Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

KIMIA KOLOID DAN ANTAR MUKA

( SURFAKTAN PADA PLASTIK DAN MATERIAL KOMPOSIT)

DISUSUN OLEH
KELOMPOK XIII

1. SILVY WAHYU FRADINI ( A1C117023)


2. YULI ASRIANI ( A1C11039)

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. M. RUSDI, S. Pd., M. Sc.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah


SWT. berkat rahmat dan hidayah-Nya serta bimbingan-Nya, akhirnya penulisan makalah ini
dapat selesai. Sholawat serta salam senantiasa kita limpahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia ke jalan yang terang benderang yakni
ajaran agama Islam. Semoga kita termasuk umat beliau yang kelak mendapatkan syafaat di
yaumil akhir nanti. Amin Yarobbal’Alamiin.

Penulisan makalah ini guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Koloid.
Makalah yang berjudul ―Surfaktan Pada Plastik dan Material Komposit― ini dalam
penulisannya, kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Namun
kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesainnya. Adapun penyelasain
makalah ini tidak terlepas dari bantuan serta arahan dari bapak Prof. Dr. M. RUSDI, S. Pd.,
M. Sc. untuk itu dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, maka kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.

Kami berharap dari makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca serta penulis. Demikianlah makalah ini kami susun, kritik serta saran
yang membangun sangat kami harapkan untuk melengkapi makalah ini, kami ucapkan terima
kasih.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jambi, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................... Error! Bookmark not defined.ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB 1………………………………………………………………………………….1
PENDAHULUAN...................................................... Error! Bookmark not defined.1
1.1 Latar Belakang .......................................... Error! Bookmark not defined.1
1.2 Rumusan Masalah ..................................... Error! Bookmark not defined.1
1.3 Tujuan Makalah ........................................ Error! Bookmark not defined.2
BAB II........................................................................ Error! Bookmark not defined.3
PEMBAHASAN ........................................................ Error! Bookmark not defined.3
2.1 Pengertian Surfaktan ................................. Error! Bookmark not defined.3
2.2 Karakteristik Surfaktan ............................. Error! Bookmark not defined.4
2.3 Jenis-Jenis Surfaktan ................................. Error! Bookmark not defined.4
2.4 Bahan-bahan Mentah Pembuatan SurfaktanError! Bookmark not defined.g
2.5 Proses Produksi Surfaktan ......................... Error! Bookmark not defined.h
2.6 Cara Kerja Surfaktan dalam Menurunkan Muka CairanError! Bookmark not
defined.h
2.7 Sejarah Plastik .......................................... Error! Bookmark not defined.b
2.8 Pengertian Plastik...................................... Error! Bookmark not defined.g
2.9 Jenis-jenis Plastik ...................................... Error! Bookmark not defined.b
2.10 Proses Pembuatan Plastik .......................... Error! Bookmark not defined.g
2.11 Tahapan Daur Ulang Plastik ...................... Error! Bookmark not defined.g
2.12 Fungsi Penggunaan Surfaktan dalam Industri Plastik. Error! Bookmark not
defined.h
2.13 Aplikasi Penggunaan Surfaktan dalam Industri Plastik. ..... …………………j
2.14 Link Video Pembuatan dan Daur Ulang Plastik…………………………...36

BAB III ...................................................................... Error! Bookmark not defined.h


PENUTUP ................................................................. Error! Bookmark not defined.g
3.1 Kesimpulan ............................................... Error! Bookmark not defined.g
3.2 Saran......................................................... Error! Bookmark not defined.g
DAFTAR PUSTAKA ................................................. Error! Bookmark not defined.j

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zat-zat yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari kebanyakan tidak dalamkeadaan
murni, melainkan bercampur dengan dua atau lebih zat lainnya. Campuran suatu zat
akan tetap mempertahankan sifat-sifat unsurnya. Oleh karena itu, suatu bahan kimia
akan dipengaruhi oleh sifat, kegunaan, atau efek dari zat-zat yang menyusunnya.
Kekuatan pengaruh sifat masing-masing zat bergantung pada kandungan zat dalam
bahan yang bersangkutan. Banyak ragam bahan kimia yang ada dalam kehidupan
sehari-hari.
Dewasa ini, industri berkembang pesat dengan berbagai macam produk yang
diperlukan manusia. Tumbuhnya industri memerlukan berbagai macam bahan baku
dan mengeksploitasi penggunaan sumberdaya alam. Kebutuhan bahan baku industri
menuntut adanya bahan baku yang dapat diperbarui untuk menjamin ketersediaan dan
kelangsungan industri tersebut. Oleh karena itu diperlukan berbagai macam bahan
baku yang dapat diperbarui. Selain itu, keberadaan industry dituntut untuk
memperhatikan kelestarian lingkungan dan ekosistem. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai penggunaan surfaktan dalam industri plastik.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan surfaktan ?
2. Bagaimana karakteristik surfaktan ?
3. Apa saja jenis-jenis surfaktan ?
4. Apa saja bahan-bahan mentah pembuatan surfaktan ?
5. Bagaimana proses produksi surfaktan ?
6. Bagaimana cara kerja surfaktan dalam menurunkan tegangan muka cairan ?
7. Bagaimana sejarah plastik ?
8. Apa yang dimaksud dengan plastik ?
9. Apa saja jenis-jenis plastik ?
10. Bagaimana proses pembuatan plastik ?
11. Bagaimana tahapan daur ulang plastik ?
12. Apa saja fungsi penggunaan surfaktan dalam industri plastik ?
13. Bagaimana aplikasi penggunaan surfaktan dalam industri plastik ?

1
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pengertian surfaktan
2. Dapat mengetahui karakteristik surfaktan
3. Dapat mengetahui jenis-jenis surfaktan
4. Dapat mengetahui bahan-bahan mentah pembuatan surfaktan
5. Dapat mengetahui proses produksi surfaktan
6. Dapat mengetahui cara kerja surfaktan dalam menurunkan tegangan muka cairan
7. Dapat mengetahui sejarah plastik
8. Dapat mengetahui pengertian plastik
9. Dapat mengetahui jenis-jenis plastik
10. Dapat mengetahui proses pembuatan plastik
11. Dapat mengetahui tahapan daur ulang plastik
12. Dapat mengetahui fungsi penggunaan surfaktan dalam industri plastik
13. Dapat mengetahui aplikasi penggunaan surfaktan dalam industri plastik

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan molekul-molekul yang mengandung
gugus hidrofilik (suka air) dan gugus lipofilik (suka minyak/lemak) pada molekul yang sama
(Sheat dan Foster, 1997). Sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan
minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat
ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan yang suka akan air (hidrofilik) merupakan bagian
polar dan molekul yang suka akan minyak/lemak (lipofilik) merupakan bagian non polar.
Bagian non polar (lipofilik) merupakan rantai alkil yang panjang, sedangkan bagian yang
polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Gambar 1).

Sifat rangkap ini yag menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-
air, minyak-air, dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik pada
fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam
dalam fase minyak. surfaktan (surface active agent) adalah zat yang ditambahkan pada cairan
untuk meningkatkan sifat penyebaran dengan menurunkan tegangan permukaan cairan.
Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan dikarenakan surfaktan
memiliki struktur molekul amphibiphatic yaitu mempunyai struktur molekul yang terdiri dari
gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik.

2.2 Karakteristik surfaktan


Sifat-sifat surfaktan yaitu dapat menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar
muka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formulasinya

3
baik oil in water (o/w) atau water in oil (w/o). Selain itu surfaktan akan terserap ke dalam
permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau
menghambat penggabungan dari partikel yang terispersi (Riger, 1985).
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan
permukaan lautan suatu cairan dan diantarmuka fasa baik cair-gas maupun cair-cair
(Swasono, 2012). Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan
walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambah melebihi konsentrasi
ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini
disebut critical micelle consentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga
CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan
bahwa antarmuka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan
dinamis dengan monomernya (Supriningsih, 2010).
Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktivitas permukaannya. Surfaktan mampu
meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka suatu cairan,
menigkatkan kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan
agregasi partikel terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan
penggabungan (coalescence) partikel yang terispersi, sehingga kestabilan partikel yang
terdispersi makin meningkat. Surfaktan mampu mempertahankan gelembung atau busa yang
terbentuk lebih lama. Sebagai perbandingan gelembung atau busa yang terbentuk pada air
yang dikocok hanya bertahan beberapa detik. Namun menambahkan surfakatan maka
gelembung atau busa tersebut bertahan lebih lama. Surfaktan merupakan komponen yang
paling penting pada sistem pembersih, sehingga menjadi bahan utama pada deterjen.

2.3 Jenis-jenis surfaktan


Berdasarkan muatannya surfaktan dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus anionik yang cukup
besar, biasanya gugus sulfat atau sulfonat. Contohnya adalah linier alkilbenzen
sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol ester sulfat (AES), alfa olein sulfonat
(AOS), parafin (secondary alkane sulfonat, SAS) dan metil ester sulfonat (MES).

4
2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Surfaktan ini memecah dalam media air, dengan bagian kepala bertindak sebagai
pembawa sifat aktif permukaan. Contohnya adalah garam alkil trimethil ammonium,
garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.

3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya
ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak,
polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol
amina dan alkil amina oksida.

5
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif an
negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.

2.4 Bahan-Bahan Mentah Pembuatan Surfaktan


Surfaktan dapat berasal dari surfaktan oleokimia maupun surfaktan petrokimia. Secara
umum, kebanyakan rantai hidrokarbon dalam sebagian besar surfaktan dan lain-lain surfaktan
istimewa dihasilkan dari bahan-bahan sebagai berikut:
2.4.1 Lemak dan minyak biasa
Dalam minyak dan lemak, rantai hidrokarbon di bentuk di dalam bahan mentah
menjadi trasilgliserol (TAG). TAG yang berasal dari sumber hewan dan tumbuhan ini
dipisahkan dan direaksikan secara kimia menjadi bahan penting surfaktan. Minyak kelapa
dan minyak inti sawit penghasil rantai C12-C14. Bahan ini terdiri dari berbagai unsur yang
akan diubah menjadi surfaktan antara lain:
a. Asam Lemak
b. Metil Ester Lemak
c. Alkohol Lemak
2.4.2 Petroleum
a. Rantai hidrokarbon linear atau n-parafin dapat diekstrak dari fraksi petroleum
b. Kerosen adalah faraksi petroleum yang mengandung hidrokarbon C10-C16. Bahan ini
terdiri dari:
1) N-parafin
2) Alkil Benzen Linear (LAB)
2.4.3 Etilena
a. Proses Pemanjangan Etilena Ziegler
b. Alkohol Ziegler
c. Alkil Fenol, Deodesil Benzena, dan Isotridesil Alkohol

6
2.5 Proses Produksi Surfaktan
2.5.1 Produksi Surfaktan Alkohol Lemak Sulfat
Alkohol lemak yang memiliki panjang rantai C12-C18 memiliki formulasi produk
detergen sebab memiliki kualitas deterjen yang bagus, sifat pembasahan dan pembusaan, dan
biodegradabilitas. Rantai C12-C14 dikenal dengan nama sodium lauryl sulfat (SLS) yang
memiliki pembusaan optimum dan sebagai foaming agent dalam produksi pasta gigi.
Sedangkan rantai C12-C14 dan C12-C16 digunakan dalam produksi sampo.

