Anda di halaman 1dari 21

Tugas Kelompok : Pemikiran Islam

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM DI TIMUR TENGAH

OLEH:

KELOMPOK V

Nur Hayin Ikmah


18010107013

Lita Dwi Hasjaya


18010107016

PROGRAM STUDI TADRIS IPA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena berkat
dan limpahan Rahmat Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas
tentang “Pemikiran Islam” dimana menitik beratkan pada Perkembangan
Pemikiran Islam di Timur Tengah.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagi pihak untuk membantu dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
saya harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Kendari, 14 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan.............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Bentuk Islam dan Tradisi Sastra Baru.............................................. 3


B. Keterkaitan Islam dan Negara.......................................................... 5
C. Perkembangan Islam di Timur Tengah............................................ 6
D. Permasalahan di Timur Tengah....................................................... 8
E. Gerakan Revivalisme Islam Kontemporer di Timur Tengah........... 9
F. Kultur Modernitas di Dalam Islam dan Timur Tengah.................... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................... 15
B. Saran................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama tauhid yang mengenal satu Tuhan. Konsep agama
ini tentu saja merupakan perubahan yang radikal, sebab sebelumnya
masyarakat Arab mengenal banyak Tuhan. Bahkan mereka juga mempunyai
banyak sesembahan. Kemunculannya yang tiba-tiba dan berbeda dengan
konsep kepercayaan masyarakat Arab sebelumnya membuat perkembangan
awal Islam mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan itu bertambah-tambah
karena para pembesar suku-suku di Arab yang tidak mau terganggu posisinya,
karena Islam mengajarkan egalitarianisme. Kelahiran Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad telah memberikan pencerahan pada peradaban dunia.1
Berpikir Islam merupakan sebuah pencarian makna keislaman yang
masuk akal, bukanlah memuat gagasan yang serba ada, atau merupakan
sebuah impian surge yang sudah sempurna. Hubungan kitab suci dan warisan
tradisinya (turats) sebagai petunjuk kehidupan memerlukan pembacaan yang
terbuka, karena kaum muslimin menjumpai zaman dan lokus kebudayaan
yang berbeda-beda. Maksudnya, dengan kata lain, otentisitas nilai islam
sesungguhnya merupakan sesuat yang probelematis sifatnya dalam sejarah,
yang harus direkonstruksi terus-menerus dan bukan merupakan nilai yang
sudah jadi, tanpa imajinasi kaum islami sendiri. Berpikir islam yang terbuka
dan berwatak transformatif , sekali lagi memang lain dibandingkan dengan
semangat mencari “jawaban islam” yang khas untuk di sandingkan dengan
pemikiran lainnya sebagai alternatif. Dalam berpikir islam yang “bebas,”
kaum muslimin di luar kesadaran komunitasnya harus benar-benar menjadi
manusia, seperti halnya manusia yang lainnya dengan kebebasan berpikir
sekuler. Kendatipun mereka betul-betul hidup dalam suasana moral dan
emosi spiritual yang religious, namun dalam bernegara, dalam berdemokrasi
dalam bercivil society, tentu tidak harus mempertanyakan terlebih dahulu,

1
Syarifah Salwasalsabila, Islam, Eropa, & Logika, (Yogyakarta: O 2, 2008), hal: 18-19.
adakah dan dimanakah rujukan agamanya, karena hal- hal seperti itu
merupakan bagian dari komiten nilai hidup bersama dengan orang lain dan
tentu saja semata-mata merupakan wilayah politik yang imajinatif.2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk islam dan tradisi sastra baru ?


2. Bagaimana keterkaitan islam dan Negara ?
3. Bagaimana perkembangan islam di Timur Tengah ?
4. Apa saja permasalahan di Timur Tengah ?
5. Bagaiamana gerakan revivalisme islam kontemporer di Timur Tengah ?
6. Bagaiamana kultur modernitas di dalam islam dan Timur Tengah ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk islam dan tradisi sastra baru.
2. Untuk mengetahui keterkaitan islam dan Negara.
3. Untuk mengetahui perkembangan islam di Timur Tengah.
4. Untuk mengetahui permasalahan di Timur Tengah.
5. Untuk mengetahui gerakan revivalisme islam kontemporer di Timur
Tengah.
6. Untuk mengetahui kultur modernitas di dalam islam dan Timur Tengah.

