Hukum persaingan usaha mulai banyak dibicarakan seiring dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini baru efektif berlaku satu tahun kemudian. Ada banyak terminologi yang diintroduksi dalam UU No. 5 Tahun 1999 ini. Namun untuk keperluan pemahaman salam menyimak tulisan ini, ada beberapa diantaranya yang perlu dikemukakan untuk menyamakan persepsi. Yang Pertama, undang-undang ini membedakan istiliah “monopoli” dan “praktik monopoli”. Kata monopoli bermakna netral yaitu penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Penguasaan usaha tidak harus berarti negatif. Yang dilarang adalah praktik monopoli, yang oleh undang-undang ini diartikan sebagai monopoli yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sayangnya, UU No. 5 Tahun 1999 tidak menggunakan istilah “praktik monopoli” tetapi menggunakan istilah “monopoli” saja. Yang Kedua, sekalipun UU No. 5 Tahun 1999 sering diberi nama lain sebagai UU Antimonopoi, pada dasarnya monopoli hanya salah satu jenis kegiatan yang disebut-sebut dalam undang-undang ini. Ada bentuk kegiatan lain yang dilarang seperti perjanjian yang dilarang. Penyebutan UU Antimonopoli-seperti gagasan DPR saat itu- untuk meneyebut UU No. 5 Tahun 1999, dengan demikian menjadi kurang tepat. Akan lebih baik jika digunakan istilah UU Larangan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau UU Antipersaingan Curang. Dalam KUHP pasal 382 bis. menyatakan “Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas debit perdagangan atau perusahaan kepunyaan sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu diancam, jika karenanya dapat timbul kerugian bagi pesaing-pesaingnya atau pesaing-pesaing orang lain itu, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Di sini jelas bahwa hukum persaingan usaha tidak anti-persaingan. Justru hukum persaingan usaha mengoptimalkan kompetisi agar tidak ada penyalahgunaan posisi dominan oleh seorang atau sekelompok pelaku usaha terhadap pelaku usaha yang lain. Pendekatan sistematis tentang hukum persaingan usaha baru diletakkan oleh Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini diklaim telah memenuhi standar internasional antara lain dengan mengikuti pedoman dari United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan dirumuskan berkat bantuan para konsultan dari Jerman. Pendekatan yang di atur dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah per se illegal dan rule of reason, mereka adalah konsep klasik dalam hukum persaingan usaha. UU No. 5 Tahun 1999 memiliki 11 Bab. 1. Bab I : Ketentuan Umum 2. Bab II : Asas dan Tujuan 3. Bab III : Perjanjian yang Dilarang 4. Bab IV : Kegiatan yang Dilarang 5. Bab V : Posisi Dominan 6. Bab VI : Komisi Pengawas Persaingan Usaha 7. Bab VII : Tata Cara Penanganan Perkara 8. Bab VIII : Sanksi 9. Bab IX : Ketentuan Lain 10. Bab X : Ketentuan Peralihan 11. Bab XI : Ketentuan Penutup Aspek hukum material dari UU No. 5 Tahun 1999 dituangkan terutama dalam Bab III, Bab IV, dan Bab V. Dua bab yang disebutkan pertama mengatur perjanjian dan kegiatan yang dilarang. Bab V mengatur tentang posisi dominan. UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur tentang sanksi. Ada tiga jenis sanksi yaitu tindakan administrative, pidana pokok, dan pidana tambahan. KPPU memiliki wewenang memberikan sanksi tindakan administrative. Tetapi walaupun KPPU hanya berwewenang memberikan sanksi administrative, kewewenangannya bersinggungan dengan semua pasal dalam UU No. 5 Tahun 1999. Artinya, semua pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 dapat dijatuhkan sanksi tindakan administartif. Pembentukan KPPU secara resmi dilakukan melalui Kepres No. 75 Tahun 1999 dengan melalui serangkaian tahap pemilihan yang cukup alot melibatkan pemerintahan dan DPR. Ketentuan prosedur acara di KPPU masih bedasarkan Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara yang berlaku efektif tanggal 5 April 2010. Hukum persaingan usaha, khususnya terkait dengan dimensi hukum acaranya, terbilang masih baru diperkenalkan. Masih banyak celah yang perlu disempurnakan atas bidang hukum ini. Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2005 mislanya. Terlepas dari itu semua, selain keharusan meningkatkan koordinasi dengan lembaga-lembaga lain yang terkait, KPPU sendiri sesungguhnya diharapkan dapat mengambil inisiatif menutupi celah-celah kelemahan tersebut.