1. Reaksi Kimia
Alkohol lemak sulfat menetralkan garam sebagai sodium coco alkohol lemak sulfat.
Produk ini dihasilkan dengan mereaksikan alkohol lemak dengan sulfur trioksida dan
kemudian dinetralisai dengan menggunakan soda kaustik :

RCH2OH + SO3 → RCH2OSO3H


alkohol lemak sulfur trioksida fatty alcohol sulfuric acid

RCH2OSO3H + NaOH → RCH2OSO3Na + H2 O


fatty alcohol sulfuric acid soda kaustik sodium fatty alcohol sulfate air

Tingkatan produk adalah setengah ester asam sulfur dan harus segera dinetralisasi.
Produk akhir mengandung sekitar 1.5% sodium sulfat, 1.0-1.5% alkohol nonreaksi, dan 0.5%
alkali bebas.Pada proses akhir reaksi pembentukan alkohol lemak sulfat adalah dengan
menambahkan gas SO3 sebagai agen sulfasi. Proses ini bukan saja menghasilkan produk
murni yang tinggi namun juga sangat ekonomis dan ramah lingkungan.

2. Proses
Hal yang utama dalam proses produksi surfaktan adalah reaktor. Reaktor yang
digunakan adalah batch, cascade, atau tipe falling –film. Kebanyakan industri-industri
menggunakan reaktor tipe falling –film karena reaksi dapat terkontrol dan lebih efisien.
Reaktor Falling-film terdiri dari multitube, monotube, atau annular.
Produksi alkohol lemak sulfat atau sulfat lainnya terdiri atas lima tahap, yaitu:
a. Proses persiapan udara (Process Air Preparation)
b. Sulfur Trioxide Generation

7
c. Sulfasi
d. Netaralisasi
e. Perawatan gas lemah (exhaust gas treatment)

1) Process Air Preparation


Proses udara harus benar-benar kering dengan titik embun(dewpoint) sekitar 50°C.
Dengan adanya embun akan terjadi korosif (sebab reaksi ini ditambah gas SO3) dan juga
meningkatkan warna produk.
Udara dialirkan ke dalam kompresor besar untuk sistem pendinginan, di mana suhu
yang digunakan sekitar 3-5°C dan uap-uap di kondensasikan. Selanjutnya udara di
dikeluarkan melalui sebuah dehumdifier (pengering udara), seperti silika gel dimana sisa-sisa
uap terakhir di tahan/di simpan.
2) Sulfur Trioxide Generation
Dalam proses ini, sulfur dengan kemurnian yang tinggi (kemurnian 99,5%) di
larutkan dalam sebuah tanki dan suhu dijaga sekitar 145-150°C untuk mempertahankan
viskositas minimum dan nilai konstan. Sulfur cair dimasukkan ke dalam sulfur burner
(pembakar sulfur) dengan pompa meter khusus dan kemudian dibakar dengan SO2
menggunakan udara kering. Gas SO2 cair (6-7%) meninggalkan burner pada suhu 650°C dan
didinginkan pada suhu 430°C sebelum diumpankan ke dalam konverter.
Katalitik konverter dengan tiga sampai empat katalis vanadium pentoksida
mengkonversi SO2 menjdai SO3 dengan efisiensi konversi 98%. Gas SO3 didinginkan di
bawah suhu 60°C, dicairkan hingga 4% volume, dan dikeluarkan melalui mist eliminator
untuk memindahkan sisa oleum sebelum diumpankan ke dalam reaktor.
3) Sulfasi
Sulfasi dilakukan di reaktor film multitude untuk mengontrol keakurasian rasio mol
antara SO3 dengan umpan organik dalam berbagai pipa. Umpan di masukkan di bagian atas
dan mengalir ke bawah di samping pipa. Ketika reaksi berlangsung eksotermis, air dingin
pada aliran kontrol dimasukkan ke dalam jaket untuk menjaga temperatur pada 45-50°C
maksimum. Yield reaksi sebesar 97% dapat dicapai. Proses ini ditunjukkan pada gambar
reaktor multitube film.
4) Netralisasi
Tingkatan produk dari reaktor harus dinetralisasi segera, dengan hidrolisis bisa
menghindari pengaruh buruk bagi proses dan kualitas produk. Proses ini akan lebih berhasil

8
jika langkah ini dilakukan duakali terhadap unit netralisasi. Dengan pencampuran
multibladed maka dihasilkan campuran yang homogen.
Perlu diperhatikan bahwa netralisasi akan memelihara sifat-sifat alkali sekecil apapun
untuk menjaga kelancaran dan stabilitas proses. Konsentrasi rata-rata zat aktif sebesar 72%
dapat digunakan. Konsentrasi yang terlalu tinggi tidak baik digunakan karena akan
menimbulkan kesulitan dalam proses. Jika menginginkan sebuah produk kering, maka proses
selanjutnya dengan melewati sebuah wiped film evaporator.
5) Exhaust gas treatment
Komposisi gas harus di hilangkan dengan meregulasi lingkungan. Gas lemah terdiri
dari zat-zat organik sisa, SO3 nonreaksi dan gas SO2. Pertama kedua kotoran dipindahkan
dari electrostatic presipitator. Sisa gas SO2 dipindahkan dari reaksi dengan menambahkan
soda kaustik yang mengalir dengan arus berlawanan sepanjang scrubbing coloumn.
Konsentrasi gas sisa dalam gas lemah SO2 dilepaskan ke dalam atmosfir dengan tekanan
maksimum 5 ppm.

2.5.2 Sulfonasi Metil Ester Asam Lemak


Salah satu jenis surfaktan yang banyak diperlukan di industri, khususnya industri
deterjen adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Keunggulannya dalam menghilangkan
sifat kekerasan air menjadikannya lebih baik daripada alkohol lemak sulfat. Dengan
memproduksi MES dari minyak sawit maka diharapkan kecenderungan penggunaan bahan
baku minyak bumi dapat ditekan.
1. Reaksi kimia

Sulfonasi metil ester asam lemak berbeda dari alkohol lemak. Mekanisme reaksi
terdiri dari dua tahap. Pada reaksi pertama, gas SO3 bereaksi cepat dengan sulfoanhydride.

9
Langkah kedua (dengan waktu 40-90 menit), sulfoanhydride berubah menjadi agen sulfonasi
yang bereaksi dengan still-unreacted ester.
Reaksi membutuhkan SO3 excess sebesar 20-30 mol % untuk diinisiasikan. Dengan
adanya excess, formasi dari disalt selama proses netralisasi dapat dihindari. Cara ini
dilakukan untuk meminimalisasikan proses esterifikasi kembali setelah langkah kedua.
Langkah netralisasi ini memiliki kesamaan dengan langkah netralisasi dalam produksi
alkohol lemak sulfat. Karena adanya reaksi awal dan kondisi selama proses sulfonasi,
dihasilkan warna gelap pada produk yang dapat dihilangkan dengan proses bleaching.
Postreaction treatment dengan H2O2 dan NaOCl menghasilkan sebuah produk dengan warna
yang baik.

2. Proses
Proses pembuatan surfaktan metil ester sulfonat anionik dari CPO dilakukan melalui
tiga tahap. Tahap pertama berupa proses saponifikasi CPO dengan larutan NaOH dilanjutkan
netralisasi dengan menghasilkan asam lemak. Tahap kedua berupa prosesesterifikasi asam
lemak dengan metanol menghasilkan metil ester. Tahap ketiga adalah sulfonasi metil ester
dengan asam sulfat menjadi metil ester sulfonat, yang merupakan bahan kimia surfaktan
Proses saponifikasi CPO dilakukan dalam reaktor kapasitas 500 mL yang dilengkapi
pengaduk dan alat pengendali suhu. Reaksi dijalankan pada perbandingan pereaksi antara
CPO dengan larutan NaOH dibuat tetap stoikhiometrik. Konsentrasi larutan NaOH dibuat
bervariasi antara 0,4 N sampai 1N dan suhu reaksi ± 80 oC. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dengan menggunakan larutan NaOH encer sekitar 0,5 N atau kurang, nilai
konversinya rendah. Penggunaan larutan NaOH yang pekat sekitar 0,95 N atau lebih,
campuran bahan pereaksi menggumpal dan konversinya juga rendah. Nilai konversi pada
suhu reaksi 60oC atau dibawahnya relatif rendah dibanding dengan konversi pada suhu 70
oC. Konversi saponifikasi mencapai nilai yang tinggi pada pemakaian larutan NaOH sekitar
0,7 N dan suhu reaksi 70 oC. Pada kondisi itu konversi mencapai 80% dalam waktu 150
menit.
Produksi metil ester sulfonat dalam skala industri terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu
tahap sulfonasi, tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan.
a. Tahap Sulfonasi
MES diproduksi melalui proses sulfonasi metil ester dengan campuran SO3/udara.
Reaksi pengontakkan SO3 dan bahan organik terjadi di dalam suatu falling film reactor. Gas
dan organik mengalir di dalam tube secara co-current dari bagian atas reaktor pada

10
temperatur 45oC dan keluar reaktor pada temperatur sekitar 30 C. Proses pendinginan
dilakukan dengan air pendingin yang berasal dari cooling tower. Air pendingin ini mengalir
pada bagian shell dari reaktor. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan temperatur reaksi
akibat reaksi eksoterm yang berlangsung di dalam reaktor.
Agar campuran MESA mencapai waktu yang tepat dalam reaksi sulfonasi yang
sempurna, MESA harus dilewatkan kedalam digester yang memilki temperature konstan
(~80oC) selama kurang lebih satu jam. Efek samping dari MESA digestion adalah
penggelapan warna campuran asam sulfonat secara signifikan. Sementara itu, gas-gas yang
meninggalkan reaktor menuju sistem pembersihan gas buangan (waste gas cleaning system).
b. Tahap Pemucatan (Bleaching)
Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, digested MESA harus
diukur didalam sistem kontinu acid bleaching, dimana dicampurkan dengan laju alir metanol
yang terkontrol dan hidrogen peroksida sesudahnya. Reaksi bleaching lalu dilanjutkan
dengan metanol reflux dan pengontrolan temperatur yang presisi.
c. Tahap Netralisasi
Acid ester yang terbentuk dalam proses sulfonasi bersifat tidak stabil dan mudah
terhidrolisis. Oleh karena itu, pencampuran yang sempurna antara asam sulfonat dan aliran
basa dibutuhkan dalam proses netralisasi untuk mencegah lokalisasi kenaikan pH dan
temperatur yang dapat mengakibatkan reaksi hidrolisis yang berlebih. Neutralizer beroperasi
secara kontinu, mempertahankan komposisi dan pH dari pasta secara otomatis.
d. Tahap Pengeringan
Selanjutnya, pasta netral MES dilewatkan ke dalam sistem TurboTubeTM Dryer
dimana metanol dan air proses yang berlebih dipisahkan untuk menghasilkan pasta
terkonsentrasi atau produk granula kering MES, dimana produk ini tergantung pada berat
molekul MES dan target aplikasi produk. Langkah akhir adalah merumuskan dan
menyiapkan produk MES dalam komposisi akhir, baik itu dalam bentuk cair, batangan semi-
padat atau granula padat, dengan menggunakan teknologi yang tepat.