2
Moeslim Abdurrahman, Islam Pribumi, (Jakarta: Erlangga, 2003), hal: 7-11.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bentuk Islam dan Tradisi Sastra Baru

Memasuki abad ke-16 dan 17, perkembangan sastra di Melayu


Nusantara dan islam secara umum, menyaksikan satu proses historis di mana
Islam di Nusantara yang secara tradisional disebut negeri di bawah angin
dimana semakin terintegrasi dengan perkembangan Islam di Timur Tengah,
tepatnya Mekkah dan Madinah. Meski tentu Arab bukan sesuatu yang asing
bagi orang Nusantara, namun abad ke-16 dan 17 hubungan dengan mekkah
mengambil bentuknya yang konkret dan sangat berpengaruh dalam peta
sosial-intelektual Islam di Nusantara. Berbasis terutama di Kerajaan Aceh,
hubungan intelektual ini dibuktikan dengan terbentuknya suatu jaringan
ulama, yang kemudian membuat Mekkah memainkan peranan penting dalam
diskursus intelektual di Nusantara pada periode tersebut.
Sementara di dunia sastra Nusantara, periode ini menyaksikan
munculnya satu jenis karya sastra yang secara tegas menjadikan Islam
Nusantara bagian integral dari dinamika dan perkembangan Islam di Timur
Tengah. Tema-tema sentral dalam tradisi sastra Islam di dunia Arab dan Persia
segera diadopsi oleh pengarang-pengarang Melayu Nusantara. Lebih dari itu,
jaringan dengan Timur Tengah di atas juga melahirkan karya-karya sastra
yang secara khusus membahas doktrin-doktrin keagamaan, yang dikenal
dalam Melayu Nusantara sebagai sastra kitab, sebagaimana akan dijelaskan di
bawah ini.
1. Sastra Kitab
Perlu ditekankan bahwa istilah sastra kitab pertama kali digunakan
oleh Hooykaas dan kemudian Brakel dimana mengacu kepada kelompok
hikayat yang bercorak islam atau hasil saduran Arab/Persi, berbeda
dengan sastra rekaan (sastra fiksi) dan sastra sejarah yang berkembang di
dunia Melayu. Secara lebih spesifik, sastra kitab merujuk kepada karya-
karya yang ditulis ulama Melayu Nusantara terkemuka di abad ke-16 dan
17, yakni Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumaterani, Nuruddin ar-
Raniri, dan Abdul Ra’uf As-Skinkili, yang berisi ajaran Islam, mulai dari
tasawuf, fikih, teologi, dan bahkan sejara Islam.
2. Sastra Rekaan dan Sastra Sejarah
Di samping sastra kitab, Kerajaan Aceh dan Melayu Nusantara abad
ke-16 dan 17 secara umum, sebagaimana halnya Samudera Pasai dan
Malaka, meghasilkan jenis naskah lain yang disebut sebagai sastra rekaan
dan sastra sejarah. Hanya saja, berbeda dengan di Samudera Pasai dan
Malaka, kedua jenis karya sastra di Aceh, seperti akan ditunjukkan di
bawah, lebih banyak mengadopsi tradisi sastra yang berkembang di dunia
Muslim Arab dan Persia. Tema-tema sosial politik dan keagamaan di
dunia Muslim menjadi substansi utama sejumlah naskah sastra Melayu
Nusantara. Dua naskah pertama dalam daftar di bawah ini menunjukkan
kecenderungan demikian. Selebihnya, karya-karya sastra tersebut
membahas sejarah dan budaya masyarakat Aceh. Penjelasan berikut ini
adalah naskah dari Kerajaan Aceh yang termasuk dalam kategori sastra
rekaan dan sastra sejarah.
a. Taj as-Salatin
Sejauh menyangkut kategori naskah di atas, teks Taj as-Salatin
karangan Bukhari al-Jauhari adalah yang pertama untuk dijelaskan di
sini. Teks ini ditulis besar kemungkinan pada tahun 1602, masa
kekuasaan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Syahid al-Mukammil di
Kerajaan Aceh. Di dalam teks Taj as-Salatin berperan penting dalam
perkembangan wacana politik dunia Melayu dan di Indonesia secara
umum.
b. Bustan as-Salatin
Dengan judul lengkap Bustan as-Salatin fi Dhikr al-Awwalin wa’l-
Akhirin, naskah ini merupakan karya sejarah yang ektensif yang
ditulis Nuruddin ar-Raniri. Dia menulis karya ini setelah mendapat
titah dari Sultan Iskandar Thani pada tahun 1637, yang memang
menjadi perlindungannya selama berkarier di Kerajaan Aceh. Naskah
ini berisi sejarah dunia, mulai dengan kejadian langit dan bumi hingga
sejarah Kerajaan Aceh.
c. Adat Aceh
Secara umum, isi naskah adat Aceh ini terdiri dari sejumlah poin
diantaranya perintah segala raja, silsislah raja-raja di Banda Aceh, adat
majelis raja-raja dan adat-adat lainnya.
d. Hikayat Aceh
Naskah ini berisi silsilah raja-raja Aceh, lebih khususnya Sultan
Iskandar Muda. Asal-usul keturunan Iskandar Muda diceritakan secara
perinci dalam naskah ini.
e. Adat Perintah Raja-Raja atau Mabain Al-Salatin
Tidak banyak informasi yang bisa diperoleh mengenal naskah ini.
Iskandar hanya menyatakan bahwa naskah berjudul Mabain al-Salatin
ini juga terdapat di istana Turki, dan dalam beberapa hal sangat
mengingatkan pada naskah Taj as-Salatin yang telah dibahas di atas.
f. Silsilah Raja-Raja dalam Negeri Aceh Bandar Darussalam
Naskah ini berisi silsilah raja-raja Aceh, mulai dari raja pertama.
Naskah ini selanjutnya menggambarkan proses pergantian penguasa
secara terus menerus.
g. Adat Majelis Raja-Raja
Naskah ini berisi aturan-aturan atau protokol disebut sebagai adat
mengenai berbagai institusi di kerajaan, hingga institusi khusus untuk
urusan upacara sosial keagamaan.3

B. Keterkaitan Islam dan Negara

Pandangan Haji Agus Salim mengenai islam dan Negara dapat


ditelusuri dalam debat hangat para politikus di tahun 1920-an, ketika agama
dan Negara menjadi masalah yang bisa membangkitkan emosi bagi para
politikus di Indonesia. Dalam debat dengan Bung Karno yang mengobarkan
cinta tanah air sebagai tenaga menuju kemerdekaan Indonesia, Agus Salim
3
Jajat Burhanudin, Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), hal: 200-209.
menjawab, “Ya, boleh nasionalis cinta Tanah Air, tetapi ingat Hitler yang
akhirnya menghancurkan kemanusiaan. Nasionalis itu baik, tapi kalau agak
menyimpang ia berbahaya.
Pemikiran Agus Salim mengenai islam dan masyarakat barangkali
dapat diwakili satu kisah ini. Ketika menjumpai tabir yang memisahkan laki-
laki dan perempuan dalam kongres Jong Islamieteen Bond, dari sini kemudian
lahir generasi cendekiawan Muslim yang setelah Proklamasi berkumpul dalam
Partai Masyumi ia menghampiri seorang anggota panitia. “Bung saya minta
turunkan tabir itu,” katanya kepada anggota panitia, yang lalu dijawab,
“enggak bias, kecuali kalau bapak sendiri yang menurunkannya.” Haji Agus
Salim berdiri. “Baik!” katanya sambil menarik tabir kemudian membuangnya.
Agus Salim mejelaskan bahwa perkembangan toleransi sebetulnya
berlangsung di Timur Tengah. Ini berkaitan dengan penyebaran Islam di
Timur Tengah yang ketika itu merupakan wilayah Kristen. Tidak ada usaha
para khalifah untuk membuat mereka masuk islam. Justru mereka boleh
memilih agama apa saja. Pada waktu itu orang lebih suka memilih tetap
Kristen karena lebih menarik ketimbang Islam yang mewajibkan ikut perang.
Kewajiban menjadi Kristen paling-paling membayar dinar kepada Romawi
atau Persia. Secara demografis sebenarnya hanya kalangan elite yang jadi
Islam, mayoritas justru Kristen. Dibutuhkan ratusan tahun untuk
memayoritaskan Islam di Timur Tengah. Itupun karena perkawinan. Islamisasi
terjadi melalui prose situ. “Agus Salim menekankan soal ini sehubungan
dengan cerita mengenai perang dan agama tersebut.4

C. Perkembangan Islam di Timur Tengah

Timur Tengah dipersepsikan sebagai pusat Islam. Kenyataannya


bahwa Islam dilahirkan di kawasan Timur Tengah menyebabkan wilayah ini
memiliki keistimewaan daripada dunia Islam yang lain. Timur Tengah
menjadi sentral dunia Islam, sementara yang lain menjadi pheriferal

4
Agus Salim, Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2004), hal: 118-
132.
(pinggiran). Timur Tengah juga memiliki posisi penting dalam sistem spiritual
Islam, gerakan dakwah, peradaban, ilmu pengetahuan, dan pengaruh politik.
Secara spiritual, tempat-tempat suci yang sangat dihormati oleh setiap
muslim terdapat disana. Di samping Makah dan Madinah ( Haramayn ), juga
terdapat Baitul Maqdis di Palestina yang ketiganya memiliki derajat kesucian
tertinggi. Di negara-negara Arab yang lain juga tersebar situs-situs warisan
para nabi dan tempat-tempat suci yang disakralkan oleh sekte-sekte tertentu,
seperti Karbala dan Najaf bagi kaum Syi’ah. Inilah yang menyebabkan Timur
Tengah dianggap sebagai jangkar spiritual umat Islam.
Keharusan setiap muslim untuk menghadap Ka’bah ketika
melaksanakan shalat, ritual ibadah haji yang harus dilakukan di Makah, serta
doktrin bahwa beribadah di Haramayn (Makah dan Madinah) lebih tinggi
nilainya daripada beribadah di tempat-tempat lain, telah semakin
mengokohkan wilayah Timur Tengah sebagai kiblat keagamaan umat Islam.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam sistem pemahaman
keagamaan umat Islam, Timur Tengah memiliki kedudukan khusus.
Sejarah Islam Timur Tengah yang jauh lebih lama dan kaya dalam
eksperimentasi sosisl politik juga menyebabkan umat Islam di dunia lain
senantiasa menempatkan wilayah itu sebagai rujukan dalam gerakan
pembaharuan-pembaharuan sosisl politik. Capaian politik semenjak masa
Nabi Muhammad, Al-Khulafa Ar-Rasyidin, Dinasti Umayyah, Abbsiyah, dan
Utsmaniyah yang gilang-gemilang dengan keluasan wilayahnya dari
Andalusia, Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan, Asia Selatan, dan Asia
Tenggara, menjadi memori kolektif umat Islam hingga kini.
Islam di Timur Tengah juga diposisikan sebagai Islam yang lebih
agung karena lebih dekat dengan asalnya dan relatif lebih bebas dari
sinkretisme. Islam di Timur Tengah dianggap sebagai tradisi Islam yang tinggi
(high tradition) yang harus menjadi acuan bagi Islam di wilayah pinggiran
(Afrika, Asia Selatan dan Tenggara) yang di anggap low tradition.5

5
M. Imdadun Rahmat, Ideologi Politi PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, (Yogyakarta: LkiS
Printing Cemerlang, 2008) hal: 61-62.
D. Permasalahan di Timur Tengah

Permasalahan yang terjadi di Timur Tengah adalah masalah yang


terkait dengan Islam, letak strategis, negara Yahudi, penjajahan dan minyak.
Tidak diragukan lagi masalah ini adalah sangat penting, tidak hanya untuk
penduduk kawasan Timur Tengah dan kaum Muslim saja, melainkan juga
untuk seluruh dunia. Adapun letak strategis Timur Tengah dan dominasinya
terhadap transportasi, urgensinya dapat dilihat dari eksistensi Timur Tengah di
kawasan titik temu tiga benua lama, yaitu Afrika, Eropa dan Asia, serta
penguasaannya terhadap selat Gibraltar, Bosforus, Aden, Hurmuz, Laut
Tengah, dan lain-lain.
Letak strategis Timur Tengah yang memanjang dari Maroko hingga
Samudra Atlantik di sebelah barat, hingga Iran dan Irak di Teluk sebelah
timur; dari Turki di sebelah utara hingga Padang Sahara Afrika di sebelah
selatan yakni Timur Tengah meliputi seluruh negara Arab ditambah Turki dan
Iran telah menjadikan Timur Tengah sebagai kiblat para penjajah dan sasaran
utama orang-orang yang serakah. Hal itu karena Timur Tengah mempunyai
urgensi yang luar biasa dalam hal transportasi dan komunikasi, bukan hanya di
masa sekarang, melainkan sejak Perang Salib sampai sekarang.
Timur Tengah dulu berada di bawah pengaruh pemerintahan dan
Daulah Islam hingga pertengahan abad ke-18. Semenjak Konferensi Berlin,
yakni sejak akhir abad ke-18, negara-negara Eropa mulai mencoba menginvasi
Timur Tengah. Prancis, Inggris, dan Italia telah menyerang Timur Tengah.
Perang- perang itu terus berlangsung susul menyusul hingga runtuhnya
Daulay Islam dengan runtuhnya Khalifah Utsmaniyah. Maka, Timur Tengah
mulai berada di bawah cengkeraman penjajah Inggris dan dominasi Prancis.
Pengaruh penjajahan ini meluas meliputi semua negara-negara, hingga sampai
ke negara yang bukan jajahan seperti Turki dan Afghanistan. Tapi, pengaruh
Prancis di Timur Tengah hanya sedikit, yaitu terbatas pada bagian Utara
negara Syam yang disebut Suriah, termasuk pantainya sebelah barat daya yang
disebut Lebanon. Keadaan ini terus berlangsung sampai akhir Perang Dunia II,
ketika Prancis terusir dari kawasan tersebut. Penjajah Inggris pun mengubah
cengkeraman nya di kawasan itu dengan cara baru, yakni dengan membagi-
baginya, dan memberi sebutan "negara" untuk setiap bagian. Maka dari itu,
pada saat Perang Dunia II berakhir, seluruh kawasan Timur Tengah telah
menjadi kawasan jajahan Barat, atau tepatnya jajahan Inggris. Kawasan ini
dianggap bagian dari dunia bebas dan bagian dari Blok Barat. Di kawasan ini
tidak ada sedikit pun eksistensi Blok Timur.
Ada dua faktor yang membuat Inggris menjadi satu-satunya penjajah
Timur Tengah. Pertama, lemahnya Prancis secara politik, ekonomi, dan
internasional sehingga Prancis tidak mampu menyamai dan menyaingi Inggris
dalam menjajah Timur Tengah. Kedua, tetap bertahannya AS untuk
menjalankan politik isolasionisme pasca Perang Dunia I. Karena itu, hanya
Inggris lah yang menjajah Timur Tengah sepanjang abad ke-19 hingga
pertengahan abad ke-20.6

E. Gerakan Revivalisme Islam Kontemporer di Timur Tengah

Gerakan revivalisme (kebangkitan) Islam di Timur Tengah muncul


pada dekade ke tujuh abad ke-20 M. Kurun waktu yang bertepatan dengan
momentum abad baru Hijriyah (abad ke-15). Sebuah momentum yang terkait
dengan kepercayaan umat Islam, bahwa setiap abad baru akan melahirkan
seorang pembaharu (mujaddid) terhadap kenyakinan umat dan perbaikan
kondisi komunitas Islam. Sejak dekade inilah gerakan-gerakan Islam berada di
panggung utama, dari Malaysia sampai Senegal, dari Soviet (Rusia) sampai
daerah-daerah pinggiran di Eropa yang dihuni oleh imigran.
Ekspektasi umat Islam akan adanya tajdid (pembaruan) ini menjadi
teramat besar di saat mereka dilanda krisis. Menurut Hrair Dekmejian, krisis
saat itu memiliki ciri yang menunjukkan betapa parahnya keadaan jika
dibandingkan dengan krisis- krisis sebelumnya. Ciri-ciri yang paling menonjol
adalah :

6
Hizbut Tahrir, Mafahim Siyasiyah Li Hizbit Tahrir, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2006) hal: 132-136.
1. Pervasif; kondisi krisis itu tidak terbatas pada negara-negara tertentu,
tetapi juga meresap ke seluruh dunia Islam
2. Komprehensif; krisis itu meliputi berbagai bidang sekaligus: sosial,
ekonomi, politik, kebudayaan, psikologi, dan spiritual
3. Kumulatif; krisis itu bersifat kumulatif, terdiri dari tumpukan berbagai
krisis, seperti kegagalan pembangunan bangsa, pembangunan sosial
ekonomi, dan runtuhnya kekuatan militer
4. Xenophobia; merebaknya kebencian terhadap yang berbau asing.
Dalam pandangan masyarakat muslim, integritas kebudayaan Islam
dan way of live itu telah terancam kekuatan-kekuatan non-Islam, seperti
sekularisme dan modernisme yang disponsori oleh pemerintah negara-negara
muslim sendiri. Krisis dengan ciri inilah yang memicu semangat untuk bangkit
dari keterpurukan.
Menurut Herman Frederick Eilts (1987), kebangkitan Islam dimulai
semenjak lengsernya Shah Iran Reza Pahlevi, yang kemudian ditandai dengan
tampilnya Imam Khomeini sebagai pemimpin revolusi Iran. Ditambah lagi,
pada fase pertengahan terakhir 1970-an terjadi pergolakan di Iran, Mesir,
Saudi, Arabia, Syria, Pakistan, dan Afghanistan. Pertikaian politik di Syiria
berakar pada perdebatan mengenai tempat Islam dalam konstitusi baru pada
tahun 1973. Mesir pada 1974, digoncang oleh kudeta yang gagal oleh Partai
Pembebasan Islam. Selain itu, perdebatan yang tak kunjung berhenti tentang
pelaksanaan syariat di Mesir, juga mencerminkan kebangkitan Islam.
Selain fenomena politik, kebangkitan Islam (Islamic Revivalism)
menggambarkan tingginya kesadaran Islam di kalangan umat Islam. Bentuk
Islam yang merakyat yang dipenuhi kebajikan dan persaudaraan-persaudaraan
sufi serta ketaatan yang mencolok untuk mempraktekkan ajaran-ajaran Islam.
Kegairahan masyarakat Arab untuk menjadi lebih Islami, baik dalam ritual
keagamaan maupun penampilan dalam berbusana juga tampak menonjol.
Peningkatan kuantitas forum pengajian juga menjadi wajah intelektual dari
kebangkitan Islam ini.
Gelombang yang sering disebut al-bas al- Islami (kebangkitan
kembali Islam), al-sahwah al- Islamiyah (kebangkitan Islam), dan Ihya ad-
Din (kebangkitan agama) ini semakin menguat setelah dipicu oleh
kemenangan Ayatullah Khomaini dalam Revolusi Iran pada 1979. Hal ini
menaikkan moral bagi para pendukung gerakan kebangkitan Islam, karena
ternyata Islam mampu mengalahkan rezim sekular Syah Reza Pahlevi yang
didukung penuh oleh Amerika Serikat. Revolusi Iran telah memengaruhi
gerakan Islam di negara-negara Arab lainnya.
Organisasi-organisasi Islam semacam Ikhwanul Muslimin semakin
memperoleh sambutan yang hangat oleh masyarakat. Organisasi-organisasi
gaya baru ini sangat populer di kalangan mahasiswa dan profesional muda
yang berpendidikan modern di berbagai negara Arab muslim. Organisasi ini
yang didirikan oleh Hasan Al-Banna pada 1928 ini bahkan menyebar dari
Mesir ke Sudan, Aljazair, Suriah, Jordania, Palestina, dan negara-negara
Teluk.
Fenomena di atas searah dengan tesis Jonh J. Donohue (1984), bahwa
kecenderungan untuk kembali kepada identitas Islam dalam proses pencarian
identitas bangsa Arab semakin menguat. Ada yang oleh Oliever Roy (1996)
disebut sebagai “imajinasi politik Islam” (dalam arti cakrawala pemikiran)
yang sering disebut dalam korpus kalangan ulama serta diuraikan secara rinci
dalam buku-buku kaum Salafiyah (para pembaharu abad 19) dan kaum
Islamis. Imajinasi politik ini merujuk kepada satu persepsi tunggal; komunitas
muslim pertama pada masa Nabi serta empat khalifah pertama. Gerakan untuk
kembali kepada Islam ini dengan berbagai varian ideologi, metode perjuangan,
dan pemikirannya, telah memberikan sebuah catatan tebal yang memperkaya
dinamika politik dan keagamaan dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya.
Tampaknya, gerakan ini terkait dengan pencarian identitas dunia Islam.
Identitas yang seperti apa yang sesungguhnya pas untuk bangsa Arab masih
dalam proses menjadi (becoming).7

7
M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal: 1-3.
F. Kultur Modernitas di Dalam Islam dan Timur Tengah

Abad ke-20 telah membawa perubahan di dunia ini dengan laju


kecepatan yang cepat dan tidak terduga. Tiada kawasan yang lepas dari
pengaruhnya. Timur Tengah dunia Islam Arab harus menghadapi perubahan
yang tidak kurang daripada kawasan lain. Perubahan disebabkan oleh banyak
faktor, namun ketegangan biasanya timbul ketika suatu masyarakat tradisonal
dihadapkan dengan perubahan-perubahan yang berasal dari dunia luar ataupun
karena keputusan untuk memodernisasi masyarakat dari dalam. Di Timur
Tengah perubahan itu diprakarsai, setidaknya dalam tahap awal, di bawah
pengaruh dan kolonisasi Eropa. Gagasan dan cara-cara kehidupan tradisonal
yang telah lama dipegang kini ditantang dan respon harus diberikan.
Tantangan itu telah datang atas nama dunia luar yang modern, dan ini
menimbulkan pertanyaan dalam benak para intelektual Timur Tengah
mengenai apa itu menjadi modern. Tidak ada kesepakatan umum namun di
sini perbedaan (distingsi) dibuat antara modernisasi dan modernitas.
Modernisasi adalah pengenalan artefak-artefak kehidupan masa kini
ke dalam masyarakat dimana terdapat rel kereta api, komunikasi, industri,
teknologi, dan peralatan rumah tangga. Modernitas (modernisme) adalah
pengertian umum mengenai proses kultural dan proses politis yang timbul dari
upaya untuk mengintegrasikan gagasan baru, sistem ekonomi, atau pendidikan
ke dalam masyarakat. Modernisme merupakan cara berpikir, cara hidup dalam
dunia kontemporer, dan cara menerima perubahan.
Modernisasi yang diawali di Eropa dengan industrialisasi dan
komersialisasi atau komodifikasi (menjadikan segala sesuatu sebagai
komoditas), pada dasarnya merupakan proses-proses ekonomi di mana
masyarakat harus menerima metode-metode produksi dan distribusi yang
baru dan melepaskan mode-mode relasi ekonomi tradisional. Akumulasi
modal menjadi prinsip yang lebih penting. Manusia mulai membuat pilihan
bebas dan keputusan ekonomi sendiri-sendiri daripada tergantung dengan
tanah pertanian dan pola-pola musim tanam. Membuat pilihan demikian ini
menjadikan orang terbebas dari masyarakat tradisional dan memperbanyak
kebutuhan hidup mereka. Industrialisasi terjadi di dunia Barat dalam keadaan
tertentu, dan mengarah pada inovasi-inovasi yang mengubah kaum laki- laki,
perempuan dan masyarakat. Orang-orang harus menjadi semakin mampu
memahami serta menyerap perubahan. Lalu modernisasi terus menggelinding,
dan era yang disebut pascamodern, industrialisasi tidak lagi sebagai prasyarat.
Teknologi kini diimpor secara besar-besaran dan industri berskala besar pun
runtuh.
Modernisasi juga merupakan proses yang biasanya mengarah pada
modernitas, yang berawal ketika suatu masyarakat mulai mengambil sikap
ingin tahu mengenai bagaimana orang membuat pilihan, baik itu pilihan
moral, pribadi, ekonomi, maupun politik. Masalah pilihan rasional merupakan
isu sentral bagi laki- laki dan perempuan modern. Pilihan mengandung arti
menimbang alternatif dalam timbangan, kebebasan untuk meragukan
kemanjuran solusi yang tersedia secara tradisional atau yang ditawarkan oleh
para politisi. Modernitas sudah selayaknya disebut pelembagaan keraguan.
Pilihan dan keraguan menunjukkan rasionalitas, perdebatan, dan diskusi, yang
mengarah kepada kesimpulan- kesimpulan pada diri para perempuan dan laki-
laki rasional yang boleh jadi tidak bersepakat.
Salah satu dari kenyakinan utama modernisme adalah kemampuan
manusia untuk mengendalikan dan mengubah fenomena sosial dan alam. Pada
abad ke-19 ada keyakinan yang beredar luas (di dunia Barat) akan tidak
terelakkannya lagi kemajuan dan kekuatan akal manusia. Di dunia
kontemporer, saat modernisasi sudah tidak terelakkan lagi, keyakinan bahwa
solusi total itu mampu menjawab semuanya telah hilang, dan kemajuan yang
diakibatkan oleh modernitas hanya dipandang parsial dan tidak berkelanjutan.
Para penentang modernitas, yang mempertahankan apa yang mereka
pahami sebagai cara berpikir tradisional, merasakan perubahan yang tidak
terduga dalam dunia modern. Mereka mengamati sesuatu yang benar-benar
baru dan kekinian. Modernitas bagi mereka adalah cara baru untuk melakukan
sesuatu, cara baru yang menggantikan cara-cara lama yang tidak memerlukan
perubahan. Mereka menyatakan bahwa tidakada gunanya cara-cara baru itu
untuk memasuki hati dan pikiran manusia.
Di dunia Arab, terjadi perdebatan mengenai nilai- nilai relatif
modernitas dan otentisitas yang berarti kesejatian bagi seseorang. Para
pendukung otentisitas mengklaim bahwa integritas perlu dipertahankan untuk
menghadapi perubahan yang cepat dan massif. Mereka melihat perubahan
sebagai penggerusan nilai- nilai kebudayaan yang asli; perubahan menjadikan
kebudayaan yang asli tergantikan dengan hal-hal baru. Bagi penyokong
asalah, masa kini hanyalah interval saja antara periode asal mula yang kaffah
dan penghidupan kembali asal mula itu. Mereka ingin menentang dunia
modern. Dunia luar boleh berubah, namun jiwa otentik, jiwa asli, jiwa abadi
manusia Arab harus diselamatkan jiwa yang telah diungkapkan dalam bahasa,
kebudayaan, sejarah atau dalam satu kata Islam.8

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah tentang Perkembangan Pemikiran


Islam di Timur Tengah, yaitu :
8
John Cooper dan Ronald L. Nettler dan Mohamed Mahmoud, Pemikiran Islam, (Jakarta: Erlangga, 2000),
hal: 10-14.
1. Bentuk islam dan tradisi sastra baru yang dimana memasuki abad ke-16
dan 17, perkembangan sastra di Melayu Nusantara dan islam secara
umum, menyaksikan satu proses historis di mana Islam di Nusantara yang
secara tradisional disebut negeri di bawah angin dimana semakin
terintegrasi dengan perkembangan Islam di Timur Tengah, tepatnya
Mekkah dan Madinah. Meski tentu Arab bukan sesuatu yang asing bagi
orang Nusantara, namun abad ke-16 dan 17 hubungan dengan mekkah
mengambil bentuknya yang konkret dan sangat berpengaruh dalam peta
sosial-intelektual Islam di Nusantara. Sementara di dunia sastra Nusantara,
periode ini menyaksikan munculnya satu jenis karya sastra yang secara
tegas menjadikan Islam Nusantara bagian integral dari dinamika dan
perkembangan Islam di Timur Tengah.
2. Menurut pandangan Haji Agus Salim mengenai keterkaitan Islam dan
Negara dapat ditelusuri dalam debat hangat para politikus di tahun 1920-
an, ketika agama dan Negara menjadi masalah yang bisa membangkitkan
emosi bagi para politikus di Indonesia. Dalam debat dengan Bung Karno
yang mengobarkan cinta tanah air sebagai tenaga menuju kemerdekaan
Indonesia, Agus Salim menjawab, “Ya, boleh nasionalis cinta Tanah Air,
tetapi ingat Hitler yang akhirnya menghancurkan kemanusiaan. Nasionalis
itu baik, tapi kalau agak menyimpang ia berbahaya.
3. Dalam perkembangan Islam di Timur Tengah, dipersepsikan sebagai pusat
Islam. Kenyataannya bahwa Islam dilahirkan di kawasan Timur Tengah
menyebabkan wilayah ini memiliki keistimewaan daripada dunia Islam
yang lain. Timur Tengah menjadi sentral dunia Islam, sementara yang lain
menjadi pheriferal (pinggiran). Timur Tengah juga memiliki posisi
penting dalam sistem spiritual Islam, gerakan dakwah, peradaban, ilmu
pengetahuan, dan pengaruh politik.
4. Permasalahan yang terjadi di Timur Tengah adalah masalah yang terkait
dengan Islam, letak strategis, negara Yahudi, penjajahan dan minyak.
Tidak diragukan lagi masalah ini adalah sangat penting, tidak hanya untuk
penduduk kawasan Timur Tengah dan kaum Muslim saja, melainkan juga
untuk seluruh dunia. Adapun letak strategis Timur Tengah dan
dominasinya terhadap transportasi, urgensinya dapat dilihat dari eksistensi
Timur Tengah di kawasan titik temu tiga benua lama, yaitu Afrika, Eropa
dan Asia, serta penguasaannya terhadap selat Gibraltar, Bosforus, Aden,
Hurmuz, Laut Tengah, dan lain-lain.
5. Gerakan revivalisme (kebangkitan) Islam di Timur Tengah muncul pada
dekade ke tujuh abad ke-20 M. Kurun waktu yang bertepatan dengan
momentum abad baru Hijriyah (abad ke-15). Sebuah momentum yang
terkait dengan kepercayaan umat Islam, bahwa setiap abad baru akan
melahirkan seorang pembaharu (mujaddid) terhadap kenyakinan umat dan
perbaikan kondisi komunitas Islam. Sejak dekade inilah gerakan-gerakan
Islam berada di panggung utama, dari Malaysia sampai Senegal, dari
Soviet (Rusia) sampai daerah-daerah pinggiran di Eropa yang dihuni oleh
imigran.
6. Kultur modernitas di dalam islam dan timur tengah, pada abad ke-20 telah
membawa perubahan di dunia ini dengan laju kecepatan yang cepat dan
tidak terduga. Tiada kawasan yang lepas dari pengaruhnya. Timur Tengah
dunia Islam Arab harus menghadapi perubahan yang tidak kurang daripada
kawasan lain. Perubahan disebabkan oleh banyak faktor, namun
ketegangan biasanya timbul ketika suatu masyarakat tradisonal dihadapkan
dengan perubahan-perubahan yang berasal dari dunia luar ataupun karena
keputusan untuk memodernisasi masyarakat dari dalam. Di Timur Tengah
perubahan itu diprakarsai, setidaknya dalam tahap awal, di bawah
pengaruh dan kolonisasi Eropa.

B. Saran

Dengan makalah ini kita mampu mengembangkan segala potensi yang


dimiliki serta memberi wawasan yang lebih dalam mengenal perkembangan
pemikiran islam di Timur Tengah. Dan dengan makalah ini, semoga kita bisa
mengambil hikmah dan manfaat dari padanya. Amiinn Ya Robbal
Alamiinnn..
DAFTAR PUSTAKA

Salwasalsabila, Syarifah. 2008. Islam, Eropa, dan Logika. Yogyakarta : O2.

Abdurrahman , Moeslim. 2003. Islam Pribumi. Jakarta : Erlangga.

Burhanudin , Jajat. 2017. Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia. Jakarta : Kencana.
Salim, Agus. 2004. Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Rahmat, M. Imdadun. 2008. Ideologi Politi PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen. Yogyakarta : LkiS Printing Cemerlang.
Tahrir, Hizbut. 2006. Mafahim Siyasiyah Li Hizbit Tahrir. Jakarta : Hizbut Tahrir
Indonesia.
Rahmat, M. Imdadun. 2005. Arus Baru Islam Radikal. Jakarta : Erlangga.

Cooper, John dkk. 2000. Pemikiran Islam. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai