OLEH:
KELOMPOK V
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena berkat
dan limpahan Rahmat Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas
tentang “Pemikiran Islam” dimana menitik beratkan pada Perkembangan
Pemikiran Islam di Timur Tengah.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagi pihak untuk membantu dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
saya harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...................................................................................... 15
B. Saran................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama tauhid yang mengenal satu Tuhan. Konsep agama
ini tentu saja merupakan perubahan yang radikal, sebab sebelumnya
masyarakat Arab mengenal banyak Tuhan. Bahkan mereka juga mempunyai
banyak sesembahan. Kemunculannya yang tiba-tiba dan berbeda dengan
konsep kepercayaan masyarakat Arab sebelumnya membuat perkembangan
awal Islam mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan itu bertambah-tambah
karena para pembesar suku-suku di Arab yang tidak mau terganggu posisinya,
karena Islam mengajarkan egalitarianisme. Kelahiran Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad telah memberikan pencerahan pada peradaban dunia.1
Berpikir Islam merupakan sebuah pencarian makna keislaman yang
masuk akal, bukanlah memuat gagasan yang serba ada, atau merupakan
sebuah impian surge yang sudah sempurna. Hubungan kitab suci dan warisan
tradisinya (turats) sebagai petunjuk kehidupan memerlukan pembacaan yang
terbuka, karena kaum muslimin menjumpai zaman dan lokus kebudayaan
yang berbeda-beda. Maksudnya, dengan kata lain, otentisitas nilai islam
sesungguhnya merupakan sesuat yang probelematis sifatnya dalam sejarah,
yang harus direkonstruksi terus-menerus dan bukan merupakan nilai yang
sudah jadi, tanpa imajinasi kaum islami sendiri. Berpikir islam yang terbuka
dan berwatak transformatif , sekali lagi memang lain dibandingkan dengan
semangat mencari “jawaban islam” yang khas untuk di sandingkan dengan
pemikiran lainnya sebagai alternatif. Dalam berpikir islam yang “bebas,”
kaum muslimin di luar kesadaran komunitasnya harus benar-benar menjadi
manusia, seperti halnya manusia yang lainnya dengan kebebasan berpikir
sekuler. Kendatipun mereka betul-betul hidup dalam suasana moral dan
emosi spiritual yang religious, namun dalam bernegara, dalam berdemokrasi
dalam bercivil society, tentu tidak harus mempertanyakan terlebih dahulu,
1
Syarifah Salwasalsabila, Islam, Eropa, & Logika, (Yogyakarta: O 2, 2008), hal: 18-19.
adakah dan dimanakah rujukan agamanya, karena hal- hal seperti itu
merupakan bagian dari komiten nilai hidup bersama dengan orang lain dan
tentu saja semata-mata merupakan wilayah politik yang imajinatif.2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk islam dan tradisi sastra baru.
2. Untuk mengetahui keterkaitan islam dan Negara.
3. Untuk mengetahui perkembangan islam di Timur Tengah.
4. Untuk mengetahui permasalahan di Timur Tengah.
5. Untuk mengetahui gerakan revivalisme islam kontemporer di Timur
Tengah.
6. Untuk mengetahui kultur modernitas di dalam islam dan Timur Tengah.
2
Moeslim Abdurrahman, Islam Pribumi, (Jakarta: Erlangga, 2003), hal: 7-11.
BAB II
PEMBAHASAN
4
Agus Salim, Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2004), hal: 118-
132.
(pinggiran). Timur Tengah juga memiliki posisi penting dalam sistem spiritual
Islam, gerakan dakwah, peradaban, ilmu pengetahuan, dan pengaruh politik.
Secara spiritual, tempat-tempat suci yang sangat dihormati oleh setiap
muslim terdapat disana. Di samping Makah dan Madinah ( Haramayn ), juga
terdapat Baitul Maqdis di Palestina yang ketiganya memiliki derajat kesucian
tertinggi. Di negara-negara Arab yang lain juga tersebar situs-situs warisan
para nabi dan tempat-tempat suci yang disakralkan oleh sekte-sekte tertentu,
seperti Karbala dan Najaf bagi kaum Syi’ah. Inilah yang menyebabkan Timur
Tengah dianggap sebagai jangkar spiritual umat Islam.
Keharusan setiap muslim untuk menghadap Ka’bah ketika
melaksanakan shalat, ritual ibadah haji yang harus dilakukan di Makah, serta
doktrin bahwa beribadah di Haramayn (Makah dan Madinah) lebih tinggi
nilainya daripada beribadah di tempat-tempat lain, telah semakin
mengokohkan wilayah Timur Tengah sebagai kiblat keagamaan umat Islam.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam sistem pemahaman
keagamaan umat Islam, Timur Tengah memiliki kedudukan khusus.
Sejarah Islam Timur Tengah yang jauh lebih lama dan kaya dalam
eksperimentasi sosisl politik juga menyebabkan umat Islam di dunia lain
senantiasa menempatkan wilayah itu sebagai rujukan dalam gerakan
pembaharuan-pembaharuan sosisl politik. Capaian politik semenjak masa
Nabi Muhammad, Al-Khulafa Ar-Rasyidin, Dinasti Umayyah, Abbsiyah, dan
Utsmaniyah yang gilang-gemilang dengan keluasan wilayahnya dari
Andalusia, Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan, Asia Selatan, dan Asia
Tenggara, menjadi memori kolektif umat Islam hingga kini.
Islam di Timur Tengah juga diposisikan sebagai Islam yang lebih
agung karena lebih dekat dengan asalnya dan relatif lebih bebas dari
sinkretisme. Islam di Timur Tengah dianggap sebagai tradisi Islam yang tinggi
(high tradition) yang harus menjadi acuan bagi Islam di wilayah pinggiran
(Afrika, Asia Selatan dan Tenggara) yang di anggap low tradition.5
5
M. Imdadun Rahmat, Ideologi Politi PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, (Yogyakarta: LkiS
Printing Cemerlang, 2008) hal: 61-62.
D. Permasalahan di Timur Tengah
6
Hizbut Tahrir, Mafahim Siyasiyah Li Hizbit Tahrir, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2006) hal: 132-136.
1. Pervasif; kondisi krisis itu tidak terbatas pada negara-negara tertentu,
tetapi juga meresap ke seluruh dunia Islam
2. Komprehensif; krisis itu meliputi berbagai bidang sekaligus: sosial,
ekonomi, politik, kebudayaan, psikologi, dan spiritual
3. Kumulatif; krisis itu bersifat kumulatif, terdiri dari tumpukan berbagai
krisis, seperti kegagalan pembangunan bangsa, pembangunan sosial
ekonomi, dan runtuhnya kekuatan militer
4. Xenophobia; merebaknya kebencian terhadap yang berbau asing.
Dalam pandangan masyarakat muslim, integritas kebudayaan Islam
dan way of live itu telah terancam kekuatan-kekuatan non-Islam, seperti
sekularisme dan modernisme yang disponsori oleh pemerintah negara-negara
muslim sendiri. Krisis dengan ciri inilah yang memicu semangat untuk bangkit
dari keterpurukan.
Menurut Herman Frederick Eilts (1987), kebangkitan Islam dimulai
semenjak lengsernya Shah Iran Reza Pahlevi, yang kemudian ditandai dengan
tampilnya Imam Khomeini sebagai pemimpin revolusi Iran. Ditambah lagi,
pada fase pertengahan terakhir 1970-an terjadi pergolakan di Iran, Mesir,
Saudi, Arabia, Syria, Pakistan, dan Afghanistan. Pertikaian politik di Syiria
berakar pada perdebatan mengenai tempat Islam dalam konstitusi baru pada
tahun 1973. Mesir pada 1974, digoncang oleh kudeta yang gagal oleh Partai
Pembebasan Islam. Selain itu, perdebatan yang tak kunjung berhenti tentang
pelaksanaan syariat di Mesir, juga mencerminkan kebangkitan Islam.
Selain fenomena politik, kebangkitan Islam (Islamic Revivalism)
menggambarkan tingginya kesadaran Islam di kalangan umat Islam. Bentuk
Islam yang merakyat yang dipenuhi kebajikan dan persaudaraan-persaudaraan
sufi serta ketaatan yang mencolok untuk mempraktekkan ajaran-ajaran Islam.
Kegairahan masyarakat Arab untuk menjadi lebih Islami, baik dalam ritual
keagamaan maupun penampilan dalam berbusana juga tampak menonjol.
Peningkatan kuantitas forum pengajian juga menjadi wajah intelektual dari
kebangkitan Islam ini.
Gelombang yang sering disebut al-bas al- Islami (kebangkitan
kembali Islam), al-sahwah al- Islamiyah (kebangkitan Islam), dan Ihya ad-
Din (kebangkitan agama) ini semakin menguat setelah dipicu oleh
kemenangan Ayatullah Khomaini dalam Revolusi Iran pada 1979. Hal ini
menaikkan moral bagi para pendukung gerakan kebangkitan Islam, karena
ternyata Islam mampu mengalahkan rezim sekular Syah Reza Pahlevi yang
didukung penuh oleh Amerika Serikat. Revolusi Iran telah memengaruhi
gerakan Islam di negara-negara Arab lainnya.
Organisasi-organisasi Islam semacam Ikhwanul Muslimin semakin
memperoleh sambutan yang hangat oleh masyarakat. Organisasi-organisasi
gaya baru ini sangat populer di kalangan mahasiswa dan profesional muda
yang berpendidikan modern di berbagai negara Arab muslim. Organisasi ini
yang didirikan oleh Hasan Al-Banna pada 1928 ini bahkan menyebar dari
Mesir ke Sudan, Aljazair, Suriah, Jordania, Palestina, dan negara-negara
Teluk.
Fenomena di atas searah dengan tesis Jonh J. Donohue (1984), bahwa
kecenderungan untuk kembali kepada identitas Islam dalam proses pencarian
identitas bangsa Arab semakin menguat. Ada yang oleh Oliever Roy (1996)
disebut sebagai “imajinasi politik Islam” (dalam arti cakrawala pemikiran)
yang sering disebut dalam korpus kalangan ulama serta diuraikan secara rinci
dalam buku-buku kaum Salafiyah (para pembaharu abad 19) dan kaum
Islamis. Imajinasi politik ini merujuk kepada satu persepsi tunggal; komunitas
muslim pertama pada masa Nabi serta empat khalifah pertama. Gerakan untuk
kembali kepada Islam ini dengan berbagai varian ideologi, metode perjuangan,
dan pemikirannya, telah memberikan sebuah catatan tebal yang memperkaya
dinamika politik dan keagamaan dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya.
Tampaknya, gerakan ini terkait dengan pencarian identitas dunia Islam.
Identitas yang seperti apa yang sesungguhnya pas untuk bangsa Arab masih
dalam proses menjadi (becoming).7
7
M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal: 1-3.
F. Kultur Modernitas di Dalam Islam dan Timur Tengah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Burhanudin , Jajat. 2017. Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia. Jakarta : Kencana.
Salim, Agus. 2004. Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Rahmat, M. Imdadun. 2008. Ideologi Politi PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen. Yogyakarta : LkiS Printing Cemerlang.
Tahrir, Hizbut. 2006. Mafahim Siyasiyah Li Hizbit Tahrir. Jakarta : Hizbut Tahrir
Indonesia.
Rahmat, M. Imdadun. 2005. Arus Baru Islam Radikal. Jakarta : Erlangga.