2.5.3 Produksi Surfaktan Dari Monoalkil Fosfat


Monoalkil sulfat dan ester fosfat merupakan suatu tipe khusus fosfat yang merupakan
suatu surfaktan anionik . Fungsinya yang menekan busa digunakan sebagai komponen
surfaktan untuk alkalin, dan sebagai pembersih dan pembuatan kosmetik khusus.

11
1. Reaksi:
Fosfat ester direaksikan dengan phosphosporus oxychloride dengan proses hidrolisis.
Proses ini menghasilkan monoalkil, dialkil, dan triakil fosfat. Cara lain adalah dengan
mereaksikan dengan alkohol lemak salah satunya dengan fosfor pentoksida atau asam
polifosforik. Dalam proses dihasilkan produk asam alkil fosfat yang siknifikan yang
menggunakan dua unsur fosfat agent. Dengan menggunakan asam polifosforik dihasilkan
ratio yang besar antara monoester : diester daripada dengan menggunakan fosfor pentoksida.

2. Proses:
Fosfat ester direaksikan pada temperatur 80-120 °C pada tekanan atmosfir.
Temperatur juga bisa digunakan pada 30-80 °C. Temperatur yang rendah akan berakibat pada
warna produk. Fosforus pentoksida ditambahkan ke dalam alkohol dengan rasio yang
disesuaikan seperti larutan pentoksida dan reaksi terjadi tanpa penggumpalan (lumping).
Penggumpalan dapat menyebabkan P2O5 tidak reaktif. Reaksi antara alkohol dengan P2O5
berada pada fasa liquid dan eksotermis serta tidak menggunakan katalis. Penambahan sedikit
asam hyphosporus atau garamnya akan menghasilkan warna pucat, yaitu warna stabil pada
produk.

2.5.4 Produksi Surfaktan Gliserol Monooleat


Dalam pembuatan surfaktan cair gliserol monooleat skala komersial yang produk atau
teknologinya teraplikasi di industri pengguna (industri tekstil) digunakan sistem proses batch.
Pembuatan surfaktan gliserol monooleat sistem batch dilakukan dalam skala 500 mL pada
kondisi operasi suhu 180 °C, waktu 7 jam , tekanan atmosferik, pengadukan 450 rpm melalui
reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam oleat dengan katalis asam.
Produk surfaktan gliserol monooleat banyak digunakan di industri tekstil, kosmetik, dan lain-
lain sebagai emulsifier. Pengembangan penelitian dari sistem batch menjadi sistem kontinyu
dilakukan untuk mengefisienkan proses produksi yang meliputi ongkos produksi, waktu
proses dan kapasitas produk.

12
2.5.5 Produksi Surfaktan N-parafin
Untuk menghasilkan surfaktan, kerosen adalah sumber hidrokarbon yang paling
penting. Parafin linear atau normal dapat dipisahkan dari yang bercabang dan siklik
menggunakan proses MOLE X atau ISOSIV
Biasanya 20-25% kerosen mengandung parafin normal denagn panjang rantai C10-
C16. Parafin normal disuling dalam pembuatan surfaktan. Bagian hidrokarbon
bercabang/siklik atau rafinat dijual sebagai bahan bakar (upgraded fuel).

2.5.6 Produksi Surfaktan Alkil Benzen Linear (LAB)


Alkil benzene linear (linear alkyl benzene, LAB) adalah bahan antara surfaktan
terbesar saat ini. Proses utama pembuatan LAB adalah proses UOP PACOL/HF. Proses ini
melibatkan penghidrogenan berkatalis (proses PACOL) n-parafin untuk merubah kira-kira 12
% parafin menjadi olefin. Kemudian olefin direaksikan dengan benzena menggunakan HF
cair sebagai katalis. HF dipisahkan dari campuran organik benzena, paraffin, LAB dan alkilat
berat yang tertinggal dipisahkan melalui penyulingan. Proses ini menghasilkan LAB jenis 2-
fenil.

2.5.7 Produksi Surfaktan Dengan Proses Pemanjangan Etilena Ziegler


Dalam pembuatan surfaktan, etilena digunakan untuk membentuk hidrokarbon
berantai panjang. Proses yang digunakan adalah reaksi pemanjangan (growth reaction) untuk
menghasilkan rantai hidrokarbon panjangnya C2 ke C20. Rantai hidrokarbon dipanjangkan
melalui penambahan unit etilena ke organo-logam seperti trietil alumunium. Unit etilena
diselipkan di antara rantai alkil yang memanjang dengan alumunium menjadi triakil
alumunium atau produk perpanjangan.

2.5.8 Produksi Surfaktan Alkohol Ziegler


Dalam proses alkohol ziegler, alkohol lemak berantai karbon genap linear dihasilkan
dari produk pemanjangan melalui pengoksidaan diikuti oleh hidrolisis.

2.6 Cara Kerja Surfaktan dalam Menurunkan Tegangan Muka Cairan


Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian yang hidrofilik akan masuk
kedalam larutan yang polar dan bagian yang hirdrofilik akan masuk kedalam bagian yang non
polar sehingga surfaktan dapat menggabungkan (walaupun sebenarnya tidak bergabung)
kedua senyawa yang seharusnya tidak dapat bergabung tersebut. Namun semua tergantung

13
pada komposisi dari komposisi dari surfaktan tersebut. Jika bagian hidrofilik lebih dominan
dari hidrofobik maka ia akan melarut kedalam air, sedangkan jika ia lebih banyak bagian
hidrofobiknya maka ia akan melarutdalam lemak dan keduanya tidak dapat berfungsi sebagai
surfaktan.Bagian liofilik molekul surfaktan adalah bagian nonpolar, biasanya terdiri dari
persenyawaanhidrokarbon aromatik atau kombinasinya, baik jenuh maupun tidak jenuh.
Bagian hidrofilik merupakan bagian polar dari molekul, seperti gugusan sulfonat, karboksilat,
ammonium kuartener,hidroksil, amina bebas, eter, ester, amida.Biasanya, perbandingan
bagian hidrofilik dan liofilik dapat diberi angka yang disebutkeseimbangan Hidrofilik dan
Liofilik yang disingkat KHL, dari surfaktan.
Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya,
surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up, emulsifikasi dan
solubilisasi.
a. Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka antara
minyak dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair.
b. Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktan menurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan dan
menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
c. Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara simultan
terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih (http://dunia-
wahyu.blogspot.com/2012/03/kimia-permukaan-surfaktan.html).

2.7 Sejarah Plastik


Sejarah plastik di muka bumi ini diawali oleh Alexander Parkes yang pertama kali
memperkenalkan plastik pada sebuah eksibisi internasional di London, Inggris pada tahun
1862. Plastik temuan Parkes disebut Parkesine ini dibuat dari bahan organik dari selulosa.
Parkes mengatakan bahwa temuannya ini mempunyai karakteristik mirip karet, namun
dengan harga yang lebih murah. Ia juga menemukan bahwa Parkesine ini bisa dibuat
transparan dan mampu dibuat dalam berbagai bentuk. Sayangnya, temuannya ini tidak bisa
dimasyarakatkan karena mahalnya bahan baku yang digunakan. Kemudian pada tahun 1907
bahan sintetis pertama buatan manusia ditemukan oleh seorang ahli kimia dari New York,
Leo Baekeland. Dirinya mengembangkan resin cair yang diberi nama Bakelite. Material baru
ini tidak terbakar, tidak meleleh dan tidak mencair di dalam larutan asam cuka. Dengan

14
demikian, sekali bahan ini terbentuk, tidak akan bisa berubah. Bakelite ini bisa ditambahkan
ke berbagai material lainnya seperti kayu lunak.
Pada tahun 1933, Ralph Wiley, seorang pekerja lab di perusahaan kimia Dow, secara
tidak sengaja menemukan plastik jenis lain yaitu Polyvinylidene Chloride atau populer
dengan sebutan Saran. Saran pertama kali digunakan untuk peralatan militer, namun
belakangan diketahui bahwa bahan ini cocok digunakan sebagai pembungkus makanan.
Saran dapat melekat di hampir setiap perabotan seperti mangkok, piring, panci, dan bahkan di
lapisan saran sendiri. Tidak heran jika saran digunakan untuk menyimpan makanan agar
kesegaran makanan tersebut terjaga. Kemudian di tahun yang sama, dua orang ahli kimia
organik bernama E.W. Fawcett dan R.O. Gibson yang bekerja di Imperial Chemical
Industries Research Laboratory menemukan Polyethylene. Temuan mereka ini mempunyai
dampak yang amat besar bagi dunia. Karena bahan ini ringan serta tipis, pada masa Perang
Dunia II bahan ini digunakan sebagai pelapis untuk kabel bawah air dan sebagai isolasi untuk
radar. Pada tahun 1940 penggunaan polyethylene sebagai bahan isolasi mampu mengurangi
berat radar sebesar 600 pounds atau sekitar 270 kg. Setelah perang berakhir, plastik inilah
yang menjadi semakin populer, dan saat ini digunakan untuk membuat botol minuman,
jerigen, tas belanja atau tas kresek, dan kontainer untuk menyimpan makanan.
Berawal dari pembungkus roti, penggunaan plastik secara massal dimulai pada tahun
1974 ketika perusahaan-perusahaan ritel raksasa di Amerika Serikat seperti Sears, Jordan
Marsh, yang mulai menggunakan kantong plastik sebagai alternatif kantong kertas. Pada
tahun 1977 kantong plastik mulai dipergunakan di toko-toko kelontong di Amerika Serikat
dan Kanada.
Plastik merupakan material yang baru secara luas dikembangkan dan digunakan sejak
abad ke-20 yang berkembang secara luar biasa penggunaannya dari hanya beberapa ratus ton
pada tahun 1930-an, menjadi 150 juta ton/tahun pada tahun 1990-an dan 220 juta ton/tahun
pada tahun 2005. Saat ini penggunaan material plastik di negara-negara Eropa Barat
mencapai 60 kg/orang/tahun, di Amerika Serikat mencapai 80 kg/orang/tahun, sementara di
India hanya 2 kg/orang/tahun (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Plastik).

2.8 Pengertian Plastik


Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah dari pada serat.
Plastik dapat dicetak (dicetak ulang) sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan dibutuhkan
dengan menggunakan proses injection molding dan ekstrusi (Anonim, 2010). Komponen
utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling

15
pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai
yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola
acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorf, jika teratur hampir sejajar disebut
kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar.
Berdasarkan ketahanan plastik terhadap perubahan suhu, maka plastik dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Termoplastik, bila plastik meleleh pada suhu tertentu melekat mengikuti perubahan
suhu, bersifat reversible (dapat kembali ke bentuk semula atau mengeras bila
didinginkan).
2. Termoset atau termodursisabel, jenis plastik ini tidak dapat mengikuti perubahan suhu
(non reversible). Sehingga bila pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat
digunakan kembali. Pemanasan dengan suhu tinggi tidak akan melunakkan jenis
plastik ini melainkan akan membentuk arang dan terurai.
Plastik merupakan suatu bahan yang tidak mudah terdekomposisi oleh
mikroorganisme pengurai karena sifat khusus yang dimilikinya yaitu suatu polimer rantai
panjang sehingga bobot molekulnya tinggi dimana atom-atom penyusunnya saling mengikat
satu sama lain. Hampir setiap produk seperti makanan dan minuman, menggunakan plastik
sebagai kemasan. Sedangkan produk rumah tangga banyak yang menggunakan bahan dasar
plastik karena plastik mempunyai keunggulan seperti ringan, kuat, transparan, tahan air serta
harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.

2.9 Jenis-jenis plastik

Jenis – jenis plastik menurut Koswara (2006) adalah sebagai berikut :

16
2.9.1 PET — Polyethylene Terephthalate

Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan
angka 1 di tengahnya dan tulisan PETE atau PET (polyethylene terephthalate) di bawah
segitiga.Dalam pertekstilan PET biasa disebut dengan polyester. Biasa dipakai untuk botol
plastik yang jernih/transparan/tembus pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir
semua botol minuman lainnya. idak untuk air hangat apalagi panas. ntuk jenis ini,
disarankan hanya untuk satu kali penggunaan dan tidak untuk mewadahi pangan dengan suhu
lebih besar dari 6 C, hal ini akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan
meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).
Di dalam membuat PET, menggunakan bahan yang disebut dengan SbO3 (antimoni
trioksida), yang berbahaya bagi para pekerja yang berhubungan dengan pengolahan ataupun
daur ulangnya, karena antimoni trioksida masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan,
yaitu akibat menghirup debu yang mengandung senyawa tersebut. Terkontaminasinya
senyawa ini dalam periode yang lama akan mengalami : iritasi kulit dan saluran pernafasan.
Bagi pekerja wanita, senyawa ini meningkatkan masalah menstruasi dan keguguran, pun bila
melahirkan, anak mereka kemungkinan besar akan mengalami pertumbuhan yang lambat
hingga usia 12 bulan.
2.9.2 HDPE — High Density Polyethylene

a. Umumnya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan
angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (high density polyethylene) di bawah
segitiga.

17
b. Biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, galon air minum, dan lain-
lain.
c. HDPE merupakan salah satu bahan plastik yang aman untuk digunakan karena
kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE
dengan makanan/minuman yang dikemasnya.
d. HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras hingga semifleksibel, buram dan
lebih tahan terhadap bahan kimia dan kelembapan, melunak pada suhu Celcius.
2.9.3. V — Polyvinyl Chloride

Tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 ditengahnya,
serta tulisan V — V itu berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit
didaur ulang.
a. Plastik ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), dan botol botol,
sulit di daur ulang .
b. PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan
plastik berbahan PVC ini saat bersentuhan langsung dengan makanan tersebut karena
HA lumer pada suhu Celcius.
c. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini
berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan.
d. Plastik jenis ini sebaiknya tidak untuk mewadahi pangan yang mengandung
lemak/minyak, alkohol dan dalam kondisi panas
e. Sebaiknya mencari alternatif pembungkus makanan lain yang tidak mengandung
bahan pelembut, seperti plastik yang terbuat dari polietilena atau bahan alami (daun
pisang misalnya).

18
2.9.4. LDPE — Low Density Polyethylene

Tertera logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE (low density
polyethylene) yaitu plastik tipe cokelat (thermoplastic/dibuat dari minyak bumi), biasa
dipakai untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan botol-botol yang lembek.
a. ifat mekanis jenis plastik P adalah kuat, fleksibel, kedap air tetapi tembus
cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Melunak pada suhu C.
b. Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat makanan
karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas dengan bahan ini.
2.9.5. PP — Polypropylene

a. Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP PP


(polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik, terutama untuk yang
berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan,
botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi.
b. Karakteristik adalah biasa botol transparan yang tidak jernih atau berawan, keras
tetapi fleksibel. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang
rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, minyak, stabil terhadap suhu tinggi dan
cukup mengkilap. Melunak pada suhu 1500 derajat Celcius.
c. Carilah dengan kode angka 5 bila membeli barang berbahan plastik untuk menyimpan
kemasan berbagai makanan dan minuman.

19
2.9.6. PS — Polystyrene

a. Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS PS


(polystyrene) ditemukan tahun 1839, oleh Eduard Simon, seorang apoteker dari
Jerman, secara tidak sengaja.
b. Terdapat dua macam PS, yaitu yang kaku dan lunak/berbentuk foam.
c. PS yang kaku biasanya jernih seperti kaca, kaku, getas, mudah terpengaruh lemak dan
pelarut (seperti alkohol), mudah dibentuk, melunak pada suhu 950C. Contoh : wadah
plastik bening berbentuk kotak untuk wadah makanan.
d. PS yang lunak berbentuk seperti busa, biasanya berwarna putih, lunak, mudah
terpengaruh lemak dan pelarut lain (seperti alkohol). Bahan ini dapat melepaskan
styrene jika kontak dengan pangan. Contohnya yang sudah sangat terkenal styrofoam.
Biasanya digunakan sebagai wadah makanan atau minuman sekali pakai.
e. Kemasan styrofoam sebaiknya tidak digunakan dalam microwave.
f. Kemasan styrofoam yang rusak/berubah bentuk sebaiknya tidak digunakan untuk
mewadahi makanan berlemak/berminyak terutama dalam keadaan panas.
g. Polystyrene merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan bahan styrene ke
dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan.
h. Selain tempat makanan, styrene juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap kendaraan
dan bahan konstruksi gedung.
i. Bahan ini harus dihindari, karena selain berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu
hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi, dan
pertumbuhan dan sistem syaraf, juga karena bahan ini sulit didaur ulang. Pun bila
didaur ulang, bahan ini memerlukan proses yang sangat panjang dan lama.
j. Bahan ini dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode angka
tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara dibakar (cara
terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar, bahan ini akan mengeluarkan api
berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga.

20
2.9.7. OTHER

a. Tertera logo daur ulang dengan angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER Other
(SAN/styrene acrylonitrile, ABS - acrylonitrile butadiene styrene, PC- polycarbonate,
Nylon).
b. Dapat ditemukan pada tempat makanan dan minuman seperti botol minum
c. olahraga, alat-alat rumah tangga, peralatan makan bayi dan plastik kemasan.
d. PC - Polycarbonate dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak batita (sippy
cup).
e. Dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makananmdan
minuman yang berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium,
penurunan produksi sperma, dan mengubah fungsi imunitas.
f. Dianjurkan untuk tidak dipergunakan untuk tempat makanan ataupun minuman
karena Bisphenol-A dapat berpindah ke dalam minuman atau makanan jika suhunya
dinaikkan karena pemanasan. Untuk mensterilkan botol susu, sebaiknya direndam
saja dalam air mendidih dan tidak direbus atau dipanaskan dengan microwave. Botol
yang sudah retak sebaiknya tidak digunakan lagi.
g. SAN dan ABS memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu,
kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan.
h. Biasanya terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus termos, piring, alat makan,
penyaring kopi.
i. SAN dan ABS merupakan salah satu bahan plastik yang sangat baik untuk digunakan.

2.10 Proses Pembuatan Plastik


Karena jenis plastik yang berbeda-beda maka cara pembuatannya juga berbeda-beda,
tapi secara umum pembuatan benda ini meliputi injection molding, ekstrusi, thermoforming,
dan blow molding (http://terasept.blogspot.com/2013/06/proses-pengolahan-plastik.html).

21
2.10.1. Proses Injection Molding
Termoplastik dalam bentuk butiran atau bubuk ditampung dalam sebuah hopper
kemudian turun ke dalam barrel secara otomatis (karena gaya gravitasi) dimana ia dilelehkan
oleh pemanas yang terdapat di dinding barrel dan oleh gesekan akibat perputaran sekrup
injeksi. Plastik yang sudah meleleh diinjeksikan oleh sekrup injeksi (yang juga berfungsi
sebagai plunger) melalui nozzle ke dalam cetakan yang didinginkan oleh air. Produk yang
sudah dingin dan mengeras dikeluarkan dari cetakan oleh pendorong hidraulik yang tertanam
dalam rumah cetkan selanjutnya diambil oleh manusia atau menggunakan robot. Pada saat
proses pendinginan produk secara bersamaan di dalam barrel terjadi proses pelelehan plastik
sehingga begitu produk dikeluarkan dari cetakan dan cetakan menutup, plastik leleh bisa
langsung diinjeksikan.
2.10.2. Proses Ekstrusi
Ekstrusi adalah proses untuk membuat benda dengan penampang tetap. Keuntungan
dari proses ekstrusi adalah bisa membuat benda dengan penampang yang rumit, bisa
memproses bahan yang rapuh karena pada proses ekstrusi hanya bekerja tegangan tekan,
sedangkan tegangan tarik tidak ada sama sekali. Aluminium, tembaga, kuningan, baja dan
plastik adalah contoh bahan yang paling banyak diproses dengan ekstrusi. Contoh barang dari
baja yang dibuat dengan proses ekstrusi adalah rel kereta api. Khusus untuk ekstrusi plastik
proses pemanasan dan pelunakan bahan baku terjadi di dalam barrel akibat adaya pemanas
dan gesekan antar material akibat putaran screw.
Variasi dari ekstrusi plastik
1. blown film
2. flat film and sheet
3. ekstrusi pipa
4. ekstrusi profil
5. pemintalan benang
6. pelapisan kabel
2.10.3. Proses Thermoforming
Thermoforming adalah proses pembentukan lembaran plastik termoset dengan cara
pemanasan kemudian diikuti pembentukan dengan cara pengisapan atau penekanan ke rongga
mold. Plastik termoset tidak bisa diproses secara thermoforming karena pemanasan tidak bisa
melunakkan termoset akibat rantai tulang belakang molekulnya saling bersilangan. Contoh
produk yang diproses secara thermoforming adalah nampan biskuit dan es krim.

22
2.10.4. Proses Blow Molding
Blow molding adalah proses manufaktur plastik untuk membuat produk-produk
berongga (botol) dimana parison yang dihasilkan dari proses ekstrusi dikembangkan dalam
cetakan oleh tekanan gas. Pada dasarnya blow molding adalah pengembangan dari proses
ekstrusi pipa dengan penambahan mekanisme cetakan dan peniupan. Proses blow molding
merupakan proses terakhir dalam pembuatan plastik secara umum. Tahapan pada proses ini
adalah:
1. Biji plastik (pellet) dilelehkan pada sekrup di dalam tabung berpemanas secara terus
menerus
2. Plastik panas membentuk pipa (parison)
3. Plastik panas ditiup dalam cetakan
4. Dibuat menjadi barang yang diinginkan

2.11 Tahapan Daur Ulang Plastik


Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru
dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang
berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi,
mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan
proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah
padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemprosesan, pendistribusian dan
pembuatan produk/material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah
modern dan bagian ketiga dalam proses hierarki sampah 4R (Reduce, Reuse, Recycle, and
Replace).

Lambang (logo) daur ulang yang


berlaku secara internasional

23
Material yang bisa didaur ulang terdiri dari sampah kaca, plastik, kertas, logam,
tekstil, dan barang elektronik. Meskipun mirip, proses pembuatan kompos yang umumnya
menggunakan sampah biomassa yang bisa didegradasi oleh alam, tidak dikategorikan sebagai
proses daur ulang. Daur ulang lebih difokuskan kepada sampah yang tidak bisa didegradasi
oleh alam secara alami demi pengurangan kerusakan lahan. Secara garis besar, daur ulang
adalah proses pengumpulan sampah, penyortiran, pembersihan, dan pemprosesan material
baru untuk proses produksi.
Daur ulang adalah sesuatu yang luar biasa yang bisa didapatkan dari sampah. Proses
daur ulang aluminium dapat menghemat 95% energi dan mengurangi polusi udara sebanyak
95% jika dibandingkan dengan ekstraksi aluminium dari tambang hingga prosesnya di pabrik.
Penghematan yang cukup besar pada energi juga didapat dengan mendaur ulang kertas,
logam, kaca, dan plastik (https://id.wikipedia.org/wiki/Daur_ulang).
Menurut Alrashid (2014) dalam jurnal yang berjudul “Eksplorasi Sampah Plastik
Menggunakan Metode Fabrikasi Untuk Produk Fashion” bahwa plastik adalah bahan
polimer sintetis yang terbagi menjadi banyak jenis berdasarkan sifat fisis, mekanis, dan
kimia. Berdasarkan sifatnya dalam menerima panas, plastik dapat digolongkan menjadi dua
bagian besar yaitu plastik thermoplast dan plastik thermosetting. Plastik thermoplast
merupakan jenis plastik yang menjadi lunak dalam kondisi suhu tinggi (panas) dan mengeras
ketika suhu rendah sehingga mudah untuk dibentuk dan didaur ulang. Contoh dari plastik
thermoplast adalah polyetilen dan nylon. Plastik thermosetting adalah plastik yang dalam
pembentukannya melalui proses penambahan bahan kimia tertentu sehingga mengeras dan
tidak dapat melunak kembali walaupun berada dalam kondisi suhu tinggi. Plastik
thermosetting merupakan jenis plastik yang sulit untuk didaur ulang karena tidak dapat
dibentuk kembali, contoh dari plastik jenis ini adalah silikon dan epoksida. Pada dasarnya,
sekitar 80% jenis sampah plastik dapat diproses kembali menjadi produk daur ulang, namun
dalam prosesnya perlu dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru (additive) untuk
meningkatkan kualitas material. Saat ini, sebagian besar sampah plastik didaur ulang menjadi
kantong sampah, bangku taman, dan pipa, sedangkan sedikit di antaranya didaur ulang
menjadi produk dengan kualitas desain yang lebih baik seperti sol sepatu, rumput sintetis,
lantai lapangan tenis, lantai lapangan basket, hingga aksesori dan perhiasan.
2.11.1 Pemilihan Bahan
a. Bahan daur ulang
Bahan daur ulang merupakan material utama yang dikaji dalam penelitian. Dalam
penelitian yang dilakukan, bahan daur ulang yang digunakan adalah sampah plastik yang

24
terdiri dari berbagai jenis sampah plastik thermoplast dan sampah plastik thermosetting.
Misalnya Sampah botol air mineral tergolong sebagai plastik Polyethylene Terephthalate
(PET/ PETE) yaitu merupakan jenis kemasan plastik yang memiliki karakteristik jernih,
transparan, satu kali pakai, dan tidak tahan terhadap panas sehingga dapat didaur ulang
menggunakan metode fabrikasi
b. Bahan pendamping daur ulang
Bahan pendamping daur ulang adalah material tambahan yang penggunaannya
bertujuan untuk memaksimalkan kualitas dari produk daur ulang yang dihasilkan. Bahan
pendamping daur ulang yang digunakan di antaranya resin cair, katalis, cat resin, epoxy spray
paint, dan serbuk kaca.
c. Bahan pendamping non daur ulang
Bahan pendamping non daur ulang adalah bahan penelitian yang digunakan dalam
proses penciptaan produk fashion sebagai hasil penelitian yang penggunaannya terlepas dari
proses daur ulang sampah plastik. Bahan pendamping non daur ulang yang digunakan dalam
penelitian di antaranya plat kuningan, manik-manik, kain beludru, kain keras, dan kawat
tembaga.

2.11.2 Proses eksplorasi sampah plastik


Metode fabrikasi adalah metode pembuatan material plastik yang terdiri dari banyak
teknik seperti pemotongan (cutting), pemanasan (heating), pelunakan (softening),
pembengkokan (bending), pembentukan (forming), pengerjaan menggunakan mesin
(machining), pencampuran (bonding), dan penghalusan (finishing) material plastik dengan
atau tanpa bahan tambahan menjadi produk jadi. Secara umum semua proses dalam metode
fabrikasi dilakukan menggunakan peralatan sederhana yang mudah diperoleh seperti gunting,
alat pertukangan, heat gun, mesin kempa, dan sebagainya.
a. Pemotongan
Proses pemotongan atau cutting merupakan tahapan pembuatan sampah kemasan
plastik menjadi potongan-potongan kecil. Proses ini bertujuan untuk menyamarkan label
produk, gambar, serta tulisan yang terdapat pada kemasan plastik sehingga produk yang
dihasilkan tidak terlihat sebagai produk daur ulang dari sampah kemasan plastik. Proses
pemotongan dapat dilakukan secara manual menggunakan gunting atau menggunakan mesin.
Eksplorasi pada proses pemotongan terdiri dari berbagai jenis bentuk potongan misalnya
potongan besar, potongan kecil, potongan berbentuk, dan sebagainya.

25
b. Pemanasan
Proses pemanasan dan pelunakan adalah proses pembentukan material plastik
menggunakan teknik heat transfer. Proses pemanasan dan pelunakan dilakukan pada
potongan-potongan sampah kemasan plastik hasil dari proses pemotongan menggunakan
mesin kempa dan heat gun. Tahapan ini bertujuan merekatkan potongan-potongan sampah
kemasan plastik menjadi bentuk lembaran sehingga memudahkan pengaplikasian material
tersebut di proses-proses selanjutnya. Selain menggunakan mesin kempa, proses heat transfer
juga menggunakan heat gun. Proses pemanasan menggunakan heat gun diberikan pada
potongan-potongan panjang sampah kemasan plastik agar dapat berubah bentuk menjadi
seperti benang.

c. Pembentukan dan pencetakan


Proses pembentukan dilakukan dengan cara melunakkan material sampah plastik
menggunakan teknik heat transfer kemudian dicetak. Pencetakan material sampah kemasan
plastik dilakukan seperti proses pembentukan keramik menggunakan cetakan master yang
terbuat dari material tahan panas seperti gypsum, silicon rubber, kayu, batu, dan sebagainya.
Proses pencetakan untuk material daur ulang bubuk resin dan pecahan resin dilakukan dengan

26
mencapurkan salah satu bahan atau campuran antara keduanya dengan resin bening sebelum
dimasukan ke dalam cetakan yang telah disediakan. Setelah bahan dicampurkan dan
ditambahkan katalis sebagai perekat dan pengeras maka bahan campuran dituangkan ke
dalam cetakan dan didiamkan selama +- 2 jam atau hingga bahan mengering. Setelah bahan
mengering maka material dapat dilepaskan dari cetakan untuk dilakukan tahapantahapan
selanjutnya.

d. Pengerjaan menggunakan mesin


Proses pengerjaan menggunakan mesin atau machining adalah proses pembentukan
material daur ulang dilakukan menggunakan alat pertukangan baik yang sederhana maupun
yang canggih untuk mencapai suatu kondisi material yang diinginkan. Proses pengerjaan
menggunakan mesin terdiri dari proses pengerjaan menggunakan mesin gerinda untuk
menghaluskan dan memoles material daur ulang agar memiliki permukaan yang halus dan
rata dan proses pelubangan dengan menggunakan mesin bor. Pelubangan bertujuan untuk
membuat lubang sebagai tempat masuknya benang pada pengaplikasian material daur ulang
sebagai produk.

27
e. Finishing
Proses finishing atau penghalusan merupakan proses terakhir yang dilakukan setelah
melalui proses-proses sebelumnya. Pada proses finishing, dilakukan pelapisan clear spray
agar material hasil daur ulang terlihat rapi dan mengilap

2.12 Fungsi penggunaan surfaktan dalam industri plastik


2.12.1 A. Antistatic Agent
Agen antistatik adalah senyawa yang digunakan untuk perawatan bahan atau
permukaannya untuk mengurangi atau menghilangkan penumpukan listrik statis. Muatan
statis dapat dihasilkan oleh efek triboelectric atau oleh proses non-kontak menggunakan
sumber daya tegangan tinggi. Muatan statis dapat dimasukkan pada permukaan sebagai
bagian dari proses pencetakan label dalam cetakan.
Peran agen antistatik adalah untuk membuat permukaan atau bahan itu sendiri sedikit
konduktif, baik dengan menjadi konduktif itu sendiri, atau dengan menyerap kelembaban dari
udara; oleh karena itu, beberapa humektan dapat digunakan. Molekul-molekul agen antistatik
sering memiliki daerah hidrofilik dan hidrofobik, mirip dengan surfaktan; sisi hidrofobik
berinteraksi dengan permukaan material, sedangkan sisi hidrofilik berinteraksi dengan
kelembaban udara dan mengikat molekul air (https://en.wikipedia.org/wiki/Antistatic_agent).
Listrik statis adalah penumpukan muatan listrik pada bahan dengan konduktivitas
rendah dan ketahanan permukaan yang tinggi (10 14 - 1018 Ω). Ini berlaku, antara lain, untuk
bahan polimer, seperti:
• polietilen (PE),
• polypropylene (PP),
• polivinil klorida (PVC),
• polietilen tereftalat (P ),

28
• poliuretan (P R),
• polycarbonate (PC).

1. Cara menghindari listrik statis


Listrik statis dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan sama sekali dengan
menggunakan aditif antistatik yang tepat, seperti surfaktan yang mengurangi polarisasi
plastik. Agen antistatik mengurangi resistivitas permukaan bahan, yang menyebabkan
muatan menghilang, dan sebagai hasilnya mengurangi terjadinya fenomena yang
merugikan.

2. Jenis antistatic
Agen antistatik dapat dibagi sesuai dengan aplikasinya menjadi dua kelompok: agen
antistatik eksternal dan internal. Mereka berbeda satu sama lain dalam metode
penerapannya, mekanisme aksi, dan durasi aksi antistatis.
Agen antistatik eksternal diterapkan pada permukaan plastik jadi. Teknik seperti
penyemprotan dan pencelupan digunakan di sini. Durasi aksi antistatik dari senyawa
jenis ini sangat singkat, karena abrasi mereka di bawah pengaruh faktor mekanik.
Senyawa ini kehilangan aktivitasnya setelah hanya 6 minggu dan dalam hal ini, mereka
tidak sama dengan sifat-sifat agen antistatik internal.
Agen antistatik internal, yang ditambahkan ke plastik selama pemrosesan, seperti
jenis aditif polimer lainnya, bekerja sangat berbeda. Setelah 24-48 jam dari proses
ekstrusi, mereka bermigrasi ke permukaan material, membentuk film higroskopis yang
menarik air. Lapisan yang dibuat memiliki fungsi konduktif, karena melepaskan listrik
statis dan mengurangi tingkat muatan plastik.
Efek antistatik dalam kasus agen antistatik internal tahan lama (biasanya lebih
dari satu tahun). Ini adalah migrasi agen antistatik internal yang memastikan periode
aktivitasnya lebih lama - lapisan yang terkikis dari permukaan polimer diganti.

3. Senyawa kimia dengan sifat antistatic


Tergantung pada jenis plastik, agen antistatik dengan berbagai struktur kimia digunakan
dalam industri ini. Pada dasarnya, ada dua kelompok - aditif ionik dan non-ionik.
Kelompok pertama direkomendasikan untuk polimer dengan polaritas yang relatif tinggi
atau untuk bahan yang tidak memerlukan suhu terlalu tinggi saat memproses film.
a. Kelompok pertama Agen antistatik ionik adalah senyawa seperti:

29
1) Senyawa kationik, yang meliputi garam amonium kuaterner,
2) Senyawa anionik - ini terutama senyawa yang mengandung fosfor (turunan asam
fosfat (V), fosfat (V)) - digunakan untuk polivinil klorida, serta senyawa yang
mengandung belerang (sulfat (VI), sulfonat) - digunakan untuk polimer seperti
sebagai polivinil klorida dan polistirena.
b. Kelompok kedua adalah aditif non-ionik , yang terutama direkomendasikan untuk
poliolefin. Agen antistatik non ionik adalah turunan amida (amida teralkoksilasi),
turunan amina ( amina lemak teralkoksilasi ) dan ester gliserol.

4. karakteristik agen antistatik yang efektif


Terlepas dari mekanisme tindakannya, agen antistatik harus memiliki beberapa fitur
yang memastikan efisiensinya yang tinggi. Fitur-fitur ini terutama:
 sifat hidrofilik dan higroskopis,
 kemampuan ionisasi dalam air - keberadaan ion meningkatkan konduktivitas air,
 kemampuan untuk bermigrasi ke permukaan material.

5. Plastik di industri makanan


Bahan baku utama yang digunakan dalam produksi film kemasan dalam industri
makanan adalah polietilen. Polyethylene (PE) adalah polimer yang ditandai dengan
kekuatan tarik, kurangnya bau dan rasa dan struktur lilin dengan warna seperti susu.
Berkat sifat-sifat ini, digunakan dalam produksi, antara lain: foil, pengemasan, wadah,
botol, serta pipa air minum. Plastik memiliki ketahanan permukaan sekitar 1015 Ω, yang
membuat fenomena elektrostatik jelas untuk sebagian besar. Untuk alasan ini, selama
produksi berbagai elemen polietilen, perlu untuk menggunakan agen yang mencegah
akumulasi muatan.

6. Surfaktan yang dapat digunakan sebagai agen antistatic


Agen antistatik yang biasa digunakan dalam polietilen adalah senyawa yang
diterapkan secara internal. Portofolio produk Grup PCC mencakup produk-produk
seperti: Chemstat 122 , Chemstat PS-101 , Chemstat G118 / 9501 , Chemstat 3820 dan
Chemstat LD-100 / 60DC . Zat-zat ini secara efektif mengurangi resistansi permukaan
bahkan hingga nilai 1010 Ω, yang menjamin efek antistatik yang sangat baik, sehingga
menghilangkan masalah penumpukan muatan listrik pada permukaan material dan

30
buangan percikan. Beberapa dari mereka juga dapat digunakan dalam produksi kemasan
untuk industri makanan. Perhatian khusus harus diberikan pada produk spesialis, yaitu
Roksol AZR. Agen antistatik ini didedikasikan untuk meregangkan film yang digunakan
dalam pembungkus barang secara manual pada palet. Produk ini memiliki sifat anti-statis
yang sangat baik, karena menurunkan ketahanan permukaan hingga 108 Ω
(https://www.products.pcc.eu/en/blog/antistatic-agents-additives-for-plastics-that-reduce-
the-effects-of-static-electricity/).
Agen antistatik ditambahkan ke polimer untuk meminimalkan penumpukan listrik
statis / muatan listrik dalam bahan plastik. Membangun muatan statis pada permukaan
plastik menghambat prosedur pemrosesan dan dapat menjadi masalah untuk kebersihan
dan estetika. Agen antistatik dapat bersifat eksternal dan internal. Dengan agen antistatik
eksternal, plastik dilapisi dengan penyemprotan atau melalui perendaman sementara agen
antistatik internal dimasukkan ke dalam matriks polimer dan kemudian bermigrasi ke
permukaan. Beberapa pengisi konduktif juga dapat digunakan sebagai agen antistatik.
Kelompok agen antistatik termasuk ester asam lemak, amina teretoksilasi, senyawa
amonium kuaterner, alkilsulfonat, dan alkilfosfat (https://polymer-
additives.specialchem.com/product-categories/additives-anti-static-agents).

7. Syarat surfaktan yang digunakan :


 Memiliki kemampuan migrasi ke permukaan plastik dengan orientasi grup hidrofilik
yang polar diarahkan ke udara untuk membentuk ionic film di permukaan plastik.
 Kompatibel dengan plastik
 Stabil terhadap panas hingga suhu >260 °C (500 °F)
 Resistant terhadap dekomposisi, volatilisasi, dan oksidasi.

8. Jenis surfaktan yang digunakan : surfaktan anionik, jenis phosphate ester.

2.12.2 Slip and Mold Release Agent


Release agent atau disebut Agen pelepas (juga agen pelepas cetakan, pelapis pelepas,
atau pelapis pelepas cetakan) adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah bahan
lainnya dari ikatan ke permukaan. Ini dapat memberikan solusi dalam proses yang melibatkan
rilis cetakan , rilis die-cast , rilis plastik , rilis perekat , dan rilis ban dan web .

31
Agen pelepas memberikan penghalang penting antara permukaan cetakan dan
substrat, memfasilitasi pemisahan bagian yang disembuhkan dari cetakan. Tanpa penghalang
seperti itu di tempat, substrat akan menjadi menyatu ke permukaan cetakan, mengakibatkan
pembersihan sulit dan hilangnya efisiensi produksi secara dramatis. Bahkan ketika agen rilis
digunakan, faktor-faktor seperti aplikasi tidak teratur atau pilihan agen rilis yang tidak tepat
dapat memiliki efek dramatis pada kualitas dan konsistensi produk jadi.

1. Aplikasi agen pelepas dalam plastic


Agen rilis dilapisi ke beberapa film plastik untuk mencegah perekat dari ikatan ke
permukaan plastik. Beberapa agen rilis, juga dikenal sebagai agen de-moulding, bentuk
minyak, parting agent atau bentuk pelepas, adalah zat yang digunakan dalam pencetakan
dan pengecoran yang membantu dalam pemisahan cetakan dari bahan yang sedang
dicetak dan mengurangi ketidaksempurnaan pada permukaan cetakan
(https://en.wikipedia.org/wiki/Release_agent).
2. Syarat surfaktan yang digunakan : kompatibel dan larut dalam resin pada suhu tinggi.
3. Fungsi untuk mengurangi surface tackiness dan mencegah permukaan agar tidak saling
melekat.
4. Jenis surfaktan yang digunakan : alkanolamida dan surfaktan jenis phosphate ester, rantai
panjang C18-C22.
5. Bila stabilitas warna dan suhu tidak diperlukan : digunakan amida rantai alkil tidak jenuh
(oleat, linoleat, euracyl).

