Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN PERIOPERATIF

POST OPERATIF

DISUSUN OLEH

TRI WULANDARI

(PO.71.20.4.16.036)

DOSEN PEMBIMBING

EVA SUSANTI, S.Kep., Ns., M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI D-IV KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat


rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Perioperatif
dengan mengambil pembahasan “Post Operatif”.
Dalam pembentukan makalah ini tentu banyak hambatan-hambatan yang
penulis temukan, akan tetapi atas bantuan dan dukungan semua pihak makalah ini
dapat terselesaikan, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik.
Penulis menyadari bahawa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Palembang, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Pengertian......................................................................................... 3
B. Ruang Perawatan Pasca Anesthesia................................................. 3
C. Kriteria Pasien Yang di Perbolehkan Keluar Dari Recovery Room
..........................................................................................................
4
D. Tugas Perawat Ruangan Setelah Menerima Pasien dari Recovery
Room................................................................................................
5
E. Komplikasi Pasca Operatif .............................................................. 6
F. Asuhan Keperawatan....................................................................... 7

BAB III PENUTUP......................................................................................... 14


A. Kesimpulan...................................................................................... 14
B. Saran................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar
klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini
dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga
adanya tindakan anestesi yang membuat klien tidak sadar dan membuat klien
merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek anestesi.
Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan benar-benar teliti
karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama jantung, paru,
pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang komprehensif dan
menyeluruh guna mempersiapkan tindakan operasi sampai dengan benar-
benar aman dan tidak merugikan klien maupun petugas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari post operatif?
2. Apa itu ruang perawatan pasca anesthesia?
3. Apa saja kriteria pasien yang di perbolehkan keluar dari Recovery Room?
4. Apa saja tugas perawat ruangan setelah menerima pasien dari Recovery
Room?
5. Apa saja komplikasi pasca operatif?
6. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada post operatif?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari post operatif
2. Mengetahui apa itu ruang perawatan pasca anesthesia
3. Mengetahui kriteria pasien yang di perbolehkan keluar dari Recovery
Room
4. Mengetahui tugas perawat ruangan setelah menerima pasien dari Recovery
Room
5. Mengetahui komplikasi pasca operatif
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada post operatif

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan
perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,
menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat
dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya
dengan cepat, aman dan nyaman.

B. Ruang Perawatan Pasca Anesthesia


Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat
kamar bedah, dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah
sendiri, sehingga apabila timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat
segera diberi pertolongan.
Selama belum sadar betul, klien dibiarkan tetap tinggal di RR. Setelah
operasi, klien diberikan perawatan yang sebaik-baiknya dan dirawat oleh
perawat yang berkompeten di bidangnya (ahli dan berpengalaman).
Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-
alat yang tidak berguna disingkirkan. Sebaliknya, semua alat yang diperlukan
harus berada di RR. Sirkulasi udara harus lancar dan suhu di dalam kamar
harus sejuk. Bila perlu dipasang AC.
Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah
stabil-bagus, perafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah mencukupi (lihat
Aldered Score), barulah klien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal
perawatan).
1. Syarat Ruangan
2. Tenang, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak dibutuhkan
3. Warna ruangan lembut dan menyenangkan
4. Pencahayaan tidak langsung
5. Plafon kedap suara
6. Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara (ex : karet pelindung
tempat tidur supaya tidak mengeluarkan suara saat terbentur)
7. Tersedia peralatan standart : alat bantu pernafasan; oksigen, laringoskop,
set trakeostomi, peralatan bronkial, kateter, ventilator mekanis dan
perlatan suction)
8. Peralatan kebutuhan sirkulasi : aparatus tekanan darah, peralatan
parenteral, plasma ekspander, set intravena, defibrilator, kateter vena, dan
tourniquet
9. Balutan bedah, narkotik dan medikasi kedaruratan
10. Set kateterisasi dan peralatan drainage
11. Tempat tidur pasien yang dapat diakses dengan mudah, aman dan dapat
digerakkan dengan mudah
12. Suhu ruangan berkisar antara 20 –22.2oC dengan ventilasi ruangan yang
baik.

C. Kriteria Pasien Yang di Perbolehkan Keluar Dari Recovery Room


Pasien dipindahkan dari ruang pemulihan bila criteria berikut sudah
bisa dipenuhi :
1. Gejala vital stabil dan fungsi respiratori serta sirkulatori sempurna.
2. Pasien sudah bangun atau mudah bangun dan bisa memanggil bila ada
keperluan.
3. Komplikasi pasca bedah telah dievaluasi dengan cermat dan terkendali.
4. Setelah anastesi regional fungsi motor dan sebagian sensori telah pulih
kembali pada daerah yang terkena anastesi.
5. Klien telah mempunyai control suhu tubuh yang baik, fungsi ventilasi
yang baik, nyeri dan mual minimal, pengeluaran urin yang adekuat, dan
cairan elektrolitnya seimbang.
Pasien-pasien yang sakit akut yang memerlukan supervise ketat
dipendahkan ke unit intensif. Banyak pasien dipindahkan ke unit klinis. Unit
diberi tahu bahwa akan datang pasien dan semua informasi yang tepat
mengenai status pasien dikomunikasikan pada perawat yang akan
meneruskan asuhan keperawatan pasca bedah. Perawat dari ruang pemulihan
membuat ringkasan tentang catatan sebelum pasien meninggalkan ruang
pemulihan.
D. Tugas Perawat Ruangan Setelah Menerima Pasien dari Recovery Room
Pada saat pasien siap dipindahkan dari Recovery Room, petugas
memberitahu pada divisi keperawatan tentang kedatangan  klien. Hal ini akan
memudahkan petugas keperawatan untuk memberi informasi kepada anggota
keluarga klien tentang tindakan pembedahan yang telah dijalani klien.
Perawat biasanya menganjurkan anggota keluarga tetap berada diruang
tunggu sehingga mereka dapat ditemukan jika dokter bedah datang untuk
menjelaskan kondisi klien. Dokter bedah akan memeberikan gambaran
tentang status klien, hasil pembedahan dan adanya komplikasi.
Rasa cemas akan meningkat jika dokter bedah menginformasikan
keluarga tentang lamanya pembedahan dan jika klien masih berada dalam
ruang operasi melebihi waktu yang diperkirakan. Perawat dapt membantu
keluarga menghilangkan rasa khawatir dengan menjelaskan alas an
penundaan yang normal, seperti perlunya persiapan ruang operasi atau adanya
keterlambatan papembedahan sebelumnya. Apabila lama klien berada di RR
bertambah, perawat dapat menjelaskan pada keluarga bahwa klien lebih lama
disanan untuk diobservasi. Apabila klien mengalami komplikasi, dokter
bedah bertanggung jawab untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi selama
pembedahan berlangsung.
1. Persiapan di unit klinis
Ruang pasien dipersiapkan sehingga memberi fasilitas kepada
kepindahan pasien serta dilaksanakan pemantauan. Keluarga diberitahu
bahawa pasien akan kembali
Banyak ahli bedah suka menceritakan hasil bedah dengan
keluarganya segera setelah boperasi usai dan mengunjungi pasien dan
menceritakan apa yang ditemukan secara singkat dan memberi jaminan.
Keluarga pasien kebanyakan suka cemas tentang kondisi pasien dan suka
tidak bisa menanggapi apa yang ahli bedah terangkan kepada mereka.
Pasien sering menderita amnesia pada jam-jam pertama mulai sadar dan
tidak dapat mengingat apa yang sudah dikatakan kepadanya.
Perawat harus mengetahui apa yang sudah dikatakan kepada pasien
dan keluarganya sehingga bisa memberi jawaban jika mereka ditanya.
Keluarga juga harus mengetahui apa yang diharapkan bila pasien kembali
ke unit.
2. Persiapan bangsal untuk pasien yang kembali dari kamar bedah
a. Menyiapkan tempat tidur terbuka untuk pasien bedah agar
perpindahan berjalan lancer.
b. Disiapkan cukup selimut (pasien masih suka kedinginan).
c. Perintang-perintang lalu lintas dipindahkan.
d. Persiapan perlengkapan :
1) Tiang infuse
2) Sphygmomanometer
3) Alat khusus yang dipesan oleh perawat ruang pemulihan

E. Komplikasi Pasca Operatif


1. Syok
Syok adalah komplikasi pasca operatif yang paling serius.
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai
dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah
metabolisme.
Tekanan darah rendah dan urine pekat.Meskipun terdapat banyak
jenis syok, definisi dasar tentang syok secara umum berpusat pada suatu
ketidakadekuatan aliran darah ke organ-organ vital dan ketidakmampuan
jaringan dari organ-organ ini untuk menggunakan oksigen dan nutrien
lain.
2. Hemorrhagi (Perdarahan)
Hemorrhagi dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Hemorrhagi Primer : terjadi pada waktu pembedahan.
b. Hemorrhagi Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan
yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak
terikat.
c. Hemorrhagi Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila
ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau
menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
3. Trombosis Vena Profunda (TVP)
Trombosis Vena Profunda (TVP) adalah trombisis pada vena yang
letaknya dalam dan bukan superfisial. Dua komplikasi serius dari TVP
adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
4. Embolisme Pulmonal
Suatu embolus adalah benda asing  (bekuan darah, udara, lemak)
yang terlepas dari tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah.
Ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna
menyumbat arteri pulmonal, gejala yang ditimbulkan mendadak dan
sangat tiba-tiba. Pasien yang mengalami penyembuhan normal mendadak
menangis dengan nyaring, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada dada dan
menjadi sesak napas, diaforetik, cemas, dan sianosis. Pupil dilatasi, nadi
menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadak  dapat terjadi.
5. Komplikasi Pernapasan
Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering
dan paling serius dihadapi oleh pasien bedah.
6. Retensi Urine
Retensi urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembedahan
pembedahan, retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada
rektum, anus, dan vagina, dan setelah herniorafi dan pembadahan pada
abdomen bagian bawah. Penyebabnya diduga adalah spasme spinkter
kandung kemih.
7. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi yang timbul akibat gangguan ini  dapat terjadi dalam
beberapa bentuk, tergantung pada letak dan keluasan pembedahan.
Sebagai contoh, bedah mulut dapat menghadirkan masalah mengunyah
dan menelan, sehingga diet harus dimodifikasi untuk bisa menyesuaikan
kesulitan ini. Prosedur pembedahan lainnya, seperti gastrektomi, reseksi
usus halus, ileostomi, dan kolostomi, mempunyai efek yang lebih drastis
pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan pertimbangan diet yang
lebih mendalam.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas
yang berikut:
a Respirasi : Kecepatan jalan napas, kedalaman, frekuensi, dan
karakter pernapasan, sifat dan bunyi napas.
b Sirkulasi : Tanda-tanda vital termasuk tekanan darah dan kondisi
kulit.
c Tingkat kesadaran :  Respon secara verbal terhadap pertanyaan atau
reorientasi terhadap tempat terbangun ketika dipanggil namanya.
d Drainase : Adanya drainase, keharusan untuk menghubungkan
selang ke sistem drainase yang spesifik, adanya dan kondisi balutan.
e Kenyamanan : Tipe nyeri dan lokasi, mual atau muntah, perubahan
posisi yang dibutuhkan.
f Psikologi : Sifat dari pertanyaan pasien, kebutuhan akan istirahat dan
tidur, gangguan oleh kebisingan, pengunjung, ketersediaan bel
pemanggil atau lampu pemanggil.
g Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur, drainase selang
tidak tersumbat, cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat
dengan baik.
h Peralatan : Diperiksa untuk fungsi yang baik.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pada pengkajian, diagnosa keperawatan mayor dapat
mencakup yang berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek depresan
dari medikasi dan agens anestetik.
b. Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif.
c. Risiko terhadap perubahan suhu tubuh : hipotermia.
d. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan status pasca
anetesia.
e. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
f. Perubahan eliminasi urinarius yang berhubungan dengan penurunan
aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan.
g. Konstipasi yang berhubungan dengan motilitas lambung dan usus
selama periode intraoperatif.
h. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan
intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan.
i. Ansietas tentang diagnosis pasca operatif, kemungkinan perubahan
dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri.

3. Perencanaan dan Implementasi


Tujuan: Tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernapasan
yang optimal, reda dari nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif (mual
dan mutah, distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal,
bebas dari cedera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi
perkemihan yang normal, mengalami kembali pola biasanya dari
eliminasi usus, pemulihan mobilitas dalam keterbatasan pasca operatif
dan rencana rehabilitatif, reduksi ansietas dan pencapaian kesejahteraan
psikologi, dan tidak adanya komplikasi. Komplikasi ini termasuk, tetapi
tidak terbatas pada, kerusakan perfusi jaringan, ketidakseimbangan cairan,
kerusakan integritas kulit, dan infeksi.

4. Intervensi Keperawatan dan Evaluasi


a. Diagnosa ke-1
Intervensi :
1) Latih pasien untuk napas dalam
2) Kaji bunyi napas pasien
3) Gunakan spirometri insentif
4) Kaji suhu tubuh pasien
5) Observasi nilai gas darah
6) Anjurka pasiem untuk pemeriksaan rotgen dada
7) Anjurkan pasien untuk mengobah posisi setiap 2 jam sekali
8) Ajarkan pasien untuk batuk efektif
9) Latih pasien untuk melakukan ambulasi dini
10) Hindarkan pasien dari penderita infeksi pernapasan atas

Evaluasi: Pasien memepertahankan fungsi pernapasan yang optimal.


1) Melakukan latihan napas dalam
2) Menunjukkan bunyi napas yang bersih
3) Menggunakan spirometer insensitive sesuai dengan yang
diresepkan
4) Menunjukkan suhu tubuh yang normal
5) Memepertahankan nilai gas darah yang normal
6) Menunjukkan hasil rontgen dada yang normal
7) Berbalik dari satu posisi ke posisi laninnya sesuai yang
diinstruksikan
8) Batuk secara effektif untuk memebersihkan sekresi
9) Melakukan latihan dan ambulasi seperti yang diresepkan
10) Menghindari individu yang menderita infeksi pernapasan atas

b. Diagnosa ke-2
Intervensi :
1) Meredakan nyeri
2) Anjurkan pasien untuk melakuakn strategi distraksi
3) Kaji mual dan muntah
4) Hilangkan distress abdomen dan nyeri akibat gas
5) Hilangkan cegukan

Evaluasi : Pasien mengalami peredaan nyeri dan ketidaknyamanan


pasca operatif (kegelisahan, mual dan muntah, distensi abdomen, dan
cegukan).
1) Menunjukkan bahwa nyeri berkurang intensitasnya
2) Membebat tempat insisi ketika batuk untuk mengurangi nyeri
3) Ikut serta dalam strategi distraksi
4) Melaporkan tidak adanya mual dan tidak muntah
5) Bebas dari distress abdomen dan nyeri akibat gas
6) Menunjukkan tidak adanya cegukan

c. Diagnosa ke-3
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda hipotermia dan laporkan pada dokter
2) Pertahankan ruangan pada suhu yang nyaman dan sediakan selimut
untuk mencegah menggigil
3) Pantau kondisi pasien terhadap disritmia jantung
Evaluasi : Pasien memeprtahankan suhu tubuh normal
1) Menunjukkan suhu tubuh inti normal
2) Bebas dari menggigil
3) Tidak menunjukkan tanda-tanda kedinginan
4) Tidak mengalami disritmia jantung

d. Diagnosa ke-4
Intervensi :
1) Lindungi pasien dari penyebab yang dapat mencedrai diri
2) Anjurkan menggunkaan restrain bila dibutuhkan
3) Deteksi masalah-masalah sebelum mereka mengakibatkan cedera
Evaluasi :
1) Terhindar dari cedera
2) Menerima untuk menaikkan pagar tempat tidur ketika dibutuhkan
3) Bebas dari cedera yang berhubungan dengan kesalahan posisi,
terjatuh dan bahaya lainnya.
4) Mencapai kembali sensorium yang normal

e. Diagnosa ke-5
Intervensi :
1) Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya paralisis ileus, dan
bising usus normal
2) Kembalikan pasein pada masukan diet normal bila pasien telah
pulih benar dari efek anestesi dan tidak merasa mual
3) Observasi berat badan pasien sebelum dan sesudah operasi
Evaluasi : Pasien memepertahankan keseimbangan nutrisi
1) Menunjukkan motilitas gastrointestinal yang meningkat dan tidak
adanya paralisis ileus, bising usus normal.
2) Kembali pada pola diet normal bila memungkinkan
3) Mengalami penambahan berat badan ke berat badan sebelum
operasi.

f. Diagnosa ke-6
Intervensi :
1) Kaji pasien apakah berkemih atau dengan kateter
2) Haluaran urin kurang dari 30 ml selama 2 jam berurutan harus
dilaporkan
3) Masukan dan haluaran dicatat bagi semua pasien setelah prosedur
operatif urologic atau prosedur yang kompleks dan bagi semua
pasien lansia
Evaluasi : Fungsi perkemihan normal kembali
1) Berkemih adekuat tanpa menggunakan kateter
2) Menunjukkan tidak adanya berkemih dalam jumlah yang sedikit
(menunjukkan retensi)
3) Menerima untuk bertanggung jawab terhadap masukan cairan
yang adekuat

g. Diagnosa ke-7
Intervensi :
1) Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya bising usus, jika
bising usus terdengar, diet pasien secara bertahap sitingkatkan.
2) Auskultasi abdomen atau usus untuk mendeteksi adanya distress
abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi
3) Observasi pola eliminasi usus pasien
Evaluasi : Pasien mengalami fungsi usus yang kembali normal
1) Menunjukkan bising usus yang normal dan efektif saat auskultasi
2) Bebas dari distress abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi
3) Menunjukkan pola eliminasi usus yang lazim

h. Diagnosa ke-8
Intervensi :
1) Menyesuaikan antara aktivitas dan istirahat
2) Secara progresif meningkatkan ambulasi
3) Melanjutkan aktivitas normal dalam kerangka waktu yang
ditetapkan
4) Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perawatan diri
5) Ikut serta dalam program rehabilitasi (bila memungkinkan)
Evaluasi :  Pasien dapat melakukan ambulasi dalam keterbatasan pasca
opertatif dan rencana rehabilitatif.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan
perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,
menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat
dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya
dengan cepat, aman dan nyaman.
Komplikasi dari post operatif, yaitu syok, hemorrhagi, thrombosis
vena profunda (VTP), embolisme pulmonal, komplikasi pernapasan, retensi
urin, komplikasi gastrointestinal.
Jadi, Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan
mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan
penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah
komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membayakan
diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif sama
pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang
pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada
tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup
renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus
pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta
mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
serta pemulangan.

B. Saran
Bagi perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan post operatif harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian
mana saja dari asuhan keperawatan pada klien dengan post operatif ini yang
perlu ditekankan.
Untuk pasien semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian-
pengkajian yang dilakukan perawat dalam memeberikan asuhan keperawatan
khususnya dalam asuhan keperawatan pada klien dengan post operatif, karena
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
tindak lanjut dan rujukan untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta
pemulangan sangat penting bagi pasien maupun perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8
Vol 1. EGC. Jakarta.

Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2. Yayasan Ikatan Alumni


Pendidikan Keperawatan. Bandung.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Edisi 4 Vol 2.
EGC. Jakarta.

http://okditiar.wordpress.com/2010/07/02/asuhan-keperawatan-post-operatif/
SOP PERAWATAN LUKA POST OPERASI

Prosedur Mengganti Balutan Kering


A. Tahap pre interaksi
1. Membaca catatan perawat untuk rencana perawatan luka
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat :
 Seperangkat set perawatan luka steri
 Sarung tangan steril
 Pinset 3 ( 2 anatomis, 1 sirurgis )
 Gunting ( menyesuaikan kondisi luka )
 Balutan kassa dan kassa steril
 Kom untuk larutan antiseptic/larutan pembersih
 Salep antiseptic ( bila diperlukan )
 Depress
 Lidi kapas
 Larutan pembersih yang diresepkan ( garam fisiologis, betadin,
…)
 Gunting perban / plester
 Sarung tangan sekali pakai
 Plester, pengikat, atau balutan sesuai kebutuhan
 Bengkok
 Perlak pengalas
 Kantong untuk sampah
 Korentang steril
 Alcohol 70%
 Troli / meja dorong
B. Tahap orientasi
1. Memberikan salam, memanggil klien dengan namanya
2. Menjelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien /
keluarga
C. Tahap kerja
1. Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan
dimulai
2. Susun semua peralatan yang diperlukan di troly dekat pasien ( jangan
membuka peralatan steril dulu )
3. Letakkan bengkok di dekat pasien
4. Jaga privacy pasien, dengan menutup tirai yang ada di sekkitar pasien,
serta pintu dan jendela
5. Mengatur posisi klien, instruksikan pada klien untuk tidak menyentuh
area luka atau peralatan steril
6. Mencuci tangan secara seksama
7. Pasang perlak pengalas
8. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester, ikatan
atau balutan dengan pinset
9. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan
perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan.
10. Jika masih terdapat plester pada kulit, bersihkan dengan kapas alcohol
11. Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan
permukaan kotor jauh dari penglihatan klien
12. Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan
steril / NaCl
13. Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
14. Buang balutan kotor pada bengkok
15. Lepas sarung tangan dan buang pada bengkok
16. Buka bak instrument steril
17. Siapkan larutan yang akan digunakan
18. Kenakan sarung tangan steril
19. Inspeksi luka
20. Bersihkan luka dengan larutan antiseptic yang diresepkan atau larutan
garam fisiologis
21. Pegang kassa yang dibasahi larutan tersebut dengan pinset steril
22. Gunakan satu kassa untuk satu kali usapan
23. Bersihkan dari area kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
24. Gerakan dengan tekanan progresif menjauh dari insisi atau tepi luka
25. Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi. Usap dengan
cara seperti di atas
26. Berikan salp antiseptic bila dipesankan / diresepkan, gunakan tehnik
seperti langkah pembersihan
27. Pasang kassa steril kering pada insisi atau luka
28. Gunakan plester di atas balutan,fiksasi dengan ikatan atau balutan
29. Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempatnya
30. Bantu klien pada posisi yang nyaman

D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi perasaan klien
2. Menyimpulkan hasil kegiatan
3. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan
5. Mencuci dan membereskan alat
6. Mencuci tangan
7. Dokumentasi : Mencatat tanggal dan jam perawatan luka Mencatat
Kondisi luka
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TEKNIK RELAKSASI

NAPAS DALAM

1. Menjelaskan maksud, tujuan, dan cara dilakukannya teknik relaksasi


Pernapasan

2. Persiapan sebelum pelaksanaan:

a. Persiapan ruangan: ruangan yang nyaman dan minimalkan kebisingan

dan gangguan.

b. Persiapan pasien: Minta pasien untuk berbaring dengan rileks.

3. Langkah-langkah tindakan keperawatan Teknik Relaksasi Napas Dalam:

a. Mencari posisi yang paling nyaman

b. Pasien meletakkan lengan disamping pasien

c. Kaki jangan di silangkan

d. Tarik napas dalam, rasakan perut dan dada anda terangkat perlahan

e. Rileks, keluarkan napas dengan perlahan-lahan

f. Hitung sampai 4, tarik napas pada hitungan 1 dan 2, keluarkan napas

pada hitungan 3 dan 4 7.

g. Lanjutkan bernapas dengan perlahan, rilekskan tubuh, perhatikan

setiap ketegangan pada otot.

h. Lanjutkan untuk bernapas dan rileks.

i. Konsentrasi pada wajah anda, rahang anda, leher anda, perhatikan

setiap kesulitan

j. Napas dalam kehangatan dan relaksasi kosentrasi setiap ketegangan di

tangan anda, perhatikan bagaimana rasanya

k. Sekarang buat kepalan-kepalan tangan yang kuat, saat anda mulai

mengeluarkan napas, relaksasikan kepala dan tangan anda.


l. Perhatikan apa yang dirasakan tangan anda, pikir “rileks” tangan anda

terasa hangat, berat atau ringan.

m. Upayakan untuk lebih rileks dan lebih rileks lagi.

n. Sekarang fokus pada lengan atas anda, perhatikan setiap ketegangan,

relaksasikan lengan anda, biarkan perasaan relaksasi menyebar dari

jari-jari dan tangan anda melalui otot lengan anda.

(Sumber: Murni, 2014)

Anda mungkin juga menyukai