Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DECOMPENSASI CORDIS

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gadar Kritis

Oleh :

Mirandika Maya Agadilopa

NIM 19650093

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020
KONSEP PENYAKIT

A. Definisi

Dekompensasi kardis adalah suatu keberadaan dimana terjadi penurunan kemampuan


fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung. (Nanda, 2012 :
108)

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk


memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000).

Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan
sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal.
Namun, definisi lain mengatakan bahwa gagal jantung bukan suatu penyakit terbatas pada
suatu sistem organ, melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai
dengan suatu bentuk respon hemodinamik, renal dan hormonal, suatu keadaan patologis
kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung pemompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan atau hanya dapat memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian.
(Muttaqin, 2009 : 196).

Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung


berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Braundwald, 2013 ).

B. Etiologi

Menurut Smeltzer, (2001) ,penyebab gagal jantung meliputi :


1. Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis dimana terjadi
penebalan arteri koronoris oleh lemak “streak”).
2. Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau hipertensi
pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti pulmonal).
3. Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan pada otot
jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup jantung) rematik (setiap
kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada musculoskeletal)
4. Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah melalui jantung
(stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup alveonar), pada peningkatan
afterload mendadak hipertensi maligna (peningkatan tekanan darah berat disertai kelainan
pada retina,ginjal dan kelainan serebal).
5. Faktor siskemik,misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam tiroktosikosis)
meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau berkurangnya oksigen dalam
darah, anemia atau berkurangnya kadar hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung.
6. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi : henti jantung,fibrilasi,takhikardi atau
bradikardi yang berat, gangguan konduksi.

7. Faktor Pencetus

1. Kebiasaan merokok
Yaitu bahwa rokok mengandung nikotin dan zat beracun yang berbahaya dan dapat
merusak fungsi jantung. Nikotin pada rokok dapat meningkatkan faktor resiko
kerusakan pembuluh darah dengan mengendapnya kolesterol pada pembuluh darah
jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.
2. Hipertensi
Yaitu meningkatnya tekanan darah sistolik karena pembuluh darah tidak elastis serta
naiknya tekanan diastolik akibat penyempitan pembuluh darah tersebut, aliran darah
pada pembuluh koroner juga naik.
3. Obesitas
Yaitu penumpukan lemak tubuh, sehingga menyebabkan kerja jantung tidak normal
dan menyebabkan kelainan.
4. Kolesterol tinggi
Yaitu mengendapnya kolesterol dalam pembuluh darah jantung koroner menyebabkan
kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh menjadi lebih berat.
5. Diabetes Mellitus
Karena kadar glukosa yang berlebih bisa menimbulkan penyakit yang agak berat dan
bersifat herediter.
6. Ketegangan jiwa atau stres
Stres terjadi bias meningkatkan aliran darah dan penyempitan pada pembuluh darah
koroner.
7. Keturunan
8. Kurang makan sayur dan buah

- Dekompensasi Cordis ada 3 macam yaitu:


1. Decompensasi Cordis kiri
Decompensasi Cordis kiri terjadi karena gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri
sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan pada akhir diastolik dalam
ventrikel kiri meningkat. Hal ini menjadi beban atrium kiri dalam kerjanya mengisi
ventrikel kiri saat diastolik, akibatnya terjadi kenaikan rata-rata dalam atrium kiri.
Tekanan atrium kiri yang meninggi menyebabkan hambatan pada aliran masuknya darah
dari vena-vena pulmonal. Bila terus bertambah akan merangsang ventrikel kanan untuk
berkompensasi dengan melakukan hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuan, bila
beban tetap tinggi dimana suatu saat tak teratasi lagi terjadilah gagal jantung kanan
sehingga pada akhirnya terjadilah gagal jantung kiri dan kanan.
2. Decompensasi Cordis kanan
Decompensasi Cordis kanan terjadi karena hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncupnya menurun tanpa didahului adanya gagal jantung kiri. Akibat
tekanan dan volume akhir diastolik ventrikel kanan akan meningkat dan menjadi beban
bagi atrium dalam mengisi ventrikel kanan saat diastolik yang berakibat naiknya tekanan
atrium kanan dan dapat menyebabkan hambatan pada aliran masuk darah dari vena kava
superior dan inferior ke jantung pada akhirnya menyebabkan bendungan pada vena – vena
tersebut (vena jugularrs dan vena porta) bila berlanjut terus maka terjadi bendungan
sitemik yang lebih berat dengan timbulnya edema tumit dan tungkai bawah serta asites.

