Laporan Pendahuluan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang


menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah
tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan.
Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera. syok hipovolemik merupakan
suatu keadaan dimana volume cairan tidak adekuat didalam pembuluh darah.
akibatnya perfusi jaringan.
Syok hipovolemik terjadi apabila ada defisit volume darah ≥15%, sehingga
menimbulkan ketidakcukupan pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan dan
penumpukan sisa-sisa metabolisme sel. Berkurangnya volume intravaskular dapat
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh secara akut atau kronik, misalnya karena
oligemia, hemoragi, atau kebakaran
Jadi dapat disimpulkan syok hivopolemik yaitu ketidakcukupan pengiriman
oksigen dan nutrisi ke jaringan yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh secara
akut atau kronik,

2.2 Etiologi

Menurut Toni Ashadi (2006), Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh
hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

1. Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar
tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah
yang besar. Misalnya : fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan
atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

a. Gastrointestinal : peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

b. Renal : terapi diuretik, krisis penyakit addison

c. Luka bakar (kombutsio) dan anafilaksis

2.3 Patofisiologis

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem


fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan
sistem neuroendokrin.

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut
dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
(melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga
melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur
pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang
selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah.
Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan
darah dan menjadi bentuk yang sempurna. 

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik


dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur
oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak,
jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi
renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di
paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya
membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol
otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan
retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula
pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh
baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh
osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi
air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga


timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi
air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat
tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh
darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan

vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti
dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa
ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati
intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan
respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan
anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan
(histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke
sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan
juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat
ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3. Fase Irrevesibel/Refrakter

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

2.4 Manifestasi klinik

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi


premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi.
Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan
jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup
besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat
ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni
Ashadi, 2006).

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan


hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam
beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

2. Takhikardi : peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon


homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke
homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke
mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi : karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.

4. Oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.


Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

2.5 Tahap Syok

Modifikasi Trauma Status dari Giesecke

Tanda lain
Nadi
Class Lost EBV Tekanan darah Kesadaran, napas,
permenit
urine
I < 15 % Tekanan darah Cepat <100 Normal
<750 ml normal (hipotensi Napas 14-20 x/mnt
postural +) Urine >30 cc/jam
II 15-30 % Tekanan darah turun >100 Agak gelisah/cemas
750-1500 ml Hipotensi Napas 20-30 x/mnt
postural + Urine 20-30 cc/jam
III 30-40 % Tekanan darah turun >120 Gelisah/ bingung
1500-2000 Napas 30-40 x/mnt
ml Urine 5-15 c/jam
IV >40 % Tekanan darah >140 Lethargy
>2000 ml sangat turun Napas >35 x/mnt
Anuria

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis
Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin,
kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma) dan
tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Penunjang lainnya:

1. Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. 

2. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan


ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta
abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya
dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada
posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave.
Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk
selanjutnya mencari sumber perdarahan. 

3. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur.
Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan
ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang
memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering
terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes
kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan. 

4. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto
polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi,
atau CT-scan dada. 

5. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST


(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien
yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang
stabil. 
2.7 Penatalaksanaan

Diagnosis dan terapi syok harusilakukan secara simultan. Untuk hampir


semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita syok
hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu
etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang
ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

2.7.1 Primary Survey

Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam nyawa


dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recording)
penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa
adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan
penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

A. Tentukan Respon

Pengkajian respon dengan cara cepat pada kegawatdaruratan pasien syok dengan
menggunakan AVPU, yaitu :

1. A : Alert = sadar penuh

2. V : Verbal = memberikan reaksi pada suara

3. P : Pain = memberikan reaksi pada rasa sakit

4. U : Unresponsive = tidak bereaksi terhadap rangsangan apapun

1. Airway ( bebaskan jalan napas ) dengan lindungi tulang servikal

Kaji :

2. Bersihan jalan napas


3. Ada tidaknya sumbatan jalan napas

4. Distres pernapasan

5. Tanda-tanda perdarahan di jalan napas, muntahan, edema laring

6. Sumbatan jalan napas total :

a. Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis

b. Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas dan sianosis

7. Sumbatan jalan napas sebagian :

a. Px mungkin masih mampu bernapas namun kualitas pernapasannya bisa


baik atau buruk

b. Pada px yang pernapasannya masih baik, anjurkan untuk batuk dengan


kuat sampai benda keluar

c. Bila sumbatan partial menetap, aktifkan system emergency

d. Obstruksi partial dengan pernapasan buruk diperlakukan seperti sumbatan


jalan napas komplit. Sumbatan yang dapat disebabkan oleh berbagai hal
sehingga mengakibatkan px bernapas dengan suara :

1) Cairan menimbulkan bunyi gurgling

2) Lidah jatuh kebelakang menyebabkan bunyi snowing

3) Penyempitan jalan napas akan menimbulkan suara crowing

2. Breathing (adekuat pernapasan + oksigen jika ada)

1. Frekuensi napas

2. Suara pernapasan
3. Adanya udara keluar dari jalan napas

4. Kaji :

a. Look : apakah keadaran menurun, gelisah, adanya jejas diatas


klavikula, adanya penggunaan otot tambahan

b. Listen : dengan atau tanpa alat apakah ada suara tambahan

c. Feel : perkusi ICS

3. Circulation + kendalikan perdarahan

1. Posisi syok 

a. Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ± 45o. 300 –


500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral. 

b. Cari dan hentikan perdarahan 

c. Ganti volume kehilangan darah 

2. Menghentikan perdarahan (prioritas utama)

a. Tekan sumber perdarahan

b. Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka

c. Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka

d. Pasang tampon sub fasia (gauza pack)

e. Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)

3. Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan


sarung tangan atau plastik sebagai pelindung.
4. Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam

5. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.

6. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi

Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang
paha (femur), kulit kepala (anak)

7. Lokasi dan Estimasi perdarahan

a. Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter

b. Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter

c. Fraktur pelvis : 3 liter

4. Disability -Pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan


tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.
Perubahan fungsi system syaraf sentral tidak selalu disebabkan cedera
intracranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi dan oksigenasi otak
harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari
cedera intracranial.

5. Exposure – Pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,


penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari
kaki sebagai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita,
sangat penting mencegah hypothermia.

2.7.2 Pencegahan
a. Pencegahan primer :
1) Pemantauan ketat pasien yang beresiko mengalami defisit cairan
2) Membantu dalam penggantian cairan sebelum volume intravaskuler
menipis
3) Pemantauan tanda komplikasi dan efek samping pengobatan sedini
mungkin
4) Berikan transfusi darah pada pasien yang mengalami pendarahan masif
5) Resusitasi segera untuk pasien luka bakar

b. Pencegahan sekunder :
1) Memastikan pemberian cairan dengan aman
2) Mendeteksi dan mendokumentasikan pemberian cairan
3) Memantau efek dari pemberian cairan tersebut
4) Pemberian oksigen pada pasin yang mengalami sesak
c. Pencegahan tersier :
1) Menganjurkan pasien untuk minum obat teratur.
2) Menganjurkan pasien untuk control kembali secara teratur.
2.7.3 PENGKAJIAN
1. Aktifitas
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
 Tekanan darah normal/ sedikit dibawah normal ( selama hasil curah
jantung tetap meningkat ).
 Denyut perifer kuat, cepat ( perifer hiperdinamik ): lemah/lembut/mudah
hilang, takikardi ekstrem ( syok ).
 Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan
disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidak seimbangan elektrolit.
 Kulit hangat, kering, bercahaya ( vasodilatasi ), pucat,lembab,burik
( vasokontriksi ).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah.
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit/ketidak nyamanan
urtikaria,pruritus.
6. Pernapasan
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan,penggunaan
kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat ( 37,9 ° C atau lebih ) tetapi
mungkin normal pada lansia atau mengganggu pasien, kadang
subnormal..
Menggigil.
Luka yang sulit / lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi
eritema.
Ruam eritema macular.

7.Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme
pengaturan.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
DAFTAR PUSTAKA
Ashadi, T. 2001. Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) Pada Syok Hipovolemik. Online
(terdapat pada) : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/sek-1.htm
diakses pada tanggal 18 September 2017
Ashadi, T. 2006. Syok Hipovolemik. Online (terdapat pada) : Http://
www.Mediastore.com/med/.detail-pyk.Phd?id. diakses pada tanggal 18
September 2017
Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana
Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai