejala : peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan


(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
c. Pola Eliminasi
Eliminasi urine :

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat
sampai tidak dapat kencing.

Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut),


abdomen kembung.

Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.

Eliminasi alvi : diare atau konstipasi.

d. Pola tidur dan istirahat


Gelisah, cemas, gangguan tidur.

e. Pola aktivitas dan latihan


Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas sehingga menyebabkan klien tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.

Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise.

Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

f. Pola hubungan dan peran


Gejala : kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran).

g. Pola sensori dan kognitif


Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/tidak.

h. Pola persepsi dan konsep diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

Gejala : penurunan libido, amenorhea, infertilitas.

j. Pola mekanisme koping


Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain dapat menyebabkan klien tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.

Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan

Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan


kepribadian.

k. Pola nilai dan kepercayaan


Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal
ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien.
7. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
b) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
c) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
d) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut buncit.
e) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
f) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill Time lebihdari 1 detik.
g) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan suplai O2 keparu menurun
2. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anorexia
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik dan kulit
kering
4. Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan kesadaran
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
6. Intoleransi akvitas berhubungan dengan kelemahan
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubngan dengan volume cairan tidak
seimbang.
3. Intervensi
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi
Hasil
1. Pola nafas Tujuan 1. Observasi frekuensi, kedalaman dan
inefektif b.d suplai Setelah dilakukan upaya pernafasan.
O2 keparu tindakan 1 x 24 jam R/ pernafasan dangkal atau cepat
menurun pasien mengalami sehubungan dengan hipoksia atau
perbaikan status akumulasi cairan
pernafasan. 2. Observasi TTV
R/ untuk mengetahui perkembangan
Kriteria hasil : TTV pasien
- Keadaan umum baik 3. Pertahankan pemakaian oksigen dengan
- RR dalam batas normal masker
12 – 24 x/menit R/ untuk mengobati atau mencegah
- Tidak ada sesak napas hipoksia
- TTV dalam batas 4. Posisikan pasien semi fowler
normal R/ memudahkan pernafasan dengan
TD : 90 – 110 / 70 – 90 menurunkan tekanan pada diafragma
mmHg dan meminimalkan ukuran aspirasi
RR : 18 – 24 x/mnt secret
N: 60 – 100x/ menit 5. Kolaborasi dengan dokter pemberian
S : 36,5 – 37,5 C obat
R/ untuk mengurangi akumulasi secret

2. Resiko Tujuan : setelah dilakukan 1. Observasi adanya alergi makanan.


ketidakseimbanga tindakan keperawatan R/ untuk mengetahui klien memiliki
n nutrisi kurang selama 3 x 24 jam, nutrisi riwayat alergi atau tidak
dari kebutuhan terpenuhi. 2. Monitoring intake makanan setiap hari.
tubuh R/ Penurunan berat badan terus
berhubungan Kriteria hasil : menerus dalam keadaan masukan kalori
dengan anorexia - BB klien meningkat > yang cukup merupakan indikasi adanya
ditandai dengan 4kg sesuai proporsi gangguan pada GIT.
mual, muntah. tubuhnya 3. Auskultasi bising usus
- Nafsu makan klien R/ Bising usus hiperaktif
baik mencerminkan peningkatan motilitas
- Nilai laboratorium lambung yang menurunkan atau
(misalnya, transferin, mengubah fungsi absorbsi.
albumin, dan elektrolit) 4. Hindari pemberian makanan yang dapat
dalam batas normal. meningkatkan peristaltik usus
- Klien dapat (misalnya, teh, kopi, dan makanan
menghabiskan porsi berserat lainnya) dan cairan yang
makan yang diberikan menyebabkan diare (misalnya, apel/
jambu).
R/ Peningkatan motilitas saluran cerna
dapat mengakibatkan diare dan
gangguan absorbs nutrisi yang
diperlukan.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
R/ untuk menentukan jenis diet yang
dibutuhkan
3. Kerusakan Tujuan : 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
integritas kulit Setelah di lakukan pakaian yang longgar
berhubungan tindakan keperawatan R/ agar tidak panas
dengan gangguan selama 3x24 jam 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
status metabolik kerusakan integritas kulit R/ Kerutan dapat menyebabkan lecet
dan kulit kering pasien teratasi. 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
dan lembab
kriteriahasil: R/ kebersihan menghindari infeksi
Integritaskulit yang baik 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
bisa dipertahan-kan R/ kemerahan tanda ada infeksi
(sensasi, elastisitas, 5. Kolaborasi pemberian obat topikal
temperatur, hidrasi, R/ untuk membunuh bakteri
pigmentasi)

4. Gangguan perfusi Tujuan : 1. Observasi TTV


jaringan serebral Setelah dilakukan asuhan R/ untuk mengetahui perkembangan
b.d penurunan keperawatan selama 1x24 TTV pasien
kesadaran jam perfusi jaringan 2. Observasi dan catat status neurologis
serebral tidak terganggu, R/ mengetahui perkembangan tingkat
pasien sadar. kesadaran
3. Berkolaborasi dengan dokter dalam
Kriteria Hasil : pemberian obat
- Tingkat kesadaran R/ untuk membuat kondisi lebih baik
membaik
- GCS 4-5-6
- k/u membaik
- TTV dalam batas
normal
- Tidak terpasang
oksigen

5. Kelebihan volume Tujuan : 1. Observasi status cairan dengan


cairan b.d retensi Setelah dilakukan menimbang BB perhari, keseimbangan
natrium tindakan asuhan ke- masukan dan haluaran, turgor kulit
perawatan selama 1x24 tanda-tanda vital
jam intake dan output R/ untuk memantau kondisi pasien
seimbang 2. Batasi masukan cairan
R/ Pembatasan cairan akn menentukan
Kriteria Hasil : BB ideal, haluaran urin, dan respon
- BB ideal terhadap terapi
- Keseimbangan antara 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga
input dan output tentang pembatasan cairan
- Tidak ada edema R/ Pemahaman meningkatkan
kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
4. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk
mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R/ Untuk mengetahui keseimbangan
input dan output
6. Intoleransi Tujuan : 1. Evaluasi tingkat aktivitas pasien
aktivitas b.d Setelah dilakukan R/ mengetahui tingkat kemampuan
kelemahan tindakan asuhan dalam memenuhi kebutuhan ADL
keperawatan selama 1 x 2. Lakukan mobilisasi miring kanan dan
24 jam intoleransi kiri
aktivitas dapat teratasi. R/ mobilisasi pasien untuk mencegah
terjadinya dekubitus
Kriteria Hasil : 3. Libatkan keluarga dalam perawatan
- K/U membaik mobilitas fisik
- Dapat beraktivitas R/ partisipasi keluarga dapat membantu
kembali pasien dalam memenuhi kebutuhan
- TTV dalam batas mobilitasnya
normal

7. Gangguan Tujuan : 1. Monitor status cairan dan elektrolit


keseimbangan Mempertahankan berat dengan menimbang BB perhari,
cairan dan tubuh ideal tanpa keseimbangan masukan dan haluaran,
elektrolit kelebihan cairan turgor kulit tanda – tanda vital
berhubungan 2. Batasi masukan cairan dan elektrolit
dengan edema Kriteria hasil : R / Pembatasan cairan dan elektrolit
sekunder : volume Tidak ada edema, akan menentukan BB ideal, haluaran
cairan tidak keseimbangan antara urin, dan respon terhadap terapi.
seimbang oleh input dan output 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga
karena retensi Na tentang pembatasan cairan dan
dan H2O elektrolit.
R/ Pemahaman meningkatkan
kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
4. Anjurkan pasien/ajari pasien untuk
mencatat penggunaan cairan dan
elektrolit terutama pemasukan dan
haluaran
R/ Untuk mengetahui keseimbangan
input dan output
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 volume 3. Jakarta:
EGC

Carpenito, 2006. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaboratif.
Jakarta: EGC

Kasuari, 2012. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler dengan


Pendekatan Patofisiologi. Magelang: Poltekes Semarang.

Mansjoer. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculpius.

Nanda. 2015. Nursing Diagnosis Definition dan Classification. Philadelwia Rab. T. 2008.
Agenda Gawat Darurat. Bandung: PT Alumni.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 – 2006.Jakarta: Prima
Medika.

Udjianti. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai