Laporan Kasus Stemi Elita
Laporan Kasus Stemi Elita
Diajukan Kepada :
dr. Dian Aviyanti M.Kes
Disusun oleh:
Elita Purnama H2A010015
KOMPREHENSIF
DI RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
KOORDINATOR KOMPREHENSIFE
Laporan Kasus :
Disusun Oleh:
HALAMAN JUDUL......................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB I STATUS PASIEN.............................................................................4
BAB I I PEMBAHASAN............................................................................20
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................21
A. Definisi .............................................................................................21
B. Etiologi..............................................................................................21
C. Patofisiologi .....................................................................................23
D. Manifestasi Klinis ............................................................................27
E. Klasifikasi NYHA............................................................................28
F. Diagnosis .........................................................................................29
G. Komplikasi .......................................................................................30
H. Penatalaksanaan................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................35
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : Ny. SS
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Wonoharjo rt 7 rw 12 Kembangarum
Umur : 52 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status : Menikah
Pekerjaan : Sudah tidak bekerja
Tanggal Rawat : 7 Januari 2018
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis dengan anak
pasien dan pasien sendiri di Ruang rawat inap Sulaiman 5. Roemani
Muhammadiyah Semarang pada tanggal 8 Januari 2018.
Keluhan Utama : Nyeri dada kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit
Anamnesis :
Pasien mengeluhkan nyeri dada kiri disertai keringat dingin dialami sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan dan
tembus ke belakang dan menjalar ke lengan kiri. Durasi nyeri lebih dari 15
menit. Nyeri dada kiri dirasakan muncul secara tiba-tiba pada saat pasien
sedang melakukan pekerjaan rumah tangga dan saat pasien beristirahat nyeri
dada tetap dirasakan. Pasien sudah berobat keklinik dekat rumahnya sebanyak
2 kali dan hanya diberikan obat untuk asam lambung, namun nyeri dada yang
dirasakan pasien tidak berkurang sedikitpun bahkan semakin parah hingga
akhirnya pasien sudah tidak bisa menahan nyerinya dan dibawa keUGD RS
Roemani Semarang oleh anak pasien.
Selain nyeri dada pasien juga mengeluhkan sesak nafas yang
dirasakan sudah 3 hari ini, batuk kering (+). Keringat dingin (+) , kaki
bengkak (-), nyeri ulu hati (+) mual (+), muntah (+) setiap kali makan, BAK
lancar, nyeri saat BAK (-), BAB lancar.
Anamnesis Sistem
Keluhan utama Sesak Nafas
Kepala Pusing (-)
Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-) berkunang-kunang
Mata
(-)
Hidung mimisan (-), tersumbat (-)
Telinga pendengaran berkurang (-), gembrebeg (-), keluar cairan (-),
darah (-).
sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah- pecah (-),
Mulut
gusi berdarah (-), mulut kering (-).
Leher Pembesaran kelenjar limfe (-)
Tenggorokan Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
Sistem respirasi Sesak nafas (+), batuk kering (+)
Sistem Sesak nafas (+), nyeri dada kiri (+), berdebar-debar (+),
kardiovaskuler keringat dingin (+)
Sistem Mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+), nafsu makan
gastrointestinal menurun (+)
Sistem Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-), badan lemes (-)
muskuloskeletal luka yang tidak sembuh (-)
Kencing warna teh(-), sering kencing (-), nyeri saat kencing
Sistem
(-),kencing nanah(-), sulit memulai kencing (-), anyang-
genitourinaria
anyangan (-).
Luka (-), kesemutan (-), kebas (-), kaku digerakan (-), bengkak
Ekstremitas atas
(-), sakit sendi (-), akral dingin (-)
Ekstremitas Luka (-), kesemutan (-), kebas (-) kaku digerakan (-), bengkak
bawah (-) sakit sendi (-), akral dingin (+)
Sistem Kejang (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
neuropsikiatri
Sistem Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-) tampak kering (-)
Integumentum
A. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8 Januari 2018 pukul 13.00 WIB di
ruang inap Sulaiman 5 :
a. Keadaan Umum : Tampak baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign : TD : 130/90 mmHg
N : 103 x/menit isi dan tegangan cukup
R : 28 x/menit
S : 36,5 C
Sp02 : 98 %
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 47 kg
Skala nyeri :2
d. Kepala : Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak
mudah rontok
e. Mata : Conjunctiva Palpebra tidak Anemis, Sklera
tidak ikterik, pupil isokor diameter 3mm/3mm,
reflek cahaya ada kanan dan kiri
f. Telinga : tidak discharge, tidak darah, tidak ada nyeri
tekan mastoid, tidak ada gangguan fungsi
pendengaran.
g. Hidung : tidak ada secret, tidak ada napas cuping hidung
h. Mulut : tidak ada lidah kotor, tidak terdapat pernapasan
mulut, tidak ada bibir kering, tidak sianosis.
i. Kulit : tidak pucat, tidak ada hipopigmentasi.
j. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
tidak ada deviasi trakea, JVP tidak meningkat,
menggunakan alat bantu nafas (-)
k. Thorak
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis kuat angkat, pelebaran (-), sternal lift (-),
pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), thrill (-)
- Perkusi
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III, 2 cm kearah lateral dari
linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah jantung : ICS V, linea mid clavicula
sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS 5 linea parasternalis
dextra
- Kesan : Kardiomegali
- Auskultasi : BJ I>II reguler, frekuensi > 100x/menit , bising (-), gallop
(-)
Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan
Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, statis, dinamis Simetris, statis,
Warna Sama seperti kulit sekitar dinamis
Sama seperti kulit
sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Normal Normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- RBH (+) (+)
Pulmo Belakang
Inspeksi Normal
Bentuk dada Simetris, statis,
Normal
Hemitohorax dinamis
Simetris, statis, dinamis
Warna Sama seperti kulit
Sama seperti kulit sekitar
sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan
Normal Normal
Stem fremitus
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- RBH (+) (+)
l. Abdomen
- Inspeksi : Permukaan datar, warna sama dengan kulit sekitar,
sikatriks (-), striae (-), venektasi (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) 12 kali/ menit
- Perkusi : Timpani (+), ascites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar,lien dan ginjal
tidak teraba,
m. Ekstremitas
Keterangan Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (+/+)
Edema (-/-) (-/-)
Capilary refill <2 “ <2 “
Reflek fisiologis +/+ +/+
Motorik 555/555 555/555
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Penunjang laboratorium (7-1-2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Lengkap
Leukosit 6500 /mm3 3600-11.000
Eritrosit L 2,66 juta/ul 3,8-5,2
Hb L 8,8 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit L 25 % 35-47
MCV 94,0 Fl 80 – 100
MCH 32,3 Pg 26 – 34
MCHC 34,4 g/Dl 32 – 36
Trombosit H 631 10^3/ul 150-440
RDW 15,9 % 11.5-14.5
MPV 7,7 Fl 7,0 – 11
Eosinofil 2,2 % 2–4
Basofil 0,3 % 0–1
Neutrofil 60,8 % 50 -70
Limfosit 28,5 % 25 - 40
Monosit H 8,2 % 2 –8
Kimia Klinik
Ureum H 53 mg/dL < 42
Creatinin H 1,8 mg/dL 0,45-0,75
Elektrolit
Kalium 5,0 mmol/L 3,5 – 5,0
Natrium L 131 mmol/L 135-145
Chlorida 96 mmol/L 95-105
Calcium 8,9 g/dL 8,8-10,2
Kimia Klinik
SGOT 34 U/L 0-35
SGPT H 49 U/L 0-35
Troponin T 0,07 Ng/mL 0-0,03 : Negatif
0,03-0,1 (Low Risk)
> 0,1 (High Risk)
Interprestasi
1. Irama sinus
2. HR : 110x / menit reguller
3. Deviasi sumbu : tidak ada
4. Zona transisi : V5 ( Abnormal)
5. Gel p : normal
6. PR interval : normal
7. QRS : Normal
8. Segmen ST : ST elevasi di V1-V4
9. Gel T : tidak ada
Kesan : STEMI Anteroseptal
Interprestasi
Cor : Ukuran membesar
Pulmo :
- Corakan vaskular kasar
- Kesuraman pada kedua parahiler dan paracardial
Diafragma : baik
KESAN :
Cor : Cardiomegali
Pulmo : Oedem pulmo
C. RESUME
Pasien mengeluhkan nyeri dada kiri disertai keringat dingin
dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan
seperti tertekan dan tembus ke belakang dan menjalar ke lengan kiri. Durasi
nyeri lebih dari 15 menit. Nyeri dada kiri dirasakan muncul secara tiba-tiba
pada saat pasien sedang melakukan pekerjaan rumah tangga dan saat pasien
beristirahat nyeri dada tetap dirasakan. Selain nyeri dada pasien juga
mengeluhkan sesak nafas yang dirasakan sudah 3 hari ini, batuk kering (+).
Keringat dingin (+) , kaki bengkak (-), nyeri ulu hati (+) mual (+), muntah
(+) setiap kali makan, BAK lancar, nyeri saat BAK (-), BAB lancar.
Riwayat Diabetes Melitus > 5 tahun tidak terkontrol, riwayat penyakit
jantung 1 bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik Keadaan Umum tampak baik , TD 130/90mmHg
, Nadi 103 x/menit ,Respirator rate 28 x/menit , Suhu 36,5 C, kesan
pemeriksaan jantung kardiomegali, kesan pemeriksaan paru suara dasar
vesikuler, RBH (+).
Hasil pemeriksaan laboraturium HB L 8,8, HT L 25; Eritrosit L 2,66;
Trombosit H 631.000; Monosit H 8,2; ureum H 5,3; creatinin H 1,8;
Natrium L 131; SGPT H 49; Troponin T 0,07. Hasil EKG STEMI
anteroseptal. Hasil x foto thorax kardiomegali dan udema pulmo.
D. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
1. Nyeri dada kiri 10. Perkusi jantung : 12. HB : L 8,8
dirasakan seperti pembesaran 13. Hematokrit : L 25
tertekan dan jantung 14. Eritrosit : L 2,66
tembus ke belakang 11. Auskultasi paru :
dan menjalar ke RBH (+/+) 15. Trombosit : H 631.000
lengan kiri 16. Monosit H 8,2
2. Sesak nafas 17. Ureum H 5,3
3. Mual 18. Creatinin H 1,8
4. Muntah 19. Natrium : L 131
5. Batuk kering 20. SGPT : H 49
6. Nyeri ulu hati 21. Troponin T 0,07
7. Keringat dingin 22. EKG : STEMI
8. Riwayat DM anteroseptal
9. Riwayat penyakit 23. X Foto Thorax :
jantung Kardiomegali, udema
pulmo
E. ANALISA MASALAH
1. STEMI 1, 2, 6, 7, 9, 10, 22, 23
2. Udema pulmo 2, 10, 11, 22, 24
Faktor resiko :
o Peningkatan tekanan darah
o Arteriosklerosis
o Hipertensi sistemik atau pulmonal
Komplikasi :
o Gagal nafas
Inisial Plan :
Diagnosis : x foto thorax
Terapi :
- Posisi setengah duduk
- NaCl infus 12 tpm
- O2 3L/menit
- Penilaian SPO2
- Pemasangan DC
Monitoring :
- Pola nafas
- Saturasi oksigen
- Tanda-tanda vital : tekanan darah, temperature, frekuensi
nafas, serta frekuensi dan kualitas nadi
- Tanda dan gejala pasien serta keteraturan minum obat
Edukasi :
- Tirah baring, pasien tidak dianjurkan turun dari bed terlebih
dahulu
PROGRESS NOTE
O KU : tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
TD : 140/ 90 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 28x/menit
Sp02 : 98%
T : 36,5 oC
GDS : 203 mg/dl
Cor
- Auskultasi : BJ1> II regular, HR< 100x/menit
- Bising jantung (-)
Pulmo
- Auskultasi vesikuler, RBH (++/ ++)
- Perkusi sonor
Abdomen :
- Inspeksi tampak datar
- Auskultasi bising usus 12x/menit
- Palpasi supel nyeri tekan epigastrium (+)
- Perkusi timpani
Extremitas : akral dingin (-/+)
A STEMI
Udema pulmo
DM
P
- O2 3L/menit
- Pasang DC
- NaCl infus 12 tpm
- Injeksi omeprazol 40 mg setiap 12 jam
- Ondansentron 8 mg setiap 8 jam
- Nevorapid 6-6-6
- Isosorbid dinitrat 5 mg setiap 8 jam
- Aspilet 80 mg setiap 24 jam
- CPG 75 mg/ 24 jam
- Tablet tambah darah 1 tablet setiap 24 jam
O KU : tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
TD : 141/ 89 mmHg
HR : 106 x/menit
RR : 22 x/menit
Sp02 : 99%
T : 36,4 oC
GDS : 173
Cor
- Auskultasi : BJ1> II regular,
- Bising jantung (-)
Pulmo
- Auskultasi vesikuler, RBH (+/+)
- Perkusi sonor
Abdomen :
- Inspeksi tampak datar
- Auskultasi bising usus 12x/menit
- Palpasi supel, nyeri tekan epigastrium (-)
- Perkusi timpani
Extremitas : akral dingin (-/-)
A STEMI
Udema pulmo
DM
P - O2 3L/menit
- Pasang DC
- NaCl infus 12 tpm
- Injeksi omeprazol 40 mg setiap 12 jam
- Ondansentron 8 mg setiap 8 jam
- Nevorapid 6-6-6
- Isosorbid dinitrat 5 mg setiap 8 jam
- Aspilet 80 mg setiap 24 jam
- CPG 75 mg setiap 24 jam
- Tablet tambah darah 1 tablet setiap 24 jam
O KU : sesak ringan
Kesadaran : compos mentis
TD : 132/ 88 mmHg
HR : 120 x/menit
RR : 22 x/menit
Sp02 : 99%
T : 36,2 oC
Cor
- Auskultasi : BJ1> II regular,
- Bising jantung (-)
Pulmo
- Auskultasi vesikuler, RBH (+/+)
- Perkusi sonor
Abdomen :
- Inspeksi tampak datar
- Auskultasi bising usus 14x/menit
- Palpasi supel
- Perkusi timpani
Extremitas : akral dingin (-/-)
A STEMI
Udema pulmo
DM
P - O2 3L/menit
- Pasang DC
- NaCl infus 12 tpm
- Injeksi omeprazol 40 mg setiap 12 jam
- Ondansentron 8 mg setiap 8 jam
- Nevorapid 6-6-6
- Isosorbid dinitrat 5 mg setiap 8 jam
- Aspilet 80 mg setiap 24 jam
- CPG 75 mg setiap 24 jam
- Tablet tambah darah 1 tablet setiap 24 jam
O KU : baik
Kesadaran : compos mentis
TD : 131/ 90 mmHg
HR : 103 x/menit
RR : 22 x/menit
Sp02 : 99%
T : 36,5 oC
GDS : 106
Cor
- Auskultasi : BJ1> II regular,
- Bising jantung (-)
Pulmo
- Auskultasi vesikuler, RBH (+/+)
- Perkusi sonor
Abdomen :
- Inspeksi tampak datar
- Auskultasi bising usus 14x/menit
- Palpasi supel
- Perkusi timpani
A STEMI
Udema pulmo
DM
P
- Persiapan pulang
- Control dokter mata
- Lepas DC dan infus
- Ondansentron 8 mg setiap 8 jam
- Isosorbid dinitrat 5 mg setiap 8 jam
- Aspilet 80 mg setiap 24 jam
- CPG 75 mg setiap 24 jam
- Tablet tambah darah 1 tablet setiap 24 jam
BAB II
PEMBAHASAN
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya.. Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST
ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG
adanya elevasi ST >2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim
jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat. Kombinasi nyeri
dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat
adanya STEMI.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark.1
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.2
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.2
2. Faktor Resiko
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia,
jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih
dapat diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik,
antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi
glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.3
Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA.Penelitian angiografi
menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri koroner. Gangguan
pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk
pembentukan trombus.4
Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.2
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika fibrous
cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Gambaran patologis klasik pada STEMI terdiri
atas fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan
respon terhadap terapi trombolitik.2
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit pada
lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan
konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen
asam amino pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF)
dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan platelet dan agregasi setelah mengalami
konversi fungsinya.1,2
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat akan
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin.1,2
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria
terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.5
3. Patologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah.Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri.Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit.Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke
distal dari tempat penyumbatan terjadi.1,2,11
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel.Akibat
disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti
nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi.Sebaliknya,
disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin
II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.1,2
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL.Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell).Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah.Perlekatan trombosit ke tepian
ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis.Ulserasi atau ruptur mendadak
lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri. 11
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard.Lokasi obstruksi berpengaruh
terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit.Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya. 2,3
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun
dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.
Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.
Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner
berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.2,6
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur
sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan
air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah
menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran
sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh
monosit.Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel
(>20 menit).Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard.1,2
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan perlahan dari stenosis
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk
pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat
cepat.2
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan
oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.Erosi dan ruptur plak ateroma
menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.Pada Non STEMI, trombus
yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.3
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial
(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam.
Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang
bersamaan.Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard
dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.2
4. Gejala Klinik
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum
yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke
leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak
di dada.IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%
pasien.Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai
hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak
berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah,
pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20%
sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada.Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien
berusia lanjut.1,2
5. Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim
jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat diagnosis.2
5.1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat
(gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal
>30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.2
5. 2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien
STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda
kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini
juga akan diikuti peningkatan CKMB.2
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan gejala
IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua
kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung.2
1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK), Lactic
dehydrogenase (LDH)
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit
dapat mencapai 12.000-15.000/ul.2
6.2.1.2
Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk
(door to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan
utamanya adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat
beberapa macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator
(tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja
dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan
trombus fibrin.2,6
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi segmen
ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada
graft vena, sehingga pada pasien paska CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih
disukai adalah PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :2
A. Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5) Dicurigai diseksi aorta
6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
B. Kontraindikasi relatif
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110 mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi
intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (<3 minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau reaksi
alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan.
C. Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan
dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi.
Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan
insidens perdarahan intrakranial yang rendah.8
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open
Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar
15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya
lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.9
3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK
dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu
paruh yang lebih panjang.10
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas fibrin
dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal
dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi
perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.11
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti
perdarahan.
7. Komplikasi
1) Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular
yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan
atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel
kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk.2
2) Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa
dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.2
3) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit
arteri koroner multivesel.2
4) Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.2
5) Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem
saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona
iskemi miokard.2
6) Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan
tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik
ventrikel pada pasien STEMI.2
7) Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam
24 jam pertama. 2
8) Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel.2
8. Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA11 :
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti
paru dan syok kardiogenik
Tabel 1. Klasifikasi KILLIP pada Infark Miokard Akut
Kelas Definisi Mortalitas (%)
Tak ada tanda gagal
I 6
jantung
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema Paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran. 2005; 147: 6-9
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC. 2007.
5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
6. Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition Harrison’s Principles of Internal
Medicine. New South Wales: McGraw Hill. 2010.
7. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, et al. Focused update of the
ACC/AHA 2004 guidelines for the management of the patients with ST-
elevation myocardial infarction : a report of the American College of
Cardiology American Heart Association Task Force on Practice Guidelines .
2008;51:210–247.
8. Fesmire FM, Bardy WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for
reperfusion therapy in emergency department patients with suspected acute
myocardial infarction. American College of Emergency Physicians Clinical
Policies Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion Therapy in
Emergency Department Patients with Suspected Acute Myocardial Infarction.
Ann Emerg Med. 2006;48:358–383.
9. Rieves D, Wright G, Gupta G. Clinical Trial (GUSTO-1 and INJECT) Evidence of Earlier
Death for Men thanWomen after Acute Myocardial Infarction. Am J Cardiol.2000; 85 : 147-
153
10. International Joint Efficacy Comparison of Thrombolytics. Randomized, Double-blind
Comparison of Reteplase Doublebolus Administration with Streptokinase in Acute
Myocardial Infarction. Lancet.1995; 346 : 329-336.
11. Manning, JE "Fluid and Blood Resuscitation" in Emergency Medicine: A
Comprehensive Study Guide. JE Tintinalli Ed. McGraw-Hill: New York.
2004. p.227.
12. Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of acute myocardial
infarction in patients presenting with persistent ST-segment elevation: the Task Force on the
Management of ST-Segment Elevation Acute Myocardial Infarction of the European Society
of Cardiology. Eur Heart J 2008;29:2909–2945.
13. ISIS 2 Collaborative Group: Randomized trial of intravenous streptokinase, oral aspirin, both
or neither among 17.187 cases of suspected AMI. Lancet.1986; 1:397.
14. Montalescot G, Barragan P, Wittenberg O, et al, for the ADMIRAL
(Abciximab before Direct Angioplasty and Stenting in Myocardial Infarction
Regarding Acute and Long-Term Follow Up) Investigators. Platelet
Glycoprotein IIb/IIIa inhibition with coronary stenting for acute myocardial
infarction. N Engl J Med. 2001;344:1895-903.
15. Zeymer U, Gitt AK, Jünger C, et al. Acute Coronary Syndromes (ACOS)
registry investigators Effect of clopidogrel on 1-year mortality in hospital
survivors of acute ST-segment elevation myocardial infarction in clinical
practice. Eur Heart J 2006;27:2661–66.