2.12.3 Defogging Agent


Agen anti-kabut, juga dikenal sebagai agen dan perawatan anti-kabut, adalah bahan
kimia yang mencegah kondensasi air dalam bentuk tetesan kecil pada permukaan yang
menyerupai kabut . Perawatan anti-kabut pertama kali dikembangkan oleh NASA selama
Proyek Gemini, dan sekarang sering digunakan pada permukaan kaca atau plastik transparan
yang digunakan dalam aplikasi optik, seperti lensa dan cermin yang ditemukan pada
kacamata, kacamata, lensa kamera, dan teropong. Perawatan bekerja dengan meminimalkan
tegangan permukaan, menghasilkan lapisan air yang tidak hamburan alih-alih tetesan tunggal.
Ini bekerja dengan mengubah tingkat pembasahan. Perawatan anti-kabut biasanya bekerja
dengan aplikasi film surfaktan, atau dengan menciptakan permukaan hidrofilik.
Agen anti-kabut biasanya tersedia sebagai larutan semprot, krim dan gel, dan tisu
basah, sementara lapisan yang lebih tahan sering diterapkan selama proses pembuatan yang

32
kompleks. Aditif anti-kabut juga dapat ditambahkan ke plastik di mana mereka keluar dari
dalam ke permukaan. Zat berikut digunakan sebagai agen anti-kabut:
a. Surfaktan yang meminimalkan ketegangan permukaan air:
Deterjen seperti sampo, sabun, atau krim cukur dioleskan sebagai solusi dan dibersihkan
tanpa dibilas.
b. Pelapis hidrofilik yang memaksimalkan energi permukaan :
1) Polimer dan hidrogel : agar-agar dan lilin lebah
2) Koloid dan nanopartikel : Titanium dioksida, menjadi sangat hidrofilik di bawah sinar
UV (https://en.m.wikipedia.org/wiki/Anti-fog).

Adsorpsi tetesan air pada permukaan plastik dapat menyebabkan kabut yang dapat
mengganggu perjalanan cahaya (dalam aplikasi kemasan transparan, film pertanian). Untuk
mencegah fogging dan mengubah sifat hidrophillik pada permukaan plastik, zat anti-fogging
ditambahkan. Pasca penambahan agen-agen ini, tetesan air berubah menjadi lapisan air
transparan yang seragam, mengurangi efek pengaburan dan meningkatkan transparansi
plastik (https://polymer-additives.specialchem.com/product-categories/additives-anti-
fogging-agents).
Aditif fungsional anti-kabut dikembangkan untuk mencegah terbentuknya kabut di
bagian dalam kemasan. Aditif ini sering digunakan untuk wadah kemasan makanan yang
bergerak antara hangat dan dingin dengan sangat cepat. Aditif ini bekerja dengan
menghambat pembentukan tetesan air besar di permukaan bagian dalam. NASA pertama kali
mengembangkan perawatan anti-kabut yang digunakan pada permukaan kaca atau plastik
dalam aplikasi optik seperti lensa dan kacamata. Perawatan anti-kabut, baik yang diletakkan
pada permukaan produk plastik yang bening secara optik atau yang dimasukkan ke dalam
format masterbatch untuk menjadi bagian yang melekat pada plastik, bekerja dengan
meminimalkan tegangan permukaan yang menghasilkan film yang tidak hamburan air
bukannya tetesan tunggal. Ini bekerja dengan mengubah tingkat pembasahan. Anti-fogging
memerlukan perawatan kimia atau aditif yang mencegah kondensasi tetesan air kecil pada
permukaan yang muncul dalam bentuk kabut. Ada banyak agen anti-kabut untuk sistem
poliolefin, karena poliolefin lebih hidrofobik, tetapi biasanya tidak untuk sistem poliester.
Poliester lebih polarisasi dan biasanya lebih kompatibel dengan aditif anti-fogging
(https://www.plasticscolor.com/products/functional-additive-masterbatches/antifogging).

33
1. Seringkali plastik berembun akibat penetrasi lampu atau cahaya, jika digunakan untuk
mengemas produk pangan akan berpengaruh buruk terhadap pangan dan penerimaan
konsumen.
2. Surfaktan yang umum digunakan : jenis polyoxyethylenated atau polyhydroxylated
dengan rantai alkil C9-C12. Lebih disukai apabila memilki struktur aromatik pada gugus
hidrofobiknya.

2.13 Aplikasi penggunaan surfaktan dalam plastik

2.13.1 Asam Stearat


Asam stearat merupakan jenis dari asam lemak yang memiliki rantai karbon 18 dan
mengandung gugus karboksil dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Asam stearat
merupakan asam lemak jenuh karena tidak ada ikatan rangkap antara karbon bertetangga,

34
sehingga rantai hidrokarbon fleksibel dan dapat berputar menjadi siklis atau lurus dan
menjadi rantai zig-zag yang panjang (Winarno, 1992). Pada suhu ruang, asam stearat
berbentuk padatan dan memiliki titik didih 361°C.
Asam stearat banyak digunakan sebagai sebagai bahan dalam membuat lilin, plastik,
suplemen makanan, pastel minyak dan kosmetik dan untuk melunakkan karet. Ini juga
dipergunakan untuk mengeraskan sabun khususnya yang dibuat dari minyak sayur. Molekul
asam stearat memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik sekaligus, dua sifat yang saling
bertolak belakang atau mempunyai sifat amfipatik karena mengandung gugus karboksilat
ionik yang hidrofilik (suka air) pada satu ujung dan rantai hidrokarbon hidrofobik (benci air).
Dalam suasana air, molekul-molekul asam stearate dapat mengatur persentuhan antara gugus-
gugus hidrofobik dan air sedikit mungkin, struktur-struktur tersusun untuk memperkecil
penyentuhan antara bagian hidrokarbon nonpolar dari ion stearat dan air.
Berdasarkan jurnal Sugiarto (2016) dalam jurnal yang berjudul ―Aplikasi Asam
Stearat Sebagai Compatibilizer Pada Film Komposit Tepung Ubi Kayu-Linear Low Density
Polyethylene‖ bahwa Plastik merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan saat
ini. Oleh karena plastik sangat penting dalam penggunaannya sehingga plastik menimbulkan
pencemaran serta kerusakan lingkungan karena sulit terdegradasi secara alami. Untuk
mengurangi permasalahan ini dikembangkan biodegradable polymer. Salah satu contoh
bahan yang sering digunakan yaitu pati. Pati merupakan polimer alami yang paling
menjanjikan bagi pengembangan bahan-bahan biodegradable karena pati memiliki kombinasi
atribut seperti harga murah, ketersediaan berlimpah, dan dapat diperbarui.
Bahan yang bersifat hidrofilik (pati) dan bahan yang bersifat hidrofobik (polimer
sintetis) menghasilkan campuran yang tidak kompatibel. Untuk meningkatkan kompatibilitas
antara dua bahan campuran ditambahkan compatibilizer (kompatibiliser). Penggunaan asam
stearat sebagai kompatibiliser dapat meningkatkan fleksibilitas matriks polimer (Kim et al.,
2006). Pencampuran pati dan LLDPE diharapkan dapat menghasilkan plastik komposit yang
mempunyai sifat mekanik yang baik dan lebih ramah lingkungan. Penambahan plasticizer
berupa gliserol dan air pada pati diharapkan dapat membuat pati menjadi termoplastis,
sedangkan penambahan kompatibiliser dalam pencampuran pati termoplastik dan LLDPE
diharapkan dapat membuat campuran menjadi kompatibel dan menghasilkan kompon yang
homogen.
Tepung ubi kayu seperti halnya pati, mempunyai kemampuan menyerap air yang
tinggi, rapuh, dan sulit diolah sehingga perlu penambahan plasticizer agar tepung bersifat
termoplastis sehingga mudah dibentuk. Tepung ubi kayu termoplastik bersifat hidrofilik

35
sedangkan LLDPE bersifat hidrofobik. Pencampuran tepung ubi kayu termoplastik dan
LLDPE menimbulkan kendala yaitu sulit untuk dicampur dengan baik. Pada pencampuran
kedua bahan ini diperlukan kompatibiliser. Pada penelitian ini digunakan compatibilizer
berupa asam stearat. Asam stearate selain memiliki kemampuan sebagai kompatibiliser juga
memiliki sifat sebagai dispersant dan pelumas. Pada pembuatan barang-barang plastik
sintetis, asam stearat sering digunakan sebagai dispersant agar bahan aditif dapat tercampur
merata di dalam matriks plastik dan memudahkan barang jadi dikeluarkan dari cetakan.
Harapan dari penggunaan asam stearat selain memberikan efek kompatibilisasi juga
memberikan efek dispersant dan lubrikasi.

2.13.2 Jenis Surfaktan PEG, PPG dan SLES


Menurut Dewi (2017) dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Penambahan Surfaktan
Terhadap Kelarutan Limbah Plastik Jenis Polipropilen Dalam High Speed Diesel” bahwa
jenis plastic Polietilen dan polipropilen yang merupakan plastik paling digemari untuk
dijadikan bahan dasar kemasan menempati presentase terbesar dari sampah plastik
dibandingkan jenis plastic lainnya yaitu sekitar 44%, diikuti Polistirene 25%, dan
Polivinilklorida (PVC) 15%. Dalam proses daur ulang limbah plastic ini dimana pada sistem
1% plastic jenis PP dalam HSD memiliki cloud point pada 341,15 K. Hal ini berarti pada
suhu ruangan, kedua sistem Bahan Bakar Polimer (BBP) tersebut akan membeku dan
tidak dapat melewati nozzle fuel injector dalam mesin diesel yang akan menyemprotkan
BBP tersebut sehingga BBP dapat terbakar secara bertahap. Oleh sebab itu BBP yang
mempunyai cloid point yang lebih rendah perlu dikembangkan. Dalam penelitian ditemukan
bahwa dengan penambahan surfaktan pada pengemulsian bahan bakar polimer dengan air
dapat menurunkan viskositas dan mencegah PP/PE yang ditambahkan akan membeku
kembali. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, perlu diteliti komposisi surfaktan yang
tepat untuk ditambahkan pada sistem PP pada bahan bakar diesel, sehingga akan diperoleh
bahan bakar yang dapat digunakan untuk mesin diesel. Penelitian-penelitian tersebut di
atas belum mendiskusikan mengenai kesetimbangan solid-liquid polimer dalam sistem
solar-PP-surfaktan-air secara termodinamika. Oleh sebab itu, maka penelitian ini ditekankan
pada pengembangan metode eksperimen untuk memperoleh pendekatan kesetimbangan solid-
liquid polimer pada sistem solar- PP-surfaktan-air menggunakan cloud point sistem yang
lebih rendah.
Jenis surfaktan yang digunakan adalah surfaktan non ionik yang larut dalam air, yaitu
Jenis surfaktan yang telah digunakan adalah PEG 4000, PEG 6000, PPG 3000, PPG 6000,

36
dan campuran PEG 6000 dengan SLES dengan perbandingan massa 4:1. Berdasarkan hasil
penelitian ini, bahwa Emulsi yang dihasilkan dapat tercampur dengan baik dan lebih
stabil ketika menggunakan surfaktan campuran PEG 6000. Emulsi yang dihasilkan tidak
memisah menjadi 2 fase. Oleh karena itu digunakan surfaktan PEG dan SLES dengan
perbandingan PEG : SLES = 4 : 1 dan perbandingan PP-HSD : Air = 2 : 1. Dari penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa komponen emulsi yang dihasilkan saling melarut. Ini dapat
berarti karena saling melarut maka pada sistem tersebut tidak terdapat solid liquid
equilibrium. surfaktan yang terbaik untuk menghasilkan emulsi yang tercampur dengan baik
dan stabil ialah campuran antara PEG dan SLES dengan perbandingan komposisi 4:1. Dari
perhitungan solubility parameter tidak terlihat adanya pengaruh perbedaan penambahan
komposisi surfaktan terhadap kelarutan PP dalam HSD.

2.13.3 Alkilbenzena Sulfonat (ABS)


Menurut Maryani (2018) dalam jurnal yang berjudul “Pembuatan Lem Lateks Dari
Limbah Styrofoam Yang Digunakan Untuk Kemasan Makanan” bahwa Polistirena foam atau
yang dikenal dengan styrofoam. Styrofoam berasal dari kata stiren (zat kimia bahan dasar),
dan foam (busa/buih). Styrofoam adalah polimer turunan plastik. Disisi lain setelah
styrofoam tidak digunakan, menjadi limbah yang sulit untuk diuraikan, pada penelitian ini
styrofoam dibuat Lem Lateks pekat yaitu jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak
berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Untuk membuat Lateks styrofoam dilarutkan
dalam toluena yaitu suatu senyawa tidak berwarna, berbau aromatic yang khas tapi tidak
setajam benzena.
Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan.
Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yang tidak terjadi flokuasi atau
penggumpalan selama penyimpanan. Pada penelitian ini agar lateks bersifat stabil maka
dibuat dalam bentuk emulsi yaitu suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak
tercampur, biasanya air dan minyak cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil
dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini akan bergabung dan
membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Dalam fase air dapat mengandung zat-
zat terlarut seperti pengawet, zat pewarna, dan perasa. Air yang digunakan sebaiknya adalah
akuades. Zat perasa dan pengawet yang berada dalam fase air yang mungkin larut dalam
minyak harus dalam konsentrasi cukup untuk memenuhi yang diinginkan. Pada emulsi
biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu : pertama, bagian zat yang terdispersi, biasanya
terdiri dari butir-butir minyak. Kedua, medium pendispersi yang dikenal sebagai fase

37
bertahap, biasanya terdiri dari air. Bagian ketiga adalah emulgator yang berfungsi sebagai
penstabil koloid untuk menjaga agar butir-butir minyak tetap terdispersi dalam air. Ada
beberapa istilah yang sering digunakan untuk zat pengemulsi diantaranya emulgator,
emulsifier, stabilizer atau agen pengemulsi. Bahan ini dapat berupa sabun, deterjen, protein
atau elektrolit. Jenis emulsi tergantung dari zatnya dan emulgator yang dipakai misalnya
emulsi minyak dalam air emulgator yang baik adalah sabun atau logam-logam alkali.
Detergen yang digunakan sebagai pengemulsi adalah Alkilbenzena Sulfonat (ABS)
yaitu surfaktan anionik yang merupakan komponen utama dari detergen, dimana
penjualannya mencapai 60 juta dolar di seluruh pasar Dunia. Surfaktan anionik juga
digunakan dalam pembersih permukaan, produk perawatan tubuh, bahan – bahan farmasi dan
lain sebagainya. Di dalam berbagai aplikasi, surfaktan anionik dicampur dengan surfaktan
anionik lainnya ataupun surfaktan nonionik untuk mendapatkan sifat – sifat yang diinginkan
seperti penurunan tegangan permukaan, penurunan tegangan antarmuka, kelarutan substrat
minyak dan lain sebagainya. Sifat hidrofiliknya berasal dari bagian kepala ionik yang
biasanya merupakan gugus sulfat atau sulfonat. Pada kasus ini, gugus hidrofob diikat
kebagian hidrofil dengan ikatan C-O-S yang labil, yang mudah dihidrolisis. Beberapa contoh
dari surfaktan anionik adalah linier alkilbenzen sulfonat (LAS), alkilbenzena Sulfonat (ABS),
alpha olefin sulfonat (AOS) dan parafin atau secondary alkana sulfonat (SAS).
Pada penelitian ini emulsifier yang digunakan adalah Alkil Benzena Sulfonat yang
tergolong dalam surfaktan anionik. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan.
Besarnya tegangan permukaan dipengaruhi olah gaya tarik menarik antara molekul di dalam
cairan. Pada permukaan cairan, tiap molekul ditarik oleh molekul sejenis di dekatnya dengan
arah hanya kesamping dan ke bawah, tetapi tidak ditarik oeh molekul di atasnya karena di
atas permukaan cairan berupa fase uap (udara) dengan jarak antar molekul sangat renggang.
Molekul-molekul dan ion ion dalam surfaktan dapat menyatukan campuran yang terdiri dari
air dan minyak sebagai gugus amfifil, yang menunjukkan bahwa ion atau molekul tersebut
mempunyai afinitas tertentu baik dalam solven polar maupun solven nonpolar.

2.14 Link Video Pembuatan dan Daur Ulang Plastik

38
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Surfaktan (surface active agent) merupakan molekul-molekul yang mengandung
gugus hidrofilik (suka air) dan gugus lipofilik (suka minyak/lemak) pada molekul yang sama
sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Karakteristik
utama surfaktan adalah pada aktivitas permukaannya. Surfaktan mampu meningkatkan
kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka suatu cairan, menigkatkan
kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel
terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan penggabungan
(coalescence) partikel yang terispersi, sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin
meningkat. Berdasarkan muatannya surfaktan terdiri atas empat golongan yaitu surfaktan
anionic, surfaktan kationik, surfaktan non ionic dan surfaktan amfoter. Surfaktan dapat
berasal dari surfaktan oleokimia maupun surfaktan petrokimia, dengan bahan-bahan mentah
berupa lemak dan minyak biasa, petroleum dan etilena. Cara kerja dari surfaktan sangatlah
unik karena bagian yang hidrofilik akan masuk kedalam larutan yang polar dan bagian yang
hirdrofilik akan masuk kedalam bagian yang non polar sehingga surfaktan dapat
menggabungkan (walaupun sebenarnya tidak bergabung) kedua senyawa yang seharusnya
tidak dapat bergabung tersebut.
Sejarah plastik di muka bumi ini diawali oleh Alexander Parkes yang pertama kali
memperkenalkan plastik pada sebuah eksibisi internasional di London, Inggris pada tahun
1862. Plastik temuan Parkes disebut Parkesine ini dibuat dari bahan organik dari selulosa.
Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah dari pada serat. Plastik
dapat dicetak (dicetak ulang) sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan dibutuhkan dengan
menggunakan proses injection molding dan ekstrusi. Menurut Koswara (2006) Jenis-jenis
plastik yaitu PET, HDPE, PVC, LDPE, PP, PS, dan Other. Karena jenis plastik yang berbeda-
beda maka cara pembuatannya juga berbeda-beda, tapi secara umum pembuatan benda ini
meliputi injection molding, ekstrusi, thermoforming, dan blow molding. Fungsi penggunaan
surfaktan dalam industri plastik yaitu sebagai Antistatic Agent, sebagai Slip and Mold Release
Agent dan Deffonging Agent. Surfaktan yang digunakan dalam industri plastik yaitu Asam
Stearat, Jenis Surfaktan PEG, PPG dan SLES dan Alkil Benzena Sulfonat (ABS).

39
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kita semua bias lebih paham dalam
permasalahan surfaktan pada industri plastik, sehingga kita bisa melakukan daur ulang plastik
dan menjadikan plastik sebagai bahan yang lebih bermanfaat.

40
DAFTAR PUSTAKA

Alrashid, D. A., & Kahdar, K. (2014). Eksplorasi Sampah Plastik Menggunakan Metode
Fabrikasi untuk Produk Fashion. Craft, 3(1).

Dewi, N., Irwanti, N. (2017). Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan Limbah
Plastik Jenis Polipropilen Dalam High Speed Diesel. PKMP 3-11-5. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

http://dunia-wahyu.blogspot.com/2012/03/kimia-permukaan-surfaktan.html Diakses tanggal


25 Februari 2020

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Plastik Diakses tanggal 25 Februari 2020

http://terasept.blogspot.com/2013/06/proses-pengolahan-plastik.html Diakses tanggal 25


Februari 2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Daur_ulang Diakses tanggal 25 Februari 2020

https://en.wikipedia.org/wiki/Antistatic_agent Diakses tanggal 12 Maret 2020

https://www.products.pcc.eu/en/blog/antistatic-agents-additives-for-plastics-that-reduce-the-
effects-of-static-electricity/ Diakses tanggal 12 Maret 2020

https://polymer-additives.specialchem.com/product-categories/additives-anti-static-agents
Diakses tanggal 12 Maret 2020

https://en.wikipedia.org/wiki/Release_agent Diakses tanggal 12 Maret 2020

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Anti-fog Diakses tanggal 12 Maret 2020

https://polymer-additives.specialchem.com/product-categories/additives-anti-fogging-agents
Diakses tanggal 12 Maret 2020

41
https://www.plasticscolor.com/products/functional-additive-masterbatches/antifogging
Diakses tanggal 9 April 2020

Maryani, Y., Kanani, N., & Rusdi, R. (2018). Pembuatan Lem Lateks dari Limbah Styrofoam
yang Digunakan untuk Kemasan Makanan. Teknika: Jurnal Sains dan
Teknologi, 14(2), 189-200.

Sugiarto, T. C. S., Suryani, A., & Sutrisno, I. Y. (2016). Aplikasi Asam Stearat Sebagai
Compatibilizer Pada Film Komposit Tepung Ubi Kayu-Linear Low Density
Polyethylene. Journal of Agroindustrial Technology, 26(1).

42

Anda mungkin juga menyukai