Bapepam sebagai badan yang berwenang atas pasar modal di Indonesia, tak terkecuali
pasar modal syariah dengan keputusan nomor Kep-130/BL/2006dan nomor Kep-
131/BL/2006 telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan penerapan prinsip
syariah dipasar modal, yaitu peraturan Nomor IX.A.13 dan peraturan Nomor IX.A.14.
peraturan ini dikeluarkan 23 November 2006.
Dalam peraturan Nomor IX.A.13, Bapepam mengatur mengenai definisi efek syariah,
ketentuan umum, ketentuan perusahaan yang menerbitkan efek haruslah perusahaan yang
sesuai dengankategori syariah, penerbitan reksa dana syariah, penerbitan Efek Beragun
Aset (EBA) Syariah.
Sementara itu, didalam peraturan Nomor IX.A.14, Bapepam mengatur akad-akad yang
digunakan dalam penerbitan efek syariah dipasar modal. Isinya lebih mengatur pada
akad-akad dipasar modal syariah yang memiliki kesamaan akad seperti akad pada ijarah,
kafalah, mudharabah, dan wakalah.
Dasar hukum Reksadana Syariah
Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasal 18, ayat (1), bentuk hukum
Reksadana di Indonesia ada dua, yakni Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas (PT.
Reksa Dana) dan Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Dalam hal ini
perusahaan yang ingin bergerak dalam reksa dana meruapakan salah satu bentuk legalitas
pendirian perusahaan atau badang yang dapat mengelola reksa dana.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001 yang merupakan
pedoman pelaksanaan investasi reksa dana syariah.
Dalil alqur’an, hadist , dan kaidah fiqh yang terdapat dalam fatwa dewan syariah
Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001 antara lain :
1. Firman Allah :
“...dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”. (QS. al-Baqarah
[2]: 275)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa [4] : 29)
2. Hadis Nabi s.a.w antara lain:
“Tidak halal (memberikan) pinjaman dan penjualan, tidak halal (menetapkan) dua
syarat dalam satu jual beli, tidak halal keuntungan sesuatu yang tidak ditanggung
resikonya, dan tidak halal (melakukan) penjualan sesuatu yang tidak ada padamu”
(HR. Al Khomsah dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya).
“Dari Ma’mar bin Abdullah, dari Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah melakukan
ikhtikar (penimbunan/monopoli) kecuali orang yang bersalah” (HR. Muslim).
3. Kaidah fiqh:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkan.”.
Sumber :
Ida Musdafia Ibrahim, Mekanisme dan Akad Pada Transaksi Saham di Pasar Modal Syariah,
STIE YAI, Jakarta, Economic : Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013