Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA


DI RUANG 12 HCU
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh:

ANITA WAHYUNINGSIH
NIM : 14401.16.17003

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY PESANTREN
ZAINUL HASAN - ROBOLINGGO
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

MAHASISWA

ANITAWAHYUNI
NGSIH

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING RUANGAN


LEMBAR KONSULTASI
Nama : Anita Wahyuningsih
Nim : 14401.16.17003
Ruang :12 HCU
No Hari /tgl Konsultasi Keterangan Ttd
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Ed.1.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Ed.1
cetakan 2. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Ed.1
cetakan 2. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional Indonesia
LAPORAN PENDAHULUAN
CIDERA KEPALA

A. Definisi
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Price, 2009).
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma
yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian
dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi
otak (Black, 2009).
Menurut konsensus PERDOSSI (2009), cedera kepala yang sinonimnya
adalah trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury
merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

B. Etiologi
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
1. Trauma tumpul.
2. Trauma tajam (penetrasi)
3. Jatuh dari ketinggian atau terpeleset dari permukaan yang keras
4. Kecelakaan lalu lintas
5. Kekerasan dalam rumah tangga

C. Manifestasi klinis
1.Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2.Kebungungan
3.Iritabel
4.Pucat
5.Mual dan muntah
6.Pusing kepala
7.Terdapat hematoma
8.Kecemasan
9.Sukar untuk dibangunkan
10.Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

D. Anatomi fisiologis
A. Anatomi

B. Fisiologis
1. Otak
Otak manusia kira-kira merupakan 2 % dari Bb orang dewasa,
menerima 20 % dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20 %
pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap
harinya.
2. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinyu.
3. Di bawah tengkorak, otak dan MS ditutup 3 minegen tang tdd :
duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater: Lapisan paling luar,
,menutup otak  dan MS sifat : liat, tebal, tidak elastis berupa serabut and
berwarna abu-abu. Arakhnoid: Merupakan membrane bg tengah,
bersifattipis, lembut dan berwarna putih. Pada dinding arakhnoid terdapat
plektus khoroid yang mempunyai CSS Absorpsi CSS arakhnoid
villi .Piamater: Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis,
tansparan yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
4. Arteri-arteri utama dalam sirkulasi otak yaitu:
1.  Arteri-arteri karotil internal yang mensuplai sbg besar hemisfer, basal
gaglia dan dua pertiga atas dari diensefalon.
2.  Arteri=arteri vertebra yang mensuplai sepertiga bawah dari
diensefalon, batang otak, serebelum dan oksipital.
 Otak dibagi menjadi 3 bagian besar : serembrum, batang otak, dan serebellum.
a. Serebrum.
Tdd 2 himesfer Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding
serebrum dan substansia alaba menutupi dinding serebrum bagaian dalam.
·Sebagaian besar hemisfer serebri (telensefalon) berisi jaringan SSP
mengontrol fungsi motorik tertinggi. dan 4 Lobus serebrum
1.  Frontal
-  Lobus terbesar, terletak pada frossa anterior
-  Mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, keperibadian dan
menahan diri.
2.  Parietal
-   Lobus sensori
-   Area ini mengenterprestasikan sensasi
3. Temporal
-   Berfungsi mengenterprestasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran
dan mempunyai poeran dalam proses memori.
4. Oksipital
-  Terletak pada lobus posterior hemisfer serebri
-  Bertanggung jawab mengenterprestasikan penglihatan
b. Batang Otak
1. Batang otak tdd otak tengah, pons dan med. Oblongata
2. Otak tengah (midbrain/mesensefalon) menghubungkan pons dan
serebellum dengan henisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik
dan motorik dan sebagai pusat refleks  pendengaran dan penglihatan.
3. Pons terletak di depan serebellum anatara otak tengah dan medula
oblongata, berisi jaras sensorik dan motorik.
4. Med. Oblongata meneruskan serabut motorik dari oatk ke MS dan
serabut sensorik dari MS ke otak.
c. Serebellum
1. Terletak pada fossa posterior dan terpisah dari himesfer serbral, lipatan
dura mater, tentorium serebellum.
2. Serebellum berfungsi terhadap kordinasi dan gerakan halus, mengontrol
gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input
sensorik.

C. Patofisiologi
a. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala
yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi
badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan
robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta
kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran
otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang
menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson
menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi
kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer
serebral, batang otak, atau dua-duanya.
b. Pathway

Cidera Primer : Langsung Cidera Sekunder : Tidak Langsung

Kerusakan syaraf otak

Laserasi Resiko Infeksi

ADO menurun PK TIK

Suplai nutrisi ke otak menurun

Perubahan metabolisme anaerob


Asam laktat meningkat Produk ATP menurun

Vasodilatasi cerebri Hipoxia Fatigue

ADO meningkat Edema jaringan otak Defisit


Perawatan Diri

Penekanan pembuluh darah Pe meningkat TIK Nyeri Akut


dan jaringan serebral Gangguan persepsi sensori
Mual muntah
Risiko Perfusi Serebral tidak efektif Kerusakan memori
Resiko Defisit Nutrisi
D. Penatalaksanaan Klinik
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata).
7. Analisa Gas Darah.

H. Komplikasi
Rosjidi (2009), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak. Komplikasi
dari cedera kepala antara lain:
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat
sindrom distress pernafasan dewasa.
2. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg,
dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang
mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi serebral.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.
Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping
tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek
meninges, sehingga CSS akan keluar.
5. Infeksi
I. Pengkajian
1.Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
2.Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes,
biot, hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
 Kesadaran  GCS.
 Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar  tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.
F. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Risiko Perfusi Serebral tidak efektif
2. Nyeri akut
3. Resiko Defisit Nutrisi
4. Resiko infeksi
G. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi
N Diagnosis
o
1 Risiko Setelah L.02014 Perfusi 1.06194 Manajemen peningkatan
. Perfusi dilakuka Serebral Tekanan intrakranial
Serebral n 1. Tingkat 1. Identifikasi penyebab TIK
tidak tindakan kesadaran (mis, lesi, gangguan
efektif keperaw meningkat metabolisme, edema
atan 2. Kognitif serebral)
selama meningkat 2. Monitor Tanda dan Gejala
2x24 jam 3. Tekanan intra peningkatan TIK (mis,
di kranial menurun Tekanan darah
harapkan 4. Sakit kepala meningkat, Tekanan nadi
masalah menurun melebar, bradikardia, pola
dapat 5. Gelisah nafas ireguler, kesadaran
teratasi menurun menurun)
6. Kecemasan 3. Monitor MAP
menurun 4. Monitor CVP
7. Tekanan Darah 5. Monitor ICP
sistolik 6. Monitor intake dan out
membaik put cairan
8. Tekanan Darah 7. Berikan posisi semi
Diastolik fowler
membaik 8. Monitor status pernafasan
2 Nyeri Setelah  Keluhan nyeri MANAJEMEN NYERI
. Akut dilakuka menurun  Observasi
n  Kemampuan 1. Identifikasi lokasi,
tindakan menuntaskan karakteristik,
keperaw aktivitas durasi,frekuensi,kualitas,
atan meningkat intensitas nyeri
selama  Frekuensi nadi 2. Identifikasi skala nyeri
2x24 jam membaik 3. Identifikasi nyeri non
nyeri  Pola napas verbal
dapat membaik  Teraupetik
berkuran 1. Berikan tehnik non
g. farmakologi (terapi musik,
terapi pijat, kopres
hangat/dingin)
2. Fasilitasi istirahat tidur
3. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik
3 Risiko Setelah L.03030 Status 1.03119 Manajemen Nutrisi
Defisit dilakuka Nutrisi 9. Identifikasi status nutrisi
Nutrisi n 9. Porsi makanan 10. Identifikasi alergi dan
tindakan yang dihabiskan intoteransi makanan
keperaw meningkat 11. Identifikasi makanan
atan 10. Kekuatan otot disukai
selama mengunyah 12. Identifikasi kebutuhan
2x24 jam meningkat kalori dan jenis nutrisi
di 11. Kekuatan otot 13. Monitor asupan makanan
harapkan menelan 14. Monitor berat badan
masalah meningkat 15. Kolaborasi dengan ahli
teratasi 12. Verbalisasi gizi untuk menentukan
keinginan untuk jumlah kalori dan jenis
meningkatkan nutrisi yang dibutuhkan,
nutrisi jika perlu
meningkat
13. Frekuensi
makan
membaik
14. Nafsu makan
membaik
15. Membran
mukosa
membaik

4 Resiko Setelah 1.Demam menurun 1.Monitor tanda dan gejala


infeksi dilakuka 2. Kemerahan infeksi
n menurun 2.Batasi jumlah pengunjung
tindakan 3.putus asa 3.jelaskan tanda dan gejala
asuhan menurun infeksi
keperaw 4.Kadar sel darah 4.anjurkan meningkatkan asupan
atan 2x putih menurun nutrisi
24 jam 5.Kolaborasi pemberian
diharapk imunisasi,jika perlu
an klien
dapat
terhindar
dari
infeksi
teratasi

Anda mungkin juga menyukai