3. Decompensasi Cordis Congestif


Decompensasi Cordis congestif terjadi bila gangguan jantung kiri dan kanan terjadi
bersamaan dengan ditandai adanya bendungan paru dan bendungan sistemik pada saat
yang sama.

C. Manisfestasi klinis

Berikut adalah manifestasi klinis gagal jantung, (Majid, 2017):

1) Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan


arteri dan vena meningkat karena penurunan curah jantung. Manifestasi
kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan yang terjadi di
ventrikel.

2) Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol, hal ini disebabkan ketidak mampuan
ventrikel kiri memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi
klinis yang terjadi yaitu :

a) Dispnea : Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan


mengganggu pertukaran gas, bisa juga terjadi ortopnea. Beberapa
pasien bisa mengalami kondisi ortopnea pada malam hari yang
sering disebut Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).

b) Batuk.

c) Mudah lelah : Terjadi karena curah jantung berkurang dan


menghambat jaringan dari sirkulasi normal, serta terjadi penurunan
pada pembuangan sisa dari hasil katabolisme yang diakibatkan
karena meningkatnya energi yang digunakan saat bernafas dan
terjadinya insomnia karena distress pernafasan.

d) Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan


oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan saat bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi bagaimana semestinya.

3) Gagal jantung kanan :

a) Kongestif pada jaringan perifer dan jaringan viseral.

b) Edema ekstrimitas bawah, biasanya edema pitting, penambahan


berat badan.

c) Hepatomegali dan nyeri tekan pada abdomen di kuadran kanan


atas, terjadi karena adanya pembesaran vena di hepar.

d) Anoreksia dan mual. Terjadi karena adanya pembesaran vena


dan statis vena di dalam rongga abdomen.

e) Nokturia (sering kencing malam hari).

f) Kelemahan
D. Patofisiologi

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Apabila curah jantung
berkurang, maka sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk tetap
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk dapat
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantung-lah yang
harus menyesuaikan diri untuk tatap bisa mempertahankan curah jantung. Volume sekuncup
merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap jantung berkontraksi, hal ini tergantung
pada 3 faktor, yaitu: preload (jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung), kontraktilitas
(beracuan pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), afterload (mengacu pada 9
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan).

Tubuh mengalami beberapa adaptasi pada jantung dan hal ini terjadi secara sistemik,
jika terjadi gagal jantung. Volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang
jantung meningkat, apabila terjadi pengurangan volume sekuncup kedua ventrikel akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat. Hal ini akan meningkatkan
panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Akan terjadi dilatasi ventrikel jika kondisi ini berlangsung lama. Pada saat istirahat,
cardiac output masih bisa berfungsi dengan baik, akan tetapi peningkatan tekanan diastolik
yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan
sirkulasi sitemik. Yang pada akhirnya tekanan kapiler akan meningkat dan menyebabkan
transudasi cairan serta timbul edema paru atau edema sistemik (Oktavianus & Rahmawati,
2014).
E. Pathway
F. Penatalaksanaan

Ada beberapa penatalaksanaan decompensasi cordis. Tidak ada pengobatan secara spesifik
untuk proses penyembuhan penyakit gagal jantung, akan tetapi secara umum ada beberapa
penatalaksanaan pengobatan untuk gagal jantung adalah sebagai berikut (Nurarif, 2015) :

1) Perawatan

a) Tirah baring/bedrest Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar


dikurangi, mengingat kebutuhan oksigen yang relatif meningkat. 12

b) Pemberian oksigen Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2


liter/menit dalam keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.

c) Diet Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.


Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori
tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.

2) Pengobatan medik

a) Digitalisasi Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan


memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung. Dosis digitalis : 1
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis selama 24 jam dan
dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari. 2 Cedilanid IV 1,2 – 1, 6 mg dalam 24 jam.
Dosis penunjang untuk gagal jantung : Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut
dan gagal ginjal dosis disesuaikan. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25
mg.

b) Diuretik Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang berlebihan. Yang
digunakan : furosemid 40 – 80 mg. Pemberian dosis penunjang bergantung pada
respon, rata-rata 20 mg sehari. 13

c) Vasodilator Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang. Preparat
vasodilator yang digunakan : 1. Nitrogliserin 0,4–0,6 mg sublingual atau 0,2–2
mg/kgBB/menit IV 2. Nitroprusid 0,5 – 1 mg/kgBB/menit IV
d) Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik

1) Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa ferosus, atau
tranfusi darah jika anemia berat.

2) Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik Untuk penderita gagal jantung
anak-anak yang gelisah, dapat di-berikan penenang; luminal dan morfin dianjurkan
terutama pada anak yang gelisah. (Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah :
Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, 2013).

3) Operatif Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :

a) Revaskularisasi (perkutan, bedah).

b) Operasi katup mitral.

c) Aneurismektomi.

d) Kardiomioplasti.

e) External cardiac support.

f) Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.

g) Implantable cardioverter defibrillators (ICD).

h) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart

G. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostik menurut Doenges, Moorhouse, Geisster (1999),


yaitu:
1) EKG : hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia misal : takikardi, fibrilasi atrial, kenaikan segmen ST/T.`+
2) Scan jantung (Multigated Alquistion/MUGA) : memperkirakan gerakan dinding.
3) Katerisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga
mengkaji potensi arteri kororer.
4) Rontgen dada : dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan pembuluh darah mencerminkan peningkatan
tekanan pulmonal, bulging pada perbatasan jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma
ventrikel.
5) Enzim hepar : meningkat dalam gagal kongesti hepar.
6) Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
7) Oksimetri nadi : saturasi oksigen mugkin rendah terutama jika gagal jantung kanan
akut memperburuk penyakit paru abstruksi menahun atau gagal jantung kronis.
8) Blood Urea Nitrogen, Kreatinin : peningkatan blood nitrogen menandakan penurunan
fungsi ginjal. Kenaikan baik blood urea nitrogen dan kreatin merupakan indikasi
gagal ginjal.
9) Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau
penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
10) Hitung sel darah merah : mungkin terjadi anemia, polisitemia atau perubahan
kepekatan menandakan retensi urine. Sel darah putih mungkin meningkat
mencerminkan miokard infark akut, perikarditas atau status infeksi lain.
11) Pemeriksaan tiroid : peningkatan aktivitas tiroid menunjukkanhiperaktivitas tiroid
sebagai pre pencetus gagal jantung kanan.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Biodata

Identitas Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, nomor
register, pendidikan, tanggal MRS , Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan
orang dewasa dengan defek kongenital dan defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih
1% penduduk pada usia 50 tahun dapat terjadi gagal jantung, sedangkan 10% penduduk
berusia lebih dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak, 2011).

B. Keluhan utama

Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan
kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik (Muttaqin, 2012).
C. Riwayat Penyakit sekarang

1. Riwayat penyakit sekarang

a. Sesak napas (dypsnea) karena adanya akumulasi cairan dalam paru- paru karena
ventrikel kiri tidak efektif sehingga timbul sesak.

b. Paroximal noctural dypsnea (bangun tengah malam hari karena kesulitan bernapas)
yang disebabkan oleh reabsorpsi cairan dalam paru.

c. Kelelahan, karena penurunan cardiac out put yang menyebabkan penurunan ATP
sebagai sumber energi untuk kontraksi otot.

d. Ascites, karena terakumulasinya cairan pada rongga abdomen akibat peningkatan vena
portal sehingga mendorong cairan serous dan keluar dari sirkulasi portal

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit yang pernah dialami klien dan berhubungan dengan decompensasi cordis (misal,
kerusakan katub jantung bawaan, hipertensi, diabetes mellitus, bedah jantung, Infark myocard
kronis).

3. Riwayat penyakit keluarga

Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita penyakit jantung akan lebih beresiko
menderita penyakit yang sama

D. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan
akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.

2) B1 (Breathing) Pengkajian yang di dapat adalah adanya tanda kongesti vaskular pulmonal
akut. Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru

3) B2 (Bleeding)

a) Inspeksi Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Lihat adanya dampak
penurunan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah,
apatis, letargi, kesulitan konsentrasi, defisit memori, dan penurunan toleransi latihan.
b) Palpasi Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan awal jantung terhadap
stres, bisa dicurigai sinus takikardia dan sering di temukan pada pemeriksaan klien
dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan
pompa meliputi: kontraksi atrium prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut
ventrikel prematur.

c) Auskultasi Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda
fisik yang berkitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
dibagian yang meliputi:bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) serta crakles pada
paru-paru. S4 atau gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium.

d) Perkusi Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).

4) B3 (Brain) Kesadaran compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan


perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien: wajah meringis, menangis,
merintih,meregang, dan menggeliat.

5) B4 (Bladder) Pengukuran volume keluaran urin berhubungan dengan asupan cairan,


karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari
syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang
parah.

6) B5 (Bowl) Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abnomen, serta penurunan berat badan.

a) Hepatomegali Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abnomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar merupakan manisfestasi dari kegagalan jantung.

7) B6 (Bone) Hal-hal biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6 adalah sebagai
berikut.

a) Kulit dingin Gagal depan pada ventrikel kiri meninbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfusi ke organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ non-vital demi
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak, maka manisfestasi paling dini paling
depan adalah berkurangnya perfusi organorgan seperti kulit dan otot-otot rangka.
Kulit yang pucat dan dingin di akibatkan oleh vasokontriksi perifer, penurunan lebih
lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi
mengakibatkan sianosis.

b) Mudah lelah Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme.

7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada penderita gagal jantung dapat


melalui pemeriksaan sebagai berikut :

a) Radiogram dada

b) Kimia darah

c) Urin lengka

d) Pemeriksaan fungsi hati

E. ADL

1) Tanda dan gejala pada aktivitas / istirahat

a. Keletihan, kelelahan sepanjang hari

b. Nyeri dada saat melakukan aktivitas

c. Insomnia

d. Terbangun pada malam hari karena sesak nafas

e. Gelisah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah saat beraktivitas

2) Nutrisi

a. Kehilangan nafsu makan

b. Mual dan muntah

c. Penambahan BB yang drastis

d. Diit rendah garam dan air

e. Penggunaan diuretic
f. Distensi abdomen

g. Edema

3) Eliminasi

a. Penurunan berkemih

b. Urin berwarna gelap

c. Nocturia

d. Diare / konstipasi

e. Hygine

f. Keletihan, kelemahan, kelehan dalam melakukan aktivitas perawatan diri

F. Rencana Intervensi

1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau perubahan inotropik,
perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural (misal : kelainan katup,
aneurisme ventrikular)
a. Tujuan dan kriteria hasil : penurunan episode dispnea angine menujukan tanda vital dalam
batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
dan bebas gerak gagal jantung (misal : parameter hemodirakit
dalam batas normal, haluan urine adekuat), ikut serta dalam
aktivitas yang mengulangi beban kerja jantung.
b. Intervensi
1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi irama jantung Rasional : biasanya terjadi
takikardi (meskipun pada saat istirahat), untuk mengkompensasi penurunan
kontraktivitas ventrikuker.
2) Pantau tekanan darah
Rasional : pada gejala dini, sedang/kronis TD dapat meningkat sehubungan dengan
SVR.
3) Kaji kulit terdapat pucat dan diagnosis
R : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung vasokontriksi, dan anemia, area yang sakit sering berwarna
biru/ belang karena peningkatan kongesti vena
4) Kaji perubahan pada sensori, contoh letergi
Rasional : dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi cerebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung.

5) Berikan is tirahat Psikologi dengan lingkungan tenang.


Rasional : stres, emosi menghasilkan vasokonstriksi yang meningkatkan TD dan
meningkatkan frekuensi kerja jantung.
6) Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
Rasional : meningkatkan sediaan O2 untuk kebutuhan miocard untuk melawan efek
hipoksia/Ischemia.
2. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai O2 kebutuhan, kelemahan
umum, tirah baring lama.
a. Tujuan dan K H : berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan
perawat sendiri.
b. Intervensi
1) Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas
Rasional : hipotensi ortostastik dapat terjadi dengan aktivitas karena otot-otot
perpindahan cairan/pengaruh fungsi jantung.
2) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat).
Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi
jantung dan kebutuhan O2. Peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Kaji presipitasi atau penyebab kelemahan . Contoh : nyeri pengobatan.
Rasional : kelemahan atau efek samping beberapa obat (Beta Blocker).
4) Berikan batuan dalam aktivitas perawat diri, sesuai indikasi
Rasional: pemenuhan kebutuhan perawat diri pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard atau kebutuhan O2 berlebihan.
5) Kolaborasi : Implementasi program rehabilitasi jantung atau aktivitas konsumsi
berlebihan.
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja/konsumsi O2
berlebihan, penjualan dan perbaikan fungsi jantung dibawa stess.
3. Kelebihan volume cairan b.d. menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung) meningkatnya produksi antidiuretik hormon dan retensi natrium atau air.
a) Tujuan dan KH : mendomentrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
dan pengeluaran bunyi nafas bersih/jelas, vital dalam rentang yang
dapat diterima, BB stabil, tak ada oedem, pasien menyatakan paham
dengan pembatasan cairan.
b) Intervensi
a. Pantau keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : terapi diuretik dapat disebabkan untuk kehilangan cairan tiba-tiba atau
berlebihan (hipovolemik) meskipun oedema/asites masuk ada.
b. Pertahankan duduk atau tirah baring semifowler selama masa akut
Rasional : posisikan telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi
ADH sehingga meningkatkan diuresis.
c. Timbang BB tiap hari
Rasional ; cata t perubahan ada/hilangnya oedema sehingga respon terhadap terapy,
peningkatan 25 kg menunjukan 2 lt cairan.
d. Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk, pertahankan permukaan kulit
tetap kering, berikan bantalan.
Rasional : pembentukan oedema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutris i
dan imobilisasi atau tirah bar ing lama merupakan kumpulan stresor yang
mempengaruhi intergritas kulit.
e. Kolaborasi : mempertahankan cairan atau pembatasan nutrium sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan air total tubuh atau mencegah reakumulasi cairan.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas dengan faktor resiko perubahan membran kapiler
alveolus.
Tujuan dan KH : memdemontrasikan ventilasi dan oksigensi adekuat, analisa gas darah
rentang normal.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat krekles, mengi
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru atau pengumpulan sekret menunjukan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Anjurkan batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Dorong untuk mengubah posisi dengan sering
Rasional ; membantu mencegah atelektasis dan pneumonia
d. Pertahankan duduk dan tirah baring dengan posisi semifowler
Rasional menurunkan konsumsi O2 atau kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru
maksimal.
e. Kolaborasi : beri O2 sesuai dengan indikasi
Rasional : meningkatkan konsentrasi O2 alveolar, yang dapat memperbaiki atau
menurunkan hipoksia jaringan.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tirah baring lama,
oedema, penurunan defusi.
a. Lihat kulit, catat adanya penonjolan tulang, oedema
Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik dan
gangguan status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan
c. Ubah posisi sering di kursi/tempat tidur, bantu latihan gerak aktif/pasif
Rasional : memperba iki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang menggangu
aliran darah.
d. Berikan perawatan kulit sering dan meminimalkan kelembaban atau ekskresi
Rasional : terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
e. Kolaborasi : berikan tekanan alternatif, perlindungan siku/tumit.
Rasional : menurunkan tekanan pada kulit dapat memperbaiki sirkulasi
Daftar Pustaka

Anisah, Isah. 2011. Askep Decompensasi Cordis. Terdapat di


http://isahanisah.blogspot.com/2011/04/askep-decomp-cordis.html. Diakses pada Minggu, 8
September 2013 pukul 13.05 WITA.

Devalapaz. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Decompensasi Cordis.
Terdapat di http://devalapaz.wordpress.com/2012/01/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-penyakit-decomp-cordis.html . Diakses pada Minggu, 8 September 2013 pukul 13.20
WITA.

Doenges Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 3. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Kasron. 2012, Kelainan & Penyakit Jantung Pencegahan dan Pengobatannya. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Nurarif, Kusuma. 2016, Asuhan Keperawatan Praktis : Berdasarkan Penerapan Diagnosa


Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction

Nursalam. M. Nurs. 2002. Managemen keperawatan, Aplikasi dalam  Praktik Keperawatan


Professional. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.

Rangga, Khaka. 2013. Laporan Pendahuluan pada Decompensatio.Terdapat di


http://khakarangga.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-pada-decompensatio.html.
Diakses pada Minggu, 8 September 2013 pukul 13.25 WITA.

Smeltzer S. 2016, Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 12. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai